Nia Aprilia Pratama Sinta D (1), Ishartiwi (2), Rendy Roos Handoyo (3)
Background: Early childhood number recognition is a crucial foundation for mathematical development and life skills, yet children with learning difficulties often struggle due to a lack of engaging and inclusive teaching media. Specific background: Existing research rarely focuses on digital game-based learning tools like Wordwall in inclusive kindergarten contexts. Knowledge gap: There is limited evidence on how contextual-based Wordwall games address numeracy challenges for children with learning barriers. Aim: This study aimed to explore the application of contextual-based Wordwall educational games to support number recognition skills in kindergarten group B children with learning difficulties. Results: Using Kemmis and McTaggart’s classroom action research design, two cycles of intervention were conducted with 10 participants. Mastery levels increased from 40–50% in cycle I (average score 6.4–6.5) to 90–100% in cycle II (average score 7.3–8.1). Cognitive, affective, and psychomotor improvements were observed, including better sequencing, number-object matching, collaboration, and confidence. Novelty: This study introduces the integration of contextual Wordwall games as a digital tool for inclusive early childhood classrooms. Implications: Findings suggest that teachers can adopt contextual Wordwall games as an alternative media to create meaningful, interactive, and adaptive learning for children with learning difficulties.
Children’s number recognition skills improved after contextual Wordwall game use
Cognitive, affective, and psychomotor skills developed simultaneously
Teachers gained a practical and replicable strategy for inclusive classrooms
Keywords: Number Recognition, Contextual Learning, Wordwall Educational Games, Inclusive Kindergarten, Learning Difficulties
Kemampuan mengenal bilangan merupakan keterampilan dasar yang sangat penting dalam perkembangan kognitif anak usia dini. Pada tahap ini, anak mulai belajar memahami konsep angka, menghubungkannya dengan jumlah objek di sekitarnya, serta mengenali urutan bilangan sebagai fondasi awal untuk memahami konsep matematika yang lebih kompleks. Menurut [1], konsep bilangan merupakan landasan utama yang perlu dimiliki anak karena menjadi dasar bagi penguasaan konsep-konsep matematika selanjutnya. Dengan pemahaman bilangan yang baik, anak akan lebih mudah mempelajari keterampilan matematis lanjutan yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pengenalan bilangan sejak usia dini tidak hanya sekadar mengenal simbol angka, melainkan juga melibatkan kemampuan anak dalam menghitung objek, mengenali urutan bilangan, serta memahami perbandingan. Hal ini sejalan dengan pandangan Kementerian Pendidikan Nasional [2] yang menegaskan bahwa pengenalan bilangan pada anak memiliki beberapa tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan kemampuan berpikir logis dan sistematis melalui pengamatan terhadap benda konkret, gambar, dan angka; (2) melatih keterampilan berhitung yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat; (3) meningkatkan konsentrasi, daya abstraksi, dan ketelitian; (4) memperluas pemahaman konsep ruang dan waktu; serta (5) menumbuhkan kreativitas dan imajinasi anak. Dengan demikian, pengenalan bilangan tidak hanya berfungsi sebagai keterampilan akademis, tetapi juga membentuk kecakapan hidup anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama dalam mengenal bilangan. Anak dengan hambatan belajar (learning disability) seringkali menghadapi kesulitan dalam mengikuti aktivitas pembelajaran, termasuk dalam hal penguasaan konsep bilangan. [3] menjelaskan bahwa hambatan belajar merupakan kondisi ketidakmampuan anak dalam menyerap materi pelajaran, sementara [4] menambahkan bahwa peserta didik dengan kesulitan belajar umumnya gagal mencapai standar belajar yang menjadi prasyarat untuk melanjutkan ke tingkat berikutnya. Kesulitan belajar ini dapat dipengaruhi faktor internal seperti kondisi kognitif, maupun faktor eksternal seperti lingkungan, sosial, budaya, dan fasilitas belajar [5]. Bagi anak dengan hambatan belajar, keterampilan mengenal bilangan menjadi hal yang lebih menantang. Padahal, keterampilan matematika dasar seperti mengenal angka dan lambang bilangan merupakan fondasi penting bagi perkembangan kognitif dan fungsi kehidupan sehari-hari. Rinne et al. [6] menemukan bahwa anak dengan hambatan belajar yang mendapatkan instruksi matematika berbasis pendekatan kontekstual secara bertahap mengalami peningkatan kemampuan numerik, sekaligus pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi. Hal ini menegaskan pentingnya penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan relevan dengan pengalaman nyata anak.
Sayangnya, hasil observasi di salah satu Taman Kanak-Kanak Kelompok B menunjukkan bahwa kemampuan mengenal bilangan anak dengan hambatan belajar masih rendah. Dari catatan harian guru, ditemukan bahwa 30% anak mengalami kesulitan dalam menunjuk bilangan sesuai instruksi guru, serta masih sering tertukar antara angka seperti 1 dan 7, maupun 6 dan 9. Kondisi ini diperburuk oleh penggunaan media pembelajaran yang monoton, terbatas pada lembar kerja anak dan buku tulis, sehingga kurang menarik perhatian serta tidak mendorong keterlibatan aktif siswa. Anak-anak cenderung kehilangan fokus, kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan, bahkan salah mengenali bentuk bilangan seperti tiga dan delapan [7]. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan media pembelajaran yang lebih inovatif, interaktif, dan berbasis pengalaman kontekstual anak. Di era digital, pemanfaatan teknologi pendidikan menjadi salah satu solusi. Salah satu platform yang potensial adalah Wordwall, sebuah media digital yang memungkinkan guru menciptakan permainan edukatif interaktif. Johnson dan Johnson [8] menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual yang dikaitkan dengan pengalaman nyata anak dapat meningkatkan makna belajar, membuat materi lebih mudah dipahami, serta membangun keterlibatan siswa secara aktif.
Wordwall dan permainan edukatif lainnya tidak hanya membantu anak-anak belajar angka dengan membuatnya menyenangkan untuk dilihat, tetapi juga membuat mereka ingin belajar lebih banyak. Penelitian Uswatun Hasanah dan Gudnanto menunjukkan bahwa Wordwall dapat meningkatkan keterampilan kognitif anak-anak secara signifikan [9], [10], [11], [12]. Namun, penelitian sebelumnya berfokus pada peningkatan kemampuan kognitif anak secara keseluruhan, sehingga mengabaikan mereka yang memiliki kesulitan belajar di taman kanak-kanak. Selain itu, belum banyak penelitian yang secara spesifik menguji efektivitas Wordwall dalam konteks pendidikan inklusif, khususnya pada keterampilan mengenal bilangan. Padahal, anak dengan hambatan belajar membutuhkan pendekatan pembelajaran yang lebih terarah, adaptif, dan berbasis pengalaman kontekstual agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki kebaruan dengan mengkaji penerapan Wordwall sebagai media pembelajaran berbasis kontekstual untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan anak dengan hambatan belajar di TK Kelompok B, sekaligus memperluas pemanfaatan media digital dalam praktik pendidikan inklusif di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah menggunakan permainan edukatif berbasis kontekstual dengan Wordwalls untuk membantu siswa TK Grup B dengan disabilitas belajar meningkatkan kemampuan pengenalan angka mereka. Karena kemampuan pengenalan angka merupakan komponen kunci perkembangan kognitif anak usia dini dan prediktor kemampuan mereka untuk menguasai konsep matematika yang lebih kompleks, fokus ini dipilih. Bagi anak dengan hambatan belajar, tantangan dalam mengenal bilangan seringkali lebih kompleks, sehingga dibutuhkan inovasi media pembelajaran yang tidak hanya menarik, tetapi juga mampu menjembatani kesenjangan pemahaman antara konsep abstrak bilangan dengan pengalaman nyata sehari-hari. Pemanfaatan Wordwall dalam pembelajaran berbasis kontekstual diharapkan dapat menghadirkan suasana belajar yang lebih menyenangkan, interaktif, dan sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Melalui berbagai permainan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak, Wordwall berpotensi menumbuhkan motivasi, meningkatkan partisipasi aktif, serta memudahkan anak dalam mengidentifikasi dan membedakan simbol-simbol bilangan. Dengan demikian, penelitian ini bukan hanya berkontribusi pada peningkatan kemampuan kognitif anak dengan hambatan belajar, tetapi juga memperkuat praktik pendidikan inklusif yang memberi ruang bagi semua anak untuk berkembang sesuai potensi.
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis & McTaggart (1998) yang terdiri atas empat tahapan utama, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dilakukan secara siklik untuk memperbaiki praktik pembelajaran secara berkelanjutan [13]. PTK dipilih karena sesuai dengan karakteristik penelitian yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas, sekaligus memungkinkan peneliti dan guru berkolaborasi langsung dalam menemukan solusi praktis atas permasalahan pembelajaran. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam dua siklus, dengan masing-masing siklus terdiri atas dua sesi pembelajaran berdurasi sekitar 60 menit menggunakan permainan edukatif berbantuan Wordwall berbasis kontekstual. Pemilihan dua siklus didasarkan pada teori PTK Kemmis & McTaggart, di mana perbaikan tindakan dinilai cukup memadai ketika indikator keberhasilan sudah tercapai secara konsisten. [14] menegaskan bahwa dua siklus lazim digunakan dalam PTK karena mampu menggambarkan tren perubahan hasil belajar sekaligus menunjukkan efektivitas intervensi, asalkan indikator capaian terpenuhi. Dengan demikian, desain dua siklus ini dianggap efisien dan memadai untuk mencapai tujuan penelitian. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipakai untuk menggali proses pembelajaran, interaksi anak, serta pengalaman belajar, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan mengenal bilangan melalui skor tes awal dan tes akhir. Observasi digunakan untuk mencatat keterlibatan siswa, partisipasi aktif, fokus, serta akurasi penyebutan/penunjukan bilangan, sementara refleksi digunakan untuk mengevaluasi efektivitas tindakan dan menyusun perbaikan pada siklus berikutnya. Untuk menjamin reliabilitas instrumen penelitian, tes kemampuan mengenal bilangan dan lembar observasi dikembangkan berdasarkan indikator perkembangan kognitif anak usia dini sesuai standar Permendikbud PAUD. Instrumen telah melalui uji validitas isi (content validity) dengan melibatkan dua ahli, yakni dosen pendidikan anak usia dini dan guru senior TK, yang memberikan masukan terkait kesesuaian butir tes dengan tujuan pembelajaran serta kelayakan indikator. Revisi dilakukan sesuai saran ahli untuk memastikan kejelasan instruksi, tingkat kesulitan soal, serta kesesuaian dengan konteks anak dengan hambatan belajar. Dengan keterlibatan ahli ini, instrumen dinilai memiliki validitas isi yang kuat sehingga hasil pengukuran lebih dapat dipercaya.
Figure 1. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian mengikuti model PTK Kemmis & McTaggart melalui satu rangkaian siklus berulang: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Saat berkolaborasi dengan mitra untuk menentukan kriteria keberhasilan, para peneliti menyusun rencana pembelajaran, permainan edukatif berbasis kontekstual berbantuan Wordwall, sumber belajar, dan instrumen (pra-pasca-tes dan lembar observasi) selama fase perencanaan. Pelaksanaan tindakan (minimal dua sesi per siklus, ±60 menit) berfokus pada pengenalan angka dalam konteks dunia nyata. Guru menetapkan tugas, menyusun pekerjaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil, mendorong pemecahan masalah dan eksplorasi menggunakan benda nyata dan permainan Wordwall, lalu memberi mereka kesempatan untuk menyelesaikan permainan. Untuk mencatat hasil tes, partisipasi, fokus, dan ketepatan pengucapan serta penunjukan simbol angka, dilakukan observasi sistematis. Rekan kerja juga mencatat dinamika kelas dan kesulitan-kesulitan baru. Refleksi dilakukan dengan melihat skor tes dan data observasi untuk mencapai pencapaian berbasis kriteria. Setelah refleksi, dilakukan perbaikan terhadap materi, proses, dan variasi aktivitas Wordwall, serta materi, media, dan pengelolaan kelas, yang akan diujicobakan pada siklus berikutnya hingga indikator keberhasilan terpenuhi.
Sebelum tindakan dilakukan peneliti terlebih dahulu mengumpulkan data kemampuan awal peserta didik mengenai kemampuan mengenal bilangan dasar, melalui observasi peneliti mengamati proses kegiatan pembelajaran harian peserta didik. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu mengikuti pembelajaran secara umum, namun terdapat beberapa siswa yang tampak kesulitan dalam memahami konsep dasar dalam mengenal bilangan. Mereka terlihat bingung ketika diminta untuk menghitung jumlah bilangan pada benda-benda disekitar. Untuk memastikan data tersebut, peneliti akan memberikan tes kemampuan awal kepada siswa, dilakukannya tes awal kemampuan siswa ini berupa 10 soal mengenal bilangan dari 1 sampai dengan 10. Soal disusun dalam bentuk sederhana, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mengenal bilangan siswa secara mandiri.
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa tidak ada satupun siswa yang mencapai batas kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan yaitu 75% atau nilai minimum 7 dari skor maksimal 10. Dengan demikian, ketuntasan pada kondisi awal adalah 30%, dan rata rata nilai keseluruhan hanya 6,3 jauh dibawah standar yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran belum berhasil membangun pemahaman kontektual siswa terhadap kemampuen mengenal bilangan terutama pada siswa dengan hambatan belajar. Pembelajaran cenderung dilakukan secara abstrak tanpa alat bantu atau konteks benda nyata yang dapat mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari siswa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kondisi awal siswa pada penelitian ini tergolong rendah dalam hal kemampuan mengenal bilangan. Dibutuhkan permainan edukatif berbantuan wordwall berbasis kontektual untuk membantu siswa memahami konsep mengenal biilangan secara lebih bermakna dan menyenangkan.
Siklus 1 diawali dengan kegiatan perencanaan yang dilakukan peneliti setelah melaksanakan tes pra-tindakan untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam mengenal bilangan 1–10. Hasil analisis awal tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan modul ajar yang disesuaikan dengan kondisi anak dengan hambatan belajar. Peneliti juga menyiapkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran berupa permainan edukatif digital berbantuan Wordwall berbasis kontekstual, lembar kerja (LKPD), serta instrumen berupa tes dan lembar observasi. Bersama para kolaborator, perencanaan dilakukan untuk menetapkan kriteria keberhasilan tindakan, menciptakan teknik pembelajaran yang sesuai, dan menentukan tanggal pelaksanaan penelitian. Untuk menjamin kesiapan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, fase perencanaan ini sangat penting.
Pada hari Senin, 19 Mei 2025 dan Selasa, 27 Mei 2025, tahap pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam dua pertemuan. Proses pembelajaran meliputi latihan pendahuluan, inti, dan penutup. Guru memperkenalkan permainan Wordwall, yang menampilkan tantangan pengenalan angka kontekstual, sebagai kegiatan utama. Anak-anak dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan bergantian menggunakan laptop untuk bermain dan mengerjakan tugas-tugas tambahan sambil menunggu. Sebagai fasilitator, guru memastikan setiap anak terlibat sambil memberikan arahan dan bimbingan. Anak-anak diminta untuk menuliskan angka-angka yang muncul dalam permainan dan kemudian mendiskusikan temuan mereka dalam kelompok untuk mendorong interaksi, kerja sama tim, dan pembelajaran aktif berdasarkan pengalaman dunia nyata. Di akhir pembelajaran, guru memberikan insentif, menegaskan kembali konsep bilangan, dan menawarkan refleksi untuk memotivasi siswa.
Selama implementasi, observasi dilakukan untuk mencatat respons, keterlibatan, dan hasil belajar siswa sebagaimana ditunjukkan dalam proses dan ujian akhir. Selain itu, kolaborator mencatat dinamika kelas, kesulitan anak-anak, dan efektivitas media. Observasi menunjukkan adanya peningkatan keterlibatan siswa, meskipun beberapa masalah tetap ada, seperti kesulitan membedakan angka tertentu atau kurangnya perhatian saat menunggu giliran. Tahap refleksi kemudian dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan tindakan, mengidentifikasi hambatan, dan menyusun rencana perbaikan untuk siklus berikutnya. Refleksi ini menekankan pentingnya variasi dalam aturan permainan, penguatan instruksi, serta strategi manajemen kelas agar pembelajaran berbantuan Wordwall lebih optimal dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan anak dengan hambatan belajar.
Dari hasil tes siklus pertemuan 1 yang dilaksanakan pada Senin 19 Mei 2025 dapat disimpulkan bahwa dari 10 siswa yang mengalami hambatan belajar terdapat 6 siswa yang masih belum tuntas dengan presentasi 60% dan terdapat 4 siswa yang tuntas dengan presentasi 40% dan dengan nilai rata-rata yaitu 6,4 serta dengan predikat sangat kurang.
Setelah dua pertemuan pada Siklus I, hasil tes menunjukkan bahwa siswa kelompok B jauh lebih baik dalam mengenali angka sederhana berdasarkan konteks. Hasil tes pada pertemuan pertama menunjukkan bahwa hanya 4 dari 10 siswa (40%) yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan memperoleh nilai 7 atau lebih tinggi pada 10 soal. Enam siswa lainnya (60%) tidak memenuhi KKM. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada pertemuan ini adalah 6,4. Rendahnya hasil ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya siswa belum terbiasa dengan pendekatan pembelajaran aktif berbasis masalah, masih terdapat kesulitan dalam memahami isi soal berupa gambar, serta penggunaan media pembelajaran yang belum optimal karena kurangnya pengalaman siswa dalam memanipulasi alat bantu konkrett. Selain itu, dalam pelaksanaan kerja kelompok, sebagian siswa cenderung pasif dan belum memahami peran serta tanggung jawab dalam kolaborasi. Namun, pada pertemuan kedua terjadi peningkatan yang sangat positif.
Dari tes evaluasi pada pertemuan ke 2 yang kembali terdiri atas 10 soal, diperoleh hasil bahwa 5 siswa (50%) berhasil mencapai KKM, dan 5 siswa (50%) yang masih belum tuntas, dengan rata-rata nilai meningkat menjadi 6,5. Peningkatan ini menunjukkan bahwa siswa mulai terbiasa dan memahami alur pembelajaran yang menuntut keterlibatan aktif, media pembelajaran yang digunakan lebih bervariasi dan menarik sehingga mempermudah siswa dalam memahami konsep jumlah, serta kerja kelompok yang lebih terarah dan terstruktur. Guru memberikan peran yang jelas kepada setiap anggota kelompok, menyederhanakan soal dengan bahasa yang mudah dipahami, serta memberikan bimbingan intensif kepada siswa yang mengalami kesulitan. Dengan demikian, hasil tes pada Siklus I memberikan gambaran bahwa permainan edukatif berbantuan wordwall secara bertahap mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap kemampuan mengenal bilangan dasar. Keberhasilan ini menjadi dasar penting untuk merancang tindakan pada Siklus II dengan lebih terarah dan menyempurnakan aspek-aspek yang masih perlu diperbaiki.
Observasi pada Siklus I menunjukkan bahwa keterlibatan siswa mulai terbentuk meskipun masih terdapat beberapa kendala, di mana hasil tes pertemuan pertama hanya 40% siswa yang tuntas dengan rata-rata nilai 6,4 dan meningkat menjadi 50% siswa tuntas dengan rata-rata 6,5 pada pertemuan kedua, sehingga meskipun ada perkembangan positif, indikator keberhasilan klasikal 75% belum tercapai. Refleksi mengungkapkan bahwa anak menunjukkan antusiasme saat menggunakan permainan edukatif berbantuan Wordwall berbasis kontekstual, namun pelaksanaannya masih didominasi oleh beberapa siswa sehingga anak dengan hambatan belajar belum sepenuhnya berperan aktif; selain itu, konsentrasi anak mudah teralihkan oleh kegiatan di sekitar kelas. Berdasarkan temuan ini, peneliti menyimpulkan perlunya perbaikan pada siklus II melalui penguatan pengawasan guru, pengaturan giliran yang lebih ketat, serta variasi aktivitas agar keterlibatan semua anak meningkat dan kemampuan mengenal bilangan dapat mencapai target yang ditetapkan.
Siklus II dirancang berdasarkan hasil refleksi siklus I, di mana meskipun aktivitas belajar meningkat, masih ada anak yang kesulitan mencapai kemampuan optimal dalam mengenal bilangan. Oleh karena itu, perencanaan tindakan diperbaiki dengan strategi yang lebih sistematis, di antaranya mengondisikan kelas agar lebih fokus, memberi reward untuk memotivasi siswa, serta memastikan setiap anak bergantian memainkan gim Wordwall tanpa mendominasi. Perencanaan ini juga tetap menggunakan modul ajar dan RPP yang telah disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan hambatan belajar, dengan fokus pada peningkatan kemampuan mengenal bilangan 1–10 melalui permainan edukatif berbantuan Wordwall berbasis kontekstual.
Pelaksanaan siklus II dilakukan dalam dua pertemuan, yakni pada Senin, 2 Juni 2025, dan Selasa, 10 Juni 2025. Alur pembelajaran masih mengikuti pola kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Guru memperkenalkan Wordwall dengan serangkaian permainan berbasis benda nyata di lingkungan anak-anak sebagai kegiatan utama. Ia membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil dan membantu mereka menyelesaikan tugas. Setelah mendiskusikan angka-angka dalam kelompok dan menuliskannya, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil temuan mereka di depan kelas. Instruktur secara aktif memberikan penguatan dan penghargaan kepada siswa yang memberikan jawaban akurat sepanjang pelajaran, sehingga suasana belajar menjadi lebih menarik dan menginspirasi. Setiap pertemuan diakhiri dengan kegiatan penutup berupa refleksi bersama, guru mengulang kembali konsep bilangan yang telah dipelajari, menanyakan pengalaman belajar anak, serta memperkuat pemahaman mereka terhadap angka yang muncul dalam permainan. Dari pelaksanaan siklus II, terlihat peningkatan keterlibatan siswa, partisipasi yang lebih merata, serta suasana kelas yang lebih kondusif karena strategi perbaikan berhasil diterapkan. Dengan demikian, tindakan pada siklus II memberikan dampak positif dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan anak dengan hambatan belajar di Taman Kanak-Kanak kelompok B.
Berdasarkan hasil tes pada Siklus II Pertemuan 1 dan Pertemuan 2, terlihat adanya peningkatan yang sangat signifikan dalam kemampuan mengenal bilangan pad ataman kanak-kanak kelompok b setelah diterapkannya permainan edukatif berbantuan wordwall berbasis kontektual. Pada pertemuan pertama, seluruh siswa atau sebanyak 10 orang 90% berhasil mencapai nilai ≥ 75, yang merupakan batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dengan rata-rata kelas sebesar 7,3. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran berbasis kontektual melalui permainan edukatif berbantuan wordwall. Kemudian, pada pertemuan kedua, ketuntasan belajar tetap berada pada angka 100%, bahkan mengalami peningkatan dari sisi rata-rata nilai kelas menjadi 8,1 yang mengindikasikan bahwa siswa tidak hanya mempertahankan hasil belajar yang baik, tetapi juga mengalami peningkatan dalam menguasai materi secara lebih mendalam. Kenaikan ini membuktikan bahwa proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif, dan kontekstual mampu menjawab tantangan pembelajaran bagi siswa kelompok b, terutama bagi mereka yang sebelumnya tergolong memiliki kesulitan belajar. Hasil dua pertemuan dalam siklus ini memperlihatkan bahwa tujuan pembelajaran telah tercapai secara optimal, baik dari sisi persentase ketuntasan yang mencapai 100%, maupun dari predikat hasil belajar siswa yang masuk kategori Sangat Baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilaksanakan dalam Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa secara merata dan menyeluruh.
Refleksi Siklus II menunjukkan bahwa kemampuan pengenalan angka anak-anak berkebutuhan khusus di kelompok TK B berhasil ditingkatkan melalui penggunaan permainan edukatif berbasis kontekstual berbantuan Wordwall. Peningkatan ini terjadi berkat peningkatan kemampuan guru dalam mengelola kelas, mengingatkan siswa untuk tetap fokus, dan membagi ukuran kelompok untuk memastikan partisipasi yang lebih merata. Anak-anak menjadi lebih terlibat, aktif, dan termotivasi berkat guru yang terus-menerus memperkenalkan simbol angka 1–20 dan mengaitkannya dengan aktivitas Wordwall. Tampilan permainan yang interaktif juga mendorong antusiasme dan rasa senang siswa selama proses pembelajaran, sehingga target keberhasilan minimal 75% dapat tercapai dan menunjukkan adanya perkembangan signifikan dari pra-tindakan hingga siklus II.
Dapat dilihat perbandingan ketiga siklus tersebut pada diagram berikut:
Figure 2. Perbandingan Hasil Kondisi awal, Siklus I dan Siklus II
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak Taman Kanak-Kanak kelompok B dengan hambatan belajar melalui permainan edukatif berbantuan Wordwall berbasis kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan signifikan dari kondisi awal hingga siklus II, baik pada aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Temuan ini mendukung hipotesis tindakan bahwa pendekatan kontekstual yang mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman nyata anak efektif dalam memperkuat pemahaman konsep dasar bilangan [15]. Pada siklus I, tingkat ketuntasan masih rendah karena sebagian besar anak belum terbiasa dengan media digital, instruksi guru masih monoton, serta manajemen kelas belum optimal. Hal ini membuat anak mudah kehilangan fokus, ragu-ragu, dan kurang percaya diri saat diminta mengenali atau menyebutkan bilangan. Kondisi tersebut sejalan dengan pandangan Maryani [7] bahwa anak dengan hambatan belajar membutuhkan lebih banyak pengulangan, bimbingan terstruktur, serta media yang menarik agar dapat memahami konsep secara bertahap.
Perbaikan strategi pada siklus II mampu menjawab kelemahan tersebut. Guru memperkaya variasi permainan Wordwall dengan menambahkan konteks yang dekat dengan kehidupan anak, menyederhanakan instruksi, memberikan pendampingan lebih intensif, serta memberi penghargaan sederhana untuk meningkatkan motivasi. Berkat hal ini, keterlibatan siswa meningkat pesat. Anak-anak yang biasanya pasif mulai berani mencocokkan angka dengan gambar benda nyata, dan anak-anak yang mudah teralihkan menjadi lebih fokus dan menyelesaikan permainan. Peningkatan ini terlihat tidak hanya di area kognitif tetapi juga di area emosional dan motorik. Anak-anak menunjukkan lebih banyak kepercayaan diri, antusiasme, dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Khazanah Pendidikan [9] dan Siti Badriah et al. [10] yang membuktikan bahwa penggunaan Wordwall mampu meningkatkan kemampuan kognitif anak usia dini. Namun, penelitian ini memperluas kontribusi dengan membuktikan efektivitas Wordwall secara khusus pada anak dengan hambatan belajar di kelas inklusif suatu bidang yang masih jarang dikaji. Temuan ini juga melengkapi hasil penelitian Suryani et al. [16] yang menekankan manfaat pembelajaran digital dalam meningkatkan literasi dan numerasi anak secara umum. Berbeda dengan itu, penelitian ini lebih menekankan pada kebaruan integrasi Wordwall berbasis konteks yang terbukti tidak hanya meningkatkan numerasi dasar, tetapi juga membentuk sikap positif dan keterampilan sosial anak dengan hambatan belajar. Dengan demikian, pembelajaran berbasis game digital kontekstual tidak hanya memberikan peningkatan kuantitatif berupa capaian hasil tes, tetapi juga perubahan kualitatif yang tercermin dalam sikap, motivasi, dan interaksi anak. Evaluasi berkelanjutan, refleksi guru, serta adaptasi strategi dalam setiap siklus menjadi kunci keberhasilan penerapan metode ini. Hasil penelitian ini memperkuat pandangan bahwa inovasi media digital yang relevan dengan pengalaman nyata anak dapat menjadi alternatif efektif bagi guru PAUD dalam mengembangkan pembelajaran inklusif yang kreatif, interaktif, dan bermakna.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa permainan edukatif berbantuan Wordwall berbasis kontekstual efektif dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak dengan hambatan belajar di Taman Kanak-Kanak Kelompok B. This media makes learning more meaningful because it forms the concept of numbers with real-life experiences of children, simultaneously increasing attention, engagement, and motivation to learn. Improvements are seen not only in cognitive abilities in recognizing symbols, mentioning sequences, coordinating numbers with concrete objects, and comparing numbers, but also in affective and psychomotor aspects, where children show more confidence, enthusiasm, and are able to work well together. The practical implication of this research is that teachers can adopt Wordwall as an alternative inclusive learning media that is fun, interactive, and adaptive to the needs of early childhood with learning disabilities. Contextual-based digital media has been proven not only to help children understand basic mathematical concepts but also encourage the development of positive attitudes in learning. Scientifically, this research contributes to the literature on inclusive education by offering novelty in the form of the effectiveness of Wordwall on children with learning disabilities at the early childhood education level, which is still rarely done. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan dilakukan kajian keberlanjutan hasil dalam jangka panjang serta penerapan pada kelompok anak dengan karakteristik lain, sehingga efektivitas metode ini dapat diuji lebih luas dan mendalam.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti menyampaikan terima kasih kepada pihak sekolah, guru, serta anak-anak di TK Negeri 1 Kecamatan Bengalon yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pembimbing dan rekan sejawat yang telah memberikan arahan, masukan, serta motivasi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
A. Naufal, Pendidikan Matematika untuk Anak Usia Dini: Konsep dan Implementasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019.
Depdiknas, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
H. Hamid, Pendekatan Terhadap Anak dengan Hambatan Belajar: Strategi Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: RajaGrafindo, 2020.
I. Rizki and S. Mulyani, “Hambatan Belajar pada Anak dan Dampaknya terhadap Prestasi Akademik di Sekolah,” Jurnal Psikologi Pendidikan, 2022.
S. Kusnadi, Psikologi Anak dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Bumi Aksara, 2020.
E. Wahyudi, Pendekatan Pembelajaran Matematika pada Anak dengan Hambatan Belajar: Teori dan Praktik. Surabaya: Universitas Surabaya Press, 2021.
S. Gunawan, Pembelajaran Terstruktur untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Rosda, 2018.
R. I. Arends, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik, Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga, 2018.
Khazanah Pendidikan, “Pemanfaatan Games Edukasi Wordwall untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Usia Dini,” Jurnal Ilmiah Pendidikan, vol. 17, no. 2, 2023.
S. Badriah et al., “Pengaruh Game Edukasi Berbasis Wordwall terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 5–6 Tahun,” Jambura Early Childhood Education Journal, 2024.
P. Handayani et al., “Media Video Games Wordwall dan Lembar Kerja untuk Kemampuan Membilang dan Motivasi Anak,” Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 6, no. 6, 2022.
F. Fitria et al., “Penggunaan Aplikasi Wordwall dalam Mengembangkan Kemampuan Kognitif di PAUD,” Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol. 11, no. 3, 2023.
S. Kemmis and R. McTaggart, The Action Research Planner: Doing Critical Participatory Action Research. Singapore: Springer, 2020.
S. Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rineka Cipta, 2020.
NCTM, Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics, 2000.
A. Huda, “Pemanfaatan Teknologi untuk Anak dengan Hambatan Belajar,” Jurnal Teknologi Pendidikan, 2021.