Pendahuluan
Sejak awal penemuan teknik Friction Stir Welding [1], [2], sejumlah besar penelitian ilmiah telah dilakukan terhadap penerapan Friction Stir Welding pada sambungan butt yang sederhana. Untuk penelitian pada jenis sambungan selain butt joins, belum berkembang dengan maksimal. Umumnya, peneliti masih fokus pada Friction Stir Welding pada lap joins dan T joins [3], [4]. Sedangkan penelitian tentang FrictionStirWeldingpada sambungan fillet masih belum banyak dilakukan. Pengelasan Sambungan fillet umumnya dilakukan dengan pengelasan konvensional seperti Metal Inert Gas [5]. Teknik pengelasan fusi ini menyebabkan deformasi pengelasan yang berlebihan dan tegangan sisa selain perubahan fasa bahan dasar di sekitar las karena masukan panas yang sangat tinggi. Pada pengelasan Friction Stir Welding untuk sambungan fillet lebih efisien dan produktif daripada MIG, namun memerlukan beberapa penyesuaian tools yang akan digunakan. Bagian yang paling berpengaruh terhadap pengelasan Friction Stir Welding pada sambungan fillet adalah dimensi pin dan bentuk geometri bahu [6]. Bentuk tools yang sesuai akan mengoptimalkan pengelasan dengan penetrasi pada paduan aluminium sambungan fillet.
Dalam pengelasan sambungan fillet diperlukan jig atau fixture sebagai alat bantu dalam proses pengelasan untuk mengurangi distorsi [7]. Perancangan dan pembuatan Jig bertujuan sebagai alat bantu untuk mempermudah kegiatan pengelasan dasar [8]. Jig berfungsi untuk menahan plat aluminium yang akan dilas agar menjadi stabil. Desain jig bervariasi bergantung pada dimensi plat aluminium yang akan dilas, ukuran, dan bahan dasar jig. Pada pengelasan Friction Stir Welding secara vertikal diperlukan desain jig dengan bentuk v (sudut 90°) yang menghadap ke atas.
Pada penelitian eksperimen pengelasan Friction Stir Welding akan menggunakan paduan aluminium AA6061-T6. Pengelasan dengan teknik Friction Stir Welding pada aluminium memiliki banyak keunggulan [9]–[11] sehingga dapat digunakan pada eksperimen pengelasan plat aluminium sambungan fillet. Paduan logam ini sering digunakan untuk penahan rel kereta, rangka truk, pembuatan kapal, jembatan sipil, rotor helikopter, tabung, tiang menara, transportasi, pembuatan boiler, perahu motor, dan paku keling.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang mengamati desain jig dan keefektifannya dalam membantu pengelasan sambungan fillet pada paduan aluminium 6061-T6. Penelitian ini difokuskan pada pengaruh pemanfaatan Jig dalam membantu pengelasan Friction Stir Welding. Sebelum pelaksanaan eksperimen, persiapan alat dan bahan harus dilakukan terlebih dahulu. Alat yang digunakan adalah mesin frais Universal X6332C Weida dan Jig. Bahan yang digunakan dalam pengelasan adalah aluminium AA6061-T6.
Proses pengelasan diawali dengan perancangan Jig. Dimensi dari alas jig adalah panjang 300 mm, lebar 250 mm dan tebal 15 mm. Pada bagian plat penyangga telah dilas dengan dua plat di bagian atas membentuk sudut 90o. Tinggi plat penyangga adalah 80 mm dengan lebar 70 mm dan ketebalan 10 mm. Penggunaan tiga plat penyangga bertujuan untuk mempertahankan kestabilan saat pengelasan dan menghemat biaya pembuatannya. Plat pengelasan (V) memiliki panjang 250 mm, lebar 150 mm dan ketebalan 10 mm.
Pada kedua plat pengelasan telah dibuat lubang ulir untuk mengencangkan plat aluminium yang akan dilas. Jumlah lubang ulir terdiri dua bagian kiri dan kanan. Pengelompokan ini dilakukan agar memudahkan mengencangkan bagian tepi atas pada plat aluminium yang dilas. Panjang maksimum dari plat aluminium yang dapat dilas adalah 250 mm sesuai dengan panjang jig, namun lebar plat aluminium dapat melebihi lebar plat pengelasan jig. Hal ini disebabkan pada proses pengelasan hanya tekanan vertikal yang dominan.
Pengelasan menggunakan metode Friction Stir Welding membutuhkan ketahanan jig untuk menerima tekanan pin dan shoulder. Desain jig yang menggunakan dua plat diagonal menghadap ke atas bertujuan agar proses pengelasan dapat langsung dilakukan secara vertikal. Pengelasan vertikal tidak memerlukan pengaturan ulang arah las sehingga lebih praktis dan efisien.
Gambar 1 illustrasi Desain Jig
Hasil dan Pembahasan
Alat yang digunakan dalam eksperimen adalah mesin milling, mesin bor dan jig. Mesin milling akan digunakan untuk pengelasan dengan Friction Stir Welding menggunakan alat pahat. Jig akan digunakan sebagai tumpuan dalam pengelasan sambungan fillet yang membutuhkan kestabilan. Bahan pengelasan adalah plat aluminium ukuran kecil, sedang, besar. Plat aluminium yang akan dilas terdiri dari dua buah yang membentuk sudut 90 derajat. Setiap plat aluminium akan dikencangkan posisinya menggunakan baut.
Pembuatan Jig dilakukan untuk mendukung pengelasan Friction Stir Welding pada sambungan fillet. Desain Jig dirancang untuk memudahkan pengelasan dengan Friction Stir Welding tanpa harus melakukan pengaturan kemiringan arah mesin las karena plat pengelasan (V) sudah menghadap ke atas.
Teknik pembuatan jig menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) yang juga disebut Las Busur Listrik pada logam besi. Dimensi jig telah dirancang agar sesuai untuk mendukung pengelasan Friction Stir Welding pada plat aluminium yang berukuran tidak lebih dari 250 mm. Lubang ulir pada jig bagian alas berguna untuk mengencangkan jig pada meja kerja sedangkan lubang ulir pada plat pengelasan berfungsi untuk mengencangkan plat aluminium yang akan dilas.
Gambar 2 Jig yang telah jadi
Pemilihan alat pahat yang akan digunakan dalam pengelasan sambungan fillet memiliki kriteria tertentu seperti ukuran pin lebih panjang, diameter pin kecil dan jenis bahu cembung (Convex Shoulder). Ukuran pin harus lebih panjang dengan diameter yang kecil agar dapat melakukan penetrasi pada sambungan fillet secara optimal. Jika pin terlalu pendek maka proses penetrasi dan pengadukan (stirring) menjadi tidak maksimal dan sambungan mudah lepas. Jenis bahu alat pahat yang optimal bagi pengelasan sambungan fillet adalah bahu cembung karena ruang yang terbatas pada sambungan. Tingkat kemiringan bahu dari garis vertikal akan mempengaruhi hasil pengelasan. Seperti yang terlihat pada gambar dimensi alat pahat yang menunjukkan bahu cembung tidak mengalami kontak dengan plat aluminium.
Gambar 3 Dimensi alat pahat yang optimal dalam penelitian
Hasil experimen menunjukkan bahwa semakin kecil derajat kemiringan bahu maka semakin optimal hasil pengelasan. Derajat kemiringan pada alat pahat pertama cukup besar sehingga hasil pengelasan sambungan fillet menjadi lepas/gagal. Sedangkan pada alat pahat yang kedua, derajat kemiringan bahu lebih kecil sehingga hasil pengelasan lebih baik. Dimensi alat pahat yang digunakan pada percobaan kedua adalah diameter pin 6,00 mm, panjang pin 5,50 mm, dan kemiringan bahu 40°.
Dengan menggunakan alat pahat dengan bahu cembung dan derajat kemiringan bahu kecil maka hasil pengelasan menjadi optimal dan sambungan fillet tidak mudah lepas. Hal ini karena kemiringan yang kecil akan mempermudah penetrasi pin pada sambungan fillet dan mengurangi kontak langsung dengan plat pengelasan jig, walaupun chips yang dihasilkan tidak dapat dihindarkan.
Gambar 4.10 Alat pahat dengan bahu cembung yang memiliki derajat kemiringan besar dari garis vertikal | Gambar 4.11 Hasil pengelasan tidak optimal dan terlihat sambungan lepas |
Gambar 4.12 Alat pahat dengan bahu cembung yang memiliki derajat kemiringan lebih kecil dari garis vertikal | Gambar 4.13 Hasil pengelasan optimal namun masih terdapat chips pada bagian retreating side |
Pada pengelasan Friction Stir Welding jarang menghasilkan chip karena Tekanan dari bahu pahat dan pencampuran bahan oleh pin pahat mengikat antarmuka benda kerja [12]. Namun pada pengelasan sambungan fillet terbentuk chip karena dimensi shoulder tidak optimal. Chips yang dihasilkan pada bagian retreating side dapat diatasi dengan menggunakan bahu cekung (Concave Shoulder) karena jenis bahu ini dapat mengumpulkan dan mengaduk chips yang dihasilkan dari proses pengelasan menjadi satu pada sambungan.
Pada proses pengelasan plat aluminium ukuran sedang terdapat temuan yang menunjukkan pentingnya penempatan pin yang presisi pada sambungan. Jika penempatan tidak tepat maka dapat menyebabkan hasil pengelasan menjadi tidak optimal, seperti menyimpang beberapa milimeter ke samping. Berdasarkan hasil pengelasan, maka penempatan pin yang tepat pada sambungan fillet sangat penting bagi kualitas pengelasan. Hal ini karena penempatan pin yang menyimpang akan mempengaruhi proses pengadukan logam pada sambungan dan memperbesar kontak bahu pada sisi plat sehingga chips semakin jelas terlihat.
Jenis bahu yang digunakan pada alat pahat akan menentukan keefektifan pengelasan Friction Stir Welding dan chips yang dihasilkan. Jenis bahu yang sesuai untuk pengelasan sambungan fillet adalah bahu cembung (convex shoulder) karena mengurangi kontak langsung antara bahu dengan plat aluminium. Ketepatan penempatan pin juga menentukan karena pin harus tepat pada sambungan fillet agar hasilnya optimal.
Gambar 4 Bahu Cekung
Gambar 4.15 Hasil pengelasan dengan penempatan pin yang tepat | Gambar 4.16 Hasil pengelasan dengan penempatan pin yang menyimpang ke kiri |
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengujian desain jig pada eksperimen pengelasan Friction Stir Welding sambungan fillet dua plat aluminium adalah teknik pembuatan jig sebagai alat bantu pengelasan Friction Stir Welding pada sambungan fillet dua plat aluminium dilakukan dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding) pada bahan logam besi. Desain jig pada alas untuk las Friction Stir Welding berbentuk V dengan sudut 90° dan menghadap ke atas. Tujuan desain jig adalah memudahkan proses pengelasan Friction Stir Welding secara vertikal. Teknik pengelasan Friction Stir Welding pada sambungan fillet antara dua plat aluminium menggunakan alat pahat dengan bahu cembung yang memiliki derajat kemiringan 40°, diameter pin 6,00 mm dan panjang pin 5,50 mm. Hasil pengelasan telah optimal walaupun terdapat chips pada bagian retreating side.
Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya pemilihan alat pahat dilakukan dengan tepat agar hasil pengelasan lebih optimal dan mengurang terbentuknya chips. Alat pahat yang tepat memiliki bentuk bahu cekung agar dapat mengumpulkan chips dan mengaduknya pada sambungan fillet menjadi satu kesatuan. Selain itu penggunaan baut untuk mengencangkan dan menstabilkan plat aluminium sebaiknya diganti dengan penjepit agar tidak meninggalkan lubang pada plat aluminium yang telah dilas.
Keterbatasan desain jig pada eksperimen ini adalah bahan dasar yang digunakan dan dimensinya yang kecil. Bahan dasar besi merupakan logam yang kuat namun agar dapat bertahan lama dalam menahan tekanan dari pengelasan Friction Stir Welding diperlukan logam alternatif yang lebih kuat terutama pada penyangga. Selain itu dimensi jig yang kecil akan membatasi dimensi plat aluminium yang dapat dilas, sehingga dimensi jig sebaiknya diperpanjang agar dapat mengelas plat aluminium yang lebih besar.