Login
Section Innovation in Education

Contextual Digital Word Cards for Letter Recognition in Early Readers

Kartu Kata Digital Kontekstual untuk Pengenalan Huruf pada Pembaca Pemula
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Endang Suprapti (1), Edi Purwanta (2)

(1) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, Indonesia
(2) Program Studi Magister Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, Indonesia

Abstract:

Background: Reading ability is a crucial foundation for children’s academic success, and many second-grade students still struggle with letter recognition and writing basic words. Specific Background: Traditional teaching media are often monotonous and fail to sustain student motivation, resulting in low literacy achievement. Knowledge Gap: Few studies explore contextual digital word cards as a medium tailored to early readers with reading difficulties. Aim: This study aimed to examine the use of contextual digital word cards to support letter recognition in second-grade students. Results: Using a classroom action research design with two cycles, involving 15 students, results showed a steady rise in mastery: 26.67% (pre-cycle), 62.49% (cycle I), and 71.67% (cycle II). Students demonstrated greater motivation, accuracy in identifying letters, and improved writing performance. Novelty: This study integrates digital media with contextual vocabulary to create an engaging and interactive literacy learning environment. Implications: Teachers are encouraged to adopt contextual digital word cards as an innovative approach to build early reading readiness and foster active classroom participation.


Highlight:




  • Students showed steady improvement in letter recognition and writing skills




  • Contextual digital word cards increased engagement and participation




  • Two learning cycles met class-level mastery target




Keyword: Letter Recognition, Early Reading, Contextual Learning, Digital Word Cards, Classroom Action Research

Downloads

Download data is not yet available.

I. Pendahuluan

Kemampuan membaca merupakan keterampilan dasar yang sangat penting bagi anak usia sekolah dasar. Membaca bukan hanya sekadar aktivitas mengenal huruf, tetapi juga merupakan pintu gerbang menuju akses informasi, pengetahuan, dan pengalaman baru yang akan membentuk kecerdasan serta kepribadian anak [1]. Dalam konteks pendidikan, membaca menjadi kunci yang memungkinkan peserta didik memahami materi pembelajaran di seluruh mata pelajaran, bukan hanya Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, rendahnya kemampuan membaca akan berdampak serius pada perkembangan akademik, sosial, dan emosional anak [2]. Pendidikan memiliki peran strategis dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa. Salah satu aspek fundamental dari pendidikan adalah kegiatan belajar yang menekankan keterampilan literasi, khususnya membaca. Seperti yang disampaikan Burns dkk. dalam Rahim [3], membaca adalah keterampilan vital dalam masyarakat terpelajar, karena keterampilan ini memungkinkan individu untuk berpikir kritis, memperoleh informasi, serta mengembangkan pengetahuan sepanjang hayat. Dengan kata lain, membaca berfungsi sebagai fondasi seluruh proses belajar mengajar.

Lebih lanjut, Tarigan [4] menyebut membaca sebagai “kunci ke gudang ilmu” yang memungkinkan individu menggali pengetahuan melalui teks tertulis. Pandangan ini sejalan dengan Rohman [5], yang menegaskan bahwa keberhasilan seseorang sering kali ditentukan oleh keterampilan membaca, karena seluruh akses informasi dan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari kegiatan tersebut. Dalman [6] bahkan menyebut membaca sebagai jantung pendidikan yang menghidupkan seluruh proses pembelajaran. Pada jenjang sekolah dasar, keterampilan berbahasa yang diajarkan mencakup empat aspek utama, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis [7]. Keempat keterampilan ini bersifat terpadu dan saling memengaruhi, sehingga kelemahan pada satu aspek, terutama membaca, dapat menghambat penguasaan keterampilan lain. Oleh karena itu, kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas rendah SD perlu mendapat perhatian khusus.

Membaca permulaan merupakan tahapan awal yang sangat menentukan perkembangan kemampuan membaca anak di masa selanjutnya. Olivia dkk. [8] menekankan bahwa keterampilan membaca awal perlu dikuasai agar anak mampu mengembangkan kemampuan literasi lebih kompleks. Namun, dalam praktiknya banyak siswa yang menghadapi hambatan, misalnya kesulitan mengenal huruf vokal, membedakan huruf dengan bentuk mirip seperti “b” dengan “d” atau “p” dengan “q”, serta membutuhkan pengulangan teks berulang kali agar dapat membaca lancar. Berdasarkan hasil pengamatan pra-penelitian di SD Negeri 010 Sangkulirang kelas II, yang terdiri atas 15 siswa (7 perempuan dan 8 laki-laki), ditemukan beberapa permasalahan dalam pembelajaran membaca. Pertama, terdapat siswa yang masih belum mengenal huruf dengan baik dan kerap melakukan kesalahan pengejaan. Kedua, beberapa siswa mengalami kesulitan menulis atau menyalin kata sederhana dengan benar. Ketiga, masih ada siswa yang kurang lancar berkomunikasi secara lisan sehingga memengaruhi kemampuan memahami bacaan. Keempat, penggunaan metode dan media pembelajaran yang kurang variatif menyebabkan motivasi belajar siswa rendah. Observasi juga menunjukkan bahwa siswa lebih aktif ketika bermain di luar kelas dan lebih mudah menerima pembelajaran yang menggunakan media visual maupun lagu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran yang menarik, interaktif, dan sesuai dengan karakteristik anak sangat penting untuk mengatasi kesulitan membaca. Sadiman [9] menjelaskan bahwa media pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi, memungkinkan interaksi langsung dengan lingkungan, serta memberi kesempatan anak untuk belajar sesuai kemampuan dan minatnya.

Melihat kondisi tersebut, diperlukan solusi berupa inovasi media pembelajaran yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga efektif dalam membantu anak mengenal huruf, menyusun kata, dan memahami bacaan sederhana. Salah satu alternatif media yang dapat digunakan adalah kartu kata digital berbasis kontekstual. Media ini memadukan visual, teks, dan konteks kehidupan nyata sehingga siswa lebih mudah mengaitkan huruf dan kata dengan pengalaman mereka sehari-hari. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat sejumlah permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran membaca di kelas II SD Negeri 010 Sangkulirang. Permasalahan pertama berkaitan dengan pengenalan huruf. Beberapa siswa masih belum mampu mengenal huruf dengan benar, terutama ketika harus membedakan huruf yang memiliki bentuk hampir serupa. Misalnya, huruf p kerap tertukar dengan q, sementara huruf b sering kali salah dikenali sebagai huruf d. Kekeliruan semacam ini menunjukkan adanya keterbatasan dalam pemahaman visual anak terhadap bentuk huruf serta lemahnya daya ingat visual mereka. Jika tidak segera diatasi, kesulitan ini dapat berlanjut pada tahap membaca kata dan kalimat, karena kesalahan dalam mengenal huruf akan memengaruhi kemampuan menyusun bunyi dan makna kata. Permasalahan kedua berkaitan dengan keterampilan menulis. Beberapa siswa masih sering melakukan kesalahan ketika menyalin atau menulis kata sederhana. Contoh yang kerap ditemukan antara lain kata makan ditulis menjadi maka, atau kata dengan ditulis menjadi degan. Kesalahan semacam ini menggambarkan bahwa koordinasi antara kemampuan motorik halus dan pemahaman bahasa siswa belum berkembang optimal. Kelemahan ini tidak hanya menghambat keterampilan menulis, tetapi juga memperlambat kemajuan dalam membaca, karena menulis dan membaca merupakan dua keterampilan berbahasa yang saling berkaitan erat.

Selain itu, permasalahan lain yang cukup dominan adalah penggunaan media pembelajaran yang belum optimal. Media yang digunakan guru dalam mengenalkan huruf dan kata masih terbatas pada metode konvensional seperti menyalin di papan tulis atau membaca buku teks. Media semacam ini sering kali tidak menarik perhatian siswa, khususnya bagi mereka yang memiliki kecenderungan belajar kinestetik atau visual. Padahal, pemanfaatan media yang kreatif dan inovatif mampu merangsang minat serta meningkatkan pemahaman anak. Minimnya variasi media menyebabkan siswa cenderung cepat bosan dan sulit termotivasi untuk mengikuti pembelajaran membaca. Permasalahan berikutnya adalah sebagian siswa hanya mengenal huruf dengan cara menghafal tanpa benar-benar memahami bentuk, bunyi, dan fungsi huruf tersebut. Hafalan yang bersifat mekanis membuat anak tidak mampu mengaitkan huruf dengan kata yang bermakna. Akibatnya, mereka tidak dapat mengembangkan keterampilan membaca yang berkesinambungan. Kesulitan ini dapat dilihat ketika siswa diminta membaca kata atau kalimat baru yang tidak pernah dihafalkan sebelumnya, mereka menunjukkan kebingungan dan ketidakmampuan dalam menyusun bunyi huruf menjadi kata yang tepat.

Sejumlah penelitian sebelumnya juga menunjukkan kecenderungan masih dominannya penggunaan media konvensional dalam pembelajaran membaca permulaan, seperti kartu huruf cetak atau latihan menyalin dari papan tulis. Media tersebut memang membantu, tetapi terbatas dalam memfasilitasi keterlibatan siswa secara aktif dan kontekstual. Hal ini menimbulkan celah penelitian (research gap), yaitu belum banyak kajian yang memanfaatkan teknologi digital sebagai media literasi awal yang sesuai dengan karakteristik anak kelas rendah. Oleh karena itu, penelitian ini hadir menawarkan alternatif berupa kartu kata digital berbasis kontekstual yang diperkaya dengan visual, teks, dan konteks kehidupan nyata. Diharapkan media ini tidak hanya meningkatkan kemampuan mengenal huruf dan kata, tetapi juga mampu membangkitkan motivasi belajar serta memberikan pengalaman literasi yang lebih bermakna bagi siswa. Dengan demikian, penelitian ini memiliki nilai kebaruan dalam memperkenalkan pendekatan berbasis digital pada pembelajaran membaca permulaan, yang relevan dengan kebutuhan pendidikan di era modern.

II. Metode

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif yang berfokus pada upaya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak berkesulitan membaca kelas II Sekolah Dasar melalui media kartu kata digital berbasis kontekstual. Penelitian tindakan kelas dipilih karena sesuai untuk memecahkan permasalahan nyata di kelas melalui tindakan reflektif dan kolaboratif. Menurut Sugiyono, metode kualitatif merupakan metode yang berlandaskan pada kemampuan berpikir peneliti untuk menelaah suatu fenomena alamiah, di mana peneliti bertindak sebagai instrumen utama [10]. Media sendiri didefinisikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan, dan menurut Gagne, media merupakan berbagai komponen lingkungan yang dapat menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik [11]. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 010 Sangkulirang, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada April–Juni 2025, dengan tahap kegiatan meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemilihan lokasi dilakukan karena masih terdapat siswa kelas rendah yang mengalami kesulitan membaca, sehingga diperlukan upaya perbaikan melalui penggunaan media pembelajaran digital.Sumber data penelitian ditentukan dengan teknik purposive, yaitu dipilih sesuai tujuan dan pertimbangan tertentu. Arikunto menyebutkan bahwa sumber data dapat diperoleh langsung melalui wawancara dengan subjek penelitian [12], sedangkan Satori & Komariah menegaskan bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sumber data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian [13]. Sumber data terdiri atas data primer yang berasal dari kepala sekolah, guru, orang tua/wali siswa, serta masyarakat, dan data sekunder berupa buku, dokumen, serta referensi lain yang relevan. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen observasi berupa lembar observasi yang mencatat indikator kemampuan membaca permulaan siswa, meliputi: (1) kemampuan mengenal huruf vokal dan konsonan, (2) kemampuan membedakan huruf yang mirip bentuknya (misalnya b–d, p–q), (3) kelancaran menyebutkan huruf atau kata sederhana, dan (4) ketepatan menulis kembali huruf/katanya. Observasi juga mencakup aspek non-kognitif seperti semangat belajar, partisipasi dalam kegiatan kelas, dan interaksi dengan guru maupun teman. Instrumen wawancara berbentuk pedoman semi-terstruktur yang diajukan kepada guru, kepala sekolah, dan orang tua. Pertanyaan berfokus pada: (1) pandangan guru terhadap kesulitan membaca yang dialami siswa, (2) pengalaman dalam menggunakan media konvensional maupun digital, (3) persepsi orang tua terkait kebiasaan membaca anak di rumah, serta (4) dukungan sekolah terhadap penerapan media inovatif. Instrumen dokumentasi digunakan untuk melengkapi data melalui catatan hasil belajar, daftar hadir, profil siswa, foto kegiatan pembelajaran, serta hasil karya siswa berupa tulisan atau gambar terkait penggunaan kartu kata digital. Untuk menjamin keabsahan data digunakan triangulasi teknik, yakni mengombinasikan observasi, wawancara, dan dokumentasi pada sumber data yang sama [17]. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif nonstatistik dengan tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan secara interaktif sebagaimana dijelaskan Sugiyono [18] serta Miles & Huberman [19]. Bungin juga menegaskan bahwa reduksi data dan penarikan simpulan dilakukan secara terus-menerus sampai data jenuh [20]. Dengan demikian, seluruh proses penelitian ini dirancang untuk memperoleh gambaran yang mendalam dan valid tentang efektivitas media kartu kata digital berbasis kontekstual dalam meningkatkan kemampuan mengenal huruf pada siswa kelas II SD Negeri 010 Sangkulirang.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Pratindakan

Peneliti melakukan observasi proses pembelajaran sebelumnya pada kelas rendah, khususnya kelas II Sekolah Dasar. Observasi ini dilakukan bersama guru dan kepala sekolah melalui diskusi serta pembahasan terhadap masalah pembelajaran yang ditemukan, yaitu rendahnya kemampuan siswa dalam mengenal huruf vokal maupun konsonan. Observasi awal dan pra-tindakan dilaksanakan pada 23 Desember 2024. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas II masih belum mampu mengenal huruf dengan benar dan tepat. Rata-rata kemampuan siswa dalam mengenal huruf hanya mencapai 66,66%, dengan kategori sangat rendah. Tidak ada siswa yang benar-benar mampu mengenal huruf sesuai ejaan bahasa Indonesia, baik huruf besar maupun huruf kecil. Sebagian besar siswa masih mengalami kesalahan dalam membedakan huruf, misalnya tertukar antara huruf vokal dan konsonan atau huruf dengan bentuk mirip. Beberapa siswa hanya mampu menghafal huruf tetapi tidak dapat menuliskannya kembali dengan benar. Selain itu, terdapat pula siswa yang menuliskan kata sesuai dengan ucapan tanpa memperhatikan ejaan yang tepat, misalnya kata maka ditulis menjadi makah atau kata “dua” menjadi duwa.

Dari hasil tes awal, terlihat bahwa hanya 7 siswa (33,33%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 75), sedangkan 8 siswa (66,66%) masih berada di bawah KKM. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa masih kesulitan mengenal huruf dalam kegiatan menulis. Kesulitan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya motivasi belajar siswa, keterbatasan dukungan orang tua dalam membimbing anak di rumah, serta penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik dari pihak guru. Guru cenderung hanya menggunakan paparan huruf di kertas atau blok huruf sederhana, sehingga siswa cepat merasa jenuh. Faktor internal siswa juga berpengaruh. Motivasi belajar yang rendah membuat mereka enggan mengulang kembali latihan mengenal huruf di rumah. Siswa hanya menuliskan huruf atau kata yang didiktekan guru tanpa ada inisiatif untuk mengulanginya saat berada di luar kelas. Hal ini memperlambat penguasaan dasar literasi siswa. Berdasarkan temuan tersebut, peneliti bersama guru sejawat dan kepala sekolah berkolaborasi untuk merancang solusi melalui penggunaan media kartu kata digital berbasis kontekstual. Media ini dipilih karena lebih menarik dan sesuai dengan karakteristik anak kelas rendah yang cenderung menyukai aktivitas belajar berbasis visual, interaktif, dan menyenangkan. Harapannya, kartu digital ini dapat meningkatkan minat siswa, membantu mereka mengenal huruf dengan benar sesuai ejaan, serta memperkuat keterampilan menulis dasar. Sebelum memasuki tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan beberapa langkah persiapan, yaitu:

a. Melakukan asesmen awal sebagai dasar dalam menentukan strategi peningkatan kemampuan mengenal huruf pada siswa kelas II.

b. Melakukan pemetaan kemampuan awal siswa dalam mengenal huruf sesuai kondisi individu masing-masing.

c. Menentukan pokok bahasan awal yang akan dijadikan tolak ukur dalam mengenalkan huruf dasar kepada siswa.

d. Menyajikan media pembelajaran berupa kartu kata digital berbasis kontekstual untuk menarik minat belajar siswa.

e. Membimbing siswa sesuai tingkat kemampuan mereka dengan metode yang menyenangkan dan interaktif.

f. Menyajikan huruf lengkap dengan warna yang menarik, baik huruf vokal maupun konsonan, serta mengenalkan huruf kapital dan huruf kecil, disertai 3–6 kata dasar yang relevan untuk siswa kelas II sebagai subjek penelitian.

Dengan tahapan ini, diharapkan kemampuan siswa dalam mengenal huruf dapat meningkat secara signifikan, baik dari aspek ketepatan, kelancaran, maupun motivasi belajar.

2 . Hasil Tindakan Siklus 1

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas siklus I dilaksanakan pada tanggal 21 dan 24 April 2025 dengan alokasi waktu 3 × 30 menit (3 JP) pada siswa kelas II SDN 010 Sangkulirang. Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, peneliti bersama guru sejawat menyiapkan perangkat pembelajaran, meliputi: penentuan subjek penelitian, penetapan materi ajar, penyusunan modul ajar, pembuatan lembar observasi, penyusunan LKPD, serta soal tes. Selain itu, media utama yang digunakan adalah kartu kata digital berbasis kontekstual. Persiapan ini bertujuan agar proses pembelajaran lebih terarah dan sesuai dengan kondisi siswa yang telah dipetakan berdasarkan kemampuan awal dalam mengenal huruf. Pelaksanaan tindakan terdiri dari dua kali pertemuan.

a. Pertemuan I (21 April 2025)

Guru membuka pembelajaran dengan salam, doa, menyanyikan lagu kebangsaan, serta melakukan ice breaking untuk memotivasi siswa. Pada kegiatan inti, siswa diperkenalkan dengan kartu huruf digital, kemudian diminta menyebutkan huruf yang ditunjuk guru, menyalin huruf ke buku tulis, serta mengerjakan latihan sederhana. Hasil pengamatan menunjukkan masih banyak siswa melakukan kesalahan menulis, misalnya huruf “p” ditulis menjadi “q”, atau “b” menjadi “d”. Namun, siswa tampak lebih termotivasi karena media yang digunakan menarik perhatian mereka.

b. Pertemuan II (24 April 2025)

Pembelajaran dilaksanakan dengan pola serupa, namun materi lebih menekankan pada peningkatan ketepatan mengenal huruf. Siswa diminta membaca dan menyebutkan huruf baik secara berurutan maupun acak, kemudian menyalinnya dengan bimbingan guru. Pada pertemuan ini terlihat adanya peningkatan, di mana sebagian siswa sudah mampu menyebutkan huruf dengan benar meskipun masih ada yang melakukan kesalahan penulisan. Selama siklus I, peneliti bersama guru sejawat mencatat bahwa motivasi siswa meningkat. Siswa lebih antusias mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan kartu digital. Walaupun demikian, masih terdapat kendala berupa siswa yang menulis huruf terbalik, kesalahan ejaan, serta kecenderungan bermain ketika menulis.

Hasil belajar pada siklus satu ini diambil dari tes formatif yang dilakukan oleh peneliti baik dari siklus I pertemuan I serta siklus I pertemuan II, tes dilakukan pada setiap siklus. Berikut hasil belajar siswa dari siklus I pertemuan I dan siklus I pertemuan II:

No Nama Siswa Pertemuan I Pertemuan II
KKM Nilai Keterangan KKM Nilai Keterangan
1 Adit 75 65 TT 75 75 T
2 Aida 75 50 TT 75 50 TT
3 Akbar 75 70 TT 75 75 T
4 Elsa 75 60 TT 75 70 TT
5 Fusfita 75 60 TT 75 65 TT
6 Hafiz 75 50 TT 75 50 TT
7 Ifah 75 70 TT 75 75 T
8 Marlina 75 50 TT 75 50 TT
9 Nada 75 60 TT 75 65 TT
10 Purpi 75 50 TT 75 55 TT
11 Ridha 75 75 T 75 75 T
12 Radit 75 50 TT 75 50 TT
13 Rohani 75 65 TT 75 65 TT
14 Tasya 75 65 TT 75 65 TT
15 Tahir 75 50 TT 75 50 TT
Jumlah 890 985
nilai tertinggi 75 75
Nilai terendah 45 50
Tuntas 6,66% 26,66%
Tidak tuntas 93,33% 73,33%
Rata-rata keseluruhan 59,33% 65,66%
Table 1. Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan I dan Pertemuan II

Sehingga diperoleh kesimpulan berikut ini:

No. Kriteria Pertemuan I Pertemuan II
1 Tuntas 1 siswa 4 siswa
2 Tidak Tuntas 14 siswa 11 siswa
Jumlah Nilai 890 985
Rata-rata 59,33% 65,66%
Persentase Klasikal Siklus I 62,49%
Table 2. Hasil Belajar Siswa Siklus I

Berdasarkan table tersebut jumlah nilai rata-rata untuk hasil belajar siswa pada pertemuan I siklus I adalah 59,33 dan pada pertemuan I siklus II adalah 65,66 dari keseluruhan siswa kelas 2. Pada pertemuan I siklus I jumlah siswa yang memenuhi kriteia ketuntasan minimal (KKM) hanya 1 orang siswa atau 6,66% dari 15 siswa dan 14 siswa atau 93,33% belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Sedangkan pada siklus I pertemuan II siswa yang mencapai keberhasilan sesuai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 4 siswa atau 26,66 % dan yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebanyak 11 siswa atau 73,33%. Dari hasil rata-rata perolehan nilai siswa pada siklus I pertemuan I dan siklus I pertemuan II dapat ditarik Kesimpulan bahwa belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal secara keseluruhan yaitu 75%. Maka dalam hal ini peneliti melanjutkan ke siklus selanjutnya bertjuan untuk memenuhi serta mencapai kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan.

Setelah melakukan tes serta pengamatan pada siklus I pertemuan I dan siklus I pertemuan II dapat disimpulkan berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran serta tes yang sudah dilakukan dan ternyata hasil yang diperoleh belum memenuhi kriteri ketuntasan nilai minimal, hasil tersebut adalah hasil belajar siswa pada pertemuan I siklus I adalah 59,33 dan pada pertemuan I siklus II adalah 65,66 dari keseluruhan siswa kelas 2. Pada pertemuan I siklus I jumlah siswa yang memenuhi kriteia ketuntasan minimal (KKM) hanya 1 orang siswa atau 6,66% dari 15 siswa dan 14 siswa atau 93,33% belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Sedangkan pada siklus I pertemuan II siswa yang mencapai keberhasilan sesuai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 4 siswa atau 26,66 % dan yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebanyak 11 siswa atau 73,33%. Dari hasil rata-rata perolehan nilai siswa pada siklus I pertemuan I dan siklus I pertemuan II dapat ditarik kesimpulan bahwa belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal secara keseluruhan yaitu 75%. Maka dalam hal ini peneliti melanjutkan ke siklus selanjutnya bertjuan untuk memenuhi serta mencapai kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan.

Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran pada siklus I pertemuan I dan siklus I pertemuan ke II belum memperoleh hasil yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal, maka perlu diadakan perbaikan pada siklus selanjutnya guna meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa yang sesuai denga kriteria ketuntasan minimal, peneliti akan melakukan perbaikan pada siklus II. Pada siklus I peneliti sekaligus sebagai guru meras masih banyak kekurangan dalam pembelajaran, belum mampu menngunakan katu kata digital berbasis kontekstual secara maksimal, diantara factor lainnya adalah semangat belajar siswa yang naik turun juga menjadi pengaruh ketidak berhasilan pada siklus I, siswa masih banyak yang asyik sendiri denga napa yang mereka yakini, dan masih abnyak yang bermain saat guru sedang menyampaikan pembelajaran, umumnya anak kelas rendah mudah bosan, peneliti juga kurang memberikan motivasi pada siswa dikarenakan kemampuan peneliti sekaligus guru terbatas dalam penngunaan IT, dari permasalahan tersebut maka pada siklus II peneliti akan lebih berusaha meningkatkan dan mendorong motivasi belajar siswa untuk peningkatan membaca, mengenal huruf menggunakan kartu kata digital berbasis kontekstual lebih meyenangkan, peneliti akan mencoba dengan memberikan jeda berupa bernyanyi di tenggah kejenuhan siswa atau dengan mewarna huruf untuk membangun motivasi dalam diri siswa. Peneliti akan berusaha untuk peningkatkan hasil belajar siswa utamannya dalam mengenal huruf dengan baik dan benar sesuai kriteria ketuntasan minimal sehingga diperoleh hasil sesuai dengan hasil yang diharapkan.

3 . Siklus 2

Siklus II dilaksanakan pada tanggal 14 dan 19 Mei 2025 dengan alokasi waktu 3 × 30 menit (3 JP). Tindakan dilakukan berdasarkan refleksi dari siklus I, menggunakan tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Media yang digunakan tetap berupa kartu kata digital berbasis kontekstual, namun pada siklus ini fokus diarahkan untuk memperbaiki kelemahan siswa yang masih berada di bawah KKM. Siklus 2 terdiri dari 2 pertemuan berikut ini:

a. Pertemuan I

Kegiatan pembelajaran diawali dengan doa, menyanyikan lagu kebangsaan, ice breaking, dan penyampaian tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru menampilkan kartu kata digital, meminta siswa menyebutkan huruf dalam kata sederhana, dan menyalinnya ke buku tulis. Bagi siswa yang sudah mencapai KKM diberikan tugas lanjutan berupa membaca kalimat dengan 5–10 suku kata, sedangkan siswa yang belum tuntas difokuskan pada latihan huruf dan kata dasar. Guru juga menampilkan film pendek melalui laptop untuk menjaga motivasi dan meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hasil observasi menunjukkan peningkatan keterampilan mengenal huruf dibandingkan siklus I, meskipun beberapa siswa masih menulis huruf terbalik dan salah mengeja. Rata-rata capaian siswa meningkat menjadi ≈75%, dengan 10 siswa sudah berada pada kategori Cukup atau di atas KKM, sementara 5 siswa masih di bawah KKM. Indikator yang mengalami peningkatan adalah semangat belajar (11 siswa sangat antusias) dan kemampuan menulis huruf (6 siswa sudah baik).

b. Pertemuan II

Pertemuan kedua memperlihatkan hasil yang lebih signifikan. Siswa semakin antusias, interaksi meningkat, dan sebagian besar mampu menyebutkan serta menulis huruf dengan benar. Beberapa siswa yang sebelumnya pasif mulai berani bertanya dan lebih percaya diri. Dari segi keterampilan menulis, 12 siswa sudah dapat menulis kata dengan baik, sementara hanya 1 siswa yang masih sering melakukan kesalahan. Rata-rata capaian meningkat lebih tinggi menjadi ≈86%, dengan sebagian besar siswa mencapai kategori Baik–Sangat Baik. Sebanyak 14 siswa menunjukkan semangat belajar tinggi, 9 siswa aktif berinteraksi, 8 siswa mampu menyebutkan huruf dalam kata dengan benar, dan 12 siswa dapat menulis kata dengan rapi.

Pelaksanaan siklus II menunjukkan bahwa penggunaan kartu kata digital berbasis kontekstual efektif meningkatkan kemampuan mengenal huruf siswa kelas II SDN 010 Sangkulirang. Siswa lebih termotivasi, interaktif, dan mampu mengenali serta menuliskan huruf dengan lebih tepat dibandingkan siklus sebelumnya. Meskipun masih ada beberapa siswa yang membutuhkan pendampingan intensif, secara umum target peningkatan keterampilan membaca permulaan sudah tercapai dengan hasil yang memuaskan.

No. Nama Siswa Pertemuan I Pertemuan II
KKM Nilai Keterangan KKM Nilai Keterangan
1 Adit 75 70 TT 75 80 T
2 Aida 75 65 TT 75 75 T
3 Akbar 75 75 T 75 85 T
4 Elsa 75 75 T 75 80 T
5 Fusfita 75 70 TT 75 75 T
6 Hafiz 75 70 TT 75 75 T
7 Ifah 75 80 T 75 85 T
8 Marlina 75 60 TT 75 65 TT
9 Nada 75 70 TT 75 75 T
10 Purpi 75 70 TT 75 75 T
11 Ridha 75 80 T 75 85 T
12 Radit 75 70 TT 75 70 TT
13 Rohani 75 80 T 75 80 T
14 Tasya 75 75 T 75 80 T
15 Tahir 75 60 TT 75 65 TT
Jumlah 1070 1150
nilai tertinggi 80 85
Nilai terendah 60 65
Tuntas 40% 86,67%
Tidak tuntas 60% 13,33%
Rata-rata keseluruhan 66,67% 87,66 %
Table 3. Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan I dan Pertemuan II

Berikut ini kesimpulan yang diperoleh:

No. Kriteria Pertemuan I Siklus II Pertemuan II Siklus II
1 Tuntas 6 siswa 12 siswa
2 Tidak Tuntas 9 siswa 3 siswa
Jumlah Nilai 1.070 1.150
Rata-rata 66,67% 86,67%
Persentase Klasikal Siklus II Pertemuan I dan Siklus II Pertemuan II 71,67%
Table 4. Hasil Belajar Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran yaitu dengan pengamatan serta pengambilan data melalui tes serta hasil yang diperoleh pada siklus I pertemuan I, siklus I pertemuan II sudah terlihat ada peningkatan meskipun masih dalam kategori cukup, belum mencapai kriteria ketuntasan maksimal, akan tetapi pada siklus II pertemuan I sudah ada peningkatan yang cukup baik yaitu 66,67% sudah mengalami peningkatan yang cukup baik, dan pada siklus II pertemuan ke II sudah mencapai 86,67 % yang berarti bahwa setiap siklus sudah mengalami peningkatan secara baik dan konsisten. Dan secara keseluruhan peningkatan dari siklus I pertemuan I, Siklus I pertemuan II, siklus II pertemuan I, dan siklus II pertemuan ke II secara klasikal sudah mencapai 71,67% yang berarti bahwa sudah memenuhi kriteria ketuntasan maksimal dan sudah sesuai target pembelajaran yang ingin dicapai. Dari hasil tersebut dan sesuai dengan rangkuman hasil pada setiap siklus maka peningkatan kemampuan mengenal huruf melalui kartu kata digital berbasis kontekstual pada anak kesulitan membaca kelas 2 sekolah dasar tidak dilanjutkan lagi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat dilihat perbandingan persentase dari ketiga siklus tersebut:

No. Tindakan Persentase Ketuntasan Klasikal
1 Pratindakan 26,67%
2 Siklus I 62,49%
3 Siklus II 71,67%
Table 5. Perbandingan Hasil Belajar Pratindakan, Siklus I dan SIklus II

Berdasarkan tabel dapat disimpulkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas 2 SDN 010 Sangkulirang, sebelum diberikan Tindakan nilai presentase ketuntasan klasikal siswa adalah 26,67%, setelah di berikan Tindakan pada siklus I, terjadi peningkatan sebesar 62,49% dan kemudian kembali terjadi peningkatan ketuntasan klasikal pada siklus II sebesar 71,67%. Maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan mengenal huruf melalui kartu kata digital berbasis kontekstual pada anak kesulitan membaca kelas 2 sekolah dasar sudah meningkat serta berhasil.

Hasil tersebut juga dapat dilihat melalui diagram berikut ini:

Figure 1. Diagram Perbandingan Hasil Belajar Siswa

Grafik persentase ketuntasan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari pra-siklus hingga siklus II. Pada tahap pra-siklus, ketuntasan siswa hanya mencapai 26,67%, yang menandakan sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam mengenal huruf. Setelah diberikan tindakan pada siklus I dengan menggunakan media kartu kata digital berbasis kontekstual, persentase ketuntasan meningkat signifikan menjadi 62,49%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa penggunaan media digital mulai memberikan dampak positif terhadap kemampuan membaca permulaan siswa, meskipun masih ada sebagian yang melakukan kesalahan dalam menulis dan membedakan huruf. Selanjutnya, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 71,67%, yang berarti mayoritas siswa telah berhasil mencapai kriteria ketuntasan minimal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan kartu kata digital berbasis kontekstual efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II, karena terbukti mampu mendorong motivasi, keterlibatan, serta hasil belajar siswa secara konsisten pada setiap siklus.

B. Pembahasan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan pada kelas 2 sekolah dasar SDN 010 Sangkulirang. Setelah dilakukan observasi awal sebelum dilakukan Tindakan pada pembelajaran siswa, ditemukan beberapa siswa masih kesulitan dalam menggenal huruf dalam satu kata atau lebih , masih sering terbalik siswa dalam menyebutkan huruf maupun menuliskannya, peneliti melakukan observasi pratindakan dan ditemukan sebanyak 12 orang siswa belum sama sekali mampu secara baik dalam mengenal maupun menulis kata, hanya terdapat 3 orang siwa yang sudah mampu secara keseluruhan kriteria ketuntasan belajar sesaui kriteria penelitian. Berdasarkan Tindakan pra siklus ketuntasan secara klasikal sebelum dilaksanakan tindakan yaitu 26,67% siswa yang di atas KKM. Hasil dari peningkatan kemampuan mengenal huruf melalui kartu kata digital berbasis kontekstual pada anak kelas 2 sekolah dasar dilaksanakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi dan peningkatan hasil belajar siswa, dengan menngunakan media serta metode yang menarik diharapkan siswa menjadi tertarik dan atusias dalam proses pembelajaran seperti harapan peneliti serta kepala sekolah, juga dapat memperbaiki nilai ketuntasan minimal yang sudah ditentukan peneliti sebelum melakukan penetian tersebut, memperbaiki cara siswa mengenal serta menulis huruf dengan mudah, melakukan assesmen awal, mengamati beberapa siswa maupun secara keseluruhan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran, dikarenakan dalam proses observasi peneliti menemukan masih banyak siswa yang masih kesulitan dalam mengenal huruf dan menulis, hanya 3 orang yang sudah mapu untuk mengenal huruf secara benar sesuai ucapan dan hurufnya, juga menulis dengan baik dan benar apa yang dicontohkan guru di papan tulis.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media kartu kata digital berbasis kontekstual terbukti efektif meningkatkan kemampuan mengenal huruf siswa kelas II SDN 010 Sangkulirang. Media ini mampu menarik minat belajar siswa melalui tampilan huruf berwarna, gambar menarik, serta kata sederhana yang mudah diingat. Peningkatan terlihat pada empat indikator utama, yaitu semangat belajar, interaksi dengan guru dan teman, kemampuan menyebutkan huruf/kata, serta keterampilan menulis. Secara kuantitatif, tingkat ketuntasan klasikal meningkat dari 26,67% (pra-siklus) menjadi 62,49% (siklus I), dan mencapai 71,67% (siklus II), sehingga dapat dinyatakan berhasil. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa media berbasis digital dapat menjadi alternatif strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan, khususnya di kelas rendah. Guru dapat memanfaatkan kartu kata digital sebagai inovasi pembelajaran literasi awal yang tidak hanya meningkatkan kemampuan mengenal huruf vokal dan konsonan, tetapi juga memotivasi siswa untuk membaca dan menulis kata sederhana. Namun, penelitian ini masih menemukan kendala seperti kurangnya fokus siswa dan keterbatasan variasi media. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperkaya variasi media dengan tambahan ice breaking dan cerita bergambar untuk meningkatkan antusiasme. Bagi guru, penggunaan kartu kata digital kontekstual sangat direkomendasikan sebagai media pendukung pembelajaran literasi awal di sekolah dasar. Penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa media kartu kata digital berbasis kontekstual efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN 010 Sangkulirang. Hal ini terlihat dari peningkatan ketuntasan klasikal, yakni dari 26,67% pada pra-siklus menjadi 62,49% pada siklus I, dan mencapai 71,67% pada siklus II. Media ini terbukti tidak hanya memperbaiki kemampuan mengenal huruf dan kata, tetapi juga mendorong motivasi serta keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian, kartu kata digital kontekstual direkomendasikan bagi guru sebagai inovasi pembelajaran literasi awal yang menarik, interaktif, dan relevan dengan kebutuhan siswa sekolah dasar.

Ucapan Terima Kasih

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada kepala sekolah, guru, serta siswa SDN 010 Sangkulirang yang telah memberikan dukungan dan partisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan sejawat yang turut membantu selama proses pelaksanaan tindakan kelas.

References

C. Adams, Menjadi Teman yang Baik. Yogyakarta: PT Kanisius, 2004.

J. Bingham, Semua Bisa Sedih. Solo: Tiga Serangkai, 2006.

S. Dewayani, Menghidupkan Literasi di Ruang Kelas. Yogyakarta: PT Kanisius, 2017.

D. Fisher, et al., This is Balanced Literacy. Thousand Oaks: Corwin, 2019.

I. C. Fountas and G. S. Pinnell, The Continuum of Literacy Learning: Grades PreK to 8. New Portsmouth: Heinemann, 2010.

D. Gudgel, “Screen Use for Kids,” American Academy of Ophthalmology, 2019. [Online]. Available: https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/screen-use-kids. [Accessed: Feb. 11, 2021].

M. Imron, “Eco Bricks,” Zero Waste Indonesia, 2019. [Online]. Available: https://zerowaste.id/manajemen-sampah/ecobricks/. [Accessed: Feb. 11, 2021].

B. Kaiser and J. S. Rasminsky, Challenging Behaviour in Young Children. New York: Pearson, 2007.

McGraw-Hill, Reading Wonders: Balanced Literacy Guide. New York: McGraw-Hill Education, 2014.

R. Mukamal, “20 Things to Know About Children’s Eyes and Vision,” American Academy of Ophthalmology, 2019. [Online]. Available: https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/tips-children-eyes-vision. [Accessed: Feb. 11, 2021].

B. D. Nofu, “Analisis Perilaku Menyeberang Jalan Anak Sekolah di Yogyakarta,” Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2018.

Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Modul Asesmen Diagnosis di Awal Pembelajaran. Jakarta: Pusmenjar Kemendikbud RI, 2020.

T. Rasinski, et al., (Eds.), Fluency Instruction: Research-Based Best Practices. New York: The Guilford Press, 2012.

L. Robb, Teaching Reading in Social Studies, Science, and Math. New York: Scholastic Teaching Resources, 2003.

UNESCO, Global Education Monitoring Report 2020: Inclusion and Education—All Means All. Paris: UNESCO, 2020.

L. Florian and K. Black-Hawkins, “Exploring Inclusive Pedagogy,” British Educational Research Journal, vol. 37, no. 5, pp. 813–828, 2011.

T. Booth and M. Ainscow, Index for Inclusion: Developing Learning and Participation in Schools. Bristol: CSIE, 2002.

R. E. Slavin, Educational Psychology: Theory and Practice, 12th ed. Boston: Pearson, 2018.

L. Morrow and T. Gambrell, Best Practices in Literacy Instruction, 6th ed. New York: Guilford Press, 2018.

D. Kuhn, “Metacognition and Reading Comprehension: Current Trends,” Educational Psychologist, vol. 45, no. 3, pp. 219–230, 2010.