Login
Section Innovation in Education

Parenting Programs Supporting Parents of Children with Special Needs

Program Pendampingan Orang Tua untuk Anak dengan Kebutuhan Khusus
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Wahyu Lestari Astuti (1), Sukinah (2)

(1) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
(2) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

Abstract:

General background: Children with special needs often face stigma and exclusion, both in society and within their own families, which affects their development and parental well-being. Specific background: In Suka Rahmat Village, East Kutai Regency, many parents struggle with limited knowledge and skills in supporting their children’s growth, leading to delayed detection, inappropriate parenting, and emotional stress. Knowledge gap: While parenting programs have been widely studied, little attention has been given to village-level, cross-sectoral collaborations in strengthening parental competence. Aims: This study investigates the influence of parenting programs on improving parents’ acceptance, understanding, and skills in handling children with special needs, as well as the supporting and inhibiting factors of program implementation. Results: Using qualitative descriptive methods with interviews, observations, and documentation, findings reveal that parenting programs foster parental acceptance through honesty, patience, and therapeutic efforts, while enhancing skills in early detection, child stimulation, emotional regulation, and confidence-building. Supporting factors include cross-sectoral collaboration and parental involvement, while challenges stem from limited resources and varying parental awareness. Novelty: The study uniquely highlights the role of cross-sectoral collaboration at the village level in parenting interventions. Implications: These results emphasize the importance of sustainable parenting programs as a community-based strategy to create inclusive, adaptive, and child-centered care for children with special needs.
Highlight :











  1. Parenting programs improve parents’ acceptance, skills, and confidence in handling children with special needs.




  2. Supporting factors include cross-sector collaboration, active parental involvement, and program continuity.




  3. Inhibiting factors are limited resources and varying parental understanding.




Keywords : Parenting Program, Parental Acceptance, Parental Skills, Children With Special Needs, Cross-Sector Collaboration








Downloads

Download data is not yet available.

Pendahuluan

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami keterbatasan atau hambatan dalam perkembangannya baik secara fisik, social, emosional, bahkan psikologis sehingga diperlukan pelayanan khusus. Keterbatasan yang di miliki oleh anak berkebutuhan khusus seringkali dipandang negative oleh masyarakat. Meningkatnya jumlah anak-anak dengan kebutuhan khusus tidak dibarengi dengan pemahaman yang lebih baik dari masyarakat tentang kondisi mereka, yang bertujuan untuk menghindari penolakan di berbagai tempat. Di beberapa tempat, anak-anak berkebutuhan khusus sering kali dijauhi, dipandang negatif, dan bahkan diejek serta dihina secara langsung. Penolakan ini bukan hanya datang dari orang-orang di sekitar, tetapi juga bisa berasal dari anggota keluarga sendiri. Semua orang tua pasti ingin memiliki anak yang lahir dengan keadaan sehat, tanpa ada kekurangan. Penelitian menunjukkan bahwa pengucilan sosial semakin meningkat, yang berarti bahwa orang tua dari anak-anak dengan disabilitas intelektual sering kali merasa lebih banyak kesulitan dalam berinteraksi sosial, sehingga mereka berusaha untuk menyembunyikan kondisi anak mereka atau menjauhi orang lain [1]. Kehadiran si Kecil membuat banyak orang tua merasa sangat bahagia. Namun, diperkirakan 4% dari orang tua harus menerima beberapa berita buruk tentang bayi mereka. Tiap 3,5 menit, ada orang tua yang mendapatkan “telepon buruk” tentang bayi mereka, dengan berbagai isu kesehatan serius; isu medis; penyandang disabilitas kognitif dan fisik; gangguan indra fisik; dan keterlambatan mental. Memiliki anak dengan kebutuhan khusus adalah tantangan yang besar, baik fisik maupun emosional, bagi orang tua. Orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus diharapkan dapat mengambil peran yang berbeda dari sebelumnya, karena adanya anak seperti itu. Di Indonesia, permasalahan yang dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus dan orang tuanya termasuk pengucilan dan stigma, seperti yang dinyatakan [3]. Alih-alih mendapatkan perhatian dan dukungan dari masyarakat, mereka sering kali mengalami pengucilan. Desa Suka Rahmat, yang terletak di Kecamatan Teluk Pandan, merupakan wilayah dengan potensi sosial dan budaya yang kuat. Masyarakat desa ini dikenal dengan rasa kebersamaan dan kekeluargaannya yang kuat. Namun, seperti di banyak desa lain, masih sulit menerima anak berkebutuhan khusus, dan hal ini perlu diupayakan bersama. Di Desa Suka Rahmat, anak-anak berkebutuhan khusus seringkali kesulitan berteman, yang dapat menghambat perkembangan mereka. Keluarga sangat penting dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus. Anggota keluarga menyerap tuntutan tambahan pada waktu, sumber daya emosional, dan sumber daya keuangan yang terkait dengan memiliki anak penyandang disabilitas [4]. Namun, imbalan dari memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, seperti pertumbuhan pribadi dan sspritual, juga telah dicatat [5], [6].

Sayangnya, anak-anak berkebutuhan khusus seringkali dipandang negatif oleh masyarakat. Mereka sering mengalami penolakan, permusuhan, dan kesepian, baik dari keluarga maupun lingkungan mereka sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa pengucilan sosial sedang meningkat, yang seringkali menyulitkan orang tua untuk berinteraksi dengan orang lain dan membuat mereka memutuskan untuk menyembunyikan penyakit anak mereka. Kondisi serupa juga terjadi di Desa Suka Rahmat, di mana stigma sosial dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Salah satu kesulitan yang dihadapi orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak berkebutuhan khusus adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman di antara orang tua atau keluarga. Padahal, pemahaman ini sangat krusial untuk mengetahui situasi dan cara yang tepat dalam memperlakukan anak berkebutuhan khusus. Kurangnya kesadaran di pihak orang tua juga dapat menimbulkan sejumlah masalah baru; orang tua sering mengalami stres saat merawat anak berkebutuhan khusus. Bagi orang tua yang belum memiliki pengetahuan mengenai cara menangani anak-anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat memberikan dampak besar pada perkembangan anak, seperti keterlambatan orang tua dalam menyadari adanya hambatan perkembangan pada anak, pola pengasuhan yang tidak tepat, serta kurangnya rangsangan untuk perkembangan anak. Selain mempengaruhi anak, hal ini juga berdampak besar pada emosi, rasa percaya diri, dan penerimaan dari orang tua itu sendiri. Kehadiran orang tua dan keluarga sangat penting dalam mendukung anak dengan kebutuhan khusus dan mencakup beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, orang tua harus menerima kondisi anak yang memiliki kekhususan tersebut dan melaksanakan tugasnya dalam merawat serta mendidik anak dengan penuh kesabaran dan perhatian yang tinggi. Selain itu, keluarga juga perlu mencari informasi tentang anak berkebutuhan khusus dan membawanya berkenalan dengan lingkungan sekitar agar dapat melatih kemampuan sosialisasi anak.

Studi sebelumnya menyoroti bahwa keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus menghadapi beban tambahan berupa tuntutan waktu, sumber daya emosional, dan finansial, namun di sisi lain juga memperoleh imbalan berupa pertumbuhan pribadi dan spiritual [4]–[6]. Lebih jauh lagi, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan orang tua yang tidak memadai menyebabkan terlambatnya identifikasi keterlambatan perkembangan, terbentuknya gaya pengasuhan yang tidak tepat, dan rendahnya tingkat stimulasi bagi anak, yang semuanya berdampak pada pertumbuhan sosial, emosional, dan akademis mereka. Pemahaman orang tua dan keluarga yang kurang mengenai anak dengan kebutuhan khusus menjadi salah satu masalah yang dihadapi orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak-anak itu. Maka dari itu pemerintahan Desa suka rahmat yang dipimpin oleh Ibu Hasnawati menggalakkan program Parenting kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, ataupun yang terhambat pertumbuhannya melalui penyuluhan-penyuluhan yang menggandeng kader PKK atau pun posyandu, sekolah PAUD disekitar sebagai mitra guna memantau atau mengamati melalui data dan juga dengan puskesmas pembantu setempat. Program pengasuhan anak menawarkan berbagai keuntungan bagi orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Tujuan program ini adalah untuk membekali orang tua dengan pengetahuan, dorongan, dan keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membesarkan dan merawat anak-anak mereka. Orang tua akan mampu memberikan kekuatan dan dukungan kepada anak-anak mereka dengan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan program ini. Hal ini menjamin bahwa anak yang memiliki kebutuhan khusus mendapatkan hak yang setara dengan anak-anak lainnya.

Kasus ini menunjukkan bahwa orang tua belum cukup memahami cara merawat anak berkebutuhan khusus. Padahal, orang tua sangat penting dalam memberikan dukungan emosional, mendorong pertumbuhan, dan menerima mereka sepenuhnya. Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Desa Suka Rahmat bekerja sama dengan kader PKK, Puskesmas, Posyandu, dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk memulai program pengasuhan anak. Program ini tidak hanya memberikan informasi kepada orang tua, tetapi juga mengajarkan mereka cara membantu anak-anak mereka agar memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya.

Metode

Metode penelitian yang digunakan Adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif Penelitian program parenting bagi orang tua dalam meningkatkan penerimaan dan keterampilan orang tua terhadap penanganan anak berkebutuhan khusus. Menurut Sugiyono [7] penelitian kualitatif adalah metode penelitan yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dan peneliti sendiri sebagai instrument kuncinya. Sedangkan menurut Ibrahim [8] mengatakan bahwa pendekatan kualitatif merupakan cara kerja penelitian yang menekankan pada pendalaman data untuk mendapatkan kualitas dari penelitan yang dilakukan. Tujuan penelitian kualitatif yaitu untuk menemukan jawaban terhadap suatu fenomena atau pertanyaan melalui prosedur aplikasi ilmiah secara sistematis dengan menggunakan pendekatan kualitatif [9]. Lokasi penelitian adalah Desa Suka Rahmat Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutai Timur. Desa ini dipilih secara purposif karena memiliki program parenting yang berupa penyuluhan, dan bina keluarga balita yang dilaksanakan oleh pemerintah desa bekerjasama dengan kader PKK, Posyandu, sekolah PAUD, dan tenaga kesehatan. Selain itu keberadaan anak berkebutuhan khusus di desa ini telah teridentifikasi melalui data dari puskemas kecamatan dan kegiatan skrining yang lokal, dan skrining yang dilakukan disekolah-sekolah PAUD, menjadikan lokasi yang relevan untuk studi mengenai penerimaan dan pengasuhan anak berkebutuhan anak. Kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan berdomisili di Desa Suka Rahmat, dengan jumlah lima orang yang dipilih secara purposif sesuai keterwakilan variasi kondisi anak dan pengalaman pengasuhan. Wawancara mendalam, yang berlangsung rata-rata 45–60 menit, menggunakan panduan yang berisi pertanyaan-pertanyaan penting mengenai esensi penerimaan, pengalaman dalam program pengasuhan anak, dan keterampilan yang baru diperoleh pascaintervensi. Untuk memastikan validitas data, triangulasi dilakukan melalui tiga metode: triangulasi sumber (membandingkan data orang tua dengan informasi dari kader PKK, tenaga kesehatan, dan guru PAUD), triangulasi teknis (mengintegrasikan hasil wawancara, observasi partisipan, dan dokumentasi), dan triangulasi waktu (mengumpulkan data pada berbagai kesempatan untuk menjamin konsistensi informasi).

Menurut Widoyoko [10] sumber data adalah subjek dari mana data yang diperoleh. Sumber data primer yang digunakan yaitu wawancara yang diperoleh dari orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus baik yang mengetahui sejak awal ataupun yang belum mengetahui. Sedangkan untuk sumber data skunder didapat dari catatan petugas kesehatan kecamatan Teluk Pandan, kader PKK dan Posyandu serta beberapa tenaga pendidik PAUD. Sesuai dengan pendapat Sugiyono [11], validitas data merujuk pada sejauh mana data yang diperoleh dari subjek penelitian sejalan dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif, data dikumpulkan dari berbagai tempat dengan menggunakan berbagai cara, yang dilakukan terus-menerus sampai data menjadi jenuh. Menurut Nasution [12], analisis adalah tugas yang menantang dan memerlukan usaha yang tidak sedikit. Menganalisis data memerlukan kreativitas dan kemampuan berpikir yang baik. Sementara itu, Susan Stainback menyatakan bahwa analisis data adalah bagian penting dalam proses penelitian kualitatif. Analisis Dilakukan untuk memahami hubungan dan gagasan dalam data agar hipotesis bisa dikembangkan dan dievaluasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Interaktif atau Model Miles dan Huberman [13], yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan Kesimpulan atau verifikasi.

Hasil dan Pembahasan

A.Deskripsi Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Desa Suka rahmat, berjumlah 5 orang. Partisipan dipilih dengan menggunakan cara Purposive sampling (dalam penelitian) yang mana peneliti secara sengaja memilih partisipan berdasarkan keterlibatan langsung dan memiliki pengalaman, serta bersedia berbagi pengalaman dan pandangan mereka. Partisipan pendukung penting lainnya Kepala Desa Suka Rahmat, Tenaga Pusat kessehatan Masyarakat dan Kader PKK.

Nama (Inisial) Usia Orang tua (tahun) Pekerjaan Jenis Kebutuhan Anak Alamat
Ibu MR 32 IRT Disleksia Jln. Poros bontang sangatta, RT.03
Ibu KZ 28 Karyawan Toko Tunagrahita (penurunan penglihatan ringan) Jln. Poros bontang sangatta, RT.03
Ibu RS 34 Staf UPT GDD (global developmental delay) Loktuan Bontang Barat
Ibu NA 42 Staf Desa Hambatan intelektual Jln. Poros bontang sangatta, RT.02
Ibu AD 36 Wirausaha Conduct disorder Jln. Poros bontang sangatta, RT.02
Table 1. Partisipan Penelitian

Untuk memantau dan mengindentifikasi anak berkebutuhan khusus di Desa SukaRahmat, perlu dilakukan surveilans/penanganan faktor risiko (penyakit, gizi, perilaku, dan lingkungan) secara efiesien dan efektif dengan upaya mendekatkan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat desa yang berkerjasama dengan posyandu desa, kader pkk dan mitra sekolah. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu memantau dan mengamati tumbuh kembang anak, seperti melaporkan jika anak ada anak usia 15 bulan belum bisa berdiri (kemungkinan terlambat perkembangan) dan melaporkan jika ada anak usia 30 bulan belum bisa berkomunnikasi dengan benar, sibuk bermain sendiri, tidak mau menatap orang lain (kemungkinan autisme), kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk deteksi dini tumbuh kembang anak.

B.Hasil Penelitian Penerimaan Orangtua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ke lima informan memiliki penerimaan diri yang bervariasi atau berbeda dalam menerima dan menghadapi anak berkebutuhan khusus umumnya informan memiliki penerimaan yang positif. Wawancara dengan informan Ibu MR mengungkapkan adanya penerimaan setelah mengikuti program parenting yang diadakan Desa yang bermitra dengan sekolah terdekat dan mendapatkan informasi dari orang tua lain yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

“Saya awalnya merasa anak saya sama seperti dengan anak yang lainnya, normal dari pertumbuhan badan dan sosial, anak saya terlihat biasa saja tidak ada yang berbeda. Tetapi setelah mengikuti program parenting dan penyuluhan tumbuh kembang anak seperti skrining pada anak, adanya diagnosa keterlambatan dalam perkembangan akademik khususnya pengenalan huruf dan dianjurkan untuk melakukan pengecakan mendalam terhadap anak saya itu masih saya abaikan karena saya masih merasa belum perlu, bahkan saya mencari guru les saja, tetapi tidak ada perubahan pada anak saya. Akhirnya saya bertekad melakukan pemeriksaan, karena saya merasa kok, ada yang kurang dari anak saya, teman-temanya sudah bisa membaca kok dia belum, padahal saya sudah melakukan berbagai cara pembelajaran, setelah melakukan pemeriksaan ketahuan itu bu penyebabnya, ternyata disebabkan oleh permasalahan keluarga yang menyebabkan adanya trauma, nah setelah itu disarankan untuk menghindari beberapa hal selama 3 bulan, alhamdulillah perkembangan akademiknya meningkat bu, saya sampai nangis dan menceritakan ke gurunya perjuangan saya”.

Penjelasan teori Kubler-Ross menjelaskan kepada peneliti bagaimana memahami pengalaman yang dijelaskan oleh ibu MR. Pada awalnya, orang tua yang biasanya mengalami penyangkalan juga penolakan, namun dengan kehadiram dari program pengasuhan anak yang mengajarkan dan menyediakan dukungan sosial. Maka, orang tua berpindah ke proses menerima dan turut serta mengadaptasi metode tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa informasi maupun dukungan yang tepat dari para masyarakat sangat berarti untuk mempercepat proses penerimaan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Selanjutnya wawancara dengan Informan Ibu AD memiliki penerimaan diri yang positif karena Informan ibu AD, hanya saja ibu AD belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai kekurangan pada anaknya.

“Setelah saya mengikuti program parenting, diskusi dan mendapatkan informasi mengenai kondisi anak saya, dan menyarankan saya untuk melakukan konsultasi ke ahlinya, tanpa buang waktu saya langsung melaksanakan, alhamdulillah anak saya memang harus di terapi kurang lebuh satu tahun dan banyak perubahan yang didapatkan”

Situasi dengan Ibu AD menunjukkan bagaimana kurangnya informasi sejak dini dapat mempersulit orang tua untuk menerima. Namun, orang tua dapat berubah dari kebingungan menjadi lebih menerima melalui program seperti kelas parenting. Hal ini sejalan dengan gagasan dukungan informasi dalam teori dukungan sosial, yang menyatakan bahwa akses terhadap informasi dan bantuan profesional penting untuk membantu orang tua menghadapi anak berkebutuhan khusus. Hal ini terutama berlaku untuk Ibu KZ, yang merupakan informan. Masalah penglihatan anaknya disebabkan oleh penanganan dini.

“Alhamdulillah bu, melalui program parenting dan adanya skriining saya jadi tahu bahwa dari pengobatan yang djalani bisa menyebabkan penurunan penglihatan, dan tentunya hasil ini akan saya ajukan langsung ke dokter yang menangani anak saya”

“Pengalaman Ibu KZ menunjukkan bagaimana program parenting berfungsi sebagai media health literacy, yaitu meningkatkan pemahaman orang tua terhadap dampak medis dari tindakan pengobatan. Menurut teori literasi kesehatan, peningkatan pengetahuan ini tidak hanya memperkuat kemampuan pengambilan keputusan, tetapi juga mendorong orang tua untuk lebih proaktif dalam menjalin komunikasi dengan tenaga kesehatan guna memastikan intervensi yang tepat bagi anak.Senada dengan Informan ibu RS yang setelah mengetahui gangguan yang dialami oleh anaknya menerima kondisi dan berupaya melakukan kegiatan yang mendukung perubahan tumbuh kembang anaknya agar jauh lebih baik walaupun menerima kondisi anaknya.

“Saat ini saya cukup sedih, kenapa itu terjadi pada saya, andai saya tau, saya akan menjaga pola makan saya saat hamil”. Tapi setelah mengikuti program parenting dan komunitas saya semakin kuat, bahwa saya tidak sendiri, yang biasanya setiap malam anak saya tantrum hingga membenturkan kepalanya ke tembok, tugas saya mendampingi anak saya dan berusaha memberikan yang saya bisa walaupun saat ini terkendala dengan keadaan saya yang sedang bekerja”

Kisah Ibu RS menunjukkan bagaimana dukungan sosial dapat membantu orang tua beralih dari rasa syukur menjadi penerimaan. Hal ini sejalan dengan teori ketahanan keluarga, yang menyatakan bahwa pengasuhan anak dan program komunitas merupakan alat penting untuk manajemen stres, yang memungkinkan orang tua untuk beradaptasi sekaligus memberikan stimulasi yang konstruktif bagi pertumbuhan anak mereka. Meskipun Ibu NA, seorang informan, tidak setuju dengan hasil skrining atau asesmen dari sekolah anaknya, beliau berusaha untuk bersikap jujur dan mempertimbangkan keadaan anaknya.

“Iya bu, biarkan saja saya les kan aja nanti”

Kasus Ibu NA menggambarkan jenis penerimaan parsial, yang ditandai dengan penerimaan yang dibarengi dengan strategi penyesuaian dasar, dan kurangnya pemahaman yang komprehensif tentang kebutuhan anak. Teori adaptasi keluarga menyatakan bahwa kondisi ini sering terjadi ketika orang tua berada di fase awal proses penerimaan; Oleh karena itu, dukungan berkelanjutan dari program pengasuhan anak sangat penting untuk memfasilitasi transisi orang tua ke fase adaptasi yang lebih konstruktif. Wawancara menunjukkan bahwa orang tua memiliki tingkat penerimaan yang sangat berbeda terhadap anak berkebutuhan khusus. Keterlibatan dan dukungan aktif orang tua dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Demikian pula, keluarga besar dan masyarakat di sekitar mereka seharusnya dapat membantu dan memperhatikan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Bermacam - macam bentuk penerimaan yang tampak meliputi:

1.Kejujuran: Orang tua tahu bahwa kondisi anak mereka bukanlah sesuatu yang perlu dipermalukan, melainkan anugerah.

2.Kesabaran: ditunjukkan dengan menjadi orang tua yang terus berjuang bahkan ketika keadaan menjadi sulit.

3.Perhatian: Orang tua lebih banyak melakukan kegiatan bersama anak-anak mereka dan memberi mereka kegiatan yang membantu mereka berkembang.

4.Upaya terapi: Beberapa orang tua secara aktif mencari terapi dan berkonsultasi dengan profesional dan dokter yang berspesialisasi dalam perawatan berkelanjutan.

C.Peningkatan keterampilan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus

Program parenting dapat diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, alat dan meningkatkan keterampilan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dalam aspek sosial, emosional maupun akademik. Melalui program parenting yang berkerjasama dengan puskesmas kecamatan melalui skrining rutin, seminar, dan penyuluhan, orang tua dapat mengetahui perkembangan anak, dan deteksi dini anak, memahami nutrisi yang tepat, mengambil tindakan , yang tepat bagi anak dan secara umum masyarakat dapat menerima Anak berkebutuhan khusus, tanpa memandang sebelah mata, bahkan dapat menguatkan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, serta dukungan dari tenaga profesional orang tua tidak lagi merasa sendirian. Terlihat adanya peningkatan keterampilan pada partisipan setelah mengikuti program parenting, diantaranya:

1.Kemampuan skrining mandiri dengan menggunakan KPSP anak yang bisa didapat dari tenaga kesehatan, ataupun kader posyandu.

2.Pemahaman tentang jenis-jenis anak berkebutuhan khusus, yang mana pada awalnya orang tua belum mengetahui secara lebih jelas.

3.Keterampilan dalam mengenai pemberian nutrisi, stimulasi sosial, dan lingkungan belajar yang mendukung tumbuh kembang anak.

Berikut tabel hasil perubahan sikap dan tindakan:

Partisipan Sikap Sebelum Sikap Setelah Tindakan Baru Keterampilan yang Meningkat
Ibu MR Merasa anak normal, menolak diagnosis Menerima kondisi anak, memahami gejala Skrining ulang, konsultasi medis Deteksi dini & strategi belajar
Ibu AD Minim informasi, bingung Terbuka dan aktif mencari terapi Terapi lanjutan dan rutin Pemilihan intervensi & respons emosional
Ibu RS Sedih dan merasa bersalah Sabar, aktif di komunitas ABK Bergabung komunitas parenting Pengelolaan emosi & sosial anak
Ibu KZ Tidak sadar efek obat Menyadari hubungan dengan penglihatan anak Konsultasi ulang dengan dokter Pengetahuan medis & intervensi tumbuh kembang
Ibu NA Menolak asesmen, tetap pada metode lama Mulai bertanya dan mencoba pendekatan baru Stimulasi tumbuh kembang Kesadaran pola pengasuhan & komunikasi
Table 2. Hasil Perubahan Sikap dan Tindakan

Pada pelaksanaan program parenting, peneliti mengamati perubahan cara orang tua dalam cara pikir, dan juga tindak nyata dalam mengasuh anak berkebutuhan kebutuhan khusus sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini, seperti orang tua menjadi lebih cermat, penuh kasih sayang dan berdasarkan sesuai dengan ilmu. Berikut tabel perubahan pengasuhan sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan parenting: Perubahan sikap dan keterampilan ini sejalan dengan prinsip pendidikan inklusif yang menekankan partisipasi aktif semua anak tanpa diskriminasi, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam program parenting juga merefleksikan konsep pendidikan sepanjang hayat (lifelong learning), di mana orang tua terus belajar dan beradaptasi dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus. Hal ini memperlihatkan bahwa parenting program bukan sekadar intervensi keluarga, tetapi juga bagian integral dari strategi pendidikan nasional yang mendorong terciptanya lingkungan belajar yang inklusif dan berkelanjutan. Hasil tersebut juga dapat dilihat melalui diagram alur berikut ini:

Figure 1. Diagram Alur Perubahan Sikap Orang tua Peserta Program Parenting

Aspek Sebelum Parenting Sesudah Parenting
Pemahaman Tentang ABK Minim, cenderung denial Mendalam dan terbuka terhadap kondisi anak
Teknik Pengasuhan Umum dan instingtif Spesifik sesuai kebutuhan anak
Sikap Emosional Bingung, frustrasi, menolak Sabar, percaya diri, menerima
Deteksi Tumbuh Kembang Terlambat, tidak sadar Lebih dini dan aktif melakukan skrining
Akses Terapi & Pendampingan Jarang atau tidak tahu Terarah dan berbasis kolaborasi
Dukungan Sosial Merasa sendiri Terlibat dalam komunitas orang tua ABK
Table 3. Perubahan Pengasuhan Sebelum dan Sesudah Mengikuti Kegiatan Parenting

Berdasarkan data dari hasil wawancara dari berbagai partisipan dan berdasarkan observasi lapangan ditemukan sejumlah faktor yang berperan dalam keberhasilan maupun faktor penghambat keberhasilan program parenting bagi orang tua dalam penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus. Identifikasi faktor-faktor ini sangat penting sebagai bahan evaluasi dan pengembangan program parenting agar hasil dan pelaksanaannya lebih optimal.

Beberapa faktor yang dapat mendukung pelaksanaan program parenting di Desa Suka Rahmat antara lain:

1.Komitmen pemerintah Desa

a.Kepala Desa Sukarahmat, Ibu Hasnawati, menunjukkan kepemimpinan aktif dalam mendukung program parenting.

b.Kerjasama dengan PKK, Posyandu, sekolah PAUD, dan puskesmas menjadikan program ini lintas sektor dan berkelanjutan.

2.Keterlibatan Kader dan Masyarakat.

a.Kader PKK, dan Posyandu berperan sebagai penggerak lokal dalam melakukan penyuluhan, skrining dan pemantauan tumbuh kembang anak.

b.Kebersamaan dan nilai kekeluargaan masyarakat Sukarahmat ikut menciptakan kondisi sosial yang kondusif.

3.Kegiatan skrining yang terjadwal

a.Pendekatan melalui nilai-nilai keikhlasan, kesabaran, dan syukur memberikan dimensi emosional yang menenangkan orang tua.

b.Pemaknaan spiritual mendorong orang tua menerima kondisi anak sebagai bagian dari amanah.

Adapun faktor yang dapat menghambat program parenting meliputi:

1.Kurangnya kesadaran dan Pengetahuan Awal Orang Tua

a.Sebagian orang tua belum memahami konsep kebutuhan khusus dan pentingnya keterlibatan awal.

b.Adanya pandangan orang tua bahwa pola asuh sepenuhnya dari mereka yang menentukan dan tidak memerlukan bantuan dari luar

c.Ketidaktahuan orang tua bahwa ada program parenting yang bisa membantu mereka untuk mendapatkan informasi lebih akurat terkait dengan penanganan anak berkebutuhan khusus.

2.Keterbatasan waktu dan rasa malu.

a.Beberapa orang tua yang berkerja, sehingga sulit untuk meluangkan waktu untuk mengikuti program parenting

b.Masih terdapat anggapan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah aib atau beban keluarga.

c.Orang tua cenderung menyembunyikan kondisi anak daripada mencari dukungan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai program parenting dalam meningkatkan penerimaan dan keterampilan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus di Desa Suka Rahmat, dapat disimpulkan bahwa Penerimaan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus menunjukkan variasi yang cukup signifikan antar individu. Sebagian besar orang tua mengalami proses adaptasi emosional yang tidak mudah, dimulai dari ketidaktahuan, penolakan, hingga akhirnya menerima kondisi anak setelah mendapatkan pemahaman yang lebih baik melalui program parenting. Program ini memberikan pengetahuan, pendampingan, dan ruang diskusi yang mampu mengubah perspektif dan emosi orang tua secara positif terhadap anak mereka, dan terdapat beraneka macam bentuk penerimaan, diantaranya Bentuk-bentuk penerimaan orang tua ada empat diantaranya menerima dengan ikhlas, menerima dengan kesabaran, menerima dengan perhatian, dan menrima dengan melakukan terapi. Program pengasuhan anak juga membantu orang tua mempelajari cara merawat anak berkebutuhan khusus dengan lebih baik. Keterampilan ini mencakup cara mengenali masalah sejak dini, cara mendorong perkembangan anak, cara menangani perasaan anak, dan cara mencegah masalah sebelum terjadi. Selain itu, kegiatan pengasuhan anak membantu orang tua merasa lebih percaya diri dan memberi mereka akses ke informasi bermanfaat, seperti terapi dan asesmen perkembangan. Program pengasuhan anak di Desa Suka Rahmat telah memberikan dampak positif bagi orang tua. Kegiatan ini membantu orang tua terhubung satu sama lain, mempelajari hal-hal baru, dan bekerja sama dengan kelompok-kelompok penting seperti puskesmas, sekolah, dan perangkat desa.

Dukungan lintas sektor, keterlibatan aktif orang tua, dan implementasi yang konsisten merupakan hal-hal penting agar program ini berhasil. Sehingga disarankan bagi orangtua agar dapat terus mengikuti kegiatan parenting secara berkelanjutan untuk memperdalam pemahaman mereka mengenai kondisi anak, serta memperluas wawasan dalam memberikan pendampingan yang tepat sesuai kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Kelas pengasuhan anak harus menjadi praktik dan strategi rutin untuk pemberdayaan masyarakat, terutama bagi keluarga dengan anak berkebutuhan khusus, menurut pemerintah desa dan lembaga pendidikan. Para profesional yang terampil di bidang tumbuh kembang anak harus membantu memfasilitasi kegiatan ini. Jumlah peserta, durasi program, dan variasi intervensi pengasuhan anak dapat diperluas dalam studi lanjutan di masa mendatang. Studi lanjutan juga diharapkan dapat mengukur dampak jangka panjang program pengasuhan anak terhadap anak, seperti bagaimana mereka berkembang secara sosial, emosional, dan akademis. Diharapkan masyarakat akan meningkatkan kesadaran sosial tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus dan membantu menciptakan suasana yang ramah dan bersahabat bagi anak. Pendidikan publik yang teratur diperlukan untuk mengurangi stigma negatif yang melekat pada anak berkebutuhan khusus. Temuan ini dapat menjadi dasar bagi kebijakan pemerintah desa yang memprioritaskan program pengasuhan anak yang dikelola secara profesional. Kebijakan ini dapat memperluas perspektif orang tua, yang juga dapat mendorong terciptanya lingkungan sosial yang lebih ramah. Penelitian di masa mendatang perlu mengukur dampak jangka panjang terhadap perkembangan sosial, emosional, dan akademik anak untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh program pengasuhan anak. Studi ini menambahkan sesuatu yang baru dengan berfokus pada kerja sama lintas sektor di tingkat desa sebagai komponen taktis dalam memperkuat program pengasuhan anak bagi anak berkebutuhan khusus.

Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu, memberi saran, dan mendukungnya selama proses penelitian ini. Ucapan terima kasih khususnya kepada kepala sekolah, orang tua, guru, dan siswa SDN Teluk Pandan atas partisipasi aktif mereka sebagai informan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan dan doa. Semoga setiap kebaikan dan dukungan yang diberikan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.

References

[1] N. G. Adriana and Zirmansyah, “Parenting program,” Jurnal AUDHI, vol. 1, no. 1, Jul. 2018.

[2] A. S. Ardianysah and E. P. Dara, Pola asuh di dalam tauhid. Yogyakarta: Orbit Indonesia, 2021.

[3] L. I. Badiah, S. Mambela, and K. Nisa, “Karakteristik dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus,” Jurnal Abadimas Adi Buana, vol. 2, no. 1, pp. 33–40, 2018, doi: 10.36456/abadimas.v2.i1.a1632.

[4] Y. Citriadin, Metode penelitian kualitatif: Suatu pendekatan dasar. UIN Mataram Repository, 2020.

[5] D. R. Desiningrum, Buku ajar: Psikologi perkembangan anak. Semarang: UPT Undip Press, 2012.

[6] D. R. Desiningrum, Psikologi anak berkebutuhan khusus. Semarang: Psikosain, 2016.

[7] M. N. Huda, “Rahasia mendidik karakter anak,” in N. Kholifah and Muhsyanur, Eds., Rahasia Mendidik Karakter Anak. Makassar: CV. Karsa Cendekia, 2021.

[8] L. J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, rev. ed. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2017.

[9] A. Moure, “Pembelajaran anak usia dini,” Ashil: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 1, no. 1, Apr. 2021.

[10] R. Nooraeni, “Pendidikan luar sekolah,” Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, vol. 13, no. 2, Oct. 2017.

[11] M. Nur Huda, “Pendidikan karakter anak,” PESHUM: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora, vol. 1, no. 1, Dec. 2021.

[12] S. G. Pudyastuti, “Sosialisasi pemikiran dan pengembangan keilmuan sosiologi pendidikan,” Jurnal Sosialisasi, vol. 10, no. 1, Mar. 2022.

[13] F. A. Safitri and F. Kurniawati, “Intervention program to increase parental acceptance of children with special needs,” Jurnal Ilmiah Psikologi, vol. 10, no. 2, pp. 1144–145, 2023.

[14] T. Santoso, Metodologi penelitian kualitatif. Petra Repository, 2022.

[15] D. Sudjana, Pendidikan luar sekolah. Bandung: Falah Production, 2010.

[16] Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.

[17] A. M. Sumargi, E. Prasetyo, and B. W. Ardelia, “Parenting styles and their impacts on child problem behaviors,” Jurnal Psikologi, vol. 19, no. 3, pp. 269–285, 2020.

[18] D. Suryana, Pendidikan anak usia dini (Teori dan praktik pembelajaran). Padang: UNP Press, 2013.

[19] N. Y. Triana and M. Andriany, “Stres dan koping keluarga di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang,” Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.

[20] S. Urohmah, “Pembinaan karakter disiplin siswa melalui pembelajaran PPKn di SDN Taktakan 1,” Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2023. [Online]. Available: https://repository.upi.edu

[21] Z. Ummi, “Parenting program,” JIMR: Journal of International Multidisciplinary Research, vol. 1, no. 1, pp. 175–183.

[22] E. P. Widoyoko, Evaluasi program pendidikan, pp. 115–145. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.

[23] A. Winda, “Konsep parenting pada anak usia dini menurut Mohammad Fauzil Adhim,” Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2022.