Login
Section Innovation in Social Science

Strategic Roles of Religious Leaders in Shaping Islamic Youth Morality

Peran Strategis Pemuka Agama dalam Pembentukan Akhlak Pemuda Islam
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Muhammad Naim Siregar (1), Efi Brata Madya (2)

(1) Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia
(2) Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia

Abstract:

Background: Religious and moral challenges among urban Muslim youth are intensifying in the digital era, especially in areas with significant Muslim populations. Specific Background: Medan Denai District faces increasing moral degradation among Islamic youth, despite having many religious institutions. Knowledge Gap: Previous studies have examined the role of religious leaders generally, but none have specifically analyzed their role in Medan Denai using an inverted pyramid framework and integrating digital era challenges. Aims: This study aims to analyze the strategic role of religious leaders in shaping youth morality through the inverted pyramid approach. Results: The findings reveal that religious leaders play fundamental roles through three strategies: digital-era da'wah adaptation, intensive mentoring, and mosque revitalization. These have led to increased youth participation and strengthened moral behavior, although challenges remain regarding social media influence, parental involvement, and institutional synergy. Novelty: This study develops a contextual model of youth moral development based on the inverted pyramid framework adapted to the digital era. Implications: The study highlights the importance of collaborative strategies between religious leaders, families, and institutions to address contemporary moral challenges.


Highlight




  • Religious leaders act as moral anchors for youth in urban communities.




  • Inverted pyramid approach builds strong spiritual foundations before behavioral change.




  • Digital da'wah, mentoring, and mosque revitalization strengthen youth moral development.




Keywords
Religious Leaders, Youth Morality, Inverted Pyramid Approach, Digital Da'wah, Mentoring Program

Downloads

Download data is not yet available.

I. Pendahuluan

Perkembangan era globalisasi dan digitalisasi telah membawa berbagai perubahan signifikan pada tatanan sosial, budaya, dan keagamaan di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan seperti Kecamatan Medan Denai. Transformasi ini memberikan dampak yang kompleks terhadap perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh generasi muda, termasuk pemuda Islam yang semakin terpapar dengan budaya global yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Medan 2024, sekitar 65% penduduk Kecamatan Medan Denai beragama Islam dengan 32% di antaranya adalah pemuda berusia 15-29 tahun [1]. Realitas sosial menunjukkan bahwa semakin banyak pemuda yang mengalami krisis identitas dan degradasi akhlak, seperti meningkatnya kasus kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan minimnya partisipasi dalam kegiatan keagamaan sebagaimana dilaporkan oleh Dinas Sosial Kota Medan (2024) [2].

Fenomena degradasi akhlak di kalangan pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai memerlukan perhatian serius dan penanganan komprehensif dari berbagai pihak, terutama dari para pemuka agama yang memiliki kedudukan strategis dalam struktur sosial masyarakat. pemuka agama memiliki kapasitas sebagai agen perubahan sosial (social change agent) dan penjaga nilai-nilai moral keagamaan yang dapat memengaruhi perilaku masyarakat, khususnya generasi muda. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius, pemuka agama tidak hanya dipandang sebagai tokoh yang menguasai ilmu agama, tetapi juga sebagai panutan yang diharapkan dapat memberikan bimbingan akhlak dan spiritualitas kepada umatnya. Peran ini secara eksplisit mengacu pada prinsip uswatun hasanah (keteladanan yang baik) dalam pendidikan Islam, di mana pemuka agama bertindak sebagai model perilaku yang secara langsung memengaruhi pembentukan karakter pemuda. Penelitian terbaru dari Pusat Kajian Agama dan Budaya Universitas Islam Negeri Sumatera Utara 2024 menunjukkan bahwa 78% masyarakat Medan masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap pemuka agama sebagai sumber rujukan dalam permasalahan kehidupan. Degradasi akhlak yang terjadi pada pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai tidak terlepas dari berbagai faktor internal dan eksternal [3].

Degradasi akhlak yang terjadi pada pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai tidak terlepas dari berbagai faktor internal dan eksternal yang saling memengaruhi. faktor utama yang berkontribusi terhadap permasalahan ini, seperti minimnya pendidikan agama yang komprehensif, lemahnya peran keluarga dalam penanaman nilai-nilai keislaman, pengaruh negatif media sosial dan internet, serta kurangnya ruang aktualisasi diri yang positif bagi pemuda. Kesenjangan komunikasi antara pemuka agama dengan generasi muda yang disebabkan oleh perbedaan pendekatan dan metode penyampaian nilai-nilai keagamaan yang kurang relevan dengan kebutuhan dan karakteristik pemuda zaman sekarang. Kondisi ini semakin memperluas jurang pemisah antara pemuda Islam dengan nilai-nilai akhlak yang seharusnya menjadi landasan kehidupan mereka.

Dalam perspektif teoretis, pendekatan piramida terbalik merupakan konsep yang relevan untuk menganalisis dan mengembangkan strategi perbaikan akhlak pemuda Islam. Konsep ini, menekankan pada prioritas pembangunan fondasi spiritual dan moral sebagai basis utama sebelum mengembangkan aspek-aspek lainnya. prinsip piramida terbalik dalam pengembangan akhlak bermakna bahwa pembinaan dimulai dari penguatan tauhid dan keimanan (puncak piramida), dilanjutkan dengan pemahaman syariah, dan berujung pada implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari (basis piramida yang lebih luas). Hasil penelitian Putra dan Situmorang, di beberapa pesantren modern di Sumatera Utara menunjukkan bahwa pendekatan piramida terbalik yang diterapkan dalam pembinaan santri telah berhasil membentuk karakter dan akhlak yang kuat dengan tingkat keberhasilan mencapai 87% [4].

Upaya memperbaiki akhlak pemuda Islam memerlukan peran aktif dan strategis dari para pemuka agama sebagai garda terdepan dalam transmisi nilai-nilai keislaman. Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Hasibuan dan Lubis, di beberapa kabupaten di Sumatera Utara membuktikan bahwa keterlibatan intensif pemuka agama dalam program pembinaan pemuda Islam berkorelasi positif dengan peningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai akhlak di kalangan generasi muda [5]. Para pemuka agama dapat mengoptimalkan berbagai saluran dan metode dakwah yang adaptif dengan kebutuhan pemuda kontemporer, seperti yang direkomendasikan melalui pendekatan dakwah digital, mentoring sebaya, dan program pemberdayaan ekonomi berbasis masjid. Aktivitas semacam ini tidak hanya memperkuat aspek spiritual tetapi juga memberikan keterampilan praktis yang dibutuhkan pemuda dalam menghadapi tantangan zaman.

Kecamatan Medan Denai sebagai salah satu wilayah dengan populasi Muslim yang signifikan di Kota Medan memiliki potensi besar untuk pengembangan program-program perbaikan akhlak berbasis komunitas. Menurut data Kementerian Agama Kota Medan 2024, terdapat 42 masjid, 67 musholla, dan 23 lembaga pendidikan Islam di Kecamatan Medan Denai yang dapat menjadi pusat aktivitas pembinaan akhlak pemuda [6]. Namun, berdasarkan observasi awal dan studi dokumentasi yang dilakukan oleh tim Peneliti Muda MUI Medan 2024, pemanfaatan sarana keagamaan tersebut belum optimal dan terkoordinasi dengan baik untuk tujuan pembinaan akhlak pemuda [7]. Penelitian Dalimunthe dan Ritonga, mengungkapkan bahwa hanya 30% masjid di Kecamatan Medan Denai yang memiliki program khusus untuk pemuda, dan sebagian besar program yang ada masih bersifat seremonial dan kurang menyentuh aspek pengembangan akhlak secara substantif [8]. Kondisi inilah yang menciptakan sebuah kesenjangan (gap) antara potensi peran pemuka agama dengan realisasi program pembinaan akhlak yang efektif dan terkoordinasi.

Tantangan utama dalam upaya perbaikan akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai adalah mensinergikan peran pemuka agama dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Hasil studi Tanjung dan Nasution [9], menunjukkan bahwa efektivitas program pembinaan akhlak meningkat secara signifikan ketika terjadi kolaborasi antara pemuka agama, institusi pendidikan, pemerintah lokal, dan organisasi kepemudaan. Pendekatan kolaboratif ini sejalan dengan konsep pentahelix yang dikemukakan oleh Yunus dan Wahid [10], di mana interaksi dinamis antara berbagai elemen masyarakat dapat menciptakan ekosistem yang kondusif untuk pengembangan akhlak pemuda. Dalam konteks Kecamatan Medan Denai, koordinasi antar pemuka agama dari berbagai masjid dan lembaga keislaman masih perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan dampak program pembinaan akhlak sebagaimana direkomendasikan dalam laporan tahunan Forum Komunikasi Pemuka Agama (FKPA) Kota Medan.

Walaupun telah ada studi yang membahas peran pemuka agama dan efektivitas pendekatan piramida terbalik di wilayah lain, belum ada penelitian yang secara spesifik dan mendalam mengkaji peran pemuka agama di Kecamatan Medan Denai dalam memperbaiki akhlak pemuda dengan menggunakan kerangka analisis pendekatan piramida terbalik dan mengintegrasikannya dengan tantangan era digital. Penelitian yang ada hanya berfokus pada tingkat partisipasi atau optimalisasi fungsi masjid secara umum. Oleh karena itu, urgensi penelitian ini adalah untuk menganalisis peran strategis pemuka agama dalam memperbaiki akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai. Kebaruan (Novelty) utama dari penelitian ini adalah dihasilkannya model pembinaan akhlak berbasis piramida terbalik yang adaptif dan efektif di era digital. Model ini diharapkan tidak hanya memperkuat fondasi keimanan (tauhid), tetapi juga memberikan panduan praktis mengenai strategi dakwah digital dan mentoring intensif yang relevan dengan karakteristik pemuda kontemporer di perkotaan.

Urgensi penelitian ini semakin relevan mengingat meningkatnya kompleksitas permasalahan sosial yang dihadapi generasi muda , di mana melemahnya identitas keagamaan dan moral menjadi salah satu faktor penurunan Indeks Kebahagiaan Pemuda [11], tingkat kebahagiaan pemuda di wilayah perkotaan Medan, termasuk Kecamatan Medan Denai, mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Salah satu faktor signifikan yang berkontribusi terhadap situasi ini adalah melemahnya identitas keagamaan dan moral yang seharusnya menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan. Pentingnya revitalisasi peran pemuka agama sebagai "jangkar moral" bagi pemuda di tengah arus deras pengaruh global yang seringkali mengikis nilai-nilai keislaman

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagai bentuk kepedulian sosial dan tanggung jawab keimanan. Salah satu ayat yang menegaskan hal ini adalah Surah Ali Imran ayat 104, yang menekankan pentingnya adanya kelompok dalam masyarakat yang menyeru kepada kebaikan.

Figure 1.

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."

Studi mendalam mengenai peran pemuka agama dalam memperbaiki akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai berdasarkan prinsip piramida terbalik diharapkan dapat menghasilkan model pembinaan akhlak yang adaptif dan efektif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pemuda kontemporer. Penelitian ini tidak hanya akan berkontribusi pada pengayaan khazanah keilmuan dalam bidang sosiologi agama dan studi kepemudaan, tetapi juga dapat menjadi rujukan bagi pengembangan kebijakan dan program pembinaan akhlak pemuda Islam di wilayah perkotaan lainnya yang menghadapi problematika serupa. hasil penelitian terbaru tentang dakwah urban, pemuka agama perlu melakukan transformasi paradigma dan metode dalam menghadapi kompleksitas permasalahan umat di era disrupsi, khususnya dalam konteks pembinaan generasi muda yang akan menjadi penerus estafet kepemimpinan dan dakwah dimasa depan.

II. Metode

Jenis penelitian ini adalah peneilitian lapangan (field research), yaitu penelitian kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interiaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial secara mendalam melalui interaksi langsung dengan subjek yang diteliti sehingga peneliti berusaha menggambarkan dan memahami secara rinci bagaimana peran pemuka agama berkontribusi dalam memperbaiki akhlak pemuda Islam, khususnya dalam menghadapi tantangan zaman digital dan degradasi moral yang semakin kompleks. Penelitian ini tidak berfokus pada pengukuran angka atau statistik, tetapi lebih menekankan pada makna, persepsi, dan strategi yang digunakan oleh pemuka agama dalam melakukan pembinaan akhlak

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki dinamika sosial dan keagamaan yang cukup aktif, serta terdapat berbagai elemen masyarakat, termasuk pemuka agama yang memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan keagamaan pemuda. Selain itu, wilayah ini juga menunjukkan adanya tantangan moral dan sosial yang dihadapi oleh generasi muda, terutama di tengah perkembangan teknologi informasi yang pesat, sehingga menjadikannya lokasi yang relevan untuk mengkaji peran pemuka agama dalam pembinaan akhlak. Adapun waktu pelaksanaan penelitian direncanakan berlangsung selama dua bulan, yaitu mulai dari bulan Mei hingga Juni 2025. Pada rentang waktu tersebut, peneliti akan melakukan pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam dengan pemuka agama, pemuda, dan tokoh masyarakat setempat, serta dokumentasi kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan pembinaan akhlak. Waktu ini dinilai cukup untuk mendapatkan data yang mendalam dan komprehensif sesuai dengan tujuan dan fokus penelitian yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini, informan dipilih secara purposive (purposive sampling), Teknik ini dipilih untuk memastikan bahwa informan yang diwawancarai adalah pihak-pihak yang paling memahami dan terlibat langsung dalam fenomena yang diteliti, yaitu praktik pembinaan akhlak pemuda Islam dengan pendekatan piramida terbalik. Informan utama adalah pemuka agama yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan pembinaan pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai, seperti ustaz, imam masjid, pengurus majelis taklim, atau tokoh agama yang terlibat langsung dalam aktivitas dakwah dan pembinaan akhlak. Para informan ini diharapkan mampu memberikan informasi mendalam mengenai strategi, pendekatan, serta tantangan yang mereka hadapi dalam membina akhlak generasi muda. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan teknik dokumentasi. Untuk menjaga validitas, kredibilitas, dan objektivitas data, digunakan teknik Triangulasi Sumber (membandingkan informasi dari pemuka agama, pemuda, dan tokoh masyarakat) dan Triangulasi Teknik (membandingkan data wawancara, observasi, dan dokumentasi). Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan instrumen deduktif dan induktif untuk data primer maupun sekunder, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan objektivitas data, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mendalam terkait penelitian.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Kondisi Akhlak Pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Medan Denai, ditemukan berbagai permasalahan terkait kondisi akhlak pemuda Islam yang menunjukkan adanya degradasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Jasmi Assyuti, S.Pd, sebagai salah satu pemuka agama yang aktif membina pemuda di Masjid Al-Ikhlas Medan Denai, mengungkapkan bahwa: "Fenomena degradasi akhlak yang terjadi pada pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai saat ini sangat memprihatinkan. Banyak pemuda yang lebih tertarik dengan aktivitas yang jauh dari nilai-nilai keislaman, seperti nongkrong di kafe hingga larut malam, kecanduan game online, dan minimnya minat mengikuti kegiatan keagamaan. Bahkan, beberapa kasus penyalahgunaan narkoba juga melibatkan pemuda Muslim."

Pernyataan tersebut sejalan dengan data dari Dinas Sosial Kota Medan [12], yang mencatat adanya peningkatan kasus kenakalan remaja sebesar 23% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya di wilayah Kecamatan Medan Denai. Kondisi ini dikonfirmasi oleh Darul Kutni sebagai Ketua Pemuda Remaja Masjid Al-Muttaqin yang menyatakan: "Sebagai ketua remaja masjid, saya melihat langsung minimnya partisipasi pemuda dalam kegiatan keagamaan. Dari sekitar 200 pemuda Muslim di lingkungan masjid kami, hanya sekitar 30-40 orang yang aktif mengikuti program pembinaan. Mayoritas lebih tertarik dengan aktivitas di luar yang seringkali tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam."

Temuan ini mengkonfirmasi hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Hasibuan [13], yang menyebutkan bahwa tingkat partisipasi pemuda Muslim dalam kegiatan keagamaan di wilayah urban Medan hanya berkisar 15-25% dari total populasi pemuda Muslim. Menurut Parlin Banchin, LC, degradasi akhlak pada pemuda Islam tidak hanya terlihat dari minimnya partisipasi dalam kegiatan keagamaan, tetapi juga dari cara berpakaian, cara berkomunikasi, dan pola pergaulan yang semakin jauh dari tuntunan syariat Islam. "Degradasi akhlak terlihat jelas dari cara berpakaian yang tidak sesuai syariat, penggunaan bahasa yang kasar, dan pola pergaulan bebas yang semakin mengkhawatirkan. Pengaruh media sosial dan konten negatif di internet menjadi faktor dominan yang berkontribusi terhadap permasalahan ini" (Wawancara dengan Parlin Banchin, LC).

Fenomena ini menegaskan apa yang disebutkan oleh Rahman dan Nasution [14], bahwa media sosial dan konten digital memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan akhlak generasi muda Muslim di era digital, dengan tingkat pengaruh mencapai 67% berdasarkan penelitian yang mereka lakukan di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk dikota Medan.

B. Pendekatan Piramida Terbalik dalam Pembinaan Akhlak Pemuda

Penerapan konsep piramida terbalik dalam pembinaan akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai terbukti efektif berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan para informan penelitian. Drs. Jamaluddin Juned menjelaskan implementasi konsep ini: "Kami menerapkan pendekatan piramida terbalik dengan memprioritaskan penguatan tauhid dan keimanan sebagai fondasi utama. Pemahaman terhadap syariat Islam menjadi tahap kedua, dan implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari sebagai puncaknya. Pendekatan ini terbukti efektif karena ketika iman dan tauhid sudah kuat, maka perbaikan akhlak akan mengikuti secara alamiah." Model bertahap ini sejalan dengan konsep TarbiyahIslami yang menekankan pembinaan holistik dan sistematis, mulai dari aspek fundamental (TarbiyahRuhiyyah/pembinaan spiritual) hingga aspek perilaku (TarbiyahKhuluqiyyah/pembinaan akhlak).

Pendekatan ini senada dengan temuan penelitian Rahman et al. [15], yang menyebutkan bahwa pembinaan akhlak yang dimulai dari penguatan aspek spiritual dan keimanan memiliki tingkat keberhasilan 78% lebih tinggi dibandingkan pendekatan yang langsung fokus pada modifikasi perilaku eksternal. Dalam praktiknya, Aldy Firmansyah Al-Qoff menjelaskan bahwa pendekatan piramida terbalik diimplementasikan melalui tiga tahapan program:

1. Tahap Penguatan Keimanan yaitu kajian tauhid intensif, qiyamul lail berjamaah, dan program tahsin Al-Qur'an.

2. Tahap Pemahaman Syariat yaitu kajian fiqih praktis, workshop tentang halal-haram dalam perspektif modern, dan diskusi tematik seputar isu kontemporer.

3. Tahap Implementasi Akhlak yaiut program bakti sosial, mentoring akhlak sebaya, dan kampanye "Pemuda Berakhlak" di media sosial.

Tahap Program Piramida Terbalik Fokus Utama Contoh Program Implementasi
Puncak (Fondasi): Penguatan Keimanan Tauhid dan Rohani Kajian tauhid intensif, Qiyamul lail berjamaah, program Tahsin Al-Qur’an
Tengah: Pemahaman Syariat Fiqh dan Akhlah/Norma Kajian fikih praktis, workshop halal-haram, diskusi isu kontem”orer
Dasar (Luas): Implementasi Akhlak Perilaku Sosial Program bakti sosial, metoring akhlak sebaya, kampanye Pemuda Berakhlak di media sosial.
Table 1. Tahapan Program Piramida Terbalik

"Melalui pendekatan bertahap ini, kami melihat perubahan signifikan pada akhlak pemuda yang konsisten mengikuti program. Sekitar 65% peserta program menunjukkan peningkatan dalam hal kedisiplinan ibadah, pola komunikasi yang lebih santun, dan kesadaran untuk menjauhi kegiatan negatif" (Wawancara dengan Aldy Firmansyah Al-Qoff).

Efektivitas pendekatan piramida terbalik ini divalidasi oleh penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Abdullah dan Siregar [16], di beberapa kota di Sumatera Utara, yang menunjukkan bahwa model pembinaan bertahap dari tauhid menuju akhlak memberikan dampak jangka panjang yang lebih substansial dibandingkan pendekatan konvensional yang berfokus pada aturan dan larangan.

Kontribusi Pemuda dalam Pembinaan Akhlak Dalam rangka menyukseskan implementasi pendekatan piramida terbalik, peran aktif pemuda Muslim menjadi sangat krusial. Kontribusi pemuda dapat diwujudkan melalui beberapa bentuk sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Program Mentor Sebaya

Pemuda yang telah memiliki pemahaman keagamaan yang baik dapat menjadi mentor bagi rekan sebayanya, menciptakan lingkungan belajar yang lebih relatable dan memudahkan transfer nilai-nilai akhlak mulia dalam konteks yang dipahami generasi muda.

2. Inisiasi Komunitas Literasi Digital Islami

Mengingat tingginya pengaruh media sosial [14], pemuda dapat membentuk komunitas yang fokus pada penciptaan dan penyebaran konten digital positif yang mengandung nilai-nilai keislaman dan akhlak mulia.

3. Gerakan Anti-Konten Negatif Online

Pemuda dapat berperan sebagai garda terdepan dalam memfilter dan melawan penyebaran konten-konten negatif di media sosial melalui kampanye dan edukasi kepada sesama pengguna media sosial.

4. Pengembangan Aplikasi dan Platform Edukatif

Pemuda dengan keahlian di bidang teknologi dapat berkontribusi dengan mengembangkan aplikasi atau platform digital yang memfasilitasi pembelajaran tauhid dan implementasi akhlak sesuai piramida terbalik.

5. Forum Diskusi dan Kajian Berkelanjutan

Pemuda dapat menginisiasi forum-forum diskusi rutin yang membahas isu-isu kontemporer dari sudut pandang Islam, memperkuat pemahaman tauhid dan keimanan sebagai fondasi utama akhlak. Program Magang di Lembaga Keagamaan Keterlibatan pemuda dalam program magang di lembaga keagamaan dapat memperkuat pengalaman praktis mereka dalam implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan organisasi dan masyarakat.

6. Kolaborasi Lintas Generasi

Membangun jembatan komunikasi antara generasi senior (seperti Drs. Jamaluddin Juned dan Aldy Firmansyah Al-Qoff) dengan generasi muda untuk memastikan transfer pengetahuan dan keberlanjutan program pembinaan akhlak.

Implementasi berbagai bentuk kontribusi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pendekatan piramida terbalik hingga melebihi tingkat keberhasilan 78% seperti yang dilaporkan Rahman et al. [15]. Pemuda tidak hanya menjadi objek pembinaan akhlak tetapi juga berperan sebagai subjek aktif yang turut bertanggung jawab dalam membentuk generasi berakhlak mulia di era digital

C. Strategi Pemuka Agama dalam Pembinaan Akhlak Pemuda

1. Adaptasi Metode Dakwah Di Era Digital

Dalam menghadapi tantangan era digital, para pemuka agama di Kecamatan Medan Denai telah melakukan berbagai adaptasi metode dakwah yang lebih relevan dengan karakteristik pemuda kontemporer. Darma Kawani Al-Bani menjelaskan, "kami tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode ceramah konvensional dalam membina akhlak pemuda. Saat ini, kami aktif memanfaatkan platform digital seperti Instagram, YouTube, dan podcast untuk menyebarkan konten-konten keislaman yang dikemas secara menarik dan sesuai dengan tren kekinian” (Wawancara Darma).

Strategi adaptasi ini sejalan dengan apa yang direkomendasikan oleh Nasution dan Siregar [17], dalam penelitian mereka tentang efektivitas dakwah digital pada generasi Z, yang menemukan bahwa konten keislaman dalam format video pendek memiliki tingkat engagement 4,5 kali lebih tinggi dibandingkan format ceramah panjang. Selain itu, Parlin Banchin, LC mengungkapkan bahwa penggunaan bahasa yang lebih kontekstual dan relevan dengan pemuda juga menjadi kunci keberhasilan dalam pembinaan akhlak, “kami berusaha menggunakan bahasa yang lebih dekat dengan pemuda, menghindari istilah-istilah yang terlalu teknis dalam agama, dan mengaitkan ajaran Islam dengan isu-isu kontemporer yang mereka hadapi, seperti problematika pergaulan, karir, dan pencarian jati diri" (Wawancara Parlin). Pendekatan kontekstual ini terbukti efektif sebagaimana disebutkan dalam penelitian Lubis dan Harahap [18], yang menyatakan bahwa penggunaan bahasa dan contoh yang kontekstual dengan kehidupan pemuda meningkatkan daya serap pesan dakwah hingga 65% dibandingkan pendekatan tekstual yang kaku.

2. Program Mentoring dan Pendampingan Intensif

Pembinaan Pembinaan akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai juga dilakukan melalui program mentoring dan pendampingan intensif. Pendekatan ini merupakan praktik (pendidikan individual) dalam pendidikan Islam kontemporer, yang diyakini lebih efektif dalam menghadapi kompleksitas masalah pribadi generasi muda. Jasmi Assyuti, S.Pd menjelaskan, “kami menerapkan sistem mentoring dengan rasio 1:5. Melalui pendekatan personal ini, kami dapat memahami lebih mendalam tantangan dan permasalahan yang dihadapi setiap pemuda, sehingga solusi yang diberikan lebih tepat sasaran" (Wawancara Jasmi).

Sistem mentoring ini dinilai sangat efektif karena menciptakan ikatan emosional yang kuat antara mentor dan pemuda, sebagaimana ditegaskan oleh Darul Kutni: "Sebagai ketua remaja masjid, saya melihat perubahan signifikan pada pemuda yang mendapatkan pendampingan intensif dari para ustaz. Mereka tidak hanya menunjukkan peningkatan dalam aspek ibadah, tetapi juga dalam hal kedisiplinan, tanggung jawab, dan kemampuan mengendalikan emosi” (Wawancara Darul). Temuan ini memperkuat hasil penelitian Hasibuan et al. [19], yang menyimpulkan bahwa pendekatan mentoring dengan pola relasi yang lebih personal memiliki tingkat keberhasilan 72% dalam membentuk karakter pemuda Muslim di perkotaan, jauh lebih tinggi dibandingkan pendekatan massal yang hanya mencapai keberhasilan 38%.

3. Revitalisasi Masjid sebagai Pusat Aktivitas Pemuda

Dalam upaya memperbaiki akhlak pemuda Islam, para pemuka agama di Kecamatan Medan Denai juga melakukan revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat aktivitas pemuda. Drs. Jamaluddin Juned menjelaskan, “kami berupaya mengubah persepsi bahwa masjid hanya untuk ibadah shalat. Melalui berbagai program seperti kajian kekinian, olahraga Islami, pelatihan kewirausahaan, dan berbagai kegiatan sosial, kami ingin menjadikan masjid sebagai second home bagi pemuda Muslim" (Wawancara Jamaluddin). Upaya revitalisasi ini telah menunjukkan hasil positif, sebagaimana diungkapkan oleh Darul Kutni: "Sejak kami mengembangkan berbagai program yang menarik minat pemuda, partisipasi mereka dalam kegiatan masjid meningkat signifikan. Dalam enam bulan terakhir, jumlah pemuda yang aktif di masjid bertambah dari 40 menjadi sekitar 85 orang” (Wawancara Darul). Peningkatan partisipasi ini sejalan dengan penelitian terbaru oleh Nasution dan Lubis [20], yang menemukan bahwa masjid yang berhasil mentransformasi diri menjadi pusat aktivitas yang relevan dengan kebutuhan pemuda mengalami peningkatan partisipasi pemuda hingga 127% dibandingkan masjid yang masih mempertahankan pendekatan konvensional.

D. Tantangan dan Hambatan dalam Pembinaan Akhlak Pemuda

1. Pengaruh Media Sosial dan Konten Negatif

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para pemuka agama dalam pembinaan akhlak pemuda Islam adalah masifnya pengaruh media sosial dan konten negatif. Aldy Firmansyah Al-Qoff mengungkapkan: "Upaya kami dalam membina akhlak pemuda ibarat menabur benih di tanah yang terus-menerus terpapar banjir informasi negatif. Dalam satu jam kajian di masjid, mereka mendapatkan pemahaman Islam yang benar, tetapi 23 jam lainnya mereka terpapar berbagai konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam di media sosial” (Wawancara Aldy).Tantangan ini dipertegas oleh hasil survei yang dilakukan Forum Komunikasi Pemuka Agama (FKPA) Kota Medan [12], yang menemukan bahwa pemuda Muslim di Kecamatan Medan Denai rata-rata menghabiskan 5,2 jam per hari untuk mengakses media sosial, dengan 62% konten yang dikonsumsi berpotensi merusak akhlak dan pemahaman keagamaan yang benar.

2. Minimnya Dukungan dan Keterlibatan Orang Tua

Keterbatasan dukungan dan keterlibatan orang tua juga menjadi tantangan signifikan dalam upaya perbaikan akhlak pemuda. Parlin Banchin, LC menyatakan: "Banyak orang tua yang sepenuhnya menyerahkan pembinaan akhlak anak-anak mereka kepada institusi pendidikan dan pemuka agama. Padahal, keluarga adalah madrasah pertama yang sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter dan akhlak anak" (Wawancara Parlin). Pernyataan ini diperkuat oleh temuan penelitian Abdullah dan Ritonga [21], yang menyimpulkan bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam pembinaan akhlak meningkatkan efektivitas program hingga 83% dibandingkan pembinaan yang hanya mengandalkan peran lembaga pendidikan dan pemuka agama.

3. Kurangnya Sinergi Antar Lembaga dan Pemangku Kepentingan

Hambatan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kurangnya sinergi antara berbagai lembaga dan pemangku kepentingan dalam upaya pembinaan akhlak pemuda. Darma Kawani Al-Bani mengungkapkan: "Masih banyak program pembinaan akhlak yang berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik. Masjid memiliki program sendiri, sekolah memiliki pendekatan sendiri, dan pemerintah juga memiliki program tersendiri, sehingga hasilnya tidak optimal" (Wawancara Darma). Kondisi ini sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan oleh Tim Kajian Sosial Keagamaan MUI Sumatera Utara 2025 [22], yang menemukan bahwa hanya 23% program pembinaan akhlak di Kota Medan yang terkoordinasi dengan baik antar berbagai lembaga dan pemangku kepentingan.

Hambatan Utama Deskripso dan Data Kuantitatif Relevansi Penelitian Terdahulu
Pengaruh media sosial masif Pemuda rata-rata menghabiskan 5,2 jam per hari di media sosial, dengan 62% konten berpotensi merusak akhlak. Aldy Firmansyah Al-Qoff mengibaratkan upaya pembinaan adalah "menabur benih di tanah yang terus-menerus terpapar banjir informasi negatif" Diperkuat oleh temuan Rahman dan Nasution [14].
Minimnya dukungan orang tua Orang tua cenderung menyerahkan sepenuhnya pembinaan akhlak kepada pemuka agama dan institusi pendidikan. Keterlibatan aktif orang tua meningkatkan efektivitas program hingga 83% Diperkuat oleh Abdullah dan Ritonga [21].
Kurangnya Sinergi Antar Lembaga Program pembinaan akhlak sering berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik antar masjid, sekolah, dan pemerintah. Hanya 23% program pembinaan akhlak di Kota Medan yang terkoordinasi dengan baik. Sesuai dengan analisis Tim Kajian Sosial Keagamaan MUI Sumatera Utara [22].
Table 2. Tantangan dan Hambatan dalam Pembinaan Akhlak Pemuda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuka agama memiliki peran sentral sebagai figur moral, spiritual, dan sosial dalam proses pembinaan akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai penyampai ajaran Islam, tetapi juga sebagai teladan hidup yang memberi inspirasi bagi generasi muda. Sebagaimana ditegaskan oleh Drs. Jamaluddin Juned, pemuka agama di wilayah ini berupaya memadukan fungsi edukator, konselor, sekaligus fasilitator, agar pesan akhlak dapat diterima secara komprehensif oleh pemuda.

Pemuka agama berperan dalam tiga dimensi utama:

a. Dimensi Spiritual

Pemuka agama menekankan penguatan tauhid dan ibadah melalui pengajian rutin, qiyamul lail, dan tahsin Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan prinsip piramida terbalik, bahwa pembinaan akhlak dimulai dari fondasi keimanan yang kokoh.

b. Dimensi Sosial

Pemuka agama berperan sebagai penghubung antara masjid, lembaga pendidikan, keluarga, dan organisasi kepemudaan. Melalui peran ini, mereka mampu menciptakan ekosistem pembinaan akhlak yang lebih terkoordinasi dan berkesinambungan.

c. Dimensi Keteladanan (Uswah Hasanah)

Pemuda menilai pemuka agama bukan hanya dari ceramah, tetapi juga dari perilaku sehari-hari. Peran ini adalah manifestasi langsung dari konsep yang merupakan pilar fundamental dalam Tarbiyah Nabi Muhammad SAW, menekankan bahwa keteladanan merupakan metode pendidikan yang paling efektif dan berkesinambungan. Konsistensi antara ucapan dan tindakan menjadi faktor penting yang membuat pesan dakwah lebih diterima.

Seperti yang diungkapkan oleh Jasmi Assyuti, S.Pd., banyak pemuda yang berubah perilakunya karena melihat teladan langsung dari ustaz mereka dalam kesabaran, kedisiplinan, dan kesederhanaan hidup. Dengan demikian, kehadiran pemuka agama berfungsi sebagai “jangkar moral” yang dapat menyeimbangkan derasnya pengaruh negatif media sosial dan lingkungan.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa peran pemuka agama dalam memperbaiki akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai sangat strategis dan fundamental. Peran ini diimplementasikan melalui prinsip Tarbiyah Islami kontemporer, yang mengintegrasikan aspek uswatunhasanah(keteladanan) dan TarbiyahFardiyyah (pendidikan individual). Pendekatan piramida terbalik yang memprioritaskan penguatan tauhid dan keimanan sebagai fondasi utama terbukti efektif dalam pembinaan akhlak pemuda Muslim, sejalan dengan konsep TarbiyahRuhiyyahsebagai basis pembinaan, memberikan dampak jangka panjang yang lebih baik dibandingkan pendekatan konvensional. Model ini berhasil diterapkan melalui strategi kunci, yaitu adaptasi metode dakwah di era digital, program mentoring intensif dengan pola relasi personal, dan revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat aktivitas pemuda. Meskipun demikian, berbagai tantangan seperti pengaruh masif media sosial dan konten negatif, minimnya dukungan orang tua, serta kurangnya sinergi antar lembaga masih menjadi hambatan signifikan yang perlu diatasi. Peneliti menyarankan pentingnya penguatan kapasitas pemuka agama, keterlibatan keluarga ditingkatkan, revitalisasi program remaja masjid, integrasi pendidikan akhlak dalam kurikulum formal, pembentukan forum kolaboratif, dan pengembangan aplikasi serta platform digital Islami sebagai langkah strategis dalam upaya memperbaiki akhlak pemuda Islam di Kecamatan Medan Denai dan wilayah lain dengan karakteristik serupa.

References

Badan Pusat Statistik Kota Medan. (2024). Kecamatan Medan Denai dalam Angka 2024. Medan: BPS Kota Medan.

Dinas Sosial Kota Medan. (2024). Laporan Tahunan Kasus Kenakalan Remaja di Kota Medan. Medan: Dinsos Kota Medan.

Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Sumatera Utara. (2024). Survei Persepsi Masyarakat terhadap Pemuka Agama di Kota Medan. Medan: UIN Sumatera Utara.

Putra, A., & Situmorang, B. (2024). Implementasi Model Piramida Terbalik dalam Pembinaan Akhlak Santri di Pesantren Modern Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Dakwah, 16(1), 110-129.

Hasibuan, M., & Lubis, R. (2023). Kontribusi Pemuka Agama dalam Pembinaan Akhlak Pemuda: Studi Longitudinal di Wilayah Sumatera Utara. Jurnal Studi Islam, 15(2), 201-218.

Kementerian Agama Kota Medan. (2024). Data Sarana Keagamaan Kota Medan 2024. Medan: Kementerian Agama.

Peneliti Muda MUI Medan. (2024). Laporan Studi: Optimalisasi Sarana Keagamaan untuk Pembinaan Pemuda Muslim di Kota Medan. Medan: MUI Kota Medan.

Dalimunthe, A., & Ritonga, M. (2023). Optimalisasi Fungsi Masjid untuk Pembinaan Generasi Muda: Studi di Kecamatan Medan Denai. Jurnal Pengabdian Masyarakat Islam, 9(1), 45-60.

Tanjung, A., & Nasution, B. (2024). Analisis Efektivitas Program Pembinaan Akhlak Kolaboratif di Kota Medan. Jurnal Kajian Islam, 15(3), 245-263.

Yunus, A., & Wahid, B. (2023). Model Pentahelix dalam Pengembangan Akhlak Pemuda Muslim: Perspektif Sosiologi Islam. Jurnal Sosiologi Islam, 14(1), 89-107.

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Utara. (2024). Laporan Indeks Kebahagiaan Pemuda Sumatera Utara 2024. Medan: BPPD Sumut.

Dinsos Kota Medan. Forum Komunikasi Pemuka Agama (FKPA) Kota Medan. (2025). Hasil Survei Penggunaan Media Sosial di Kalangan Pemuda Muslim Kota Medan. Medan: FKPA.

Siregar, A., & Hasibuan, B. (2024). Tingkat Partisipasi Pemuda Muslim dalam Kegiatan Keagamaan di Wilayah Urban Medan. Jurnal Sosiologi Agama, 13(2), 134-152.

Rahman, A., & Nasution, B. (2024). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perkembangan Akhlak Generasi Muda Muslim di Era Digital. Jurnal Komunikasi Islam, 13(1), 45-62.

Rahman, A., Lubis, B., & Nasution, C. (2025). Komparasi Efektivitas Pendekatan Pembinaan Akhlak pada Pemuda Muslim Urban. Jurnal Studi Islam, 17(2), 156-173.

Abdullah, M., & Siregar, R. (2024). Evaluasi Model Pembinaan Akhlak Berbasis Tauhid pada Pemuda Muslim Urban. Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, 12(3), 182-201.

Nasution, H., Lubis, A., & Rahman, S. (2025). Strategi Penguatan Moderasi Beragama di Kalangan Generasi Muda: Analisis Rencana Strategis Kementerian Agama 2025-2030. Jurnal Kebijakan Publik, 19(2), 234-251.

Lubis, A., & Harahap, B. (2024). Analisis Penggunaan Bahasa Kontekstual dalam Dakwah Generasi Z. Jurnal Komunikasi Islam, 13(2), 189-205.

Hasibuan, S., Rahman, A., & Nasution, H. (2024). Efektivitas Pendekatan Mentoring dalam Pembentukan Karakter Pemuda Muslim Urban. Jurnal Pendidikan Islam, 16(3), 312-329.

Nasution, A., & Lubis, R. (2025). Transformasi Fungsi Masjid di Era Digital: Studi Kasus Masjid-Masjid di Kota Medan. Jurnal Studi Masjid, 17(1), 45-62.

Abdullah, M., & Ritonga, R. (2025). Peran Keluarga dalam Pembentukan Akhlak Generasi Z: Tantangan dan Solusi. Jurnal Studi Keislaman, 18(2), 215-232.

Tim Kajian Sosial Keagamaan MUI Sumatera Utara. (2025). Analisis Koordinasi Program Pembinaan Akhlak di Kota Medan. Medan: MUI Sumatera Utara.