Login
Section Innovation in Education

Fernald Method in Differentiated Learning for Early Reading of Science Texts

Metode Fernald dalam Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Membaca Awal Teks Sains
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Ismayanti S (1), Pujaningsih (2)

(1) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
(2) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

Abstract:

General Background: Inclusive education in Indonesia has been mandated through national regulations, yet its implementation faces challenges, particularly in addressing reading difficulties among students with learning disabilities. Specific Background: Reading is the foundation of all learning, but many seventh-grade students at SMP Negeri 6 Sangatta Utara still struggle with basic reading skills, limiting their comprehension of science texts. Knowledge Gap: While the Fernald multisensory method has shown effectiveness internationally, limited studies in Indonesia have explored its application in science learning contexts for middle school students with reading difficulties. Aims: This study investigates the effectiveness of the Fernald method, integrated within differentiated instruction, in improving early reading skills of students with learning disabilities. Results: Conducted through Classroom Action Research in two cycles, the intervention revealed significant improvement: students’ scores increased from 20–40% in the pre-test to 90–100% in the post-test, alongside higher participation and confidence levels. Novelty: This research demonstrates the contextualized application of the Fernald method for science literacy at the junior high school level in Indonesia, emphasizing differentiated multisensory strategies. Implications: The findings suggest that Fernald’s method can serve as an effective alternative for inclusive classrooms, supporting teachers in fostering literacy, motivation, and engagement among diverse learners.
Highlight :




  • The Fernald Method is effective in improving early reading skills.




  • A multisensory approach supports mastery of letters and words.




  • Student participation and motivation increase in learning.




Keywords : Inclusive Education, Reading Difficulties, Fernald Method, Differentiated Learning, Multisensory

Downloads

Download data is not yet available.

PENDAHULUAN

Pendidikan inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang memberikan kesempatan belajar yang sama kepada semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, kebijakan ini telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas dan Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Meskipun regulasi ini telah berlaku lebih dari satu dekade, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam kesiapan guru, sarana prasarana, serta penerapan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa [1], [2]. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi dalam praktik pendidikan inklusif adalah kesulitan membaca yang dialami siswa. Kesulitan belajar membaca bukan berarti peserta didik tidak cerdas, melainkan mereka mengalami hambatan dalam menerima, memproses, atau mengekspresikan informasi tertulis secara optimal [3]. Hambatan ini berdampak serius pada pencapaian akademik karena keterampilan membaca merupakan fondasi bagi penguasaan semua mata pelajaran [4], [5]. Siswa yang tidak menguasai keterampilan membaca permulaan dengan baik akan kesulitan memahami teks pelajaran, termasuk mata pelajaran sains yang sarat istilah teknis, sehingga tertinggal dibandingkan dengan teman sekelasnya [6].

Membaca permulaan merupakan tahapan awal dalam proses membaca yang menekankan pada pengenalan huruf, pengucapan fonem, serta penyusunan huruf menjadi kata bermakna [7]. Siswa seharusnya mampu mengidentifikasi simbol tertulis dan menghubungkannya dengan bunyi pada tahap ini. Namun, beberapa siswa kelas tujuh di SMP Negeri 6 Sangatta Utara belum menguasai keterampilan ini, menurut hasil observasi. Salah satu dari tiga siswa tidak mampu membentuk kata dari huruf, dan dua lainnya tergagap ketika membaca kata-kata yang panjang. Metode pengajaran tradisional seperti membacakan kepada siswa, mengulang fonem, dan berlatih menyalin kata belum membuahkan hasil yang berarti. Kondisi ini menegaskan perlunya strategi pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Dalam konteks pembelajaran abad 21, guru dituntut untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang menyesuaikan strategi, konten, maupun produk pembelajaran dengan kebutuhan, minat, serta gaya belajar siswa. Melalui pendekatan ini, peserta didik yang mengalami kesulitan membaca dapat memperoleh intervensi sesuai profil belajarnya. Dalam banyak hal, Metode Fernald dianggap sebagai pendekatan yang efektif untuk mengajar anak-anak membaca.

Kami mengamati bahwa beberapa siswa kelas tujuh di SMP Negeri 6 Sangatta Utara masih kesulitan membaca kata-kata sederhana dengan lancar. Strategi pengajaran tradisional seperti menyalin kata, mengulang fonem, dan membacakan dengan lantang kepada siswa belum membuahkan hasil yang signifikan.Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya menemukan cara-cara baru bagi siswa untuk belajar yang didasarkan pada kebutuhan mereka. Pembelajaran yang berdiferensiasi merupakan cara yang baik untuk mengajar di abad ke-21 karena memungkinkan guru mengubah konten, proses, dan produk pembelajaran agar sesuai dengan gaya belajar setiap siswa. Metode Fernald, yang didasarkan pada prinsip VAKT (Visual, Auditory, Kinesthetic, Tactile) yang menggunakan kelima indera, dianggap efektif bagi orang-orang yang mengalami kesulitan membaca. Siswa tidak hanya melihat dan mendengar kata-kata, tetapi mereka juga menelusuri huruf dengan tangan dan tubuh mereka, yang membuat pengalaman belajar lebih lengkap [8]. Penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas metode ini dalam membantu anak berkesulitan membaca [9], [10]. Namun, belum banyak penelitian di Indonesia yang mengkaji penerapan metode Fernald pada konteks teks sains tingkat SMP. Dengan demikian, penelitian ini berfokus pada penerapan metode Fernald dalam pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kesulitan belajar kelas VII pada teks IPA di SMP Negeri 6 Sangatta Utara.

METODE

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research dengan model Kemmis dan McTaggart yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, yang dilakukan secara siklikal dalam dua siklus. PTK dipilih karena bersifat aplikatif, memungkinkan guru untuk memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung di kelas, serta menganalisis dan menemukan solusi terhadap permasalahan belajar siswa, khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui metode Fernald. Selain itu, PTK juga mendorong guru untuk melakukan evaluasi berkelanjutan agar strategi pembelajaran lebih efektif [11], [12].

Figure 1. Model Kemmis dan McTaggart Sebagai Desain PTK dengan Metode Fernald

Prosedur penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan McTaggart yang dilaksanakan dalam dua siklus dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, peneliti menyiapkan perangkat pembelajaran berbasis metode Fernald dengan pendekatan multisensori (visual, auditori, kinestetik, taktil), instrumen tes, observasi, dan dokumentasi. Pengenalan kata multisensori, menulis sambil mengucapkan kata, dan latihan membaca mandiri digunakan untuk melaksanakan intervensi. Refleksi digunakan untuk memberikan hasil dan meningkatkan strategi pada siklus berikutnya, sementara observasi difokuskan pada respons, partisipasi, dan perkembangan membaca siswa. Tiga siswa kelas tujuh yang mengalami kesulitan membaca di SMP Negeri 6 Sangatta Utara menjadi subjek penelitian. Tes pra-pasca, dokumentasi, dan observasi digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen tes berupa daftar 10 kata bermakna terkait materi IPA (misalnya: bumi, venus, mars, matahari, jupiter) yang harus dibaca siswa untuk mengukur kemampuan mengenali huruf, melafalkan suku kata, dan menyusun kata. Indikator observasi partisipasi siswa mencakup keterlibatan dalam menirukan guru, keberanian membaca di depan kelas, kemandirian dalam menulis kata, serta konsistensi mengikuti instruksi. Analisis data dilakukan secara kuantitatif menggunakan rumus persentase peningkatan kemampuan membaca menurut Purwanto [13] serta secara kualitatif melalui deskripsi hasil observasi [14]. Kriteria keberhasilan ditetapkan berdasarkan prinsip mastery learning, yakni apabila kemampuan membaca permulaan siswa mencapai minimal 80% [15].

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

1.1 Deskripsi Pra Tindakan Kemampuan Awal Membaca Permulaan

Sebelum tindakan dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan tes awal untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan siswa yang mengalami kesulitan belajar di kelas VII SMP Negeri 6 Sangatta Utara. Tes pra tindakan ini dilaksanakan pada hari Senin, 21 April 2025 di ruang pertemuan sekolah. Instrumen yang digunakan berupa tes membaca dengan sepuluh butir soal yang berisi kata-kata bermakna terkait materi IPA tentang tata surya, seperti nama-nama planet dan istilah sederhana yang relevan dengan pembelajaran. Hasil dari tes pra tindakan ini memberikan gambaran awal mengenai tingkat keterampilan membaca siswa dengan kesulitan belajar. Melalui tes ini, peneliti dapat mengidentifikasi kemampuan mereka dalam mengenali huruf, merangkai suku kata menjadi kata, serta melafalkan kata dengan benar. Data pra tindakan tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk menentukan strategi penerapan metode Fernald, sehingga intervensi yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa.

No. Subjek Total Skor Soal Total Skor yang Diperoleh Persentase Kategori
1. ASM 20 4 20% Kurang
2. AR 20 6 30% Kurang
3. AS 20 8 40% Cukup
Table 1. Skor Pra Tindakan Kemampuan Awal Membaca Permulaan Siswa Kesulitan Belajar

Berdasarkan hasil tes pra tindakan kemampuan membaca permulaan siswa dengan kesulitan belajar, diperoleh gambaran awal mengenai tingkat keterampilan membaca masing-masing subjek. Tiga siswa yang menjadi fokus penelitian menunjukkan kemampuan yang berbeda-beda, namun semuanya masih berada di bawah kriteria keberhasilan tindakan yang ditentukan sebesar 80%. Subjek ASM dikategorikan buruk setelah menerima skor 4 dari 20 pertanyaan, atau 20%. Dengan skor 6, atau 30%, subjek AR masuk dalam kategori buruk. Di sisi lain, partisipan AS menerima skor 8 atau 40% dan masuk dalam kategori cukup. Temuan ini menunjukkan bahwa mereka masih memerlukan intervensi khusus karena kemampuan membaca awal mereka yang rendah. Lebih spesifik lagi, ASM menunjukkan kinerja yang baik ketika membaca kata-kata sederhana dengan pola kvkv saja, seperti kata earth. Namun, ketika harus membaca kata yang lebih panjang seperti matahari dan venus, ASM membutuhkan bantuan verbal. Bahkan, untuk kata dengan pola kvkv yang berulang maupun kata yang lebih panjang, ASM masih mengalami kesulitan. Hal ini menandakan bahwa kemampuan ASM masih sangat terbatas pada kata pendek dengan struktur sederhana. Subjek AR memiliki kemampuan yang sedikit lebih baik dibandingkan ASM. Ia sudah mampu membaca kata sederhana seperti bumi dan venus dengan benar tanpa bantuan, serta dapat membaca kata seperti matahari dan jupiter dengan bantuan verbal. Namun, kelancaran membaca belum sepenuhnya tercapai karena AR masih kesulitan mengucapkan kata-kata panjang. Berdasarkan kondisi ini, AR masih membutuhkan metode pembelajaran yang akan membantunya meningkatkan kemampuan membaca kata-kata panjangnya secara progresif. Subjek AS, sementara itu, mengungguli kedua temannya. Dengan dukungan verbal, AS mampu membaca "Matahari" dan "Uranus" serta berhasil membaca kata-kata "Venus", "Bumi", dan "Mars" sendiri. Namun, sama halnya dengan subjek lain, AS masih mengalami hambatan ketika membaca kata yang panjang. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa meskipun AS memiliki kemampuan membaca yang lebih tinggi dibanding ASM dan AR, ketiganya tetap memerlukan intervensi untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan mereka. Oleh karena itu, metode Fernald dipilih sebagai alternatif solusi karena mengandalkan pendekatan multisensori yang diharapkan dapat membantu siswa dalam mengenali, memahami, dan melafalkan kata dengan lebih baik.

1.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus 1

Pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan dalam tiga pertemuan dengan tema Tata Surya. Tahap perencanaan dilakukan pada 21 April 2025 melalui diskusi dengan wali kelas dan guru IPA untuk menyusun strategi, menyiapkan media (kartu kata, gambar planet), serta instrumen penelitian (lembar observasi dan soal post-test). Pertemuan pertama dilaksanakan 28 April 2025 dengan fokus membaca kata sederhana seperti bumi, venus, mars, matahari, dan jupiter menggunakan metode Fernald. Kegiatan pembelajaran mencakup tahap awal (salam, ice breaking, tujuan), tahap inti (penerapan multisensori: melihat, mendengar, menebalkan, menyalin, membaca ulang), serta tahap penutup (refleksi dan apresiasi). Pertemuan kedua pada 30 April 2025 membahas kata baru seperti saturnus, uranus, neptunus, merkurius, dan satelit dengan pola yang lebih kompleks, menggunakan langkah pembelajaran yang sama. Guru tetap memberikan motivasi dan apresiasi atas partisipasi siswa. Untuk membandingkan hasil dengan hasil pra-tes, tes pasca-tes diberikan pada pertemuan ketiga pada tanggal 5 Mei 2025. Dalam lingkungan belajar yang terdiferensiasi, siswa dengan disabilitas belajar mengikuti tes membaca bersama tutor mereka, sementara siswa reguler menyelesaikan proyek tentang tata surya.

Secara keseluruhan, observasi menunjukkan bahwa siswa dengan disabilitas belajar berpartisipasi aktif dalam metode Fernald. Mereka lebih termotivasi saat menggunakan media visual dan kinestetik, meskipun masih ditemui kesulitan membaca kata panjang. Data observasi dari siklus I ini menjadi dasar untuk refleksi dan perbaikan pada siklus berikutnya.

Observasi Tindakan Total Skor Skor yang diperoleh Persentase
Observasi Pertemuan ke-1 60 58 97%
Observasi Pertemuan ke-2 60 60 100%
Rata-Rata 99%
Table 2. Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran Membaca Permulaan Dengan Metode Fernald

Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan metode Fernald berjalan sangat baik dan sesuai prosedur. Pada pertemuan pertama, skor observasi mencapai 58 dari total 60 atau 97%, sedangkan pada pertemuan kedua meningkat menjadi 60 dari 60 atau 100%, sehingga rata-rata capaian observasi sebesar 99%. Guru telah melaksanakan seluruh tahapan pembelajaran mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup dengan optimal. Guru memberikan pertanyaan pemantik, menjelaskan tujuan pembelajaran, memperkenalkan media, serta membimbing siswa secara rinci melalui langkah-langkah metode Fernald. Meskipun demikian, pada bagian penutup masih terdapat kekurangan, yaitu guru belum konsisten memberikan motivasi tentang pentingnya membaca kepada siswa. Temuan ini menjadi catatan reflektif untuk perbaikan pada siklus berikutnya agar aspek motivasi lebih ditekankan.

Subjek Skor yang diperoleh (%)
Pertemuan Ke-1 Pertemuan Ke-2 Rata-rata
ASM 80% 85% 84%
AR 80% 86% 85%
AS 85% 87% 89%
Table 3. Hasil Observasi Partisipasi Siswa Selama Proses Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Metode Fernald Siklus I

Hasil observasi partisipasi siswa selama penerapan metode Fernald pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan keterlibatan ketiga subjek penelitian. Rata-rata partisipasi ASM mencapai 84%, AR sebesar 85%, dan AS tertinggi dengan 89%. Secara keseluruhan, para siswa mampu mengikuti pelajaran dari awal hingga akhir dan berinteraksi satu sama lain dengan cukup baik. Subjek ASM mampu mengikuti arahan guru, tetapi mereka masih membutuhkan banyak bantuan dari gambar dan kata-kata. Ia biasanya pendiam, kurang percaya diri, dan ragu-ragu ketika diminta melakukan sesuatu, tetapi ia tetap bersedia membantu dan bersemangat belajar. Subjek AR lebih aktif dan percaya diri, meskipun ia kesulitan artikulasi, terutama dengan huruf "R" karena ia cadel. Namun AR tetap banyak membaca dan menulis. Di saat yang sama, subjek AS tampak paling mandiri, aktif, dan bersemangat. Ia cepat memahami apa yang diperintahkan, berpartisipasi dalam diskusi, dan menyelesaikan tugasnya dengan sedikit bantuan, menjadikannya panutan yang baik bagi teman-teman sekelasnya. Jadi, penggunaan metode Fernald tidak hanya melibatkan lebih banyak siswa dengan masalah belajar, tetapi juga menunjukkan bagaimana setiap siswa berbeda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk pembelajaran yang terdiferensiasi.

Tes kemampuan membaca permulaan (pasca tindakan atau post-test) siklus I dilakukan pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2025. Tes yang diberikan berupa tes membaca sebanyak 10 kata. Hasil tes pasca tindakan siklus I dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No Subjek Total Skor Soal Total Skor yang Diperoleh Presentase
1. ASM 20 11 55%
2. AR 20 16 80%
3. AS 20 18 90%
Table 4. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pasca Tindakan Siklus I pada Siswa Kesulitan Belajar

Tabel tersebut merupakan data hasil kemampuan membaca siswa kesulitan belajar setelah dilaksanakannya tindakan dengan penerapan metode Fernald. Skor yang diperoleh ASM yaitu 11 dengan persentase 55% termasuk dalam kategori cukup, Subjek yang ke dua adalah AR memperoleh skor yaitu 16 dengan persentase 80% tergolong Sangat baik. Subjek yang ketiga adalah AS memperoleh skor 18 dengan persentase 90% dan tergolong sangat baik. Namun Subjek 1 yaitu ASM belum mencapai skor 80% untuk mencapai nilai kriteria keberhasilan tindakan, sehingga tindakan dilanjutkan ke siklus II.

Berdasarkan Setelah mengamati guru selama kegiatan pembelajaran pada Siklus I, yang berlangsung sebanyak tiga kali pertemuan, terlihat jelas bahwa pengajaran membaca dini menggunakan metode Fernald berjalan lancar. Secara umum, guru mengajar sesuai rencana. Selama pembelajaran, ASM, AR, dan AS dapat belajar dengan baik. Mereka dapat berpartisipasi dan tampak lebih bersemangat untuk belajar membaca dini menggunakan metode Fernald dibandingkan sebelumnya. Jika kita perhatikan secara keseluruhan, mereka mampu melakukan apa yang diminta guru dan berperilaku baik selama kegiatan pembelajaran. Berdasarkan dari hasil penilaian keterampilan membaca awal menggunakan metode Fernald pada siswa kelas VII yang mengalami kesulitan belajar, yang dilakukan sebelum pembelajaran (tes pra) dan setelah pembelajaran (tes pasca), terlihat jelas bahwa keterampilan membaca awal siswa meningkat setelah menggunakan metode Fernald selama tiga sesi pembelajaran. Perbandingan skor tes pra dan tes pasca menunjukkan seberapa baik pembelajaran pada sesi pertama, yang mana pembelajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai skor yang memenuhi standar keberhasilan 80%.

1.3 Siklus 2

Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan dalam tiga pertemuan pada tanggal 14, 16, dan 19 Mei 2025 berdasarkan hasil refleksi dari siklus I. Perbaikan utama meliputi pendampingan lebih intensif bagi subjek ASM yang belum mencapai indikator keberhasilan, serta penambahan kosakata yang lebih kompleks untuk subjek AR dan AS. Pada tahap perencanaan, guru menyiapkan modul ajar, media berupa kartu kata dan kartu bergambar, serta instrumen observasi dan soal post-test. Istilah sederhana (Bumi, Venus, Mars, Matahari, Jupiter) untuk ASM dan istilah kompleks (Meteroid, Asteroid, Elektromagnetik, Astrofotografi, Atmosfer) untuk AR dan AS merupakan fokus utama pembelajaran pada pertemuan pertama. Sementara AR dan AS melatih pemahaman bacaan pada subjek yang lebih kompleks seperti spektroskopi dan eksoplanet, pertemuan kedua dilanjutkan dengan penambahan kata-kata sederhana (Saturnus, Uranus, Neptunus, Merkurius, Satelit) untuk ASM. Tes akhir yang terdiri dari sepuluh pertanyaan membaca kata yang mendalam tentang tata surya diberikan di akhir pertemuan ketiga untuk mengukur perkembangan kemampuan membaca awal.

Observasi menunjukkan adanya peningkatan partisipasi siswa dengan kesulitan belajar dan konsistensi guru dalam menerapkan langkah-langkah metode Fernald (visual, auditori, kinestetik, taktil). Penerapan strategi diferensiasi melalui kata-kata bertingkat kompleksitas memberikan hasil yang lebih optimal, terutama bagi AR dan AS yang sudah melampaui indikator keberhasilan, sementara ASM mendapat dukungan intensif untuk mengejar ketertinggalannya.

Observasi Tindakan Total Skor Skor Diperoleh Persentase
Observasi Pertemuan ke-1 60 60 100%
Observasi Pertemuan ke-2 60 60 100%
Rata-rata 100%
Table 5. Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Metode Fernald Siklus II

Metode Fernald menggunakan pendekatan multisensori (kinestetik, taktil, visual, dan auditif). Selama proses belajar, siswa diperhatikan dalam hal partisipasi, kemampuan untuk mengikuti instruksi, dan kemandirian. Guru juga diamati dalam konsistensi pelaksanaan tahapan metode secara keseluruhan. Berdasarkan hasil observasi, kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan sesuai prosedur. Guru berhasil menyampaikan materi secara sistematis, menggunakan media pembelajaran yang tepat, dan membimbing siswa dengan pendekatan yang sesuai kebutuhan. Guru juga menunjukkan peningkatan dalam memberikan motivasi dan umpan balik positif selama kegiatan berlangsung.

Subjek Skor diperoleh (%) Rata-Rata
Pertemuan ke- 1 Pertemuan ke- 2
ASM 90% 95% 93%
AR 92% 95% 94%
AS 95% 97% 96%
Table 6. Hasil Observasi Partisipasi Siswa Selama Proses Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Metode Fernald Siklus II

Hasil observasi partisipasi siswa pada siklus II menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan rata-rata partisipasi ASM 93%, AR 94%, dan AS 96%. ASM lebih mampu mengikuti instruksi dan menyelesaikan tugas secara mandiri berkat penggunaan metode multisensori, AR menunjukkan peningkatan kemandirian serta kepercayaan diri dalam membaca kata kompleks di depan kelas, sementara AS tetap antusias, mandiri, dan aktif berdiskusi. Secara keseluruhan, partisipasi siswa selama proses pembelajaran tergolong sangat baik karena rata-rata telah melampaui 90%, menegaskan bahwa metode Fernald efektif meningkatkan keterlibatan siswa kesulitan belajar dalam membaca permulaan. Tes kemampuan membaca permulaan (pasca tindakan atau post-test) siklus II dilakukan pada hari Senin, 19 Mei 2025. Untuk subjek ASM tes yang diberikan berupa tes membaca 10 kata yaitu kata /bumi/, /venus/, /mars/, /matahari/, /jupiter/, /saturnus/, /uranus/, /neptunus/, /merkurius/ dan /satelit/. Untuk subjek AR dan AS dites dengan 10 kata lainnya yaitu kata /meteroid/, /asteroid/, /elektromagnetik/, /atmosferik, /astrofotografi/, /Spektroskopi/, /eksoplanet/, /gravitasional/, /eksplorasi/, dan /protoplanet/.

No Subjek Total Skor Soal Total Skor Diperoleh Presentase
1. ASM 20 18 90%
2. AR 20 18 90%
3. AS 20 20 100%
Table 7. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Pasca Tindakan Siklus II pada Siswa Kesulitan Belajar dengan Metode Fernald

Tabel tersebut merupakan data hasil kemampuan membaca siswa kesulitan belajar setelah dilaksanakannya tindakan dengan penerapan metode Fernald. Skor yang diperoleh ASM yaitu 18 dengan persentase 90% termasuk dalam kategori sangat baik. Subjek AR memperoleh skor 18 dengan persentase 90% dan subjek AS memperoleh skor 20 dengan presentasi 100%. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diamati bahwa skor post-test pada ketiga subjek tersebut telah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebesar 80%. Berdasarkan refleksi Siklus II, kemampuan membaca awal siswa penyandang disabilitas belajar berhasil ditingkatkan dengan metode Fernald, yang terdiri dari lima tahap utama: visual, auditori, kinestetik, taktil, dan menyalin. Setiap peserta menunjukkan peningkatan dalam skor pasca-tes, pemahaman, dan partisipasi. Ini menunjukkan bagaimana penggunaan pendekatan multisensori secara teratur dapat membantu siswa lebih berkonsentrasi pada pengenalan huruf, pengorganisasian kata, dan pengucapan yang lebih akurat. Pada siklus II, subjek ASM, yang sebelumnya tidak memenuhi indikator keberhasilan pada siklus I, menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ini tidak terlepas dari pendekatan pendampingan ketat yang ditawarkan, serta teknik modifikasi seperti penambahan kartu pengalih perhatian dan penggunaan kartu huruf bergambar. Subjek AR dan AS, yang telah melampaui indikator siklus I, menunjukkan pertumbuhan tambahan sementara itu dengan menjadi pembaca yang lebih lancar dan percaya diri dalam matematika yang semakin sulit. Sehingga, pembelajaran pada siklus II berlangsung lebih tenang, menyenangkan, dan kondusif. Guru mampu memanfaatkan media pembelajaran dengan baik, memberikan motivasi serta umpan balik yang tepat, dan menyampaikan materi secara sistematis. Situasi kelas yang positif membuat siswa lebih percaya diri dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan membaca.

Perbandingan hasil ini, juga dapat dilihat melalui diagram berikut ini:

Figure 2. Perbandingan Hasil Penelitian

Grafik menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan ketiga siswa (ASM, AR, dan AS) dari pra-tindakan hingga siklus II setelah penerapan metode Fernald dalam pembelajaran berdiferensiasi. Pada tahap pra-tindakan, ketiga siswa masih berada jauh di bawah kriteria ketuntasan minimal 80%, dengan capaian ASM 20%, AR 30%, dan AS 40%. Setelah intervensi pada siklus I, terjadi lonjakan signifikan di mana ASM mencapai 55%, AR meningkat hingga 80%, dan AS memperoleh 90%. Hasil ini menunjukkan bahwa metode Fernald mulai memberikan dampak positif meskipun ASM belum memenuhi kriteria keberhasilan. Pada siklus II, ketiga siswa menunjukkan perkembangan yang lebih optimal, dengan ASM meningkat menjadi 90%, AR 90%, dan AS mencapai 100%. Pencapaian ini membuktikan bahwa penggunaan metode multisensori mampu membantu siswa mengenali huruf, melafalkan suku kata, hingga membaca kata bermakna dengan lebih lancar. Secara keseluruhan, grafik menegaskan efektivitas metode Fernald dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kesulitan belajar secara bertahap dan konsisten.

1.4 Uji Hipotesis Tindakan

Uji hipotesis tindakan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode Fernald untuk membantu siswa dengan disabilitas belajar meningkatkan kemampuan membaca awal mereka berhasil. Berdasarkan hasil uji pratindakan, subjek ketiga belum memenuhi persyaratan ketuntasan minimal 80%, dengan ASM memperoleh skor 20%, AR 30%, dan AS 40%. Hasil ASM 55%, AR 80%, dan AS 90% meningkat setelah siklus tindakan pertama. Meskipun demikian, penelitian berlanjut ke siklus II karena ASM belum mencapai indikator keberhasilan. Semua subjek telah melampaui kriteria ketuntasan pada siklus II, berdasarkan hasil pasca-tes, yang menunjukkan peningkatan signifikan. AS mencapai skor 100%, AR mencapai 90%, dan ASM meningkat menjadi 90%. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan metode Fernald untuk menerapkan tindakan remedial secara teratur meningkatkan kemampuan membaca awal siswa. Berdasarkan temuan ini, dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (Ha), yang menyatakan bahwa kemampuan membaca awal siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode Fernald, diterima. Di sisi lain, hipotesis nol (Ho), yang menyatakan bahwa metode Fernald tidak berpengaruh pada peningkatan kemampuan membaca awal, terbantahkan. Hasil ini mendukung efektivitas pendekatan multisensori Fernald sebagai strategi pembelajaran terdiferensiasi bagi siswa yang mengalami kesulitan akademik.

B.Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui dua siklus, penerapan metode Fernald terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa dengan kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA di kelas VII. Analisis dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dengan memperhatikan perkembangan skor pra-tindakan, pasca-tindakan, serta hasil observasi terhadap partisipasi dan keterlibatan siswa selama pembelajaran berlangsung. Sebelum dilakukan tindakan, kemampuan membaca ketiga subjek penelitian masih jauh di bawah indikator keberhasilan 80%. Hasil pra-tindakan menunjukkan ASM memperoleh skor 20%, AR 30%, dan AS 40%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam membaca kata bermakna terkait materi IPA, khususnya nama-nama planet dan komponen tata surya. Hambatan utama terletak pada penggabungan bunyi huruf menjadi kata serta pelafalan kata kompleks, yang sejalan dengan pandangan Jamaris [16] bahwa kesulitan belajar tidak selalu berkaitan dengan tingkat kecerdasan, melainkan pada hambatan dalam penerimaan, pengolahan, atau ekspresi informasi. Keterampilan membaca subjek ketiga meningkat setelah tindakan siklus I dipraktikkan. AR mendapat skor 80%, AS mendapat skor 90%, dan ASM mendapat skor 55%. Ini menunjukkan bahwa siswa mampu meningkatkan pengenalan huruf, struktur kata, dan pengucapan mereka dengan bantuan metode Fernald. Namun masih ada kekurangan, terutama pada ASM, yang terutama mengandalkan dukungan verbal dari guru. Akibatnya, pembelajaran berlanjut pada siklus II dengan peningkatan bantuan dan penggunaan media seperti kartu huruf bergambar dan kartu distraktor. Upaya ini mendukung keyakinan Mulyono [17] bahwa agar siswa memahami dasar-dasar membaca, instruksi membaca awal harus diberikan secara konsisten dan metodis.

Setiap subjek dalam siklus II mampu melampaui kriteria keberhasilan. 90% untuk ASM, 90% untuk AR, dan 100% untuk AS. Efektivitas metode Fernald, yang menekankan penggunaan pendekatan multisensori (visual, auditori, kinestetik, dan taktil), ditunjukkan oleh peningkatan ini. Dengan melibatkan berbagai indera secara bersamaan, siswa lebih mudah mengingat bentuk huruf, memahami bunyi, serta melafalkan kata secara lancar. Hal ini mendukung teori Fernald dalam Rosenberg [18] yang menegaskan bahwa pendekatan multisensori dapat memperkuat daya ingat dan membantu siswa yang kesulitan membaca. Widiamoksa dkk. [19] juga menambahkan bahwa metode ini tidak hanya membantu membaca tetapi juga mengembangkan keterampilan menulis dasar. Hasil observasi menunjukkan bahwa partisipasi siswa meningkat seiring dengan peningkatan nilai. Rata-rata partisipasi siswa berkisar antara 84% hingga 89% pada siklus I dan melampaui 90% pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa selain meningkatkan prestasi akademik, metode Fernald menginspirasi siswa untuk lebih percaya diri terhadap kemampuan belajar mereka. Siswa menunjukkan minat yang lebih besar dalam membaca kata-kata bermakna, aktif bertanya, dan berpartisipasi dalam kegiatan dengan antusiasme yang lebih besar. Temuan ini sejalan dengan penelitian Firman dkk. [20] yang menekankan bahwa metode Fernald mampu membantu siswa mengingat kata secara utuh dan meningkatkan kosakata, serta hasil penelitian Mutji [21], Claranita [22], dan Sandjaja [23] yang juga membuktikan efektivitas metode Fernald dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan, baik pada siswa reguler maupun siswa dengan hambatan intelektual.

Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, karena hanya ada tiga subjek, temuan ini tidak dapat diterapkan pada semua siswa SMP dengan disabilitas belajar. Kedua, tidak mungkin untuk menilai efek jangka panjang metode Fernald terhadap keterampilan membaca berkelanjutan karena periode implementasinya yang relatif singkat, yaitu empat minggu, yang terbagi dalam dua siklus. Ketiga, hasilnya belum tentu berlaku untuk subjek lain karena penelitian ini hanya mengamati satu kelas dan satu subjek—IPA kelas VII A tentang tata surya. Pemanfaatan pendekatan multisensori secara optimal juga terhambat oleh infrastruktur dan fasilitas yang tidak memadai, seperti materi pembelajaran khusus. Terakhir, terbatasnya partisipasi guru pendamping khusus (GPK) berarti bahwa guru kelas dan peneliti bertanggung jawab penuh atas intervensi tersebut. Menurut temuan penelitian, siswa dengan disabilitas belajar mendapatkan manfaat dari peningkatan kemampuan membaca awal ketika metode Fernald digunakan dalam pembelajaran terdiferensiasi. Nilai ujian meningkat, demikian pula motivasi, keterlibatan, dan kepercayaan diri siswa dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, di kelas inklusif, metode Fernald dapat digunakan sebagai strategi pengajaran alternatif untuk mengatasi kesulitan membaca awal. Berdasarkan temuan penelitian, kemampuan membaca awal siswa dengan disabilitas belajar berhasil ditingkatkan ketika metode Fernald digunakan dalam pembelajaran terdiferensiasi. Hasil observasi menunjukkan bahwa partisipasi siswa meningkat seiring dengan nilai. Rata-rata partisipasi siswa berkisar antara 84% hingga 89% pada siklus I dan melampaui 90% pada siklus II.

Hal ini menunjukkan bahwa selain meningkatkan prestasi akademik, metode Fernald menginspirasi siswa untuk lebih percaya diri terhadap kemampuan belajar mereka. Siswa menunjukkan minat yang lebih besar dalam membaca kata-kata yang bermakna, aktif bertanya, dan berpartisipasi dalam kegiatan dengan antusiasme yang lebih besar. Peningkatan tidak hanya terlihat dari segi skor tes, tetapi juga dari partisipasi, motivasi, dan kepercayaan diri siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, metode Fernald dapat dijadikan sebagai alternatif strategi pembelajaran untuk mengatasi permasalahan membaca permulaan di kelas inklusif. Meski demikian, refleksi kritis perlu diberikan terkait penerapannya dalam skala kelas besar dengan jumlah siswa lebih banyak. Dalam kasus ini, metode Fernald perlu diubah. Misalnya, guru mungkin perlu menggunakan teknologi pembelajaran multisensori, mendapatkan bantuan dari asisten pengajar, atau membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil karena mereka mungkin tidak dapat memberikan banyak perhatian individual kepada setiap siswa. Penerapan di dunia nyata ini diperlukan untuk memastikan efektivitas metode Fernald dalam kelompok kecil dan penerapannya di berbagai lingkungan kelas standar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Fernald efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa yang mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran IPA di kelas VII. Sebelum tindakan, kemampuan membaca siswa masih rendah, dengan skor ASM 20%, AR 30%, dan AS 40%. Setelah intervensi melalui dua siklus pembelajaran, terjadi peningkatan signifikan, di mana pada siklus I AR dan AS telah mencapai kriteria ketuntasan, sementara ASM meningkat meski belum memenuhi standar. Dengan skor ASM 90%, AR 90%, dan AS 100% pada siklus II, setiap mata pelajaran memenuhi indikator keberhasilan. Pencapaian ini menunjukkan bagaimana metode multisensori Fernald (visual, auditori, kinestetik, dan taktil) dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sekaligus membantu mereka dalam pengenalan kata, penyusunan huruf menjadi kata yang bermakna, dan membaca lancar. Implikasi dari penelitian ini menyoroti betapa pentingnya bagi guru untuk memilih strategi pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa mereka di kelas inklusif. Metode Fernald dapat dijadikan alternatif efektif bagi guru, terutama dalam pembelajaran berbasis literasi, karena mengaktifkan berbagai indera siswa secara bersamaan sehingga proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan bermakna. Oleh karena itu, guru disarankan untuk memanfaatkan metode ini dalam mengajar, sekolah diharapkan menyediakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pedagogik guru, peneliti lain perlu memperluas konteks penelitian pada jenjang dan materi yang lebih beragam, serta siswa didorong untuk lebih aktif, percaya diri, dan antusias dalam belajar membaca melalui pendekatan multisensori. Sebagai penutup, penelitian ini membuka peluang untuk kajian lanjutan yang lebih luas, misalnya penerapan metode Fernald di berbagai jenjang pendidikan atau dalam disiplin ilmu yang membutuhkan literasi tingkat lanjut, termasuk matematika dan ilmu sosial. Oleh karena itu, temuan penelitian ini menawarkan solusi lokal bagi siswa SMP yang menghadapi kesulitan membaca dan juga dapat mendorong terciptanya strategi literasi yang lebih luas dan inklusif di masa mendatang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak sekolah, guru, dan siswa SMP Negeri 6 Sangatta Utara yang telah memberikan kesempatan, dukungan, serta kerja sama selama proses penelitian ini berlangsung. Peneliti juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

References

Sunardi, A. Sunaryo, and M. Sunardi, “Persepsi Guru terhadap Implementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia,” Jurnal Pendidikan Khusus, vol. 7, no. 1, pp. 1–10, 2011.

S. Suyanto, “Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar: Hambatan dan Solusi,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 6, no. 2, pp. 87–98, 2015.

M. Jamaris, Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan Penanganannya bagi Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar. Jakarta, Indonesia: Kencana, 2014.

C. Jennings, J. Caldwell, and J. Lerner, Reading Problems: Assessment and Teaching Strategies, 7th ed. Boston, MA, USA: Pearson Education, 2014.

A. Prasetyaningrum and I. Faradila, “Pentingnya Kemampuan Membaca dalam Proses Pembelajaran,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 6, no. 2, pp. 112–120, 2018.

Firman, H. R. Lestari, and A. S. Rahman, “Implementasi Metode Fernald dalam Pembelajaran Membaca Permulaan di Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, vol. 6, no. 1, pp. 25–34, 2021.

M. Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2012.

M. S. Rosenberg, Teaching Reading to Students Who Are at Risk or Have Disabilities: A Multi-Tier, RTI Approach. Boston, MA, USA: Pearson, 2015.

L. Widiamoksa, E. Kustyarini, and H. Prasetiyo, “Penerapan Metode Fernald untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan bagi Siswa dengan Kesulitan Belajar,” Jurnal Pendidikan Khusus, vol. 15, no. 1, pp. 45–52, 2019.

N. Mufidah, Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan Praktik dalam Pembelajaran. Yogyakarta, Indonesia: Deepublish, 2021.

H. B. Uno, N. Lamatenggo, and S. M. A. Koni, Menjadi Peneliti PTK yang Profesional. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara, 2011.

N. Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya, 2019.

W. Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta, Indonesia: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2019.

E. J. Mutji, S. Salawati, and M. Daud, “Pengaruh Metode Fernald terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II SD GMIH Lina Ino,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 14, no. 2, pp. 101–110, 2023.

R. P. Claranita and V. Suprapti, “Metode Fernald untuk Siswa Lamban Belajar, Apakah Dapat Meningkatkan Kemampuan Membacanya?,” Psikostudia: Jurnal Psikologi, vol. 11, no. 4, pp. 551–560, 2022.

M. Sandjaja, “Pengaruh Metode Fernald terhadap Kemampuan Membaca Permulaan dan Menulis Anak Tunagrahita Ringan,” Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus, vol. 6, no. 1, pp. 11–18, 2022, doi: 10.24036/jpkk.v6i1.613.