Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Dalam konteks pendidikan dasar, pembelajaran matematika memegang peranan penting karena tidak hanya memberikan bekal pengetahuan konseptual, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan sistematis. Salah satu materi penting dalam kurikulum matematika Sekolah Dasar adalah geometri, yang merupakan cabang matematika yang mempelajari bentuk, ukuran, dan posisi suatu objek dalam ruang [1]. Materi geometri, terutama bangun datar, menjadi dasar bagi pemahaman konsep matematika yang lebih kompleks di jenjang pendidikan berikutnya.
Namun demikian, berbagai hasil evaluasi dan penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran geometri di tingkat Sekolah Dasar masih belum mencapai hasil yang optimal. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep geometri, terutama dalam mengidentifikasi, membedakan, dan menghubungkan antar bangun datar. Kondisi ini mencerminkan adanya kelemahan dalam berpikir kritis siswa serta keterbatasan dalam kemampuan pemecahan masalah matematika secara sistematis dan kontekstual. Hal ini menjadi perhatian penting dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, khususnya pada materi geometri. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi media pembelajaran yang tidak hanya menarik dan kontekstual, tetapi juga mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah siswa secara lebih bermakna.[2]
Salah satu penyebab rendahnya pencapaian tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang masih konvensional. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan latihan soal tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan pun masih terbatas pada buku teks dan alat peraga sederhana. Padahal, dalam teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget dan Vygotsky, disebutkan bahwa proses pembelajaran yang efektif harus melibatkan pengalaman langsung, interaksi sosial, dan keterlibatan aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran yang bermakna hanya dapat terjadi jika siswa dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengalaman nyata dalam kehidupan mereka.[3]
Dalam konteks tersebut, penting untuk mengembangkan media pembelajaran inovatif yang mampu memfasilitasi keterlibatan aktif siswa, meningkatkan motivasi belajar, serta membangun pemahaman konsep secara mendalam. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL), yang menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan dunia nyata siswa.[4] Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar secara teoretis, tetapi juga dapat menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya lokal memberikan peluang besar untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika [5]. Salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai seni dan filosofi adalah batik. Batik tidak hanya merupakan karya seni yang indah, tetapi juga mengandung unsur matematika, khususnya dalam pola dan motif yang digunakan. Motif-motif batik seperti simetri, transformasi, rotasi, dan pola-pola geometris dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika yang kontekstual dan bermakna. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa batik dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran geometri, seperti pengenalan garis, sudut, dan bangun datar.
Berangkat dari pemikiran tersebut, pengembangan media pembelajaran berbasis budaya lokal seperti batik menjadi solusi inovatif dalam menjawab tantangan pembelajaran geometri di sekolah dasar [6]. Melalui integrasi antara budaya dan matematika, diharapkan siswa tidak hanya memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik, tetapi juga tumbuh rasa cinta terhadap budaya bangsa. Oleh karena itu, dikembangkanlah media pembelajaran Batik Matika, yaitu media yang memanfaatkan motif batik sebagai sarana dalam mempelajari konsep-konsep geometri.
Agar media ini lebih efektif dalam meningkatkan keterlibatan siswa, digunakan pula metode pembelajaran Guru Kecil. Metode ini merupakan bentuk pembelajaran kooperatif di mana siswa yang telah memahami materi ditunjuk sebagai "guru kecil" untuk membantu teman-temannya. Strategi ini sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivistik dan teori Vygotsky yang menekankan pentingnya zone of proximal development (ZPD), yaitu jarak antara apa yang dapat dilakukan siswa sendiri dan apa yang dapat dilakukan dengan bantuan.[7] Dalam konteks ini, guru kecil berperan sebagai fasilitator sejawat yang dapat mempercepat proses pemahaman teman sekelasnya.
Metode Guru Kecil memiliki keunggulan dalam mendorong siswa menjadi lebih aktif, bertanggung jawab atas proses belajarnya, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan komunikasi. Dalam penerapannya, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima informasi, tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran bagi teman sebaya. Melalui interaksi dalam kelompok kecil, siswa dilatih untuk menjelaskan ulang konsep-konsep geometri yang terkandung dalam motif batik secara logis dan sistematis. Proses ini tidak hanya memperkuat pemahaman konseptual dan mendorong partisipasi aktif, tetapi juga secara signifikan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah secara kolaboratif dan kontekstual.[8]
Sementara itu, hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan media berbasis batik memiliki potensi besar dalam pembelajaran matematika. Penelitian oleh Ulum (2018) tentang “Eksplorasi Geometri untuk Sekolah Dasar pada Motif Batik Pasedahan Suropati” menyimpulkan bahwa motif batik yang memiliki unsur-unsur geometri dapat digunakan dalam pembelajaran seperti pengenalan garis, sudut, dan bangun datar sederhana [9]. Hal ini diperkuat oleh penelitian Irawan (2022) yang menemukan bahwa konsep etnomatematika batik tradisional Jawa dapat menjadi dasar pengembangan media pembelajaran geometri transformasi [10]. Temuan-temuan tersebut menjadi dasar yang kuat untuk mengembangkan media Batik Matika yang dikombinasikan dengan metode guru kecil.
Selain aspek teoritis dan empiris, urgensi pengembangan media pembelajaran ini juga diperkuat oleh fakta rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SD pada materi geometri bangun datar. Berdasarkan evaluasi pembelajaran dan pengamatan di lapangan, banyak siswa yang belum mampu mengidentifikasi ciri-ciri bangun datar, menggambar bangun datar dengan tepat, serta memahami hubungan antar elemen geometri seperti titik, garis, dan sudut. Kurangnya pemahaman ini juga berdampak pada lemahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita yang memerlukan kemampuan berpikir spasial dan pemecahan masalah [11].
Kondisi ini menuntut adanya inovasi dalam proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator pembelajaran dituntut untuk mampu menghadirkan metode, media, dan strategi yang adaptif dan sesuai dengan kebutuhan siswa [12]. Media pembelajaran Batik Matika diharapkan menjadi inovasi yang mampu menjawab tantangan tersebut. Dengan mengombinasikan kekuatan visual dari motif batik, pendekatan kontekstual, serta metode guru kecil yang bersifat partisipatif, media ini dirancang untuk meningkatkan keterlibatan, pemahaman, dan kemampuan berpikir siswa.
Lebih lanjut, pengembangan media Batik Matika dengan metode guru kecil diharapkan dapat mendukung pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning), di mana siswa didorong untuk menjadi subjek aktif dalam proses belajar. Pembelajaran yang melibatkan budaya lokal juga dapat memperkuat jati diri dan karakter siswa sejak dini. Nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong, dan tanggung jawab dapat ditanamkan melalui kerja kelompok dan saling membantu dalam memahami materi.[13]
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4D (Define, Design, Develop, Disseminate) yang terdiri dari tahap-tahap sistematis untuk menghasilkan media pembelajaran yang valid, efektif, dan praktis. Media Batik Matika yang dikembangkan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar pada materi geometri. Validitas media akan dinilai oleh para ahli, sementara efektivitasnya diuji melalui uji coba terbatas yang melibatkan siswa kelas IV. Evaluasi dilakukan untuk menilai dampak penggunaan media terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar validasi ahli, tes kemampuan pemecahan masalah, tes berpikir kritis, serta angket respons siswa terhadap penggunaan media Batik Matika dalam pembelajaran.[14]
Hasil awal dari pengembangan media ini menunjukkan bahwa Batik Matika dinilai sangat valid oleh para ahli dengan skor rata-rata sebesar 91%, serta terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa. Peningkatan signifikan pada skor tes menunjukkan bahwa media ini mampu memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir analitis, reflektif, dan sistematis melalui pendekatan kontekstual yang menyenangkan. Integrasi motif batik dalam pembelajaran geometri memberikan pengalaman visual yang konkret dan bermakna, sementara respon siswa terhadap media ini sangat positif. Hal ini menandakan bahwa Batik Matika tidak hanya mendukung pencapaian aspek kognitif, tetapi juga mendorong peningkatan motivasi, minat belajar, serta keterampilan berpikir tingkat tinggi yang esensial dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar [15].
Dengan demikian, pengembangan media pembelajaran Batik Matika merupakan alternatif solusi inovatif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV sekolah dasar, khususnya pada materi geometri. Media ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu dalam penguasaan konsep-konsep geometri secara visual dan kontekstual, tetapi juga mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang kolaboratif dan reflektif. Integrasi nilai-nilai budaya lokal melalui motif batik memperkaya pengalaman belajar, menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan, serta menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya bangsa. Oleh karena itu, Batik Matika menjadi strategi pembelajaran yang relevan dan transformatif untuk menjawab tantangan pendidikan matematika di era saat ini. Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Batik Matika untuk Meningkatkan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas IV di Sekolah Dasar Materi Geometri”. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yakni:
1. Bagaimana proses pengembangan media pembelajaran Batik Matika dengan metode Guru Kecil untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD pada materi geometri?
2. Seberapa efektif media pembelajaran Batik Matika dengan metode Guru Kecil dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD?
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D) dengan model pengembangan 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel. Model 4D terdiri atas empat tahap sistematis, yaitu Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan Disseminate (penyebarluasan). Pemilihan model ini didasarkan pada tujuan utama penelitian, yaitu menghasilkan media pembelajaran inovatif yang valid, praktis, dan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD pada materi geometri. Pengembangan media ini mengintegrasikan unsur budaya lokal melalui motif batik sebagai konteks visual pembelajaran dan didukung oleh metode pembelajaran aktif agar siswa dapat lebih terlibat secara kognitif maupun afektif dalam memahami konsep-konsep geometri secara bermakna.
Tahap pertama, yaitu tahap Define, bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan kebutuhan pembelajaran secara menyeluruh. Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis awal terhadap kondisi pembelajaran di kelas IV Sekolah Dasar, termasuk analisis kurikulum, karakteristik siswa, serta masalah yang dihadapi guru dan siswa dalam memahami materi geometri. Selain itu, peneliti juga mengkaji materi pelajaran dan menentukan kompetensi dasar serta indikator pencapaian yang relevan dengan tujuan pengembangan media.[16] Data dari tahap ini diperoleh melalui observasi lapangan, studi dokumentasi, dan wawancara dengan guru.
Tahap kedua adalah Design atau tahap perancangan. Pada tahap ini, peneliti mulai menyusun rancangan awal media pembelajaran Batik Matika dengan memperhatikan integrasi unsur budaya batik dalam penyampaian konsep geometri. Desain media dikembangkan dalam bentuk visual yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa sekolah dasar. Selain itu, pada tahap ini juga dirancang perangkat pembelajaran yang mendukung penggunaan media, seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa), serta petunjuk penggunaan media untuk guru kecil.[17] Peneliti juga merancang instrumen penelitian yang akan digunakan dalam tahap pengembangan dan uji coba, antara lain lembar validasi, angket respons siswa, serta tes kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika, yang selaras dengan tujuan pengembangan media pembelajaran Batik Matika pada materi geometri untuk meningkatkan kompetensi siswa kelas IV Sekolah Dasar.
Selanjutnya, tahap ketiga adalah Develop atau tahap pengembangan. Pada tahap ini, media pembelajaran Batik Matika yang telah dirancang kemudian divalidasi oleh para ahli, yang meliputi ahli materi, ahli media, dan ahli pembelajaran. Validasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa media yang dikembangkan memenuhi kriteria kelayakan dari segi isi, tampilan visual, serta kemanfaatannya dalam mendukung pembelajaran matematika, khususnya dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Setelah melewati proses validasi dan perbaikan berdasarkan masukan para ahli, media kemudian diuji coba secara terbatas kepada siswa kelas IV di salah satu Sekolah Dasar. Uji coba ini dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan media Batik Matika dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memahami konsep-konsep geometri, serta keterampilan mereka dalam menyelesaikan masalah matematika secara logis dan sistematis.[18] Data yang dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengukur peningkatan hasil belajar serta respon siswa terhadap media yang digunakan.
Tahap keempat, yaitu Disseminate, merupakan tahap penyebarluasan hasil pengembangan media. Meskipun dalam penelitian ini tahap disseminate dilakukan dalam lingkup terbatas, namun hasil dan produk dari pengembangan media Batik Matika dapat direkomendasikan untuk digunakan secara lebih luas oleh guru-guru di sekolah dasar, khususnya pada pembelajaran geometri.[19] Produk yang dihasilkan dari penelitian ini bersifat siap pakai dan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pihak sekolah maupun peneliti selanjutnya.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar yang dipilih melalui teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan kesesuaian materi geometri yang sedang diajarkan dan kesiapan sekolah untuk menjadi lokasi uji coba. Penelitian ini menggunakan media pembelajaran Batik Matika yang dirancang untuk mengintegrasikan unsur budaya lokal dalam konteks pembelajaran matematika. Instrumen penelitian meliputi lembar validasi (untuk menilai kelayakan media), angket respon siswa (untuk mengukur keterterimaan media), serta tes kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika (untuk menilai efektivitas media). Analisis data dilakukan secara kuantitatif deskriptif untuk mengevaluasi validitas dan efektivitas media, serta analisis kualitatif untuk memahami respon siswa dan guru terhadap penggunaan media Batik Matika dalam pembelajaran.
Hasil dan Pembahasan
A. Proses Pengembangan Media Pembelajaran Batik Matika dengan Metode Guru Kecil
Proses pengembangan media pembelajaran Batik Matika merupakan strategi inovatif yang dirancang untuk menjawab tantangan pembelajaran matematika, khususnya materi geometri bangun datar di kelas IV sekolah dasar. Konsep geometri yang bersifat abstrak seringkali menyulitkan siswa, terlebih ketika tidak didukung oleh media yang kontekstual dan menarik. Untuk itu, Batik Matika dikembangkan dengan mengintegrasikan motif batik sebagai representasi visual konsep geometri serta menerapkan metode Guru Kecil yang berbasis peer teaching. Melalui pendekatan ini, pembelajaran menjadi lebih konkret, menyenangkan, dan bermakna, sekaligus mendorong pengembangan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pendekatan berbasis budaya lokal ini tidak hanya membantu siswa memahami materi secara visual, tetapi juga memperkuat kemampuan analitis mereka dalam menyelesaikan masalah melalui kolaborasi dan eksplorasi aktif. Dengan demikian, media Batik Matika memberikan kontribusi penting dalam menciptakan suasana belajar yang partisipatif, relevan, dan berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D) dengan model pengembangan 4D yang terdiri dari empat tahap utama, yakni Define, Design, Develop, dan Disseminate.[20] Masing-masing tahap dilaksanakan secara sistematis dan saling berkelanjutan untuk memastikan media yang dikembangkan tidak hanya valid secara akademis, tetapi juga praktis untuk digunakan di kelas serta efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
1. Tahap Define (Pendefinisian)
Tahap Define merupakan fase awal yang krusial dalam proses pengembangan media. Tujuan utamanya adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan permasalahan pembelajaran yang dihadapi siswa kelas IV pada materi geometri, serta mengidentifikasi kebutuhan guru dalam menyampaikan materi tersebut secara efektif. Pada tahap ini, dilakukan beberapa aktivitas seperti studi pendahuluan, analisis kurikulum, analisis kebutuhan siswa, serta wawancara dan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah dasar.[21]
Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah masih bersifat konvensional, dominan dengan metode ceramah dan pemberian latihan soal yang tidak disertai dengan media visual atau kontekstual. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami bentuk-bentuk bangun datar, keterhubungan antar elemen geometri, serta penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagian besar guru belum memanfaatkan potensi budaya lokal sebagai konteks pembelajaran, padahal batik sebagai warisan budaya Indonesia memiliki nilai etnomatematika yang sangat kaya dan bisa diintegrasikan dalam materi geometri, seperti simetri, rotasi, translasi, refleksi, serta unsur garis dan sudut [22].
Selain itu, hasil evaluasi pembelajaran sebelumnya menunjukkan bahwa ratarata skor siswa dalam aspek berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika masih tergolong rendah. Berpikir kritis mencakup kemampuan menganalisis informasi, mengevaluasi argumen, serta menyusun kesimpulan yang logis, sedangkan kemampuan pemecahan masalah meliputi keterampilan mengidentifikasi data penting, merancang strategi penyelesaian, serta meninjau dan memperbaiki hasil jawaban. Peningkatan kedua aspek ini menjadi sangat penting bagi siswa kelas IV SD pada materi geometri, agar mereka tidak hanya memahami bentuk dan sifat bangun datar, tetapi juga mampu menerapkannya secara kreatif, analitis, dan kontekstual. Oleh karena itu, pengembangan media pembelajaran Batik Matika diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan berpikir kritis dan strategi pemecahan masalah melalui pendekatan visual budaya lokal dan interaksi peerteaching yang efektif.
2. Tahap Design (Perancangan)
Setelah mendapatkan gambaran yang komprehensif pada tahap define, tahap berikutnya adalah Design, yaitu merancang media pembelajaran Batik Matika yang akan digunakan. Pada tahap ini, dilakukan pengembangan konsep visual media berdasarkan unsur-unsur geometri dalam motif batik tradisional Jawa. Motif batik dipilih secara selektif dengan mempertimbangkan nilai geometris yang terkandung di dalamnya, seperti bentuk segitiga, persegi, jajar genjang, dan trapesium, serta transformasi seperti simetri lipat dan rotasi. Motif-motif tersebut tidak hanya digunakan sebagai gambar ilustratif, tetapi juga menjadi bagian integral dari kegiatan eksplorasi konsep geometri oleh siswa.[23]
Desain media pembelajaran Batik Matika meliputi pengembangan lembar kerja siswa (LKS), modul pembelajaran kontekstual, kartu bangun datar bermotif batik, dan instrumen evaluasi yang terintegrasi dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa. Setiap komponen dirancang dengan pendekatan berbasis budaya lokal, di mana motif batik dijadikan sarana visual untuk memperkenalkan dan mengkonstruksi konsep-konsep geometri secara konkret. Dalam modul, siswa didorong untuk mengamati pola batik, mengidentifikasi elemen-elemen geometri seperti simetri, sudut, dan bentuk dasar, serta menggambar ulang motif tersebut dengan penalaran matematis. Aktivitas ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konseptual secara kontekstual, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan menyusun solusi terhadap permasalahan geometri secara sistematis dan reflektif.
Selain itu, pada tahap design juga disusun perangkat pembelajaran yang mendukung implementasi metode Guru Kecil. Guru kecil adalah siswa yang ditunjuk untuk membantu temannya memahami materi, berdasarkan prinsip belajar kooperatif dan scaffolding ala teori Vygotsky. Dalam hal ini, siswa yang lebih dulu memahami konsep akan bertindak sebagai fasilitator sejawat, menjelaskan ulang materi kepada teman-temannya menggunakan media Batik Matika. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa, memperkuat pemahaman melalui interaksi, serta menumbuhkan rasa percaya diri dan kepedulian sosial.
3. Tahap Develop (Pengembangan)
Tahap Develop merupakan proses pengembangan dan uji coba media yang telah dirancang. Langkah pertama dalam tahap ini adalah melakukan uji validitas terhadap media Batik Matika. Uji validasi dilakukan oleh para ahli pendidikan, ahli media, dan praktisi pembelajaran matematika sekolah dasar. Aspek yang divalidasi meliputi kesesuaian isi dengan kurikulum, kebermaknaan media, tampilan visual, keterbacaan, dan potensi penggunaan dalam pembelajaran aktif.[24] Hasil validasi menunjukkan bahwa media Batik Matika memperoleh skor rata-rata kelayakan sangat baik, yaitu sebesar 91%, yang berarti bahwa media ini layak untuk digunakan setelah dilakukan sedikit revisi sesuai saran validator.
Setelah revisi, media kemudian diujicobakan secara terbatas kepada siswa kelas IV di salah satu sekolah dasar. Uji coba dilakukan untuk melihat kepraktisan penggunaan media oleh guru dan siswa, serta mengamati interaksi siswa dalam kegiatan belajar menggunakan metode Guru Kecil. Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil, masing-masing dipandu oleh guru kecil yang telah dilatih sebelumnya. Selama pembelajaran, guru kecil menggunakan modul dan kartu motif batik untuk menjelaskan konsep geometri kepada teman kelompoknya. Guru kelas bertindak sebagai fasilitator umum dan pengamat proses belajar.
Untuk menilai efektivitas media pembelajaran Batik Matika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, digunakan instrumen evaluasi berupa tes berpikir kritis dan tes pemecahan masalah sebelum dan sesudah pembelajaran (pre-test dan post-test). Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada kemampuan siswa setelah menggunakan media ini. Siswa tidak hanya menunjukkan kemajuan dalam mengidentifikasi dan memahami konsep-konsep geometri seperti simetri, bentuk bangun datar, dan transformasi, tetapi juga lebih terampil dalam menganalisis masalah, menyusun strategi penyelesaian, serta menarik kesimpulan secara logis dan sistematis. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih hidup dan interaktif melalui metode Guru Kecil, di mana siswa secara aktif berperan sebagai fasilitator bagi teman sebayanya. Siswa menyatakan bahwa media Batik Matika membuat materi lebih mudah dipahami karena dikaitkan dengan motif batik yang familiar, sehingga menumbuhkan minat belajar, meningkatkan keterlibatan, serta memperkuat kemampuan berpikir kritis dan kolaboratif dalam memecahkan masalah matematika yang kontekstual.
Di samping itu, angket respon siswa terhadap media juga menunjukkan hasil yang sangat positif. Siswa merasa bahwa media Batik Matika menarik, mudah digunakan, dan membantu mereka belajar lebih cepat. Penggunaan motif batik membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak monoton. Metode Guru Kecil juga dinilai bermanfaat karena siswa merasa lebih nyaman belajar dari teman sebaya, yang dapat menjelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami.
4. Tahap Disseminate (Penyebarluasan)
Tahap terakhir dalam proses pengembangan adalah Disseminate, yaitu penyebarluasan media kepada khalayak yang lebih luas. Dalam konteks penelitian ini, tahap disseminate masih dilakukan secara terbatas, yaitu melalui seminar akademik, laporan kepada sekolah mitra, serta dokumentasi dalam bentuk produk media siap pakai.[25] Namun, ke depan, media ini memiliki potensi besar untuk diadopsi secara lebih luas oleh guru-guru matematika di sekolah dasar, khususnya yang berada di daerah-daerah dengan kearifan lokal budaya batik.
Media ini juga dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan variasi motif dari berbagai daerah, sehingga selain mengembangkan kemampuan akademik siswa, juga dapat memperkaya pemahaman mereka tentang keragaman budaya Indonesia. Selain itu, model ini dapat diadaptasi untuk materi matematika lainnya, seperti pengukuran, pecahan, atau pola bilangan, dengan tetap mempertahankan prinsip integrasi budaya dan pembelajaran aktif.
B. Efektivitas Media Pembelajaran Batik Matika dengan Metode Guru Kecil dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD
Pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Dasar memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah sejak dini. Pada kelas IV, salah satu materi penting yang diajarkan adalah geometri, yang tidak hanya mempelajari bentuk dan ruang, tetapi juga menuntut kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, serta menyusun strategi pemecahan masalah yang sistematis.[26] Oleh karena itu, pengembangan media pembelajaran yang mampu mendorong berpikir kritis dan memecahkan masalah secara kontekstual menjadi sangat penting.
Media pembelajaran Batik Matika hadir sebagai inovasi yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal melalui motif batik dengan konsep-konsep matematika dalam geometri. Dengan pendekatan visual yang menarik dan kontekstual, Batik Matika tidak hanya membantu siswa memahami konsep bangun datar dan transformasi secara konkret, tetapi juga mendorong mereka untuk berpikir secara analitis dan reflektif. Media ini dikembangkan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui eksplorasi motif batik, dan sekaligus meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui aktivitas pembelajaran berbasis konteks nyata dan budaya.
Melalui penggunaan Batik Matika, siswa diajak untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisis elemen-elemen geometri yang terkandung dalam motif batik, seperti simetri, rotasi, dan refleksi. Proses pembelajaran ini dirancang tidak hanya untuk meningkatkan aspek kognitif, tetapi juga untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, sikap kritis terhadap informasi, serta kemampuan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, media pembelajaran ini selaras dengan tujuan pembelajaran matematika yang modern dan transformatif, yakni membekali siswa dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang aplikatif dan kontekstual.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep geometri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti metode pembelajaran yang konvensional dan kurangnya media pembelajaran yang kontekstual dan menarik. Guru cenderung menggunakan pendekatan ceramah atau penjelasan langsung, yang mengakibatkan siswa hanya menjadi penerima informasi pasif. Kondisi ini menyebabkan rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta terbatasnya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir spasial dan keterampilan memecahkan masalah secara aktif dan kreatif.
Berangkat dari permasalahan tersebut, pengembangan media pembelajaran inovatif menjadi sebuah kebutuhan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang media pembelajaran berbasis budaya lokal, seperti batik, yang dikombinasikan dengan metode pembelajaran aktif, yaitu metode Guru Kecil. Media pembelajaran ini dinamakan Batik Matika, yang merupakan hasil integrasi antara nilai-nilai budaya Nusantara dan konsep-konsep matematika dalam bentuk visual yang menarik dan edukatif.
Batik Matika bukan hanya menjadi alat bantu belajar yang mengandung unsur visual berbentuk motif batik geometris, tetapi juga sekaligus sebagai sarana kontekstualisasi pembelajaran matematika dalam kehidupan nyata siswa. Motif-motif batik yang digunakan dirancang sedemikian rupa agar mampu menggambarkan bangun datar, simetri lipat, simetri putar, serta transformasi geometri lainnya secara nyata. Siswa tidak hanya belajar melalui penjelasan verbal, tetapi juga melalui proses pengamatan, eksplorasi, manipulasi, dan analisis visual terhadap motif-motif yang telah disesuaikan dengan standar kompetensi pembelajaran.
Media ini juga dikombinasikan dengan metode Guru Kecil, yaitu strategi pembelajaran yang memberikan peran kepada siswa sebagai guru bagi teman sebayanya. Dalam metode ini, siswa dibimbing untuk memahami terlebih dahulu materi pembelajaran, kemudian diberikan kesempatan untuk menyampaikan kembali materi tersebut kepada kelompok kecil atau teman sekelas lainnya. Konsep dasar metode Guru Kecil adalah membangun pembelajaran kolaboratif, partisipatif, dan memberdayakan siswa dalam proses pembelajaran. Melalui metode ini, siswa tidak hanya belajar untuk dirinya sendiri tetapi juga membantu temannya memahami materi, yang secara tidak langsung memperkuat penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mereka.
Penelitian ini mengukur efektivitas media pembelajaran Batik Matika dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD pada materi geometri. Efektivitas dinilai melalui serangkaian tahapan yang melibatkan pretest, pelaksanaan pembelajaran menggunakan media Batik Matika yang terintegrasi dengan metode Guru Kecil, serta posttest dan observasi proses pembelajaran. Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan menyelesaikan permasalahan matematika secara logis, analitis, serta kontekstual melalui pemanfaatan unsur budaya lokal.
Sebelum intervensi dilakukan, hasil pretest menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV pada materi geometri masih berada pada kategori rendah. Banyak siswa yang belum mampu mengidentifikasi dan mengaitkan bentuk-bentuk bangun datar dalam konteks kehidupan nyata secara logis dan sistematis. Ketika menghadapi soal cerita, siswa cenderung mengandalkan hafalan rumus tanpa mampu menalar langkah penyelesaian berdasarkan pemahaman konsep. Kurangnya media pembelajaran yang kontekstual dan minimnya pengalaman belajar aktif juga menjadi faktor penyebab lemahnya kemampuan siswa dalam mengembangkan strategi pemecahan masalah secara kritis. Temuan ini menegaskan urgensi pengembangan media pembelajaran yang dapat mengintegrasikan konteks budaya lokal serta mendorong siswa berpikir reflektif dan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Setelah intervensi pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media Batik Matika dan metode Guru Kecil, diperoleh peningkatan signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa. Peningkatan ini tidak hanya tercermin dari nilai posttest secara kuantitatif, tetapi juga dari perkembangan kualitatif pada cara siswa menganalisis, mengevaluasi, serta menyusun solusi atas permasalahan matematika berbasis geometri. Dalam proses pembelajaran, siswa menunjukkan kemampuan lebih baik dalam mengidentifikasi permasalahan, memilih strategi penyelesaian yang relevan, serta menjelaskan langkah-langkahnya secara logis. Visualisasi konsep-konsep geometri melalui motif batik dalam media Batik Matika terbukti membantu siswa dalam memahami bentuk, simetri, dan transformasi geometri secara konkret dan kontekstual. Selain itu, penerapan metode Guru Kecil memberikan ruang bagi siswa untuk saling berdiskusi dan menjelaskan ulang konsep kepada temannya, sehingga tidak hanya memperkuat pemahaman konsep secara mendalam, tetapi juga menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan komunikasi, dan rasa percaya diri. Dengan demikian, media Batik Matika yang diintegrasikan dengan metode Guru Kecil merupakan strategi pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar matematika, khususnya dalam penguasaan materi geometri di kelas IV Sekolah Dasar.
Dari sisi kemampuan pemecahan masalah, siswa menunjukkan perkembangan dalam menyusun langkah-langkah penyelesaian secara logis dan koheren. Saat diberikan soal cerita atau studi kasus, siswa lebih mampu menghubungkan informasi yang tersedia dengan konsep matematika yang relevan, memilih strategi yang tepat, dan menyelesaikan permasalahan hingga tahap akhir. Mereka juga menjadi lebih terbuka untuk berdiskusi dengan teman, menyampaikan pendapat, serta menerima masukan. Hal ini menunjukkan bahwa metode Guru Kecil berhasil membangun komunikasi matematis yang positif dan kolaboratif di antara siswa.
Efektivitas media Batik Matika juga tercermin dari peningkatan keterlibatan siswa selama pembelajaran. Siswa tampak lebih antusias, aktif, dan tidak cepat bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Ketika siswa diberi peran sebagai Guru Kecil, mereka merasa lebih bertanggung jawab atas proses belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya. Aktivitas mengajar teman sebaya menuntut mereka untuk memahami materi lebih dalam, yang pada akhirnya memperkuat penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Guru yang menjadi subjek penelitian juga memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan media Batik Matika dan metode Guru Kecil. Mereka menyatakan bahwa pendekatan ini membantu menciptakan suasana belajar yang lebih hidup, partisipatif, dan menyenangkan. Selain itu, media berbasis budaya lokal ini juga memberikan nilai tambah dalam memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya Indonesia kepada siswa, sehingga pembelajaran tidak hanya bersifat akademis tetapi juga mengandung nilai-nilai karakter dan kebangsaan.
Secara keseluruhan, efektivitas media Batik Matika dengan metode Guru Kecil terbukti melalui peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV pada materi geometri. Pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan konteks budaya lokal dalam bentuk motif batik dengan strategi partisipatif ini mampu menciptakan suasana belajar yang lebih hidup, bermakna, dan relevan dengan pengalaman nyata siswa. Melalui visualisasi motif batik yang konkret dan peran aktif siswa sebagai guru kecil, pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher-centered), melainkan bertransformasi menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered), di mana peserta didik diberdayakan untuk membangun pemahamannya sendiri secara kolaboratif dan reflektif. Media Batik Matika terbukti menjadi alternatif inovatif yang tidak hanya memperkuat penguasaan konsep geometri secara visual dan kontekstual, tetapi juga menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang esensial dalam pembelajaran matematika abad ke-21.
Untuk memperkuat hasil penelitian, dilakukan juga analisis statistik terhadap hasil pretest dan posttest menggunakan uji-t atau gain score. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan antara hasil belajar sebelum dan sesudah perlakuan, yang memperkuat kesimpulan bahwa media dan metode yang digunakan efektif meningkatkan kemampuan belajar siswa. Selain itu, melalui observasi dan wawancara, diperoleh data bahwa siswa merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk belajar matematika karena pembelajaran terasa lebih nyata dan menyenangkan.
Meski demikian, penelitian ini juga memiliki keterbatasan, seperti waktu pembelajaran yang terbatas, serta variasi tingkat pemahaman siswa yang heterogen. Oleh karena itu, disarankan agar pengembangan media Batik Matika lebih diperkaya lagi dengan variasi motif dan aktivitas yang disesuaikan dengan level kemampuan siswa. Metode Guru Kecil juga perlu didampingi dengan bimbingan guru yang intensif agar tidak terjadi kesalahpahaman konsep ketika siswa menyampaikan materi.
Sebagai penutup, efektivitas media Batik Matika dengan metode Guru Kecil bukan hanya terletak pada hasil kognitif yang meningkat, tetapi juga pada proses pembelajaran yang lebih bermakna. Dengan mengedepankan kreativitas, partisipasi aktif, dan konteks budaya lokal, pembelajaran matematika dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan dan inspiratif bagi siswa. Inovasi ini menjadi kontribusi penting dalam dunia pendidikan dasar yang sedang bertransformasi ke arah pembelajaran yang lebih humanistik dan transformatif.
Simpulan
Proses pengembangan media pembelajaran Batik Matika dengan metode Guru Kecil untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD pada materi geometri dilaksanakan melalui pendekatan Research and Development (R&D) dengan model 4D yang meliputi tahap Define, Design, Develop, dan Disseminate. Pada tahap Define, peneliti mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran melalui analisis kurikulum, wawancara, dan observasi, serta menemukan bahwa pembelajaran masih bersifat konvensional dan kurang memanfaatkan budaya lokal seperti batik. Tahap Design berfokus pada perancangan media berbasis motif batik yang mengandung unsur geometri serta pengembangan perangkat pembelajaran dan modul yang mendukung implementasi metode Guru Kecil. Tahap Develop melibatkan validasi ahli dan uji coba terbatas kepada siswa kelas IV, yang menunjukkan bahwa media ini layak dan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, terbukti dari hasil pretest dan posttest serta respon positif siswa terhadap pembelajaran yang lebih menyenangkan dan interaktif. Terakhir, tahap Disseminate dilakukan melalui seminar dan dokumentasi terbatas, dengan potensi pengembangan lebih luas sebagai media pembelajaran kontekstual berbasis budaya lokal yang adaptif untuk berbagai materi matematika lainnya.
Media pembelajaran Batik Matika yang dikombinasikan dengan metode Guru Kecil terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV SD pada materi geometri. Hal ini dibuktikan melalui peningkatan signifikan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran menggunakan media ini, baik secara kuantitatif melalui perbandingan skor pretest dan posttest, maupun secara kualitatif dari peningkatan keterampilan analisis, penyusunan strategi, dan penyelesaian masalah secara logis dan sistematis. Visualisasi konsep geometri melalui motif batik membuat materi menjadi lebih konkret dan mudah dipahami, sementara metode Guru Kecil mendorong interaksi antarsiswa, kolaborasi, serta tanggung jawab belajar. Siswa menjadi lebih antusias, aktif, dan percaya diri, serta mampu berpikir secara reflektif dalam menghadapi permasalahan matematis. Selain itu, pendekatan kontekstual berbasis budaya lokal ini turut memperkuat nilai karakter dan cinta budaya sejak dini, menjadikan Batik Matika sebagai inovasi pembelajaran yang tidak hanya transformatif secara akademik, tetapi juga secara sosial dan budaya.
Sebagai saran, pengembangan dan penerapan media pembelajaran Batik Matika dengan metode Guru Kecil hendaknya terus diperluas dan disempurnakan, baik dalam aspek desain visual, variasi motif batik dari berbagai daerah, maupun integrasi materi matematika lainnya di luar geometri agar cakupannya semakin luas dan adaptif terhadap kebutuhan siswa. Guru juga perlu mendapatkan pelatihan yang memadai agar mampu mengimplementasikan metode ini secara optimal dan memberikan pendampingan intensif kepada siswa yang berperan sebagai Guru Kecil untuk menghindari miskonsepsi. Selain itu, kolaborasi antara pendidik, praktisi budaya, dan pengembang media sangat dianjurkan guna menjaga relevansi nilai budaya lokal dalam konteks pembelajaran modern. Penelitian lanjutan dengan cakupan lebih luas dan beragam karakteristik siswa juga penting dilakukan agar efektivitas media ini dapat teruji secara lebih komprehensif dan berkelanjutan.