Rizka Khoirulika (1), Andik Nurcahyo (2), Siska Oktavia (3), Kampoi Naibaho (4)
General background: Indonesia is one of the countries within the Coral Triangle region, known for its vast coral reef ecosystems that sustain marine biodiversity and coastal livelihoods. Specific background: In the Kangean Islands, East Java, coral reefs face significant degradation caused by destructive fishing practices and climate change. To address this, Kangean Energy Indonesia Ltd. (KEI), an upstream oil and gas company, initiated a coral reef transplantation program as part of its environmental commitment. Knowledge gap: Previous studies on corporate social responsibility (CSR) have rarely examined how the Creating Shared Value (CSV) approach can simultaneously promote ecological restoration and community welfare within the extractive industry. Aims: This research analyzes the implementation of CSV principles—shared value, community involvement, collaboration, and innovation—in KEI’s coral reef transplantation program. Results: Using a qualitative approach through interviews, observations, and document analysis, the study finds that CSV enhances coral ecosystem recovery, empowers youth, fosters cross-sector collaboration, and introduces dome-shaped transplantation media as an innovation. Novelty: The study offers a new model of CSV-based marine conservation integrating business sustainability with ecological and social outcomes. Implications: The findings highlight CSV’s potential as a strategic framework for the oil and gas sector to advance sustainable development and strengthen community legitimacy.
Highlights:
CSV links corporate sustainability with community and ecosystem welfare.
Innovative dome-shaped media enhance coral restoration success.
Multi-stakeholder collaboration ensures long-term social legitimacy.
Keywords: Creating Shared Value, Coral Reef Transplantation, Community Involvement, Collaboration, Innovation
Negara Indonesia merupakan salah satu bagian dari enam negara yang termasuk dalam Segitiga Terumbu Karang ( Coral Triangle ) bersama Malaysia, Papua Nugini, Philipinam Kepulauan Solomon dan Timor-Leste. Kawasan ini dikenal dengan ekoregion laut tropis yang mempunyai luas antara 5,7 sampai 6 juta kilometer persegi dan dijuluki “Amazon of the Seas” karena menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Pada setiap ekoregion mempunyai spesies karang pembentuk terumbu karang lebih dari 500 spesies, yang pusatnya terletak di Bird’s Head Seascape, Papua Barat dengan jumlah kurang lebih 574 spesies karang [1] . Data estimasi terumbu karang di Indonesia bervariasi menurut metode perhitungannya, dimana menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan ada sekitar 2,5 juta hektar [2] , sedangkan menurut Asian development Bank (ADB) ada lebih dari 51.000-kilometer persegi [3] . Meskipun keduanya menampilkan ukuran yang berbeda, namun kedua data tersebut menegaskan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekosistem terumbu karang terluas di dunia yang menyumbangkan 10% luasan terumbu karang dunia [2].
Terumbu karang di Indonesia mempunyai banyak keunikanya sesuai karakter wilayahnya. Salah satunya kawasan terumbu karang yang ada di Kepulauan Kangean yang merupakan salah satu kepulauan yang ada di Laut Jawa yang secara administrasi berada di wilayah Kabupaten Sumenep. Kepulauan Kangean yang menjadi bagian dari Kepulauan Sumenep mempunyai keanekaragaman hayati yang unik terkait perkembangan flora dan faunanya, termasuk ekosistem terumbu karangnya (Salsabila, 2024) . Kepulauan Kangean terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Arjasa, Kangayan dan Sapeken. Sebaran dan kondisi terumbu karang secara umum di Kepulauan Kangean sendiri secara spasial menunjukan tutupan ekosistem terumbu karang sebesar 7.944.64 Ha atau 79,92-kilometer persegi yang tersebar di 15 pulau [5].
Nilai terumbu karang bukan hanya pada nilai ekologis, namun menyumbang nilai ekonomi yang sangat besar bagi kehidupan penduduk suatu negara. ADB mencatat bahwa Kawasan Coral Triangle menopang kehidupan lebih dari 120 juta penduduk dan mempunyai nilai ekonomi sebesar US$ 1,2 triliun per tahun [3] . Di Indonesia sendiri tenaga inti di sektor kelautan terus meningkat yaitu pada tahun 2023 kurang lebih 3,2 juta nelayan dengan produksi perikanan tangkap laut kurang lebih 7,8 juta ton, dan hasil rumput laut kurang lebih 9,75 juta ton [6] . Di kepulauan Kangean, secara umum masyarakatnya sangat erat dengan penangkapan ikan laut dan budidaya rumput laut. Bukti empiris rantai pasok perikanan berada di Arjasa–Kangayan–Sapeken yang membuktikan bahwa sektor ini menjadi mata pencaharian utama yang menopang kesejahteraan masyarakat kepulauan [7] . Data resmi daerah Kabupaten Sumenep menguatkan temuan tersebut, dimana Data Kabupaten Sumenep menunjukan bahwa produksi rumput laut terpusat di kepulauan terutama Sapeken (±226,5 ribu ton pada 2023) dan Ra’as (±160,8 ribu ton pada 2023) serta meningkat di Saronggi di pesisir utama [8].
Keberadaan ekosistem terumbu karang terancam dari praktik destructive fishing oleh para nelayan yang sering menggunakan bom ikan maupun cairan kimia ( potassium ) yang dapat merusak fisik dari terumbu karang, menurunkan keragaman ikan karang, menurunkan hasil tangkapan nelayan, dan mengancam ekosistem laut secara keseluruhan [9], [10] . Secara ekologi, ledakan bom ikan dapat mengubah rangka karang keras menjadi puing-puing dan meninggalkan kawah yang lama distabilisasi, sehingga habitat ikan karang hilang dan produktivitas perikanan lokal menurun; dampak ini terdokumentasi luas dalam telaah global maupun studi di Indonesia [9] . Di Kepulauan Kangean, wilayah Seabus dan Gugus Kangean dalam beberapa tahun terakhir mengalami degradasi kerusakan terumbu karang yang bervariasi disetiap wilayah [11], [12] . Kondisi ini menuntut adanya upaya edukasi, penegakan hukum, serta alternatif mata pencaharian yang pararel dengan nelayan tangkap, sehingga mengurangi tekanan terhadap ekosistem terumbu karang [9].
Upaya edukasi dan penciptaan mata pencaharian alternatif lewat berbagai cara perlu dilakukan secara multipihak agar dapat menghasilkan langkah-langkah nyata, baik dari pemerintah, sektor swasta, akademis, media dan masyarakat umum. Dalam konteks Kepulauan Kagean, upaya tersebut telah dilakukan oleh salah satu perusahaan migas yaitu KANGEAN ENERGY INDONESIA LTD (KEI). KEI merupakan salah satu mitra SKK Migas yang beroperasi di Pulau Pagerungan Besar untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak serta gas bumi. Sejak tahun 2015, KEI telah menjalankan program konservasi keanekaragaman hayati berupa transplantasi terumbu karang di wilayah kerjanya. Program ini bertujuan mempercepat pemulihan ekosistem terumbu karang dan meningkatkan populasi ikan karang di sekitar pulau. Upaya ini menjadi penting karena ekosistem laut menghadapi tekanan serius akibat perubahan iklim, seperti naiknya permukaan laut, abrasi pantai, peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, hingga intensitas cuaca ekstrem, yang berpotensi mengancam kelestarian berbagai spesies laut [4].
Program transplantasi terumbu karang yang dilakukan menggunakan metode menanam fragmen pada media yang telah dilubangi menggunakan perekat khusus. Fragmen yang bentuk atau ukurannya tidak memungkinkan untuk ditanam pada lubang, ditempelkan pada permukaan datar media transplantasi dengan menggunakan perekat yang sama. Selain itu, diterapkan juga metode line transplant, yaitu menempatkan bibit karang ( fragmen ) pada pilinan tali polyethylene . KEI melaksanakan metode ini dengan memberikan jarak antar fragmen sekitar 25 cm, kemudian tali dibentangkan sepanjang barisan modul dan diikat di atas setiap modul [4] . Untuk metode transplantasi yang dimaksud dalam tulisan ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
[ Gambar 1. disini ]
Capaian kinerja program transplantasi terumbu karang telah dilaksanakan sejak tahun 2015 dan terdokumentasi sampai tahun 2023. Berdasarkan data yang ada, total jumlah modul media transplantasi ada 1.031 modul dengan jumlah total bibit ada 3.750 bibit, dan mencapai luasan 0,25 hektar (2.523,95 meter2). Program transplantasi terumbu karang masih terus akan dilakukan, bahkan akhir-akhir ini perusahaan berusaha mengembangkan dan menerapkan Creating Shared Value (CSV) sebagai pengembangan dari pendekatan CSR perusahaan yang selama ini di lakukan. CSV menempatkan nilai sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai satu kesatuan. Konsep ini menekankan bahwa perusahaan dapat memperoleh profit sekaligus memberi dampak positif bagi komunitas dan lingkungan dengan mengintegrasikan strategi bisnis ke dalam pemecahan masalah sosial dan lingkungan [13] . Secara rinci capaian hasil program tlanspatasi karang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
[ Tabel 1 . disini ]
CSV saat ini menjadi pendekatan baru yang melampaui dari pendekatan CSR, praktik penerapan telah banyak diteliti di Indonesia yang membuktikan pendekatan ini sangat cocok untuk kasus Indonesia. Hasil penelitian menekankan penerapan CSV dalam industri minyak dan gas hulu tidak hanya meningkatkan produktivitas perusahaan tetapi juga memperkuat hubungan dengan masyarakat sekitar [14] . Selanjutnya studi lain menegaskan bahwa perusahaan yang mengintegrasikan CSV dalam model bisnisnya cenderung lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan, memiliki hubungan yang lebih kuat dengan masyarakat, serta mampu meningkatkan legitimasi sosial [15] . Penerapan CSV meningkatkan reputasi perusahaan, memperluas jaringan mitra, serta memperkuat daya saing [16] . CSV lebih berkelanjutan dibandingkan model CSR tradisional karena bersifat strategis, inovatif, dan terintegrasi dengan tujuan utama perusahaan [17].
Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang saling berkaitan untuk menganalisis fenomena penerapan CSV oleh perusahaan migas dalam Program Transplantasi Terumbu Karang. Berangkat dari teori ekologi yang memberikan landasan mendasar akan pentingnya melakukan rehabilitasi atas kerusakan ekosistem (termasuk laut). Kemudian teori CSR dan CSV yang menunjukan pentingnya peran swasta dalam melakukan tanggungjawab sosial terhadap masyarakat serta bagaimana mengembangkan nilai bersama yang berkelanjutan. Adanya teori kolaborasi menunjukan perlunya dukungan dan pentingnya kemitraan dari berbagai pihak. Teori inovasi menekankan perlunya pendekatan yang kreatif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada secara berkelanjutan dan lebih cepat dari penyelesaian biasa.
Pertama, teori ekologi memberikan pemahaman yang mendalam terhadap hubungan manusia dengan alam atau lingkungannya. Pada prinsipnya teori ekologi menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem yang ada, agar keberlanjutan dapat dipertahankan. Salah satunya adalah ekosistem laut yang rusak akibat ulah manusia perlu untuk direhabilitasi ekositemnya. Kerusakan ekosistem laut dapat diakibatkan oleh perubahan iklim, intervensi manusia berbasis teknologi dan perilaku merusak lingkungan lainnya. Manusia dapat melakukan intervensi untuk memulihkan fungsi ekologis yang terganggu atau rusak, seperti melakukan transplantasi terumbu karang untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung ketahanan ekosistem agar siklus rantai makanan tidak terganggu [18] .
Kedua, teori CSR memberikan dasar pengertian terkait tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. jangan sampai aktivitas perusahaan mengganggu atau merugikan masyarakat sekitar dan lingkungan, baik secara ekonomi maupun sosial. Hal ini selaras dengan literatur terbaru yang menegaskan bahwa CSR berorientasi lingkungan dapat memperkuat hubungan dengan komunitas lokal, meningkatkan reputasi perusahaan, sekaligus berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals [19] . Dalam konteks penelitian ini, Program transplantasi terumbu karang yang diusung KEI sejak tahun 2015 juga selaras dengan prinsip CSR karena program ini menjaga kelestarian lingkungan sekaligus menjaga ekosistem ikan tangkapan nelayan yang biasanya ada di terumbu karang.
Ketiga, konsep CSV menekankan pentingnya menciptakan nilai ekonomi sekaligus nilai sosial dan lingkungan. CSV mendorong perusahaan untuk melampaui sekadar tanggung jawab sosial, dengan mengintegrasikan strategi bisnis yang mampu memberikan manfaat bersama bagi perusahaan dan Masyarakat [13] . Dalam konteks transplantasi karang, CSV dapat tercermin pada penciptaan peluang baru, seperti ekowisata berbasis karang, yang tidak hanya menjaga lingkungan tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir. Bagi perusahaan, kesadaran untuk tidak merusak terumbu karang dengan bom dapat mengurangi resiko kebocoran pipa gas yang berada di bawah laut.
Konsep CSV yang diusung oleh Porter & Kremer (2011) dapat dikembangkan dalam konteks yang lebih operasional dalam memahami suatu program pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Porter dan Kremer mengembangkan 3 dimensi CSV, yaitu Reconceiving Products and Markets (Menciptakan Produk dan Pasar Baru), Redefining Productivity in the Value Chain (mendefinisikan kembali produktivitas dalam rantai nilai) dan Enabling Local Cluster Development (Mengembangkan Klaster Lokal). Hal ini berarti perusahaan harus mampu menghadirkan produk/jasa yang selaras dengan kebutuhan sosial, dimana perusahaan tidak hanya memperoleh keuntungan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip nilai bersama ( shared value ) terwujud karena setiap inovasi produk menyeimbangkan kepentingan bisnis dan kebutuhan masyarakat [13] . Nilai bersama yang dikembangkan memungkinkan untuk mendorong keterlibatan masyarakat untuk menciptakan inovasi yang menjawab permasalahan dan inklusif serta berkelanj utan [20] .
Perusahaan melakukan efesiensi rantai nilai tidak hanya terkait dengan penghematan biaya, namun harus menggambarkan kolabororasi dan keterlibatan dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada dimensi ini, kolaborasi dan nilai bersama menjadi kunci untuk mendifinisikan ulang rantai nilai [21] . Dimensi ketiga menekankan bahwa perusahaan tidak bisa tumbuh sendirian, tetapi harus membangun ekosistem lokal yang kuat. Investasi dalam pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pemberdayaan UMKM memperkuat daya saing perusahaan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar. Keterlibatan masyarakat diwujudkan melalui pembangunan kapasitas komunitas lokal. ️ Kolaborasi dengan pemerintah, NGO, dan komunitas menciptakan sinergi yang mendukung keberlanjutan [22] . Inovasi sosial muncul ketika perusahaan bersama aktor-aktor lokal menciptakan solusi baru yang lebih cepat dan tepat.
Berdasarkan uraian tersebut, dari 3 dimensi CSV memberikan dasar terbentuknya 4 prinsip inti CSV dalam konteks program-program pemberdayaan, yaitu nilai bersama, keterlibatan masyarakat, kolaborasi dan inovasi. Dengan demikian, CSV bukan hanya kerangka bisnis, melainkan paradigma pembangunan berkelanjutan yang menempatkan perusahaan sebagai aktor penting dalam kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Perusahaan berada dalam posisi sentral, sebagai aktor perubahan utama yang menggerakkan antar aktor dan menumbuhkan nilai-nilai bersama, serta strategi dalam mewujudkan tujuan nilai bersama. Jika digambarkan dalam kerangka konsep dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
[ Gambar 2 . disini ]
Keempat, teori kolaborasi menekankan kebutuhan akan mekanisme pembagian keuntungan, transparansi, kepercayaan, serta tata kelola adaptif yang berfokus pada outcome yang diukur dan akuntabilitas. Intervensi restorasi yang sukses seringkali memiliki struktur kolaboratif yang jelas dan peran komunitas yang kuat ( community-led restoration ), sehingga program menjadi lebih relevan dan terawat [23] . Kolaborasi merupakan proses di mana aktor-aktor independen dengan perbedaan kepentingan membangun solusi bersama melalui dialog, berbagi sumber daya, dan pencapaian tujuan kolektif. Multipihak yang berkolaborasi dapat berasal dari pemerintah, perusahaan/swasta, akademisi, organisasi sosial, media dan masyarakat [24] .
Kelima, teori inovasi menekankan pentingnya penciptaan solusi baru yang lebih efektif untuk menjawab tantangan sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Literatur terbaru menegaskan bahwa inovasi dalam CSR mendorong keberlanjutan program, meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan, serta memperkuat ketahanan sosial-ekologis [25], [26] . Program transplantasi terumbu karang yang dilakukan oleh perusahaan migas dapat dipahami sebagai bentuk inovasi sosial dan lingkungan, karena menggabungkan teknologi konservasi dengan pendekatan partisipatif berbasis komunitas. Inovasi ini tidak hanya memberikan solusi terhadap kerusakan ekosistem laut, tetapi juga membuka peluang baru bagi peningkatan ekonomi masyarakat pesisir, misalnya melalui ekowisata atau diversifikasi mata pencaharian.
Program transplantasi terumbu karang yang dilakukan bermanfaat untuk perbaikan lingkungan bawah laut dan bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Selain itu juga terdapat manfaat bagi perusahaan. Bagi perusahaan edukasi terhadap masyarakat terkait pentingnya terumbu karang terhadap keberlangsungan kehidupan nelayan dapat mengurangi penggunaan bom ikan dan potassium. Bom ikan dan potassium selain berbahaya bagi terumbu karang, juga mengancam terjadinya kebocoran pipa jalur migas yang dimiliki perusahaan KEI. Artinya transplantasi terumbu karang juga secara langsung maupun tidak langsung dapat mengurangi resiko tertjadinya kebocoran pipa-pipa gas milik perusahaan yang dapat mengamankan keberlanjutan bisnis KEI. Selain itu, program ini dapat memecahkan beberapa masalah sosial yang ada di masyarakat, diantaranya dapat berkontribusi dalam menjaga keanekaragaman jenis dan jumlah ikan. Jika jika dikelola dengan baik dimungkinkan dapat dikembangkan menjadi wisata bawah laut yang menempatkan terumbu karang menjadi daya tariknya. Masalah lain yang dapat dilihat adalah nilai lingkungan, dimana terjaganya ekosistem terumbu karang, meningkatkan wilayah tutupan terumbu karang serta menjaga kelestarian alam bawah laut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan konsep CSV oleh KEI di wilayah Kepulauan Sumenep, terutama Pulau Pagerungan Besar dan Sadulang melalui Program Transplantasi Terumbu Karang. Penerapan prinsip CSV yang dimaksud adalah bagaimana perusahaan berupaya mengembangkan nilai bersama (ekonomi, sosial dan lingkungan), bagaimana melibatkan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi, melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak serta bagaimana menciptakan inovasi yang mampu mengakselerasi terselesaikannya masalah sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena berfokus pada pemahaman makna, pengalaman, serta perspektif para pemangku kepentingan terkait program transplantasi terumbu karang. Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu menggali fenomena secara mendalam, sehingga memberikan gambaran yang komprehensif tentang dinamika sosial, ekologis, dan partisipatif dalam program tersebut [27]. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan pihak Karang Taruna, perwakilan KEI, Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat serta masyarakat pesisir yang terlibat dalam kegiatan transplantasi. Observasi digunakan untuk memahami proses partisipasi dan interaksi antaraktor secara langsung, sedangkan dokumentasi melengkapi data melalui laporan, berita, dan arsip kegiatan [28].
Analisis data dilakukan menggunakan model analisis kualitatif dari Miles, Huberman dan Saldana yang meliputi tiga tahapan utama: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Proses ini berlangsung secara siklis dan berulang, sehingga temuan yang diperoleh dapat diuji keabsahannya dan menghasilkan pemahaman yang lebih tajam [28]. Untuk menjamin keabsahan data, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi baik dari sumber maupun metode. Triangulasi dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara, observasi, serta data sekunder dari dokumen dan berita terkait program transplantasi terumbu karang. Strategi ini dipandang penting untuk meningkatkan kepercayaan terhadap hasil penelitian [27].
Penerapan konsep CSV dalam program transplantasi terumbu karang oleh perusahaan migas, KEI di wilayah Kepulauan Sumenep dapat dilihat dari penerapan prinsip-prinsip CSV. Prinsip CSV yang dimaksud adalah nilai bersama, keterlibatan masyarakat, kolaborasi dan inovasi.
1. Nilai Bersama (Shared Value) antara Perusahaan dan Masyarakat
Program konservasi berbasis CSV yang dijalankan oleh KEI dan Karang Taruna Persada (Desa Sadulang) dan Karang Taruna Desa Pagerungan Besar menunjukkan penciptaan nilai bersama yang seimbang antara kepentingan lingkungan, ekonomi masyarakat, dan kelangsungan bisnis perusahaan. Dengan memulihkan terumbu karang, ekosistem laut menjadi lebih stabil, sehingga dampak secara langsung dapat mendukung ketahanan stok ikan yang merupakan sumber utama penghidupan masyarakat nelayan di Kecamatan Sapeken. Banyaknya biota laut termasuk peningkatan jumlah ikan di sekitar wilayah transplantasi karang tidak hanya dapat membantu meningkatkan ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan serta ketergantungan pada sumber daya alam yang lestari.
Peran Karang Taruna dari kedua desa memperkuat dimensi sosial dari CSV, karena perusahaan dapat menggerakkan generasi muda untuk terlibat langsung dalam aksi konservasi. Proses transplantasi yang dilakukan oleh para pemuda bukan hanya tindakan ekologis, tetapi juga sarana edukasi dan pemberdayaan yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kapasitas teknis di kalangan pemuda lokal. Keterlibatan ini memperluas cakupan manfaat tidak hanya menyentuh nelayan yang paling tua, tetapi juga generasi penerus, memastikan transfer pengetahuan dan motivasi menjaga laut di masa depan.
Dari perspektif perusahaan, investasi dalam pembinaan organisasi pemuda seperti Taruna Persada dan karang taruna Pagerungan Besar merupakan bentuk pendekatan jangka panjang yang lebih dari sekadar pelestarian lingkungan, melainkan juga investasi sosial. Dengan membentuk tokoh-tokoh lokal yang aktif, program ini memperkuat jaringan sosial dan legitimasi KEI di masyarakat, sekaligus menciptakan calon pemimpin komunitas yang nantinya dapat melanjutkan tugas konservasi secara berkelanjutan. Hal ini konsisten dengan prinsip CSV, di mana penciptaan nilai bersama bukan hanya tentang profit nyata, tetapi juga peran sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Program yang berkelanjutan merupakan kegiatan atau inisiatif yang dirancang dan dijalankan secara terus-menerus, konsisten, dan berorientasi jangka panjang untuk mencapai tujuan tertentu, dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line). Bukti penerapan CSV dalam program transplantasi terumbu karang merupakan program berkelanjutan yang dapat dilihat hubunganya dengan SDG’s. Berdasarkan hasil penelitian, nilai bersama yang dapat dibentuk dari program Transplantasi Terumbu Karang dapat dilihat dalam Tabel 2sebagai berikut:
[ Tabel 2. disini ]
Secara keseluruhan, program transplantasi terumbu karang KEI merupakan bukti konkret penerapan CSV, di mana kepentingan bisnis perusahaan, kebutuhan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan saling bersinergi. Perusahaan tidak hanya berperan sebagai penyandang dana, tetapi juga sebagai katalis pembangunan berkelanjutan yang memastikan bahwa setiap investasi sosial membawa manfaat ganda, yaitu keberlangsungan operasi perusahaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, CSV pada program ini berfungsi sebagai jembatan antara strategi korporasi dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
2. Keterlibatan Masyarakat: Pokdarwis & Karang Taruna
Keterlibatan masyarakat dalam program Transplantasi Terumbu Karang dilakukan dengan menggandeng Pemuda Karang Taruna Persada dari Desa Sadulang dan Karang taruna Pagerungan Besar. Para pengurus Karang Taruna tidak hanya menerima pelatihan, tetapi juga menjalankan transplantasi terumbu karang baik secara mandiri maupun kerjasama dengan pihak perusahaan KEI. Disamping itu, kegiatan trasplantasi terumbu karang juga melibatkan siswa SMA dan warga dalam transplantasi serta edukasi lingkungan melalui program “Sekolah Bahari” memperluas basis dukungan masyarakat. Kegiatan ini bukan hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga menciptakan pengalaman langsung bagi peserta, menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan sejak usia dini.
Langkah ini mencerminkan CSV yang progresif, bukan hanya berbasis aksi konservasi jangka pendek, tetapi juga pembangunan budaya lingkungan yang lestari. Selain itu, keterlibatan masyarakat melalui Karang Taruna membuka peluang penguatan modal sosial di tingkat lokal. Rasa memiliki dan tanggung jawab yang muncul dari keterlibatan langsung memperkuat komitmen jangka panjang, bahkan setelah intervensi aktif perusahaan berakhir. Dengan demikian, masyarakat bukan hanya menjadi penerima manfaat, melainkan juga pelindung aktif ekosistem laut, memperkuat ketahanan sosial dan ekologis di Kepulauan.
Keterlibatan Pokdarwis melengkapi pengelolaan wisata pantai dan wisata bawah laut yang mendukung kegiatan Transplantasi Karang. Pokdarwis baik yang berada di Pagerungan Besar maupun di Sadulang beranggotakan masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap aspek wisata di suatu tempat. Pokdarwis masing-masing desa melakukan kerja-kerja Pokdarwis berbasis wisata pantai, mangrove, dan terumbu karang berperan aktif dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir sekaligus mendorong pengembangan wisata berkelanjutan. Pokdarwis aktif melakukan konservasi melalui penanaman mangrove, kegiatan transplantasi terumbu karang, serta menjaga kebersihan pantai untuk memulihkan ekosistem yang rusak. Di sisi lain, Pokdarwis nantinya direncanakan mengelola ekowisata edukatif seperti wisata menanam mangrove, snorkeling sambil belajar ekosistem laut, hingga paket wisata konservasi yang memberikan pengalaman sekaligus pengetahuan bagi wisatawan.
3. Kolaborasi
Kolaborasi dalam program CSV ini diperkuat oleh pembinaan KEI terhadap Karang Taruna dan Pokdarwis masing-masing desa sebagai mitra strategis pendidikan pelestarian laut. Hal ini menunjukkan model kolaborasi kepemudaan yang inklusif dan berkelanjutan, di mana masyarakat muda tidak lagi menjadi penerima manfaat pasif, melainkan penggerak utama dalam konservasi ekosistem laut. Kolaborasi ini juga memperluas peran lintas sektor, karena Taruna Persada secara rutin mengundang siswa sekolah menengah dan warga umum untuk terlibat dalam transplantasi karang. Kegiatan seperti “Sekolah Bahari” yang digagas Karang Taruna, menjadi jembatan kolaborasi antar generasi dan sektor pendidikan, mengintegrasikan pendidikan formal dengan aksi lingkungan. KEI mendukung program ini secara berkelanjutan, menjadikan kolaborasi tidak berhenti di antara institusi saja, tetapi juga merangkul aktor lokal lainnya seperti pelajar dan masyarakat setempat.
Kolaborasi juga dilakukan dengan pihak universitas, yaitu kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) terkait dengan pemantauan terumbu karang dan ekosistem laut secara berkala. Pemantauan ini memungkinkan memberikan masukan-masukan aspek terumbu karang dan ekosistem laut kepada para pelaku seperti KEI, Karang Taruna dan masyarakat pesisir. Kolaborasi dilakukan juga dengan pemerintah desa masing-masing terkait penerbitan SK pembentukan dan ijin administrative para kelompok masyarakat, baik Karang Taruna maupun Pokdarwis. Dalam beberapa kali kegiatan yang dilakukan seperti penanaman terumbu karang atau sosialisasi edukasi juga dihadiri dari pihak dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Sumenep dan pihak-pihak lain.
4. Inovasi
Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan KEI dalam transplantasi Terumbu Karang telah menghasilkan inovasi berupa media transplantasi terumbu karang berbentuk kubah yang dibuat dari limbah karung goni. Karung goni dimanfaatkan sebagai cetakan dengan cara dijahit menyerupai kantong, bagian alas berbentuk silinder datar sementara bagian atas mengecil dan terbuka, sehingga membentuk pola akhir berupa kubah. Proses pembuatan media ini melibatkan langsung masyarakat setempat, sehingga tidak hanya menghasilkan inovasi teknis tetapi juga memberdayakan warga dalam pengelolaannya. Kebaruan dari inovasi ini terletak pada bentuk kubah yang sebelumnya belum pernah diaplikasikan dalam transplantasi terumbu karang di wilayah Kepulauan Kangean, khususnya di Pagerungan Besar. Bentuk kubah juga memiliki keunggulan fungsional karena dapat berperan sebagai “apartemen ikan,” yakni tempat perlindungan bagi ikan-ikan kecil dari predator, sehingga mampu mendukung keseimbangan ekosistem laut. Bentuk-bentuk inovasi dalam media transplantasi terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:
[ Gambar 3 . disini ]
Selain memberikan manfaat ekologis, inovasi ini juga berdampak ekonomi bagi masyarakat. Dari hasil produksi dan penjualan media transplantasi, kelompok masyarakat memperoleh pendapatan sebesar Rp350.000 per unit, dengan total penjualan 125 unit yang menghasilkan pemasukan hingga Rp43.750.000 per kelompok. Angka ini menunjukkan bahwa inovasi tersebut tidak hanya berkontribusi pada perbaikan ekosistem bawah laut, tetapi juga memberikan tambahan penghasilan yang signifikan bagi warga. Dampak lain yang terlihat adalah perubahan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan pesisir. Kegiatan transplantasi menumbuhkan kesadaran ekologis, yang tercermin dari perubahan praktik penangkapan ikan. Dengan demikian, inovasi transplantasi karang berbentuk kubah tidak hanya menghasilkan manfaat ekologis dalam menjaga kelestarian terumbu karang dan habitat ikan, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi sekaligus mendorong perubahan sosial berupa meningkatnya partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap keberlanjutan lingkungan laut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Creating Shared Value (CSV) oleh Kangean Energy Indonesia Ltd. melalui program transplantasi terumbu karang di Kepulauan Sumenep merepresentasikan pergeseran paradigma dari pendekatan CSR tradisional menuju model bisnis strategis yang menyatukan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Program ini tidak hanya memberikan dampak ekologis berupa pemulihan ekosistem laut, tetapi juga menghasilkan nilai ekonomi melalui peningkatan stok ikan serta peluang pengembangan ekowisata berbasis karang. Temuan ini selaras dengan pemikiran Porter dan Kramer yang menekankan bahwa CSV bertujuan merekonsiliasi keuntungan bisnis dengan pemecahan masalah sosial dan lingkungan [13].
Pada dimensi Reconceiving Products and Markets, transplantasi terumbu karang menciptakan peluang baru dalam bentuk ekowisata edukatif yang dapat meningkatkan diversifikasi ekonomi masyarakat pesisir. Hal ini sesuai dengan tujuan sustainable business model innovation [20], di mana perusahaan dapat mengembangkan solusi berkelanjutan yang tidak hanya menciptakan keuntungan finansial, tetapi juga menumbuhkan kesadaran ekologis masyarakat. Peningkatan stok ikan dari keberhasilan transplantasi karang memperlihatkan bagaimana produk dan pasar baru dapat terbentuk dari intervensi konservasi yang inovatif.
Dimensi Redefining Productivity in the Value Chain tercermin dari keterlibatan Karang Taruna, Pokdarwis, dan komunitas lokal dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Perusahaan tidak hanya memanfaatkan sumber daya lokal sebagai tenaga kerja konservasi, tetapi juga memperluas kapasitas masyarakat melalui pendidikan lingkungan dan kegiatan Sekolah Bahari. Strategi ini sejalan dengan pandangan [21] bahwa CSV dapat menjadi strategi diferensiasi yang memperkuat efisiensi rantai nilai sekaligus meningkatkan legitimasi sosial perusahaan. Melalui pengelolaan rantai nilai yang ramah lingkungan, KEI juga berhasil meminimalisasi risiko kerusakan infrastruktur migas akibat praktik penangkapan ikan yang merusak.
Pada dimensi Enabling Local Cluster Development, program ini mendorong terbentuknya klaster ekonomi lokal berbasis kelautan. Kolaborasi multipihak antara perusahaan, pemerintah desa, Karang Taruna, Pokdarwis, dan perguruan tinggi menghasilkan ekosistem sosial yang mendukung keberlanjutan konservasi. Kegiatan ini memperkuat modal sosial masyarakat sekaligus menciptakan ruang inovasi sosial, seperti pengembangan media transplantasi berbentuk kubah yang melibatkan warga. Hal ini menunjukkan bahwa CSV tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan, tetapi juga memperkuat daya saing komunitas lokal. Namun, sebagaimana dikritisi oleh Crane, penerapan CSV perlu diwaspadai agar tidak semata-mata menjadi strategi legitimasi perusahaan. Dalam konteks ini, keberlanjutan program akan sangat ditentukan oleh komitmen KEI untuk terus mengintegrasikan kepentingan komunitas ke dalam strategi bisnis jangka panjangnya [22].
Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa keempat prinsip inti CSV, yakni nilai bersama, keterlibatan masyarakat, kolaborasi, dan inovasi berjalan simultan dalam program transplantasi karang. Nilai bersama tercermin pada tercapainya keuntungan ekologis, sosial, dan ekonomi secara bersamaan. Keterlibatan masyarakat diwujudkan melalui partisipasi aktif Karang Taruna, Pokdarwis, dan sekolah lokal. Kolaborasi terlihat dalam sinergi multipihak yang melibatkan perusahaan, pemerintah, akademisi, dan masyarakat. Sedangkan inovasi ditunjukkan melalui pengembangan teknologi transplantasi kubah yang tidak hanya meningkatkan keanekaragaman hayati laut, tetapi juga memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat. Dengan demikian, CSV dalam program ini berfungsi sebagai katalis pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan kepentingan bisnis dengan tujuan-tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Secara ringkas keterkaitan dimensi CSV dengan prinsip inti CSV dalam program Transplantasi Terumbu Karang dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut:
[ Tabel 3 . disini ]
Dengan demikian, secara teoritis, penelitian ini memperkaya pemahaman tentang bagaimana dimensi CSV dapat dioperasionalkan dalam konteks industri ekstraktif yang berisiko tinggi terhadap lingkungan. CSV tidak hanya diposisikan sebagai konsep normatif, tetapi juga sebagai instrumen praktis yang mampu mengintegrasikan tujuan bisnis dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs). Refleksi ini menegaskan bahwa teori CSV tetap valid, tetapi perlu dipandang secara kritis agar tidak terjebak menjadi sekadar strategi legitimasi korporasi tanpa keberlanjutan jangka panjang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan konsep CSV oleh Kangean Energy Indonesia Ltd. melalui program transplantasi terumbu karang di Kepulauan Sumenep berhasil mengintegrasikan empat prinsip utama CSV. Pertama prinsip nilai bersama yang tercermin pada manfaat ekologis, ekonomi, dan legitimasi perusahaan. Kedua, prinsip keterlibatan masyarakat ditunjukan melalui partisipasi Karang Taruna, Pokdarwis, pelajar, dan komunitas pesisir. Ketiga, prinsip kolaborasi multipihak yang dibuktikan dengan melibatkan perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi lokal. Keempat, prinsip inovasi ditunjukan melalui pengembangan media transplantasi berbentuk kubah yang sekaligus berfungsi sebagai habitat ikan dan sumber pendapatan tambahan.
Berdasarkan temuan penelitian, direkomendasikan agar KEI memperluas cakupan program transplantasi karang ke pulau lain, mengintegrasikan hasil monitoring ekosistem dalam strategi bisnis jangka panjang, serta mengembangkan ekowisata berkelanjutan bersama Pokdarwis; masyarakat lokal perlu diperkuat kapasitasnya melalui pelatihan teknis, manajemen wisata, kewirausahaan, serta pendidikan ekologis lintas generasi; pemerintah daerah disarankan mendukung regulasi, insentif, dan infrastruktur pariwisata bahari berkelanjutan serta menetapkan kawasan transplantasi dalam tata ruang pesisir; sementara secara teoretis, penelitian ini menegaskan relevansi CSV di sektor ekstraktif sekaligus membuka peluang penelitian lebih lanjut terkait inovasi sosial dan tata kelola kolaboratif untuk memastikan transformasi sosial-ekologis yang berkelanjutan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Karang Taruna Desa Pagerungan Besar dan Sadulang, perwakilan Kangean Energy Indonesia (KEI), Pemerintah Kedua Desa, Tokoh Masyarakat, serta masyarakat pesisir yang telah memberikan dukungan, informasi, dan partisipasi sehingga penelitian mengenai program transplantasi terumbu karang ini dapat terlaksana dengan baik.
CTI-CFF, Coral Triangle Atlas, 2024. [Online]. Available: https://ctatlas.org
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Laporan Kinerja KKP 2022, Jakarta: KKP, 2022. [Online]. Available: https://kkp.go.id/download-pdf-akuntabilitas-kinerja/akuntabilitas-kinerja-pelaporan-kinerja-laporan-kinerja-kkp-2022.pdf
Asian Development Bank (ADB), Economics of Fisheries and Aquaculture in the Coral Triangle, Manila: ADB, 2014. [Online]. Available: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/42411/economics-fisheries-aquaculture-coral-triangle.pdf
N. F. Salsabila, “Struktur Komunitas Ikan Karang Pada Area Transplantasi Terumbu Karang Bagian Selatan Pulau Pagerungan Besar,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 9, 2024. [Online]. Available: https://jse.serambimekkah.id/index.php/jse/article/view/530
A. Rizal, H. Siagian, and W. Farahdita, “Sebaran dan Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Kangean,” Jurnal Kelautan Nasional, vol. 16, no. 3, pp. 237–248, 2022, doi: 10.1051/e3sconf/20183108013.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nelayan Berdasarkan Tahun (Ringkasan) dan Perikanan Tangkap serta Budidaya Komoditas 2023, 2023. [Online]. Available: https://portaldata.kkp.go.id/portals/data-statistik/nelayan/summary
A. Indahsari and F. K., “Distribution Channel Patterns and the Actors’ Welfare of Marine Fishery Supply Chain in Arjasa, Kangayan and Sapeken in Kangean Islands,” Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi dan Pembangunan, pp. 14–22, 2020, doi: 10.23917/jep.v21i1.9379.
Pemerintah Kabupaten Sumenep, Produksi Perikanan Budidaya Rumput Laut Kabupaten Sumenep (Per Kecamatan), 2021–2023, 2024. [Online]. Available: https://satudata.sumenepkab.go.id/statictable/3/produksi-perikanan-budidaya-rumput-laut-kabupaten-sumenep
D. S. Hampton-Smith, M. Mika, and B. Hampton, “A Review of the Current Global Status of Blast Fishing: Causes, Implications and Solutions,” Biological Conservation, vol. 262, p. 109307, 2021, doi: https://doi.org/10.1016/j.biocon.2021.109307
Y. Dao and K. Kusuma, “An Analysis of Destructive Fishing as an Anthropogenic Disaster in Coastal Areas: A Maritime Security Perspective,” Nation State: Journal of International Studies, vol. 7, no. 2, pp. 144–161, 2024, doi: https://doi.org/10.24076/nsjis.v7i2.1633
S. Fatimah, A. Rahmawati, M. Zainuddin, and I. Hidayat, “Diversity of Coral Fish at Saebus Island, East Java, Indonesia,” in E3S Web of Conferences, vol. 47, EDP Sciences, 2018, p. 08021.
M. Rizmaadi, A. S. Sari, and R. Hidayat, “Community Structure of Coral Reefs in Saebus Island, Sumenep District, East Java,” in E3S Web of Conferences, EDP Sciences, 2018, doi: https://doi.org/10.1051/e3sconf/20183108013
M. E. Porter and M. R. Kramer, “Creating Shared Value,” Harvard Business Review, vol. 89, no. 1–2, pp. 62–77, 2011. [Online]. Available: https://hbr.org/2011/01/the-big-idea-creating-shared-value
N. N. Kurniawan and A. I., “Creating Shared Value in Upstream Oil and Gas Company and Community: A Case Study of CSR Implementation in PT Pertamina EP Tarakan Field,” Journal of World Science, vol. 2, no. 9, pp. 1429–1442, 2023, doi: https://doi.org/10.24018/ejbmr.2023.8.4.2091
Anshori and Kholmi, “Implementasi Creating Shared Value (CSV) untuk Membangun Bisnis Berkelanjutan di Indonesia,” Jurnal Bintang Manajemen, vol. 2, no. 2, pp. 94–99, 2024, doi: https://doi.org/10.55606/jubima.v2i2.3064
A. Pinem and D. Defrizal, “Implementation of Creating Shared Value (CSV) in Corporate Social Responsibility (CSR) Programs to Enhance Business Value and Employee Performance: Case Study of PT Len Industri (Persero), Bandung, West Java,” Ekombis Review: Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, vol. 13, no. 1, pp. 843–852, 2025, doi: https://doi.org/10.37676/ekombis.v13i1.7725
E. Saraswati, “Analysis of Creating Shared Value in the Food and Beverage Industry,” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, vol. 16, no. 1, pp. 154–162, 2021, doi: https://doi.org/10.24843/JIAB.2021.v16.i01.p10
K. R. N. Anthony, P. A. Abdulla, A. Beeden, R. Bergh, C. Black, and S. Wear, “Operationalizing Resilience for Adaptive Coral Reef Management Under Global Environmental Change,” Global Change Biology, vol. 21, no. 1, pp. 48–61, 2020, doi: https://doi.org/10.1111/gcb.12700
A. B. Carroll and J. A. Brown, “Corporate Social Responsibility: A Review of Current Concepts, Research, and Issues,” in Corporate Social Responsibility, Bingley: Emerald Publishing, 2018, pp. 39–69, doi: https://doi.org/10.1108/S2514-175920180000002002
S. W. N. P. Bocken, P. Rana, and S. Evans, “A Literature and Practice Review to Develop Sustainable Business Model Archetypes,” Journal of Cleaner Production, vol. 65, pp. 42–56, 2014, doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2013.11.039
H. Spitzeck and S. Chapman, “Creating Shared Value as a Differentiation Strategy: The Example of BASF in Brazil,” Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, vol. 12, no. 4, pp. 499–513, 2012, doi: https://doi.org/10.1108/14720701211267838
A. Crane, G. Spence, L. J. Matten, and D. P. P., “Contesting the Value of ‘Creating Shared Value’,” California Management Review, vol. 56, no. 2, pp. 130–153, 2014, doi: https://doi.org/10.1525/cmr.2014.56
A. Ansell and G. C. Gash, “Collaborative Governance in Theory and Practice,” Journal of Public Administration Research and Theory, vol. 18, no. 4, pp. 543–571, 2008, doi: https://doi.org/10.1093/jopart/mum032
K. Emerson, T. Nabatchi, and S. Balogh, “An Integrative Framework for Collaborative Governance,” Journal of Public Administration Research and Theory, vol. 22, no. 1, pp. 1–29, 2012, doi: https://doi.org/10.1093/jopart/mur011
R. Adams, S. Jeanrenaud, J. Bessant, D. Denyer, and P. Overy, “Sustainability-Oriented Innovation: A Systematic Review,” International Journal of Management Reviews, vol. 18, no. 2, pp. 180–205, 2016.
J. W. H. Van der Waal and T. Thijssens, “Corporate Involvement in Sustainable Development Goals: Exploring the Territory,” Journal of Cleaner Production, vol. 252, p. 119625, 2020, doi: https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.119625
J. W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, 4th ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.
M. B. Miles, A. M. Huberman, and J. Saldaña, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook, 3rd ed. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, 2014.