Waode Andi Nurul Imamah (1), Munirah (2), Ratnawati (3)
General Background: Literacy skills are crucial for primary education as they support student comprehension across subjects. Specific Background: However, the reading ability of Indonesian students remains below international averages, highlighting the need for effective instructional strategies. Knowledge Gap: Prior studies often focus on a single cooperative model without comparing their influence on reading motivation. Aims: This study compares the Think Pair Share (TPS) and Team Games Tournament (TGT) models in fostering reading interest among grade V students in Makassar. Results: Using a quasi-experimental design with 70 students, results showed a significant increase in reading interest in both groups, with TPS achieving a higher mean post-test score (82.57) than TGT (72.29). Novelty: The research simultaneously examines two cooperative learning models, emphasizing reading interest rather than only cognitive outcomes. Implications: TPS is recommended for deep comprehension and sustained reading motivation, while TGT is more suitable for creating a competitive and engaging classroom climate. Teachers may combine both approaches to balance comprehension and motivation.
Highlight
TPS produces higher reading interest gains than TGT.
TGT is effective for engagement through competition.
Combining TPS and TGT optimizes motivation and comprehension.
Keyword
Cooperative Learning, Think Pair Share, Team Games Tournament, Reading Interest, Elementary Education
Pendidikan dasar memiliki peran penting dalam membentuk kompetensi siswa, termasuk kemampuan literasi yang menjadi salah satu fokus utama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Kemampuan literasi sangat dibutuhkan untuk mendukung pemahaman siswa terhadap berbagai mata pelajaran lainnya [1]. Salah satu mata pelajaran yang diterapkan pada kurikulum merdeka ini yaitu mata pelajaran bahasa indonesia. Bahasa indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting, bagian dari peranan penting dalam pertumbuhan sosial, emosional dan intelektual siswa dalam pendidikan akademik dan pengetahuan dasar dari mata pelajaran lainnya.
Mata pelajaran bahasa indonesia ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan kemampuan berbahasa dalam pendidikan sekolah dasar. Di Indonesia, pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan siswa secara terpadu. Membaca ialah suatu kemampuan yang bersangkutan dengan kegiatan mencari informasi melalui membaca serta mengetahui informasi secara kritis [2].
Tujuan Pendidikan Bahasa Indonesia ternyata belum sejalan dengan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa yang belum optimal. Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan kemampuan membaca siswa Indonesia berada di peringkat 74 dari 79 negara peserta, jauh di bawah rata-rata internasional [3]. Meskipun pada PISA 2022 [4] terjadi kenaikan peringkat literasi 3-4 poin, ini bukan kabar baik sepenuhnya. Skor kemampuan membaca justru mengalami penurunan, dari 371 pada PISA 2018 menjadi 359 pada PISA 2022. Kondisi ini menyoroti urgensi perbaikan pengajaran dan strategi pembelajaran di sekolah dasar, mengingat kemampuan membaca adalah fondasi utama keterampilan berbahasa yang krusial untuk dikuasai anak sejak usia dini. Membaca membantu siswa untuk segera mengetahui dan memperbaiki kesalahan mereka, sehingga meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi bacaan [5].
Membaca membantu siswa untuk segera mengetahui dan memperbaiki kesalahan mereka, sehingga meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi bacaan [5].
Hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di sekolah dasar gugus II kecamatan Rappocini kota Makassar menunjukkan intensitas penggunaan model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat baca siswa kelas V pada mata pembelajaran bahasa Indonesia masih rendah sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman peserta didik dalam memahami isi teks yang telah diberikan. Hal ini menunjukkan rendahnya minat baca siswa di dalam kelas. Guru masih menggunakan model pembelajaran yang mengandalkan ceramah yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan siswa dalam proses belajar karna tidak menarik perhatian siswa dan mengurangi keterlibatan aktif mereka. Data menunjukkan sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar, model pembelajaran yang digunakan masih didominasi oleh model konvensional. Model ini menyebabkan kurangnya partisipasi aktif siswa dalam proses belajar, terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari rendahnya rata-rata nilai siswa pada ujian akhir semester yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) [6]. Dalam pembelajaran guru biasanya menggunakan model pembelajaran dalam menyampaikan materi agar dapat dipahami oleh siswa. model pembelajaran dalam proses belajar dapat mengembangkan minat serta keinginan yang baru, membangkitkan motivasi terhadap pembelajaran [7].
Salah satu model yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Model ini memungkinkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok, berbagi ide, dan memecahkan masalah secara kolaboratif [8]. Pembelajaran kooperatif juga memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dibandingkan pembelajaran konvensional yang biasanya berfokus pada guru. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam memberikan mengajar kepada siswa sangat beragam. Salah satu model pembelajarannya adalah model pembelajaran kooperatif. Ketika para siswa belajar secara kooperatif, siswa dilatih dan diberikan kebiasaan untuk saling bertukar informasi pengetahuan (sharing) perihal pengetahuan yang dimiliki, tugas, tanggung jawab dan pengetahuan.setiap siswa juga dilatih untuk saling membantu satu sama lain dan berlatih berinteraksi dengan baik dengan teman dalam dalam proses belajar maupun ketika kerjasama.
Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai variasi, di antaranya Think Pair Share (TPS) dan Team Games Tournament (TGT). Model TPS dibuat untuk mendorong siswa berpikir secara individu, berdiskusi dengan pasangan, dan menyampaikan hasil diskusi kepada kelompok besar [9]. Peneliti yang dilakukan oleh [10] menunjukkan bahwa penerapan model TPS mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami teks narasi di tingkat sekolah dasar. Prosesnya terdiri dari tiga Langkah, yaitu ‘Think’(berpikir), ‘Pair’(berpasangan), dan ‘share’ (berbagi). Pada tahap ‘Think’, para siswa diminta untuk secara pribadi memikirkan jawaban atau menyelesaikan secara individu. Kemudian, pada tahap ’pair’, mereka melakukan diskusi dengan teman belajarnya untuk mendapatkan pemahamanya yang lebih mendalam. Terakhir, pada tahap ’share’, setiap pasangan menyampaikan ide atau Solusi mereka di seluruh kelas. Melalui TPS, setiap siswa diberi peluang untuk aktif berpartsipasi dalam proses pembelajaran dan meningkatkan interaksi antar siswa. Model pembelajaran Kooperatif tipe TPS mendorong siswa untuk belajar secara berpasangan, yang biasanya disebut kelompok kecil (hanya terdiri dari 2 siswa) [11] melalui mereka belajar dalam kelompok kecil, guru berharap siswa dapat lebih bertanggung jawab dan bekerja sama antar siswa. Model tipe TPS juga memberikan dukungan lebih bagi siswa banyak untuk berpikir dan memberikan tanggapan serta saling membantu.
Model TGT lebih fokus pada persaingan yang sehat di antar kelompok melalui permainan edukatif. Model ini tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga membangun sikap sosial siswa, seperti kerja sama dan toleransi [12]. Model pembelajaran kooperatif TGT mencakup unsur kerjasama di antara siswa dalam tim, tanggung jawab kelompok untuk proses belajar individu, penambahan poin setelah kuis, serta pertandingan edukatif antar kelompok [13]. Penelitian oleh [14] menyatakan bahwa penerapan TGT dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan belajar siswa. Oleh karena itu, setiap anggota tim diharapkan memahami konsep materi sebelum berpartisipasi dalam kuis dan permainan.
Model pembelajaran kooperatif, TGT dan TPS adalah dua model pembelajaran kooperatif yang memiliki fokus dan mekanisme yang berbeda. TGT lebih lanjut menekankan pemahaman materi melalui kompetisi antar kelompok dan permainan, sedangkan TPS lebih mengutamakan pikiran individu, kolaborasi antar pasangan, dan pertukaran ide klasik. Perbedaan ini menimbulkan diskusi mengenai tentang efektivitas relatif dari kedua model ini dalam meningkatkan ragam aspek pembelajaran di Indonesia, seperti pemahaman konsep, kemampuan bahasa, motivasi untuk belajar, dan interaksi sosial siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh [15] bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar di Sekolah dengan membandingkan model pembelajaran think pair share (TPS) dan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji hipotesis dengan Uji Independent Sample T-test diperoleh nilai Sig. (2-tailed) yang didapat adalah 0.158 sehingga dapat disimpulkan bahwa (0.158 > 0.05). Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan hasil belajar siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dengan perolehan rata-rata post-testkelas eksperimen 2VII.3sebesar89.06 dan rata-rata post-testkelas eksperimen 1VII.4 sebesar 89.06. Penelitian yang dilakukan oleh [16] dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 dan variable Y. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil posttest bahwa kelas eksperimen 1 mencatat 87.56 dibandingkan kelas eksperimen 2 mendapat rata-rata posttest sebanyak 81.14 dan bahkan pada kelas kontrol rata-rata posttestnya hanya memperoleh sebanyak 73.60. Oleh karena itu, dapat kesimpulannya kelas eksperimen 1 memberikan dampak positif model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan penarapan model pembelajaran TPS dan TGT dalam meningkatkan minat baca dan hasil belajar Bahasa Indonesia. Dengan melakukan perbandingan ini, diharapkan dapat ditemukan model pembelajaran yang lebih tepat untuk meningkatkan mutu kualitas pendidikan di SD Gugus II Kecamatan Rappocini [17].
Selain memberikan kontribusi teoritis, penelitian ini juga memiliki implikasi praktis. Hasil penelitian sebagai acuan bagi guru dalam menentukan dan menerapkan model pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Dengan demikian, diharapkan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dapat berjalan lebih maksimal dan menyenangkan bagi siswa [18].
Kebaruan penelitian ini terletak pada fokus, konteks, dan pendekatan yang digunakan. Penelitian sebelumnya umumnya hanya menelaah efektivitas satu model pembelajaran terhadap pemahaman bacaan atau hasil belajar kognitif, sedangkan penelitian ini secara khusus membandingkan dua model pembelajaran kooperatif, yakni Think Pair Share (TPS) dan Team Games Tournament (TGT), dalam kaitannya dengan minat baca siswa kelas V sekolah dasar. Penekanan pada aspek minat baca menjadikan penelitian ini berbeda, sebab sebagian besar studi literasi lebih banyak menitikberatkan pada aspek kemampuan akademik daripada motivasi membaca. Selain itu, konteks penelitian yang dilakukan di SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar memberikan nilai tambah, karena memperlihatkan bagaimana strategi pembelajaran inovatif dapat diterapkan dalam lingkungan sekolah dasar di kawasan perkotaan Makassar dengan karakteristik sosial-budaya yang khas.
Penelitian mengenai perbandingan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Team Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan minat baca siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar memiliki keterkaitan erat dengan isu pendidikan nasional. Upaya menumbuhkan minat baca melalui strategi pembelajaran ini sejalan dengan tujuan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan pemerintah. Melalui penerapan model TPS dan TGT, siswa didorong untuk membaca, memahami, dan mendiskusikan bacaan secara aktif, sehingga proses belajar tidak hanya berfokus pada pemahaman materi, tetapi juga membentuk kebiasaan literasi yang berkelanjutan. Selain itu, penelitian ini juga relevan dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila (PPP). Penerapan model kooperatif memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan bernalar kritis dalam memahami isi bacaan, sekaligus melatih kreativitas ketika menyampaikan ide atau pendapat. Kerja sama dalam kelompok maupun pasangan mencerminkan nilai gotong royong, sementara keterlibatan aktif dalam membaca dan memahami teks memperkuat sikap mandiri. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar dan minat baca siswa, tetapi juga mendukung implementasi program nasional yang menekankan pembentukan budaya literasi serta penguatan karakter sesuai dengan dimensi Profil Pelajar Pancasila.
Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menemukan suatu solusi dengan membandingkan dua model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan minat baca dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dengan judul : Perbandingan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Tipe Team Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan minat baca dan hasil belajar siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasy eksperimental design. Desain dari penelitian ini yaitu quasi experimental design. Alasan memilih memilih quasi-experimental design karena kondisi riil sekolah dasar yang tidak memungkinkan pengacakan individu maupun pertukaran siswa antarkelas karena alasan administratif, jadwal, dan etika pembelajaran. Menurut [19] desain ini mempunyai kelompok 37 kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Tujuan penelitian eksperimen ini adalah untuk membandingkan penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT). Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperimental Design Type Nonequivalent Multiple-Group Design. Penelitian ini dilakukan di kelas V A sebagai kelas eksperimen A dengan jumlah sebanyak 35 siswa dan kelas V B sebagai kelas eksperimen B dengan jumlah sebanyak 35 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah Cluster Random Sampling. Selanjutnya data dikumpulkan melalui observasi, angket dan tes.
Keterangan:
E1 = Kelas eksperimen 1
E2 = Kelas eksperimen 2
T1 = Treatment Model Pembelajaran TPS
T2 = Treatment Model Pembelajaran TGT
O1 = Nilai Pre-test
O2 = Nilai Pre-test
O3 = Nilai postest
O4 = Nilai postest
Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan inferensial.
Hasil penelitian ini akan mendeskripsikan tiga fokus utama sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Team Games Tournament (TGT) dalam pembelajaran di kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar, mengetahui minat baca siswa kelas V pada masing-masing model pembelajaran, serta menganalisis perbandingan efektivitas penerapan model TPS dan TGT dalam meningkatkan minat baca siswa.
Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan pada dua kelompok eksperimen dengan materi pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan minat baca, dilaksanakan dalam empat kali pertemuan. Pertemuan pertama diawali dengan pemberian pre-test untuk mengukur minat baca awal siswa sebelum diterapkan model pembelajaran TPS maupun TGT. Pertemuan kedua dan ketiga merupakan tahapan pemberian perlakuan (treatment) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS pada kelompok pertama dan model TGT pada kelompok kedua. Selanjutnya, pada pertemuan keempat dilakukan post-test untuk mengetahui sejauh mana peningkatan minat baca siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan masing-masing model kooperatif tersebut.
Langkah awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian adalah menguji validitas instrumen penelitian, yang meliputi validasi isi dan validasi ahli terhadap perangkat pembelajaran serta instrumen minat baca yang digunakan. Validator yang terlibat dalam penelitian ini adalah Dr. Andi Paida, M.Pd. dan Dr. Abdul Wahid, M.Pd., keduanya merupakan dosen pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Makassar yang memiliki keahlian di bidang pembelajaran kooperatif dan evaluasi pendidikan. Proses validasi isi dilakukan dalam dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, validator memberikan masukan terkait kejelasan indikator minat baca, kesesuaian butir instrumen dengan tujuan penelitian, serta penyesuaian redaksi kalimat agar lebih mudah dipahami siswa. Peneliti kemudian melakukan revisi sesuai saran tersebut. Pada pertemuan kedua, validator menyatakan bahwa instrumen minat baca telah layak digunakan dalam penelitian.
Validasi ahli terhadap perangkat pembelajaran juga dilakukan dalam dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, validator memberikan masukan terkait kejelasan langkah-langkah model pembelajaran TPS dan TGT serta kesesuaian dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Pada pertemuan kedua, validator menyarankan penyempurnaan pada lembar kerja siswa, penambahan variasi aktivitas membaca, serta perbaikan redaksi instruksi agar lebih komunikatif. Setelah dilakukan revisi sesuai masukan, perangkat pembelajaran dinyatakan valid dan siap digunakan dalam penelitian.
Sebelum diuraikan hasil penelitian mengenai perbandingan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Team Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan minat baca siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar, terlebih dahulu dipaparkan hasil validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen yang divalidasi meliputi angket minat baca siswa serta perangkat pembelajaran yang mendukung penerapan model TPS dan TGT. Proses validasi instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas Gregory, yang digunakan untuk menilai tingkat kevalidan instrumen penelitian secara keseluruhan. Melalui uji validitas tersebut, diperoleh gambaran mengenai kesesuaian butir pernyataan dalam angket minat baca dengan indikator yang telah ditetapkan serta keterpaduan perangkat pembelajaran dengan tujuan penelitian. Berikut adalah hasil uji validitas instrumen tersebut:
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa seluruh item instrumen yang terdiri dari modul ajar, lembar observasi, dan angket minat membaca memperoleh skor validitas sebesar 1, yang berarti berada pada kategori sangat tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh instrumen dalam penelitian ini layak digunakan untuk mengukur variabel minat baca siswa pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Team Games Tournament (TGT).
1. Analisis Statistik Deskriptif
a. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Minat Baca Siswa
Gambaran penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini disajikan berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen. Proses pembelajaran dimulai dari tahap think, di mana guru memberikan teks bacaan yang sesuai dengan tingkat kelas, kemudian siswa diminta untuk membaca secara mandiri dan memahami isi bacaan tersebut. Pada tahap ini, siswa berlatih untuk fokus, menumbuhkan rasa ingin tahu, serta membangun minat baca melalui kegiatan membaca secara individual.
Setelah itu, pembelajaran dilanjutkan ke tahap pair, di mana siswa dipasangkan dengan teman sebangku untuk mendiskusikan isi bacaan. Mereka saling bertukar informasi, menyampaikan pendapat, serta mengklarifikasi bagian bacaan yang belum dipahami. Diskusi ini membuat siswa lebih aktif, meningkatkan motivasi membaca, sekaligus melatih keterampilan komunikasi dan kerjasama.
Pada tahap share, setiap pasangan siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Kegiatan ini melatih keberanian siswa untuk berbicara, menambah wawasan melalui berbagi pemahaman dengan teman-teman lain, serta memperkuat rasa percaya diri dalam mengekspresikan hasil bacaan.
Tahap akhir penerapan TPS ditutup dengan kegiatan refleksi, yaitu guru memberikan beberapa pertanyaan pemantik atau latihan sederhana yang terkait dengan isi bacaan untuk mengukur sejauh mana keterlibatan siswa dan minat mereka dalam membaca. Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan model TPS pada kelompok eksperimen, tampak bahwa penerapan model ini memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan minat baca siswa. Hal ini terlihat dari keterlibatan aktif siswa dalam membaca, berdiskusi, dan berbagi pemahaman, serta meningkatnya antusiasme mereka terhadap kegiatan membaca. Berikut dapat dilihat tabel hasil pelaksanaan pembelajaran pada kelompok eksperimen:
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui persentase keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Pada pemberian perlakuan (treatment) pertama, proses pembelajaran memperoleh persentase sebesar 63% yang termasuk dalam kategori cukup efektif. Sementara itu, pada pemberian perlakuan (treatment) kedua, persentase yang diperoleh meningkat 96% tergolong dalam kategori sangat efektif.
Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran TPS dalam proses pembelajaran mengalami peningkatan efektivitas dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua. Peningkatan ini mencerminkan semakin aktifnya siswa dalam mengikuti tahapan think, pair, share, yaitu membaca dan memahami teks bacaan secara mandiri, mendiskusikan isi bacaan bersama pasangan, serta berbagi hasil diskusi dengan seluruh kelas.
Visualisasi keterlaksanaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) selama proses treatment dapat dilihat pada grafik berikut:
Figure 1. Hasil Penggunaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Minat Baca Siswa
Untuk memperoleh hasil analisis awal terhadap minat baca siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), dilakukan pre-test kepada siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini yang berjumlah 70 siswa. Instrumen yang digunakan dalam pengukuran ini berupa angket sejumlah 22 butir pernyataan yang dirancang untuk mengukur aspek- aspek minat baca siswa, seperti rasa ingin tahu, perhatian terhadap bacaan, motivasi membaca, dan kebiasaan membaca.
Hasil pre-test tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel dan diolah menjadi data kuantitatif untuk mengetahui gambaran minat baca awal siswa sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model TPS. Data ini selanjutnya menjadi dasar untuk dibandingkan dengan hasil post-test setelah pemberian treatment, sehingga dapat diketahui sejauh mana peningkatan minat baca siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).
1) Data Pre-test Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Minat Baca Siswa .
Pelaksanaan pre-test pada kelompok eksperimen 1 dilakukan pada hari Selasa, 15 Mei 2025, dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 35 siswa kelas III SD IT Al-Ishlah Maros. Kelompok eksperimen merupakan kelas yang menggunakan media pembelajaran Literacy Cloud dalam proses pembelajaran. Pre-test diberikan untuk mengetahui kemampuan awal literasi membaca siswa sebelum diterapkannya media pembelajaran tersebut. Setelah data pre-test diperoleh, data kemudian diolah menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics Version 23 untuk dianalisis secara kuantitatif.
Pelaksanaan pre-test pada kelompok eksperimen dilakukan pada hari Selasa, 15 Mei 2025, dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 35 siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini. Kelompok eksperimen ini merupakan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam proses pembelajaran. Pre-test diberikan untuk mengetahui tingkat minat baca awal siswa sebelum diterapkannya model TPS. Instrumen yang digunakan berupa angket minat baca dengan 22 butir pernyataan. Setelah data pre-test diperoleh, hasilnya kemudian diolah menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics Version 23 untuk dianalisis secara kuantitatif.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pre-test model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap minat baca siswa, diperoleh jumlah sampel sebanyak 35 orang. Nilai terendah yang dicapai siswa adalah 50, sedangkan nilai tertinggi mencapai 95, dengan rentang (range) sebesar 45. Rata-rata (mean) skor pre-test berada pada angka 68,71, yang menunjukkan bahwa minat baca siswa sebelum diberikan perlakuan berada pada kategori cukup. Median sebesar 70 menandakan bahwa setengah dari siswa memperoleh nilai di bawah 70 dan setengahnya lagi di atas nilai tersebut, sehingga distribusi data relatif seimbang. Nilai modus sebesar 65 menunjukkan bahwa skor ini merupakan nilai yang paling banyak muncul di antara siswa. Sementara itu, standar deviasi sebesar 10,385 mengindikasikan adanya variasi atau penyebaran nilai yang cukup tinggi dari rata-rata, yang berarti terdapat perbedaan tingkat minat baca yang cukup signifikan antar siswa sebelum perlakuan diberikan.
2) Data Post-test Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TipecThink Pair Share (TPS) Terhadap Minat Baca Siswa .
Pelaksanaan post-test pada kelompok eksperimen dilakukan pada hari Jumat, 17 Mei 2025 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 35 siswa. Kelompok eksperimen merupakan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam proses pembelajaran. Post-test ini bertujuan untuk mengetahui minat baca siswa setelah penerapan model TPS pada kegiatan pembelajaran. Data hasil post-test yang diperoleh kemudian diolah menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistic Version 23 untuk mengetahui perubahan minat baca siswa setelah diberikan perlakuan. Hasil post-test kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan Tabel 5 yang menunjukkan deskripsi data post-test minat baca siswa pada kelompok eksperimen 1 dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), diperoleh nilai rata- rata (mean) sebesar 82,57, nilai tengah (median) sebesar 85, dan nilai yang paling sering muncul (modus) sebesar 70. Simpangan baku (standar deviasi) sebesar 9,730. Nilai tertinggi (maksimum) yang diperoleh siswa adalah 100, sedangkan nilai terendah (minimum) adalah 65, sehingga rentang nilai (range) antara nilai tertinggi dan nilai terendah adalah 35. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS berkontribusi positif terhadap peningkatan minat baca siswa, ditunjukkan dengan capaian hasil post-test yang relatif tinggi dan merata.
Figure 2. Hasil Perbandikan Pretest dan Postest Tipe Think Pair Share (TPS) Tehadap Minat Baca
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, minat baca dan kemampuan literasi membaca siswa pada kelompok eksperimen 1 menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Sebelum perlakuan, sebagian besar siswa berada pada kategori cukup (22 siswa, 63%), dengan sejumlah siswa berada pada kategori rendah (8 siswa, 23%), kategori tinggi (4 siswa, 11%), dan sangat tinggi (1 siswa, 3%). Hal ini menunjukkan bahwa minat baca siswa masih beragam, dengan sebagian siswa perlu peningkatan kemampuan literasinya. Setelah diberikan perlakuan, distribusi kemampuan literasi membaca siswa bergeser ke kategori yang lebih tinggi, dengan sebagian besar siswa berada pada kategori tinggi (20 siswa, 57%) dan sangat tinggi (5 siswa, 14%), sementara siswa pada kategori cukup berkurang menjadi 10 siswa (29%), dan tidak ada siswa yang berada pada kategori rendah maupun sangat rendah. Perbandingan ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran TPS secara signifikan meningkatkan kemampuan literasi membaca siswa, terlihat dari pergeseran dominasi skor dari kategori cukup dan rendah menjadi dominasi kategori tinggi dan sangat tinggi. Dengan demikian, model TPS terbukti efektif dalam meningkatkan minat dan kemampuan literasi membaca siswa.
b. Penerapan Model Pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT) Tehadap Minat Baca
Gambaran penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini disajikan berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen. Proses pembelajaran dimulai dari tahap penyajian materi, di mana guru memberikan teks bacaan yang sesuai dengan tingkat kelas, kemudian menjelaskan isi bacaan secara singkat agar siswa memperoleh gambaran awal. Setelah itu, siswa dibagi ke dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4–6 orang. Setiap anggota kelompok membaca teks secara mandiri, kemudian mendiskusikan isi bacaan bersama timnya untuk memastikan pemahaman yang lebih baik.
Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan ke tahap games berupa kuis atau permainan edukatif yang berisi pertanyaan terkait isi bacaan. Siswa menjawab pertanyaan secara bergantian dalam suasana kompetitif namun menyenangkan. Setelah itu, dilakukan turnamen, yaitu perwakilan dari tiap kelompok bertanding dengan anggota kelompok lain untuk memperoleh skor tertinggi.
Pada tahap akhir, guru memberikan penghargaan kelompok berupa apresiasi atau hadiah sederhana kepada tim dengan perolehan nilai tertinggi. Kegiatan ini menciptakan suasana belajar yang penuh semangat, menumbuhkan minat baca melalui motivasi berkompetisi, serta melatih kerja sama antaranggota tim. Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan model TGT pada kelompok eksperimen, tampak bahwa penerapan model ini memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan minat baca siswa. Hal ini terlihat dari antusiasme siswa dalam membaca teks, keterlibatan aktif dalam diskusi, serta semangat mengikuti permainan dan turnamen untuk mencapai prestasi kelompok.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui persentase keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT). Pada pemberian perlakuan (treatment) pertama, proses pembelajaran memperoleh persentase sebesar 62% yang termasuk dalam kategori efektif. Sementara itu, pada pemberian perlakuan (treatment) kedua, persentase yang diperoleh meningkat menjadi 865 yang tergolong dalam kategori efektif.
Figure 3. Hasil Penerapan Penerpan Model Pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT) Tehadap Minat Baca
Untuk memperoleh hasil analisis awal terhadap minat baca siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), dilakukan pre-test kepada siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini yang berjumlah 70 siswa. Instrumen yang digunakan dalam pengukuran ini berupa angket sejumlah 22 butir pernyataan yang dirancang untuk mengukur aspek-aspek minat baca siswa.
Hasil pre-test tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel dan diolah menjadi data kuantitatif untuk mengetahui gambaran minat baca awal siswa sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model TGT. Data ini selanjutnya menjadi dasar untuk dibandingkan dengan hasil post-test setelah pemberian treatment, sehingga dapat diketahui sejauh mana peningkatan minat baca siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
3) Data Pre-test Penerapan Model Pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT) Tehadap Minat Baca.
Pelaksanaan pre-test pada kelompok Eksperimen 2 dilakukan pada hari Senin, 17 Mei 2025 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 35 siswa. Kelompok kontrol merupakan kelas yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dalam proses pembelajaran. Pre-test ini dimaksudkan untuk mengetahui minat baca siswa sebelum diberikan perlakuan penerapan model pembelajaran TGT. Data hasil pre-test minat baca siswa pada kelompok kontrol disajikan pada tabel berikut:
Berdasarkan Tabel 7 mengenai deskripsi minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 69,59, nilai tengah (median) sebesar 70, dan nilai yang paling sering muncul (modus) yaitu 75. Simpangan baku (standar deviasi) yang diperoleh adalah 10,757, yang menunjukkan adanya variasi kemampuan siswa dalam kelompok kontrol. Nilai tertinggi (maksimum) yang dicapai siswa adalah 95, sedangkan nilai terendah (minimum) adalah 50, sehingga diperoleh rentang nilai (range) sebesar 45. Data ini menggambarkan bahwa minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2 cenderung berada pada kategori sedang dengan variasi nilai yang cukup beragam.
4) Data Post-test Penerapan Model Pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT) Tehadap Minat Baca
Pelaksanaan post-test pada kelompok eksperimen 2 dilakukan pada hari Sabtu, 20 Mei 2025 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 35 siswa. Kelompok eksperimen merupakan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dalam proses pembelajaran. Post-test ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat minat baca siswa setelah penerapan model pembelajaran TGT. Setelah data post-test diperoleh, data kemudian diolah menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistic Version 23. Data hasil post-test minat baca siswa pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan Tabel 8 yang menyajikan hasil post-test minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2, diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 70,44, nilai tengah (median) sebesar 70, dan nilai yang paling sering muncul (modus) sebesar 65. Simpangan baku (standar deviasi) sebesar 11,171 menunjukkan adanya variasi capaian minat baca di antara siswa. Nilai tertinggi (maksimum) yang diperoleh siswa adalah 95, sedangkan nilai terendah (minimum) adalah 50, sehingga rentang nilai (range) antara skor tertinggi dan terendah mencapai 45. Data ini mengindikasikan bahwa minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2 masih berada pada kategori sedang, serta cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok eksperimen 1 yang memperoleh perlakuan melalui model pembelajaran tipe Team Games Tournament (TGT).
Figure 4. Hasil Perbandikan Pretest dan Postest Tipe Team Games Tournament (TGT) Tehadap Minat Baca
Berdasarkan diagram di atas, minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2 menunjukkan perubahan setelah diberikan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT). Sebelum perlakuan, sebagian besar siswa (62%) berada pada kategori cukup, dengan 1 siswa (3%) pada kategori sangat tinggi, 5 siswa (15%) pada kategori tinggi, dan 7 siswa (20%) pada kategori rendah, sedangkan tidak ada siswa pada kategori sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mayoritas memiliki minat baca cukup, masih terdapat sejumlah siswa yang membutuhkan perhatian khusus. Setelah penerapan model TGT, terjadi peningkatan minat baca siswa. Jumlah siswa pada kategori sangat tinggi meningkat menjadi 3 siswa (9%), kategori tinggi menjadi 8 siswa (23%), kategori cukup sedikit menurun menjadi 18 siswa (51%), dan kategori rendah menurun menjadi 6 siswa (17%), dengan tetap tidak ada siswa pada kategori sangat rendah. Secara keseluruhan, penerapan model TGT memberikan pengaruh positif terhadap minat baca siswa. Terlihat adanya peningkatan proporsi siswa pada kategori tinggi dan sangat tinggi, serta penurunan pada kategori rendah, sehingga minat baca siswa secara umum meningkat dari cukup menjadi tinggi.
2. Analisis Statistik Inferensial
Analisis data hasil tes minat baca siswa dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic Version 23. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji prasyarat ini bertujuan untuk memastikan bahwa data minat baca siswa, baik pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) maupun kelompok yang menggunakan tipe Team Games Tournament (TGT), memenuhi asumsi dasar statistik sehingga dapat dianalisis lebih lanjut untuk menguji perbedaan penerapan kedua model pembelajaran tersebut terhadap minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan langkah awal dalam menganalisis data minat baca siswa secara spesifik. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan menggunakan program IBM SPSS Statistic Version 23. Pengujian dilakukan dengan uji Shapiro–Wilk pada taraf signifikansi 5% atau 0,05. Kriteria pengambilan keputusan adalah: jika p-value ≥ 0,05, maka data berdistribusi normal, sedangkan jika p-value < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan baik pada data pre- test maupun post-test, baik untuk kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) maupun kelompok yang menggunakan tipe Team Games Tournament (TGT), guna memastikan bahwa data telah memenuhi asumsi distribusi normal sebelum dilakukan pengujian hipotesis. Berikut adalah output hasil uji normalitas pada penelitian ini:
Berdasarkan Tabel 9, hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Sig.) untuk seluruh data berada di atas 0,05. Nilai signifikansi pretest kelompok dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebesar 0,106, pretest kelompok dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) sebesar 0,161, posttest kelompok TPS sebesar 0,116, dan posttest kelompok TGT sebesar 0,144. Dengan demikian, seluruh data pretest dan posttest, baik pada kelompok TPS maupun kelompok TGT, berdistribusi normal. Hasil ini menunjukkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi, sehingga data minat baca siswa dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan uji statistik parametrik, seperti uji t.
b. Uji Homogenitas
Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan Uji Bartlett dengan bantuan program SPSS for Windows pada taraf signifikansi 5% (0,05), diperoleh nilai signifikansi (p-value) untuk data pretest dan posttest, baik pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) maupun kelompok yang menggunakan tipe Team Games Tournament (TGT), lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variansi data pada kedua kelompok adalah sama atau homogen. Dengan demikian, asumsi homogenitas terpenuhi, sehingga analisis data dapat dilanjutkan menggunakan uji statistik parametrik, seperti Independent Sample t-test, untuk menguji perbedaan minat baca siswa antara kelompok yang menggunakan model pembelajaran TPS dan kelompok yang menggunakan model pembelajaran TGT.
Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan menggunakan Uji Bartlett pada taraf signifikansi 0,05, diperoleh nilai signifikansi (Sig.) untuk kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebesar 0,857 dan untuk kelompok yang menggunakan tipe Team Games Tournament (TGT) sebesar 0,065. Karena nilai signifikansi keduanya lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variansi data minat baca siswa pada kedua kelompok adalah sama atau homogen. Dengan demikian, asumsi homogenitas terpenuhi sehingga analisis data dapat dilanjutkan menggunakan uji statistik parametrik, yaitu Independent Sample t-test, untuk mengetahui perbedaan minat baca siswa antara kelompok yang menggunakan model pembelajaran TPS dan kelompok yang menggunakan model pembelajaran TGT.
c. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat dilakukan dan terbukti bahwa data-data yang diolah berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Berikut adalah hasil pengujiannya:
1) Independent Sample T-Test Pos-Test Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) dan Tipe Team Games Tournament (TGT)
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Independent Sample t-test, yaitu uji beda rata-rata dua sampel yang tidak berpasangan dan memperoleh perlakuan yang berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan minat baca siswa antara kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada hasil posttest. Kriteria pengambilan keputusan adalah: jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 dan nilai t-hitung < t-tabel, maka H₀ diterima dan H₁ ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 dan nilai t-hitung > t-tabel, maka H₀ ditolak dan H₁ diterima. Berikut ini disajikan hasil pengujian Independent Sample t-test pada data posttest penelitian ini:
Berdasarkan hasil Independent Sample t-test pada nilai posttest minat baca siswa, diketahui bahwa pada Levene’s Test for Equality of Variances diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,017 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data memiliki varians yang tidak homogen. Oleh karena itu, pengujian t-test dilakukan menggunakan asumsi variances not assumed. Hasil pengujian t-test menunjukkan nilai t-hitung sebesar 3,482 dengan nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) sebesar 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H₀ ditolak dan H₁ diterima, yang berarti terdapat perbedaan rata-rata minat baca yang signifikan antara kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan kelompok yang menggunakan tipe Team Games Tournament (TGT). Perbedaan ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata kelompok TPS yang lebih tinggi dibandingkan kelompok TGT dengan selisih sebesar 10,286 poin.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap minat baca siswa, dilakukan uji Effect Size menggunakan Eta Squared dengan bantuan program SPSS Version 23. Uji ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi perbedaan model pembelajaran terhadap perubahan minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Hasil uji Eta Squared akan memberikan informasi mengenai efektivitas masing-masing model pembelajaran, sehingga dapat diketahui model pembelajaran mana yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap peningkatan minat baca siswa.
2 ) Tests of Within-Subjects Effects
Berdasarkan hasil uji Effect Size menggunakan Eta Squared pada data posttest, diperoleh nilai Partial Eta Squared = 0,337 dengan nilai F = 17,253 dan nilai signifikansi (Sig.) = 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat baca siswa. Dengan kata lain, 33,7% variasi minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar dapat dijelaskan oleh perbedaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan tipe Team Games Tournament (TGT). Hasil ini menunjukkan bahwa kedua model pembelajaran memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan minat baca, dengan efek yang cukup besar menurut kriteria Cohen (1988) untuk interpretasi Effect Size.
Berdasarkan nilai rata-rata posttest, minat baca siswa pada kelompok yang menggunakan model TPS lebih tinggi dibandingkan kelompok yang menggunakan model TGT, dengan selisih rata-rata sebesar 10,286 poin. Hal ini menunjukkan bahwa model TPS lebih efektif dalam meningkatkan minat baca siswa dibandingkan model TGT.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua model pembelajaran kooperatif sama-sama berkontribusi terhadap peningkatan minat baca siswa, namun model Think Pair Share (TPS) memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan Team Games Tournament (TGT). Hal ini mungkin disebabkan TPS menekankan pemikiran individu, diskusi pasangan, dan berbagi jawaban secara aktif, sehingga setiap siswa lebih terlibat dalam proses belajar membaca.
1. Penerapan Model Pembelajaran Koopeeratif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Minat Baca Siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelompok eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), terlihat adanya peningkatan minat baca siswa dari hasil pre-test ke post-test. Pada pre-test, rata-rata minat baca siswa berada pada angka 68,71 dengan kategori “cukup”, sedangkan pada post- test meningkat menjadi 82,57 yang termasuk kategori “tinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan dalam model TPS—yaitu think, pair, share— dapat mendorong siswa untuk lebih fokus membaca, mendiskusikan isi bacaan, serta berbagi pemahaman dengan teman sekelas. Menurut [20], keunggulan utama TPS terletak pada pemberian waktu berpikir individual yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sebelum mereka berbagi dengan orang lain.
Proses pembelajaran dengan model TPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan memahami teks bacaan secara mandiri pada tahap think. Kegiatan ini mendorong siswa untuk mengembangkan perhatian penuh terhadap bacaan, yang merupakan salah satu indikator minat baca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa lebih terlibat dalam kegiatan membaca karena mereka merasa bertanggung jawab untuk memahami isi bacaan agar dapat dibicarakan dalam tahap berikutnya. Sejalan dengan pendapat [21], minat belajar, termasuk minat membaca, tumbuh ketika siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran yang menuntut partisipasi penuh dari dirinya.
Tahap pair atau diskusi berpasangan juga memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan minat baca siswa. Diskusi kecil mendorong siswa untuk saling bertukar informasi, mengklarifikasi pemahaman, serta memperkuat motivasi membaca. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa siswa lebih bersemangat membaca karena ingin memberikan kontribusi dalam diskusi dengan pasangan mereka. Hal ini didukung oleh teori [22] yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif, khususnya diskusi berpasangan, dapat meningkatkan interaksi positif antar siswa sekaligus meningkatkan keterlibatan mereka dalam membaca dan memahami materi.
Pada tahap share, pasangan siswa diminta menyampaikan hasil diskusi mereka di hadapan kelas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tahap ini melatih keberanian siswa dalam menyampaikan pendapat serta menumbuhkan rasa percaya diri. Lebih dari itu, siswa semakin termotivasi untuk membaca dengan baik agar dapat memberikan jawaban yang tepat dan jelas. Menurut [23], tahap berbagi dalam TPS memberi kesempatan siswa untuk melatih kemampuan komunikasi serta memperkaya pemahaman melalui berbagai perspektif teman sekelas. Kondisi ini secara langsung mendukung tumbuhnya minat baca karena siswa merasa bacaan yang mereka pelajari penting dan bermanfaat untuk didiskusikan bersama.
Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran mendukung temuan ini, di mana pada treatment pertama persentase keterlaksanaan model TPS sebesar 66% (efektif), kemudian meningkat menjadi 88% (sangat efektif) pada treatment kedua. Peningkatan ini mencerminkan semakin aktifnya siswa dalam mengikuti setiap tahapan TPS, dari membaca secara mandiri hingga berbagi hasil bacaan di kelas. Hal ini sesuai dengan penelitian [20] yang menemukan bahwa penerapan TPS dapat meningkatkan minat baca siswa secara bertahap karena adanya keterlibatan aktif dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan artikel [23] berjudul “Reconsidering the Share of a Think–Pair–Share: Emerging Limitations, Alternatives, and Opportunities for Research”, temuan utama penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun strategi pembelajaran Think–Pair–Share (TPS) telah lama dianggap efektif dalam meningkatkan partisipasi dan keterlibatan belajar, komponen “share” atau berbagi ke seluruh kelas justru menghadirkan sejumlah keterbatasan. Penulis menemukan bahwa sesi berbagi sering kali tidak merepresentasikan keberagaman ide siswa, karena hanya sebagian kecil peserta yang aktif sementara suara kelompok lain terpinggirkan. Selain itu, praktik pemanggilan acak untuk berbagi yang dimaksudkan guna meningkatkan keadilan justru dapat menimbulkan kecemasan dan rasa takut dievaluasi secara negatif oleh siswa, yang pada akhirnya dapat mengganggu proses belajar. Temuan lainnya menekankan bahwa diskusi yang lebih kaya dan setara justru terjadi dalam tahap think dan pair, bukan pada saat berbagi di depan kelas. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan agar guru mempertimbangkan modifikasi atau bahkan penghapusan tahap “share” dengan alternatif seperti polling kelas, local sharing, atau sintesis ide oleh guru, demi menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil, inklusif, dan efektif
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terbukti efektif dalam meningkatkan minat baca siswa kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini. Peningkatan nilai rata-rata pre-test ke post-test serta data observasi keterlaksanaan menunjukkan bahwa model ini mampu menciptakan suasana belajar yang interaktif, menyenangkan, dan mendorong tumbuhnya kebiasaan membaca. Dukungan teori dari Arends, Slavin, Lie, dan Sardiman memperkuat hasil penelitian bahwa TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang relevan dan efektif untuk meningkatkan minat baca siswa sekolah dasar. Dukungan terhadap efektivitas TPS juga ditemukan dalam literatur internasional. Sebuah studi yang diterbitkan dalam PMC menunjukkan bahwa penerapan TPS meningkatkan partisipasi siswa dan kualitas diskusi, serta memberikan dampak positif terhadap pemahaman siswa. Selain itu, penelitian oleh [22] mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran kolaboratif secara signifikan mempengaruhi kinerja siswa dalam pemahaman membaca.
2. Penerapan Model Pembelajaran Koopeeratif Tipe Team Games Tournament (TGT) Terhadap Minat Baca Siswa
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini menunjukkan adanya peningkatan minat baca siswa dari pre-test ke post-test. Nilai rata-rata (mean) pre- test sebesar 70,29 meningkat menjadi 72,29 pada post-test. Meskipun peningkatan tersebut relatif tidak terlalu besar, data ini menunjukkan bahwa suasana belajar yang kompetitif dan menyenangkan pada model TGT mampu mendorong keterlibatan siswa dalam membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat [24] bahwa TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memadukan kerja tim dengan kompetisi akademik, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Tahapan penerapan TGT dalam penelitian ini dimulai dari penyajian materi berupa teks bacaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Guru menjelaskan isi bacaan secara singkat, lalu siswa membaca teks tersebut secara mandiri untuk memperoleh pemahaman awal. Selanjutnya, siswa dibagi ke dalam kelompok heterogen beranggotakan 4–6 orang untuk mendiskusikan isi bacaan.
Tahap ini menumbuhkan tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok, sebagaimana dijelaskan [24] bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada saling ketergantungan positif di mana keberhasilan individu berdampak pada keberhasilan kelompok.
Tahap berikutnya dalam penerapan TGT adalah kegiatan games berupa kuis atau permainan edukatif terkait isi bacaan. Setiap anggota kelompok menjawab pertanyaan secara bergantian dalam suasana kompetitif namun tetap menyenangkan. Kegiatan ini membuat siswa lebih termotivasi untuk memahami isi bacaan karena hasil pemahaman mereka berkontribusi terhadap skor kelompok. Hasil observasi menunjukkan bahwa suasana permainan mampu meningkatkan antusiasme siswa untuk membaca dan memahami teks. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [25] yang menyebutkan bahwa kompetisi yang sehat dalam TGT dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.
Setelah kegiatan games, dilanjutkan dengan tahap turnamen, di mana perwakilan dari setiap kelompok bertanding menjawab pertanyaan antar kelompok. Tahap ini menjadi puncak dari pembelajaran karena siswa menunjukkan antusiasme tinggi dalam memperebutkan skor tertinggi untuk kelompok mereka. Berdasarkan hasil observasi, siswa terlihat lebih aktif, bersemangat, dan serius dalam memahami isi bacaan agar dapat memberikan jawaban yang benar dalam turnamen. Sejalan dengan pendapat [22], turnamen dalam TGT tidak hanya mengembangkan aspek kognitif siswa, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri, sportivitas, serta kerja sama tim.
Data observasi keterlaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa penerapan TGT berjalan efektif. Pada treatment pertama, keterlaksanaan mencapai 66% dengan kategori efektif, dan meningkat pada treatment kedua menjadi 83% dengan kategori sangat efektif. Hasil ini mengindikasikan bahwa siswa semakin terbiasa dengan langkah-langkah TGT dan menunjukkan peningkatan minat baca melalui keterlibatan aktif dalam membaca, berdiskusi, serta mengikuti games dan turnamen. Sejalan dengan teori motivasi belajar, suasana kompetitif yang menyenangkan dapat menjadi stimulus eksternal yang memperkuat minat baca siswa [21].
Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, diketahui bahwa minat baca siswa pada kelompok eksperimen 2 sebagian besar berada pada kategori cukup hingga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan TGT berpengaruh positif dalam meningkatkan minat baca, meskipun masih ada sebagian kecil siswa yang berada pada kategori rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) efektif dalam menumbuhkan minat baca siswa melalui kombinasi antara kerja sama tim, kompetisi yang sehat, serta penghargaan kelompok. Kesimpulan ini selaras dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa TGT mampu meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa secara signifikan [26], [27].
Penelitian yang dilakukan oleh [28]), Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada mata pelajaran Ekonomi kelas X SMA Negeri 3 Salatiga mampu meningkatkan hasil belajar siswa baik pada ranah kognitif, afektif, maupun aktivitas belajar. Rata-rata nilai kognitif siswa meningkat dari 76 pada siklus I menjadi 81 pada siklus II, sedangkan pada ranah afektif terjadi peningkatan sikap dari 80% pada siklus I menjadi 82% pada siklus II. Aktivitas siswa juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 68,24% pada siklus I menjadi 81,76% pada siklus II, dengan hasil uji gain sebesar 0,37926 yang termasuk kategori sedang. Temuan ini membuktikan bahwa penggunaan model TGT efektif dalam meningkatkan pemahaman, sikap positif, dan keaktifan siswa dalam pembelajaran, serta dapat dijadikan inovasi dan dikembangkan lebih lanjut terutama dengan integrasi media interaktif dan teknologi.
3. Perbedaan Penerapan Antara Model Think Pair Share (TPS) Dan Team Games Tournament (TGT) Terhadap Minat Baca Siswa
Hasil analisis statistik inferensial menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Team Games Tournament (TGT) terhadap minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Hal ini terlihat dari hasil uji Independent Sample t-test yang menghasilkan nilai t-hitung sebesar 3,482 dengan signifikansi 0,001 < 0,05. Dengan demikian, hipotesis alternatif (H₁) diterima, yang berarti bahwa kedua model pembelajaran tersebut memberikan dampak berbeda terhadap peningkatan minat baca siswa. Temuan ini sejalan dengan pendapat Slavin (2010) yang menegaskan bahwa setiap tipe pembelajaran kooperatif memiliki mekanisme berbeda dalam mempengaruhi motivasi dan hasil belajar siswa.
Perbedaan tersebut ditunjukkan dari hasil rata-rata posttest yang menunjukkan bahwa kelompok yang menggunakan model TPS memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan kelompok yang menggunakan model TGT, dengan selisih 10,286 poin. Model TPS menekankan pada tahapan berpikir secara individu (think), berdiskusi berpasangan (pair), dan berbagi hasil pemikiran (share). Pola ini membuat siswa lebih fokus memahami isi bacaan secara mendalam, sehingga menumbuhkan minat baca yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh Lie (2010) yang menyatakan bahwa diskusi dalam kelompok kecil (pair) dapat membantu siswa mengolah informasi lebih optimal dibandingkan diskusi dalam kelompok besar.
Pada penerapan model TGT, minat baca siswa meningkat melalui suasana kompetisi akademik yang menyenangkan. Permainan (games) dan turnamen membuat siswa lebih bersemangat membaca karena mereka ingin memperoleh skor terbaik bagi kelompoknya. Namun, focus siswa terkadang lebih banyak tertuju pada persaingan dan kemenangan dibandingkan pada pemahaman mendalam isi bacaan. Huda (2013) menekankan bahwa meskipun TGT mampu meningkatkan motivasi belajar, model ini lebih menekankan aspek afektif dan sosial daripada pemahaman individu yang mendalam. Hal inilah yang menjelaskan mengapa peningkatan minat baca pada TGT cenderung lebih rendah dibanding TPS.
Berdasarkan uji effect size, diperoleh nilai Partial Eta Squared sebesar 0,337 yang menunjukkan bahwa perbedaan penerapan model TPS dan TGT berkontribusi sebesar 33,7% terhadap variasi minat baca siswa. Nilai ini termasuk kategori pengaruh sedang hingga besar menurut kriteria Cohen (1988). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan mekanisme kedua model pembelajaran secara nyata berdampak pada hasil minat baca siswa, dengan TPS memberikan pengaruh yang lebih kuat dibandingkan TGT.
Berdasarkan artikel yang Anda unggah, temuan penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi diskusi kolaboratif Think-Pair-Share (TPS) dalam pembelajaran matematika teknik terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mahasiswa yang belajar menggunakan model TPS mampu menunjukkan peningkatan signifikan dalam menganalisis, merumuskan, dan menyelesaikan persoalan matematika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, strategi TPS juga mendorong partisipasi aktif, interaksi positif antar mahasiswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif sehingga mahasiswa merasa lebih percaya diri untuk mengemukakan ide dan solusi. Dengan demikian, model TPS dinilai sebagai pendekatan yang tidak hanya memperkuat kompetensi kognitif, tetapi juga menumbuhkan keterampilan sosial dan kolaboratif yang penting dalam pembelajaran berbasis pemecahan masalah.
Secara teoritis, keunggulan TPS dalam meningkatkan minat baca siswa terletak pada proses berpikir individu yang lebih terstruktur, diikuti dengan diskusi dua arah (pair) yang memungkinkan setiap siswa aktif terlibat dan berinteraksi. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivisme Vygotsky (1978), yang menekankan pentingnya interaksi sosial dan scaffolding dalam mengembangkan kemampuan kognitif. Dengan TPS, siswa tidak hanya membaca secara mandiri, tetapi juga belajar mengklarifikasi pemahaman, mengajukan pertanyaan, dan membangun pengetahuan bersama teman, sehingga minat baca meningkat secara mendalam. Sementara itu, TGT efektif menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menumbuhkan motivasi ekstrinsik melalui kompetisi akademik. Namun, TGT tidak selalu memberikan ruang cukup bagi siswa untuk memperdalam pemahaman bacaan secara personal, karena fokus sering tertuju pada pencapaian skor kelompok dan kemenangan. Dengan demikian, meskipun TPS dan TGT sama-sama mampu meningkatkan minat baca, TPS lebih unggul dalam membangun pemahaman individu dan interaksi berpasangan yang mendalam, sedangkan TGT lebih efektif untuk meningkatkan motivasi, semangat belajar, dan kerja sama tim. Secara praktis, guru dapat memanfaatkan TPS untuk kegiatan membaca dan diskusi mendalam yang menekankan pengembangan pemahaman individu, sementara TGT dapat digunakan untuk memperkuat motivasi dan kerja sama melalui kompetisi yang sehat. Guru juga disarankan untuk memadukan kedua model sesuai kebutuhan pembelajaran: memulai dengan TPS untuk membangun pemahaman kognitif dan keterlibatan aktif siswa, kemudian menggunakan TGT untuk menumbuhkan semangat belajar dan kolaborasi antar siswa. Modifikasi tahap share dalam TPS, misalnya melalui polling kelas atau local sharing, dapat memastikan semua siswa memiliki kesempatan berpartisipasi tanpa tekanan kompetitif yang berlebihan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih inklusif, interaktif, dan efektif.
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka ditarik kesimpulan bahwa:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terbukti efektif dalam meningkatkan minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata dari 68,71 pada pre- test dengan kategori “cukup” menjadi 82,57 pada post-test dengan kategori “tinggi.” Melalui tahapan think, pair, share, siswa lebih fokus membaca, aktif berdiskusi, serta berani berbagi pemahaman di kelas. Observasi keterlaksanaan pembelajaran juga memperlihatkan peningkatan efektivitas dari 66% pada treatment pertama menjadi 88% pada treatment kedua. Dengan demikian, TPS mampu menumbuhkan keterlibatan aktif siswa, meningkatkan rasa ingin tahu, serta membentuk kebiasaan membaca yang lebih baik. Keunggulan TPS juga didukung oleh aspek pedagogis, yaitu memberikan ruang berpikir individu (think), interaksi sosial yang mendalam melalui diskusi berpasangan (pair), dan kesempatan memperkuat pemahaman melalui komunikasi aktif (share), serta aspek psikologis, seperti peningkatan rasa percaya diri, tanggung jawab belajar, dan motivasi intrinsik.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) juga memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan minat baca siswa, meskipun peningkatannya tidak sebesar TPS. Rata-rata skor pre-test sebesar 70,29 meningkat menjadi 72,29 pada post-test, menunjukkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Melalui tahapan diskusi kelompok, permainan (games), dan turnamen, siswa lebih antusias membaca karena terdorong oleh suasana kompetisi yang menyenangkan. Observasi keterlaksanaan pembelajaran memperlihatkan peningkatan dari 66% pada treatment pertama menjadi 83% pada treatment kedua. Dengan demikian, TGT efektif dalam menumbuhkan semangat, motivasi, dan keterlibatan siswa dalam membaca, meskipun tidak terlalu mendalam pada aspek pemahaman individu.
3. Hasil analisis statistik inferensial menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara penerapan model TPS dan TGT terhadap minat baca siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Nilai t-hitung sebesar 3,482 dengan signifikansi 0,001 < 0,05 mengindikasikan bahwa hipotesis alternatif diterima. Perbedaan ini ditunjukkan dari rata-rata post-test, di mana kelompok TPS memperoleh skor lebih tinggi dibanding kelompok TGT dengan selisih 10,286 poin. Uji effect size juga menunjukkan bahwa perbedaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 33,7% terhadap variasi minat baca siswa. Hal ini menegaskan bahwa meskipun kedua model sama- sama meningkatkan minat baca, TPS lebih efektif karena memberikan ruang berpikir individu yang lebih terstruktur, diskusi berpasangan yang mendalam, serta kesempatan berbagi yang memperkuat pemahaman. TPS lebih unggul karena mekanisme pembelajarannya sesuai dengan karakteristik anak usia 10–11 tahun, yang cenderung lebih nyaman belajar dalam pasangan atau kelompok kecil, membutuhkan bimbingan scaffolding dari guru, serta memerlukan penguatan pemahaman individual sebelum berbagi ide. Sedangkan TGT lebih menekankan kompetisi dan skor kelompok, sehingga fokus siswa kadang lebih pada kemenangan daripada pemahaman mendalam.
4. Sebagai rekomendasi, guru dapat mempertimbangkan penggunaan TPS dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan minat baca siswa, karena model ini mendorong keterlibatan aktif, pemahaman mendalam, dan kebiasaan membaca yang lebih baik. Sementara itu, TGT tetap dapat digunakan dalam konteks yang menekankan kompetisi yang sehat dan motivasi kelompok, misalnya pada kegiatan kuis atau turnamen literasi. Selain itu, guru dianjurkan untuk mengombinasikan TPS dan TGT sesuai kebutuhan pembelajaran, misalnya memulai dengan TPS untuk membangun pemahaman individu dan diskusi mendalam, kemudian menggunakan TGT untuk memperkuat semangat belajar dan kerja sama tim. Guru juga dapat memodifikasi tahap share dalam TPS dengan metode yang lebih inklusif, seperti local sharing, polling kelas, atau sintesis ide oleh guru, agar setiap siswa mendapatkan kesempatan berkontribusi tanpa tekanan kompetitif yang berlebihan. Dengan strategi ini, proses pembelajaran dapat menjadi lebih interaktif, menyenangkan, dan efektif dalam meningkatkan minat baca siswa secara menyeluruh.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan apresiasi kepada pimpinan sekolah serta guru kelas V di SD Gugus II Kecamatan Rappocini Kota Makassar, atas izin dan kolaborasi yang diberikan selama proses pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua siswa kelas V yang telah berkontribusi dalam kegiatan penelitian ini.
A. Maria and A. Salamah, “Pengaruh Literasi Agama Terhadap Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akhlak Di Kelas XI MIPA 2, SMAN 14 Garut,” Masagi, vol. 1, no. 1, pp. 203–211, Aug. 2022. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.37968/masagi.v1i1.279
S. W. M. Z. E. Gusti Yarmi, “Implementation of the Reading Corner Through the School Literature Movement in Increasing Student’s Reading Interest in Elementary School,” Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Guru Sekolah Dasar (JPPGuseda), vol. 5, no. 3, pp. 90–96, 2022, doi: 10.55215/jppguseda.v5i3.6475.
OECD, PISA 2018 Results: What Students Know and Can Do. Paris: OECD Publishing, 2019.
PISA, PISA 2022 Results Factsheets Indonesia, The Language of Science Education, vol. 1, pp. 1–9, 2023. [Online]. Available: https://oecdch.art/a40de1dbaf/C108
.
I. Iskandar, M. Dahlan, and R. Ratnawati, “Peran Teknologi Dalam Pengembangan Keterampilan Membaca Siswa Kelas VIII SMPN 2 Bone,” Harmoni Pendidikan: Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 1, no. 1, pp. 30–38, 2024.
W. H. Soleman, “Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan nilai semester siswa untuk mencapai angka kriteria ketuntasan minimal,” Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan, vol. 1, no. 3, pp. 236–244, Jul. 2017. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.17977/um025v1i32017p236
E. N. Ratnawati, Pengembangan Media Pembelajaran Live Quiz Quizizz Dalam Meningkatkan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang, 2024.
Wulandari, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa,” Center for Open Science, Jun. 2023. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/5dwrn
M. Valianty and A. T. A. Hardini, “Penerapan model think pair share untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar matematika siswa di sekolah dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 3, no. 4, pp. 1073–1081, Nov. 2019, doi: 10.31004/basicedu.v3i4.261.
R. Nurwidiyati, “Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep, Disiplin dan Tanggung Jawab Siswa Tingkat Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan dan Kewirausahaan, vol. 8, no. 2, pp. 220–232, Jun. 2021. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.47668/pkwu.v8i2.150
F. Hidayat and H. Kusmanto, “Pengaruh Metode Mind Mapping Dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa,” Eduma, vol. 5, no. 1, 2016.
A. A. Salsabila and M. Minsih, “Peningkatan Sikap Kerja Sama dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT),” Al Madrasah Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiya, vol. 8, no. 3, p. 961, Jul. 2024. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.35931/am.v8i3.3568
I. R. Unengan, C. Ainy, and H. Mursyidah, “Implementasi Model Kooperatif Tgt Dengan Media Ludo Math Untuk Meningkatkan Hasil Dan Motivasi Belajar Siswa,” Jurnal Riset Teknologi Dan Inovasi Pendidikan (Jartika), vol. 3, no. 1, pp. 113–126, 2020.
L. N. W. Wathoni and N. Nursin, “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (Tps) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Mts Tahfidhzul Quran Selao Desa Kateng,” Jurnal Mahasantri, vol. 5, no. 1, pp. 1–23, 2024.
A. Fauzi and S. Masrupah, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa,” Ngaos: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, vol. 2, no. 1, pp. 10–20, 2024.
A. Faiz and R. Eliza, “Perbandingan Model Pembelajaran Think Pair Share (Tps) Dengan Model Pembelajaran Team Games Tournament (Tgt) Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits Kelas VII,” Irfani (E-Journal), vol. 21, no. 1, pp. 142–150, 2025.
S. Sindiani, H. Suherti, and E. F. Afriza, “Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar,” NUSRA: Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan, vol. 5, no. 2, pp. 532–544, 2024.
R. Mulyadi, “Evaluating cooperative learning models in Indonesian elementary schools,” Journal of Innovative Teaching Practices, vol. 9, no. 1, pp. 90–105, 2024, doi: 10.1080/jitp.v9i1.16578.
A. Yusuf and F. Wijaya, “Enhancing literacy learning outcomes through cooperative strategies,” Journal of Educational Innovations, vol. 12, no. 1, pp. 33–50, 2023, doi: 10.1080/jei.v12i1.13567.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2016.
P. Arianti and S. Wahyuni, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (Tps) Terhadap Hasil Belajar Tematik,” Pendasi Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, vol. 8, no. 2, pp. 232–240, 2024.
V. R. Kamil, D. Arief, Y. Miaz, and R. Rifma, “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Belajar Siswa Kelas VI,” Jurnal Basicedu, vol. 5, no. 6, pp. 6025–6033, 2021.
R. Etviana, J. I. S. Poerwanti, and S. Wahyuningsih, “Studi komparasi model mind mapping dan think pair share terhadap keterampilan berpikir kreatif ditinjau dari minat membaca siswa kelas IV sekolah dasar,” Didaktika Dwija Indria, vol. 9, no. 3, pp. 17–22, 2020.
K. M. Cooper, J. N. Schinske, and K. D. Tanner, “Reconsidering the share of a think–pair–share: Emerging limitations, alternatives, and opportunities for research,” CBE Life Sciences Education, vol. 20, no. 1, pp. 1–10, 2021, doi: 10.1187/cbe.20-08-0200.
A. Hermawan and T. S. Rahayu, “Penerapan pendekatan saintifik dan model Team Games Tournament terhadap motivasi belajar peserta didik sekolah dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 4, no. 2, pp. 467–475, 2020, doi: 10.31004/basicedu.v4i2.241.
N. A. Lubis and H. Harahap, “Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,” Jurnal As-Salam, vol. 1, no. 1, pp. 96–102, 2016.
N. N. Mahmudyah, I. K. Mahardika, and S. 3, “The Influence of the TPS Type Cooperative Learning Model Assisted by Integrated PPT Media on High School Students’ Collaboration Skills,” International Journal of Education, Information Technology and Others (IJEIT), vol. 8, pp. 1–9, 2025.
D. P. Arlina, D. Safitri, Nuraisyah, and S. Nisa, “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui metode Team Games Tournament (TGT) pada pembelajaran SKI kelas V di Sekolah MIS Al-Amin Tembung,” Jurnal Pendidikan Bhinneka Tunggal Ika, vol. 1, no. 4, pp. 121–132, 2023.
I. Sururi and A. Wahid, “Team Games Tournament (TGT) sebagai metode untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa Madrasah Ibtidayah,” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), vol. 6, no. 2, pp. 2414–2420, 2022, doi: 10.58258/jisip.v6i2.3139.
I. W. Widayana, “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games Tournament untuk meningkatkan hasil belajar Pmkr Siswa SMK,” Jurnal IKA Undiksa, vol. 19, no. 1, pp. 11–21, 2021, doi: 10.23887/ika.v19il.31731.
S. Melindawati, “Pengaruh Penggunaan model Teams Games Tournament (TGT) terhadap Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar,” Jurnal Komunikasi Pendidikan, vol. 5, no. 1, p. 55, 2021.