Nur Afindah (1), Megawati (2), Refril Dani (3)
General background: Quality science learning in elementary schools often declines when dominated by teacher-centered methods, limiting students’ critical and collaborative engagement. Specific background: At SDN 178/II Purwasari, sixth-grade IPAS lessons showed low achievement, with only 43.4% of students meeting the minimum criteria. Knowledge gap: While cooperative models such as Numbered Head Together (NHT) have been widely studied, few have examined their effectiveness in IPAS within the Kurikulum Merdeka context, which emphasizes inquiry and 21st-century competencies. Aim: This study investigates the implementation of the NHT model to enhance learning processes and outcomes in grade VI IPAS. Results: Using a classroom action research design over two cycles with 23 students, findings revealed improvements in teacher performance (81.2% to 100%), student engagement (65.7% to 83.6%), and learning mastery (43.4% pre-cycle; 73.9% cycle I; 82.6% cycle II). Novelty: Unlike prior studies on single-subject applications, this work demonstrates the integration of NHT in IPAS as an interdisciplinary subject aligned with Kurikulum Merdeka. Implications: The study highlights NHT’s potential to foster critical thinking, collaboration, and responsibility, offering a practical pedagogical strategy to support national curriculum reforms and improve elementary science education.
Highlights:
• Teacher performance improved from 81.2% to 100%• Student participation increased from 65.7% to 83.6%• Learning mastery rose from 73.9% to 82.6%
Keywords: Numbered Head Together, Learning Process, Learning Outcomes, Science Learning, Grade VI
Pendidikan merupakan proses penyampaian pengetahuan dari seorang pendidik kepada peserta didik. Pengetahuan yang diberikan umumnya berkaitan dengan berbagai informasi yang dapat memperluas wawasan peserta didik, sehingga mereka mampu memahami beragam fenomena alam, sosial, serta kebudayaan yang ada di dunia. Dalam konteks pendidikan formal, seperti di sekolah, fokus utama proses pendidikan adalah penguasaan ilmu pengetahuan (Apdoludin, 2021). Pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat esensial bagi manusia, sebab melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh pemahaman terhadap hal-hal yang sebelumnya belum diketahuinya. Selain itu, pendidikan juga berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi dari satu individu kepada individu lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, pendidikan nasional memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, serta membangun peradaban bangsa yang bermartabat. Tujuan pendidikan nasional adalah mengoptimalkan potensi peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berpengetahuan luas, terampil, kreatif, mandiri, serta mampu menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Agustiana, 2020).
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu kerangka yang digunakan untuk merancang dan menyempurnakan kurikulum. Pengembangan ini diperlukan untuk memperbaiki atau memodifikasi kurikulum yang telah ada, baik yang disusun oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pihak sekolah sendiri (Ripandi, 2023). Sifat kurikulum yang dinamis membuatnya terus mengalami perubahan seiring perkembangan zaman dan tantangan yang dihadapi. Kemajuan peradaban suatu bangsa akan berdampak pada semakin kompleksnya tantangan yang muncul. Persaingan dalam bidang ilmu pengetahuan semakin ketat di tingkat global, sehingga Indonesia juga dituntut mampu berkompetisi demi menjaga martabat bangsa. Oleh karena itu, ketegasan dalam penyusunan serta penerapan kurikulum menjadi kunci untuk memperbaiki mutu pendidikan yang saat ini masih tertinggal dari negara-negara maju. Meski demikian, proses pengembangan kurikulum sering kali menghadapi berbagai kendala yang memerlukan solusi khusus. Dalam sejarah pendidikan Indonesia, telah dilakukan beberapa kali pembaruan dan revisi kurikulum dengan tujuan utama untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal. Maka dari itu, pembahasan difokuskan pada peran guru dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Penelitian ini berupaya menguraikan berbagai peran guru dalam proses pengembangan kurikulum tersebut (Marsela Yulianti et al., 2022). Adapun model pembelajaran dapat diartikan sebagai strategi atau pendekatan yang digunakan pendidik untuk mengelola dan menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Pemilihan model pembelajaran yang tepat berpotensi meningkatkan kualitas proses belajar mengajar serta capaian hasil belajar siswa.
IPAS adalah mata pelajaran yang mempelajari makhluk hidup, benda-benda tak hidup di alam semesta,serta hubungan antara keduanya. Bukan hanya itu, IPAS juga menelaah kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk social yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, pembelajaran IPAS bertujuan menumbuhkan keterampilan inkuiri untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah melalui tindakan nyata. Namun, kenyataannya saat ini masih sedikit peserta didik yang mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Azzahra, 2023). Dalam Kurikulum Merdeka, tujuan pembelajaran IPAS adalah menumbuhkan minat dan rasa ingin tahu, mengembangkan keterampilan inkuiri, serta memperdalam pemahaman konsep pada peserta didik.
Karakteristik pembelajaran ilmu pengetahuan alam dan sosial (IPAS) yakni memiliki karakteristik dinamis yang akan terus mengalami perubahan dari zaman ke zaman untuk itu dalam pembelajaran IPAS akan terus berkembang seiring dengan pergantian zaman. Oleh karena itu pembelajaran IPAS disesuaikan dengan perkembangan zaman agar peserta didik dapat menjawab dan menyelesaikan tantangan yang dihadapai di masa depan. Dengan kata lain, kondisi pembelajaran IPA yang ideal, yaitu proses pembelajaran IPA yang didalamnya memuat karakteristik pembelajaran IPA, diantaranya yaitu pada saat proses pembelajaran IPA, hampir semua indera bekerja, proses pembelajaran IPA dilaksanakan dengan berbagai teknik (cara), seperti observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 22-23 Maret 2025 di kelas VI SDN 178/II Purwasari. Terdapat permasalahan di kelas VI bahwa pelaksanaan pembelajaran IPAS dalam proses pembelajaran masih bersifat teacher centered. Proses pembelajaran IPAS yang seharusnya dilakukan dengan melibatkan peserta didik dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif belum terlihat pada proses pembelajaran IPAS di SD tersebut. Guru lebih banyak menjelaskan atau menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, sedangkan peserta didik terlihat pasif dan hanya menerima pelajaran itu saja, tanpa ada keterlibatan langsung dari peserta didik.
Ketika peserta didik mendapatkan pertanyaan yang jawabannya menuntut penjelasan, peserta didik mengalami kesulitan dalam menjawabnya. Rendahnya keterampilan siswa menjelaskan materi ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunaakan pendekatan pembelajaran konvensional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Penggunaan pendekatan dalam proses belajar untuk mempermudah menyampaikan materi atau pesan yang akan disampaikan.
Pembelajaran sudah kolaboratif namun guru belum maksimal dalam mengarahkan tugas-tugas selama belajar kelompok, guru memperjelas tujuan pembelajaran, guru harus memastikan bahwa siswa memahami dengan baik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui tugas kelompok ini membantu siswa memiliki fokus yang sama dan termotivasi untuk bekerja sama. Tugas kelompok harus dipecah menjadi bagian bagian yang lebih kecil dan spesifik, guru perlu menjelaskan dengan jelas apa yang harus dilakukan oleh setiap kelompok, sumber daya yang dapat digunakan, dan batas waktu yang ada.
Guru perlu memastikan bahwa setiap anggota kelompok memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam pembagian tugas untuk memastikan semua siswa berkontribusi dalam kelompoknya. Guru juga harus memberikan panduan tentang bagaimana kelompok sebaiknya mengatur diri membagi tugas di antara anggota (jika diperlukan), melakukan diskusi, dan menyusun hasil kerja, ini bisa berupa langkah-langkah spesifik, lembar kerja terstruktur, atau pertanyaan pemandu.
Selama siswa bekerja dalam kelompok, guru perlu berkeliling, mengamati, dan memfasilitasi diskusi, guru dapat memberikan pertanyaan pancingan, mengklarifikasi konsep yang kurang dipahami, atau membantu kelompok yang mengalami kesulitan, setelah tugas selesai guru memberikan umpan balik tidak hanya pada hasil akhir, tetapi juga dalam proses kolaborasi yang terjadi, ini membantu siswa belajar tentang bagaimana bekerja sama secara lebih efektif dimasa depan.
Kurangnya arahan dari guru membuat siswa bingung mengenai langkah yang harus dilakukan, diskusi menjadi tidak focus serta pembagian tugas kurang merata sehingga beberapa siswa mendominasi sementara yang lain pasif karena tidak memahami peran atau kontribusinya. Arahan yang jelas dan terstruktur sangat penting agar kolaborasi berjalan efektif, tujuan pembelajaran tercapai, dan setiap siswa merasa memiliki peran dalam proses belajar, khususnya penerapan NHT yang di mana pembagian tugas dan kontribusi tiap-tiap nomor mendukung pemahaman bersama. Selain itu keterbatasan kemampuan guru menyebabkan tidak semua materi terserap oleh peserta didik. Penggunaan bahan ajar yang minim variasi dan metode pembelajaran konvensional yang kurang menarik juga mengurangi minat belajar siswa, sehingga mereka menjadi pasif dan kurang terdorong untuk mengesplorasi materi secara mandiri.
Salah satu dampak yang paling terlihat dari kondisi ini adalah menurunnya tingkat kemandirian peserta didik dalam belajar. Ketergantungan siswa terhadap materi yang hanya disampaikan oleh guru menjadi sangat tinggi. Mereka cenderung menunggu penjelasan langsung dari tenaga pendidik dan tidak terbiasa untuk mencari informasi atau belajar secara otodidak. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar peserta didik. Terbukti dengan adanya hasil nilai ulangan pada tabel berikut di bawah ini:
Dapat disimpulkan bahwa pada kelas VI dengan jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 23 peserta didik hanya 10 peserta didik yang baik dalam nilai ulangan harian dan 13 peserta didik yang perlu bimbingan dalam proses pembelajaran, dapat dilihat tujuan pembelajaran pada hari itu belum tercapai dengan baik, oleh karena itu hasil belajar siswa harus ditingkatkan kembali dengan perubahan model dalam pembelajaran IPAS. Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan kreatif, guru perlu memilih model pembelajaran yang menarik. Model pembelajaran sendiri merupakan langkah atau prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan model yang tepat diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penyampaian tujuan pembelajaran kepada peserta didik.
Pembelajaran kelompok penting untuk dilakukan guna melatih kemampuan komunikasi, berfikir kritis, dan kemampuan bekerja sama (kolaborasi), namun yang mesti diperhatikan adalah guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa di setiap tugas-tugas belajar sehingga, proses belajar siswa lebih maksimal. Pembelajaran kolaboratif yang mudah untuk dilaksanakan dan tugas-tugas belajar selama berkelompok dan jelas aturan tugas-tugas masing-masing kelompok adalah pembelajaran kolaboratif tipe NHT. Salah satu model yang dinilai sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran IPAS adalah Numbered Head Together (NHT). Model ini, yang dalam bahasa Indonesia berarti penomoranberpikirbersama, termasuk jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi antar siswa sekaligus menjadi alternatif dari pola pembelajaran kelas tradisional. NHT menitikberatkan pada struktur khusus yang bertujuan mengatur pola kerja sama siswa dalam memahami materi yang telah ditentukan (Andisulistio, 2022).
Dalam penerapannya, siswa dibagi menjadi kelompok kecil beranggotakan empat hingga lima orang. Setiap anggota mendapatkan nomor sebagai tanda identitas untuk mengatur jalannya diskusi dan kolaborasi. Setelah guru menyampaikan materi kepada seluruh kelas, anggota kelompok mendiskusikan konsep atau topik yang baru dipelajari. Selanjutnya, guru memberikan pertanyaan atau tugas yang juga diberi nomor. Kelompok kemudian membahas pertanyaan tersebut, saling bertukar ide, dan merumuskan jawaban yang dianggap paling tepat secara bersama-sama. Penerapan model Numbered Head Together pada pembelajaran IPAS di kelas VI SDN 178/II Purwasari diharapkan mampu mendorong siswa untuk lebih aktif dalam diskusi serta meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi, baik dalam proses maupun hasil belajarnya.
Keunikan dari penelitian ini terletak pada penerapan model Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPAS yang khas Kurikulum Merdeka. Berbeda dari penelitian sebelumnya yang focus pada mata pelajaran tunggal, penelitian ini menekanka pembelajaran terpadu yang mengaitkan sains dengan teknologi, lingkungan, dan aspek social. Focus pada kelas VI juga menambah nilai tambah, karena pada jenjang kelas tinggi ini siswa dituntut mandiri dan siap melanjutkan ke tingkat berikutnya. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya membuktikan evektivitas dari model NHT tetapi juga menunjukkan potensinya dalam mendukung pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum merdeka.
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam menjawab tantangan pendidikan masa kini, khususnya dalam mendukung penerapan kurikulum merdeka. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, mendorong keterlibatan aktif serta menumbuhkan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas. Model Numbered Head Together (NHT) selaras dengan tujuan tersebut karena melibatkan semua siswa dalam diskusi kelompok, memberikan kesempatan untuk bertukar pandangan, sekaligus menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. Dengan penerapan model NHT, pemahaman konsep IPAS menjadi lebih mendalam, sementara siswa juga terlatif bekerja sama, menghargai perbedaan, dan mengemukakan gagasan secara mandiri. Proses pembelajaran pun berlangsung lebih interaktif, menyenangkan dan bermakna sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar serta mendukung terwujudnya profil pelajar pancasila, khususnya pada aspek bernalar kritis, kreatif, dan gotong royong. Temuan ini membuktikan bahwa model pembelajaran seperti NHT dapat menjadi alternative nyata untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai arah Kurikulum Merdeka.
Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan satu penelitian yang dengan sendirinya mempunyai berbagai aturan dan langkah-langkah yang harus diikuti serta keterlibatan peserta didik meningkat karena mereka merasa lebih terlibat dalam proses pembelajaran yang relevan dan menarik. Peningkatan keterampilan berpikir kritis, yang terstruktur dan reflektif membantu peserta didik berpikir lebih kritis dan analitis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Utomo, 2024). Alasan memilih Penelitian Tindakan Kelas karena sesuai dengan tujuan penelitian yang berfokus pada perbaikan nyata kualitas pembelajaran di kelas. Melalui siklus tindakan, peneliti dapat mengidentifikasi masalah, mencoba strategi, mengevaluasi hasil, lalu menyempurnakannya. Pelaksanaan penelitian ini meliputi Penelitian Tindakan Kelas yang dalam pelaksanaan tindakan kelas terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasing), dan refleksi (reflecting). Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VI SDN 178/II Purwasari dengan jumlah 23 orang, 11 laki-laki dan 12 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, tes dan dokumentasi. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi guru dan siswa dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis data lembar observasi guru, analisis proses siswa, dan analisis hasil belajar. Adapun desain penelitian PTK sebagai berikut:
Figure 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Arikunto
Penelitian tindakan ini dilaksanakan dengan penerapan model Numbered Head Together untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAS di kelas VI SDN 178/II Purwasari. Dimana peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu 2 observer dengan rentang waktu 2 minggu di kelas VI. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini telah dilaksanakan sebanyak II siklus. Pada siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan yang mana ada pertemuan pertama membahas tentang rangka manusia dan yang kedua membahas tentang otot pada manusia. Pada siklus ke II dilaksanakan 2 kali pertemuan, yang mana pada pertemuan pertama membahas tentang sendi pada manusia, kemudian di pertemuan kedua membahas tentang sistem saraf. Tahap-tahap dalam pembelajaran setiap tindakan dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model Numbered Head Together. Deskripsi pembelajaran melalui model Numbered Head Together setiap siklus dirincikan sebagai berikut :
Pelaksanaan tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus untuk menentukan penerapan model Numbered Head Together untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAS di kelas VI SDN 178/II Purwasari. Di siklus I ini terdapat dua kali pertemuan, berikut hasil tentang pelaksanaan penelitian tindakan kelas untuk penerapan model Numbered Head Together untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAS di kelas VI SDN 178/II Purwasari.
a. Perencanaan
Perencanaan yang dilaksanakan di penelitian tindakan kelas pada siklus I ini untuk meningkatkan pembelajaran IPAS menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together di kelas VI yang dipersiapkan peneliti sebelum melaksanakan siklus I adalah sebagai berikut:
1. Berkoordinasi dengan guru wali kelas. Untuk menyampaikan maksud dan tujuan penelitian, menetapkan materi yang akan di ajarkan dikelas. Serta menentukan jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian agar tidak mengganggu proses belajar-mengajar.
2. Menyusun Modul Ajar untuk masing-masing siklus yang berkaitan dengan model Numbered Head Together yang nantinya akan berguna untuk pedoman dalam pembelajaran
3. Menyusun lembar kerja peserta didik (LKPD). Perangkat pembelajaran berupa bahan ajar yang berisi tugas-tugas, petunjuk, dan aktivitas belajar yang harus dikerjakan oleh siswa secara mandiri atau berkelompok.
4. Menyusun alat evaluasi yang berupa: Lembar observasi proses guru dan siswa selama berlangsungnya proses pelaksanaan pada masing-masing siklus. Soal tes tulisan yang akan diberikan setelah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada masing siklus.
5. Menunjuk obsever (pengamat) guru ataupun teman sejawat ditempat penelitian dalam melaksanakan pembelajaran.
6. Membuat Lembar Observasi
Menyusun dan menyiapkan lembar Observasi untuk kegiatan belajar siswa. Lembar observasi yang disusun digunakan untuk siklus I pertemuan I dan pertemuan II dengan langkah-langkah model Numbered Head Together. Kemudian lembar observasi untuk kegiatan guru yang digunakan saat proses pembelajaran berlangsung, yang menilai wali kelas sesuai dengan kelas yang telah ditetapkan.
7. Membuat soal tes
Menyiapkan soal tes yang dikerjakan oleh siswa pada akhir pelaksanaan siklus I, jumlah soal yang digunakan sebanyak 10 soal pilihan ganda sesuai dengan materi di setiap pertemuan.
8. Menyiapkan vidio pembelajaran
Vidio pembelajaran digunakan untuk menambah materi pembelajaran yang disampaikan di dalam kelas, pada siklus I pertemuan I materinya adalah rangka manusia dan pertemuan II adalah sendi pada manusia.
9. Menunjuk observer
Penunjukan observer dilakukan untuk membantu menilai kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran Numbered Head Together, untuk lembar observasi guru dilakukan oleh wali kelas VI yaitu Ibu Febby Aulia, S.Pd., Gr. Dan lembar observasi siswa dilakukan oleh teman sejawat yaitu Erwindy Nurmeita Sari dan Sukma Anggraeni.
b. Pelaksanaan Tindakan
1. Pelaksanaan Siklus I Pertemuan I
Siklus I pada pertemuan I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 Juli 2025. Waktu pelaksanaan yaitu 2 x 35 menit, yang terbagi dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun kegiatannya sebagai berikut :
a. Kegiatan Awal
Guru membuka kelas dengan salam dan menanyakan kabar, guru mengkondisikan kelas sebelum melaksanakan pembelajaran, guru membangkitkan semangat peserta didik dengan ice breaking, guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang mengenal rangka dan macam-macam jenis tulang.
b. Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model Numbered Head Together. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 kelompok, guru membagikan nomor kepala pada setiap siswa sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan, guru menjelaskan materi melalui video pembelajaran mengenal rangka manusia, guru melakukan tanya jawab kepada siswa pada setiap kelompok, guru memberikan pertanyaan untuk setiap kelompok kerjakan melalui LKPD, guru membimbing siswa untuk bekerja sama mengerjakan tugas dalam kelompok, guru memanggil nomor secara acak dari setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan mewakili kelompoknya.
c. Kegiatan Penutup
Pada kegiatan ini guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi, guru dan siswa berdoa bersama dan mengucapkan salam.
2. Pelaksanaan Siklus I Pertemuan II
Siklus I pada pertemuan II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 30 Juli 2025 dengan waktu 2 x 35 menit, yang terbagi dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun langkah kegiatan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
Guru membuka kelas dengan salam dan menanyakan kabar, guru mengkondisikan kelas sebelum melaksanakan pembelajaran, guru mengecek kehadiran siswa dengan absen, guru membangkitkan semangat peserta didik dengan ice breaking.
Pada kegiatan ini pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model Numbered Head Together. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 kelompok, guru membagikan nomor kepala pada setiap siswa sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan, guru menjelaskan materi melalui video pembelajaran mengenal sendi manusia, guru melakukan tanya jawab kepada siswa pada setiap kelompok, guru memberikan pertanyaan untuk setiap kelompok kerjakan melalui LKPD, guru membimbing siswa untuk bekerja sama mengerjakan tugas dalam kelompok, guru memanggil nomor secara acak dari setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan mewakili kelompoknya, guru memberikan umpan balik jika ada pemahaman yang belum tepat.
Pada kegiatan ini guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi, guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, guru dan siswa berdoa bersama dan mengucapkan salam.
c. Pengamatan
Pengamatan dalam penelitian ini dilaksanakan sejalan dengan tahapan pelaksanaan kegiatan menggunakan model Numbered Head Together. Dalam prosesnya, wali kelas sebagai observer mengisi lembar observasi guru, sementara rekan sejawat mengamati jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti sebagai guru. Selain itu, proses belajar siswa diamati melalui lembar observasi siswa guna menilai efektivitas penerapan model Numbered Head Together untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPAS. Adapun hasil pengamatan pada pertemuan pertama siklus I disajikan sebagai berikut:
1. Pengamatan Siklus I Pertemuan I
a. Lembar Observasi guru Siklus I Pertemuan I
Pengamatan guru dalam proses pembelajaran pada siklus I pertemuan I diamati oleh wali kelas VI yaitu Ibu Febby Aulia, S.Pd., Gr. Hasil yang diamati dalam proses guru oleh wali kelas VI yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran atau proses pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together di siklus I pertemuan I ini diperoleh nilai rata rata presentase sebesar 81,2% sudah dikatan baik. Guru mampu menjelaskan materi kepada siswa dan guru dapat membuat suasana pembelajaran yang tidak membosankan, namun ada beberapa kekurangan-kekurangan guru dalam mengelola beberapa aspek lainnya yaitu guru lupa mengecek kehadiran siswa, guru lupa dalam memberikan umpan balik kepada siswa jika ada pemahaman yang belum tepat. Terlihat dari lembar observasi guru siklus I tersebut guru sudah dalam kategori baik di dalam kegiatan inti proses pembelajaran, guru memahami model Numbered Head Together dan membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan.
b. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan I
Pengamat/observer yang mengamati proses siswa selama pembelajaran adalah teman sejawat Erwindy Nurmeita Sari dan Sukma Anggraeni dengan instrumen yang telah disiapkan sesuai dengan langkah-langkah model Numbered Head Together. Hasil lembar observasi proses belajar siswa yang diamati yaitu :
Berdasarkan tabel 2 mengenai perolehan lembar observasi siswa siklus I pertemuan I, dinyatakan bahwa terdapat 2 siswa atau 8,6% termasuk dalam kategori kurang sekali, 0 siswa atat 0% masuk dalam kategori kurang, sebanyak 13 siswa atau 78,2% masuk dalam kategori cukup, 3 siswa atau 13,0% masuk dalam kategori baik, dan 0 siswa atau 0% masuk dalam kategori sangat baik. Ada beberapa proses pembelajaran siswa yang kurang maksimal seperti siswa tidak dapat menerima umpan balik yang seharusnya diberikan oleh guru, siswa tidak diarahkan untuk pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, pada siklus pertemuan I ada beberapa siswa yang tidak hadir dalam kegiatan pembelajaran dikarenakan sakit, tetapi dari kekurangan itu banyak siswa yang semangat dalam melakukan pembelajaran. Hasil ini menunjukkan bahwa pada awal penerapan model NHT sebagian besar siswa hanya mampu mengikuti pembelajaran pada kategori cukup, dan hanya sebagian kecil siswa yang sudah menunjukkan kategori baik. Hal ini menandakan bahwa efektivitas penerapan model NHT masih perlu ditingkatkan agar siswa mencapai kategori baik bahkan sangat baik, sekaligus menekan jumlah siswa yang berada pada kategori rendah.
2. Pengamatan Siklus I Pertemuan II
Pengamatan dalam penelitian ini dibantu oleh guru dan teman sejawat selama proses pembelajaran berlangsung, berdasarkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi proses guru dan lembar observasi proses belajar siswa sebagai berikut :
a. Lembar Observasi Guru Siklus I Pertemuan II
Pengamatan guru dalam proses pembelajaran pada siklus I pertemuan II diamati oleh wali kelas VI yaitu Ibu Febby Aulia, S.Pd., Gr. Hasil pengamatan proses guru yang dilakukan oleh wali kelas VI adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran atau proses pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together di siklus I pertemuan II ini diperoleh nilai rata rata presentase 93,7% dikatan sangat baik. guru mampu menjelaskan materi kepada siswa dan membuat suasana pembelajaran yang tidak membosankan, namun ada kekurangan guru dalam mengelola beberapa aspek lainya yaitu guru lupa menyampaikan tujuan pembelajaran tentang mengenal sendi dan macam-macam jenis sendi manusia. Selain itu proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tetapi dari kekurangan itu banyak siswa yang semangat dalam pembelajaran berlangsung.
b. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan II
Berdasarkan tabel 3 mengenai perolehan lembar observasi siswa siklus I pertemuan II, dinyatakan bahwa terdapat 2 siswa atau 8,6% termasuk dalam kategori kurang sekali, 0 siswa atat 0% masuk dalam kategori kurang, terdapat 5 siswa atau 21,7% masuk dalam kategori cukup, sebanyak 11 siswa atau 47,8% masuk dalam kategori baik, dan terdapat 5 siswa atau 21,7% masuk dalam kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model NHT mulai memberikan dampak positif terlihat adanya peningkatan dari jumlah siswa pada kategori baik dan sangat baik.
c. Hasil Tes soal Siklus I
Diakhir siklus peneliti memberikan tes soal pilihan ganda untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan tes hasil belajar siswa yang telah diberikan pada akhir pertemuan ke III disajikan pada tabel 4 berikut :
Berdasarkan tabel 4.3 di atas terlihat hasil belajar pada siklus I menunjukan bahwa dari 23 siswa , ada 17 siswa atau sekitar 73,9% yang tuntas dan 6 siswa atau sekitar 26,0% siswa yang tidak tuntas. Hasil belajar siswa menunjukan bahwa kemampuan belajar siswa dari segi hasil belajar sudah tergolong dikategori cukup, tetapi belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.
d. Refleksi
1. Ketercapaian dan kelemahan lembar observasi guru siklus I pertemuan I
a. Guru sudah dikatan baik pada siklus I karena sudah mencapai beberapa indikator yang dinilai seperti guru sudah memulai kelas dengan salam dan menanyakan kabar dan guru sudah membagi kelompok dengan menertibkan siswa. Guru sudah menjelaskan pembelajaran dengan baik.
b. Kelemahan kegiatan guru pada siklus I pertemuan I adalah ada beberapa kegiatan yang tidak terlaksana yaitu guru lupa mengecek kehadiran siswa, guru lupa dalam memberikan umpan balik kepada siswa jika ada pemahaman yang belum tepat.
2. Ketercapaian lembar observasi guru sisklus I pertemuan II
a. Ketercapaian Pada pertemuan II guru mengalami peningkatan dari pertemuan I yang mana kegiatan pembelajaran yang tidak terlaksana pada pertemuan I sudah di laksanakan pada pertemuan II, dan pada pertemuan II guru sudah menyampaikan materi pembelajaran dengan sangat baik.
b. Kelemahan kegiatan guru pada pertemuan II adalah ada kegiatan pembelajaran yang tidak terlaksana yaitu guru lupa menyampaikan tujuan pembelajaran tentang mengenal sendi dan macam-macam jenis sendi.
3. Ketercapaian lembar observasi siswa siklus I pertemuan I
a. Siswa sudah dinyatakan baik pada siklus I pertemuan I karena siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik dan mengikuti arahan yang disampaikan oleh guru dengan baik.
b. Kelemahan pada siklus I pertemuan I adalah ada beberapa kegiatan siswa yang tidak terlaksana karena pada saat pembelajaran ada kegiatan guru yang terlewatkan seperti pemberian umpan balik mengakibatkan siswa tidak menerima penjelasan lebih lanjut.
4. Ketercapaian lembar observasi siswa siklus I pertemuan II
a. Pada pertemuan II kegiatan pembelajaran siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I, yang mana dari kegiatan yang tidak tercapai pada pertemuan I sudah dilaksanakan pada pertemuan II seperti siswa sudah mulai ada beberapa yang menyimak pembelajaran dengan baik.
b. Kelemahan pada siklus I pertemuan II yaitu pada kegiatan pembagian kelompok siswa kurang kondusif dimana kurang mengikuti arahan guru dengan baik seperti sibuk mengobrol.
5. Ketercapaian tes hasil belajar siklus I
Ketuntasan klasikal pada tes hasil belajar sebesar 75%. Hasil tes siklus I belum memenuhi standar ketuntasan dimana hanya mencapai ketuntasan rata-rata sebesar 73,9%. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh ketercapaian proses pembelajaran yang dilaksankan oleh guru dan siswa, pada siklus ini proses pembelajaran masih tergolong belum optimal sesuai langkah langkah model Numbered Head Together.
6. Upaya untuk memperbaiki siklus I
a. Guru tidak meninggalkan salah satu kegiatan pembelajaran pada modul ajar
b. Guru lebih aktif mengkoordinasi siswa lebih baik.
c. Berdasarkan hasil refleksi diputuskan untuk memindahkan penelitian ke siklus II berdasarkan hasil percakapan antara peneliti/praktisi, pengamat, dan sejawat mengenai pelaksanaan kegiatan pada siklus I yang dianggap belum berhasil.
Setelah melaksanakan siklus I, ternyata penggunaan model Numbered Head Together untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAS di kelas VI belum mencapai kriteria yang sudah ditetapkan. Maka selanjutnya akan direncanakan untuk melakukan pertemuan selanjutnya di siklus II. Siklus II ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 04 Agustus dan Rabu tanggal 06 Agustus 2025. Berikut hasil tentang pelaksanaan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPAS siswa menggunakan model Numbered Head Together dikelas VI SDN 178/II Purwasari.
Perencanaan yang dilaksanakan di penelitian tindakan kelas pada siklus II ini untuk meningkatkan pembelajaran IPAS menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together di kelas VI yang dipersiapkan peneliti sebelum melaksanakan siklus II adalah sebagai berikut:
1. Membuat Modul Ajar
Menyusun modul ajar yang akan digunakan pada siklus II pertemuan I materi nya adalah tentang otot dan pada siklus II pertemuan II adalah materi tentang sistem saraf. Adapun jumlah waktu yang di tentukan adalah 2 x 35 menit untuk setiap pertemuan.
2. Membuat lembar kerja peserta didik (LKPD)
Menyiapkan dua Lembar Kerja Siswa (LKPD) merupakan lembar kertas yang berisi sumber belajar, rangkuman, dan panduan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Saat siswa mengikuti kegiatan pembelajaran, LKPD berfungsi sebagai panduan.
3. Membuat Lembar Observasi
Menyusun dan menyiapkan lembar Observasi untuk kegiatan belajar siswa. Lembar observasi yang disusun digunakan untuk siklus II pertemuan I dan pertemuan II dengan langkah langkah model Numbered Head Together sesuai pada materi pembelajaran. Kemudian lembar observasi untuk kegiatan guru yang digunakan saat proses pembelajaran berlangsung, yang menilai wali kelas sesuai dengan kelas sebelumnya.
4. Membuat soal tes
Menyiapkan soal tes yang dikerjakan oleh siswa pada akhir pelaksanaan siklus II, jumlah soal yang digunakan sebanyak 10 soal pilihan ganda sesuai dengan materi di setiap pertemuan.
b. Pelaksanaan
1. Pelaksanaan Siklus II Pertemuan I
Siklus II pada pertemuan I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 04 Agustus 2025. Waktu pelaksanaan yaitu 2 x 35 menit, yang terbagi dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun kegiatannya sebagai berikut :
a. Kegiatan Awal Guru membuka kelas dengan salam dan menanyakan kabar, selanjutnya guru mengkondisikan kelas sebelum melaksanakan pembelajaran dan mengecek kehadiran siswa. Guru melakukan ice breaking untuk membangkitkan semangat kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mengenal otot dan macam-macam jenis otot.
Pada kegiatan ini pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini dengan melaksanakan langkah-langkah model Numbered Head Together. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok terdiri 4 kelompok lalu membagikan nomor kepala pada setiap siswa sesuai dengan kelompok yang ditentukan. Selanjutnya guru menjelaskan materi melalui video pembelajaran tentang mengenal otot dan melakukan tanya jawab kepada siswa untuk memahami materi. Guru memberikan pertanyaan dan setiap kelompok menjawab pertanyaan tersebut melalui LKPD. Pada kegiatan ini guru membimbing siswa untuk aktif bekerja sama dalam mengerjakan tugas. Setelah selesai mengerjakan guru memanggil nomor secara acar dari setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan mewakili kelompoknya. Setiap kelompok menyampaikan jawabannya dan guru memberikan umpan balik pada pemahaman yang belum tepat.
Pada kegiatan ini yang dilakukan peneliti adalah guru menyimpulkan materi bersama siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya mengenai sistem saraf. Pada akhir kegiatan guru dan siswa berdoa bersama dan mengucapkan salam.
2. Pelaksanaan Siklus II Pertemuan II
Siklus II pada pertemuan II dilaksanakan pada hari Rabu 06 Agustus 2025 dengan waktu 2 x 35 menit, yang terbagi dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun langkah kegiatan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
Guru membuka kelas dengan salam dan menanyakan kabar, selanjutnya guru mengkondisikan kelas sebelum melaksanakan pembelajaran dan mengecek kehadiran siswa. Guru melakukan ice breaking untuk membangkitkan semangat kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mengenal sistem saraf dan macam-macam jenis saraf.
Pada kegiatan ini pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini dengan melaksanakan langkah-langkah model Numbered Head Together. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok terdiri 4 kelompok lalu membagikan nomor kepala pada setiap siswa sesuai dengan kelompok yang ditentukan. Selanjutnya guru menjelaskan materi melalui video pembelajaran tentang sistem saraf dan melakukan tanya jawab kepada siswa untuk memahami materi. Guru memberikan pertanyaan dan setiap kelompok menjawab pertanyaan tersebut melalui LKPD. Pada kegiatan ini guru membimbing siswa untuk aktif bekerja sama dalam mengerjakan tugas. Setelah selesai mengerjakan guru memanggil nomor secara acar dari setiap kelompok untuk menjawab pertanyaan mewakili kelompoknya. Setiap kelompok menyampaikan jawaban nya dan guru memberikan umpan balik pada pemahaman yang belum tepat.
Pada kegiatan ini yang dilakukan peneliti adalah guru menyimpulkan materi bersama siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya mengenai penyakit yang menyerang sistem gerak. Pada akhir kegiatan guru dan siswa berdoa’a bersama dan mengucapkan salam.
1. Pengamatan Siklus II Pertemuan I
a. Lembar Observasi Guru Siklus II Pertemuan I
Pengamatan guru dalam proses pembelajaran pada siklus II pertemuan I masih sama seperti siklus I yaitu diamati oleh wali kelas VI yaitu Ibu Febby Aulia, S.Pd., Gr. Hasil pengamatan proses guru yang dilakukan oleh wali kelas VI. Berdasarkan lembar observasi guru tersebut, kemampuan guru dalam mengelola kelas dalam proses belajar IPAS menggunakan model Numbered Head Together di kelas VI ini telah memperoleh nilai rata-rata presentase yaitu 100%. Sudah dikatakan sangat baik dan berhasil. Guru sudah sangat mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together dengan sangat baik. Guru sudah menyampaikan tujuan dan kegiatan pembelajaran dengan baik serta guru mampu mengajak siswa kedalam suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pada siklus I sebelumnya guru sudah mampu memperbaiki kekurangan kekurangan tersebut dan pada siklus II pertemuan I ini rata-rata persentase proses guru saat melakukan pembelajaran sudah sangat baik dengan naiknya nilai persentase.
b. Lembar observasi Siswa Siklus II Pertemuan I
Pengamat/observer yang mengamati proses siswa selama pembelajaran adalah teman sejawat yaitu Erwindy Nurmeita Sari Sukma Anggraeni dengan instrumen yang telah disiapkan sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Numbered Head Together. Hasil lembar observasi proses siswa yang diamati yaitu:
Berdasarkan tabel 5 terkait perolehan lembar observasi siswa siklus II pertemuan I, terlihat adanya peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus I yaitu, sebanyak 13 siswa atau 56,5% masuk dalam kategori sangat baik, sebanyak 8 siswa atau 34,7% masuk dalam kategori baik, 0 siswa masuk dalam kategori cukup dan kurang, serta terdapat 2 siswa atau 8,6% masuk dalam kategori kurang sekali. Ini terjadi karena ada beberapa proses pembelajaran siswa yang kurang maksimal seperti ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan guru saat memberikan apersepsi dan pada saat menampilkan vidio pembelajaran, siswa juga masih ada beberapa yang kurang aktif dalam bertanya dan menjawab, tetapi dari kekurangan tersebut proses siswa sudah meningkat dari siklus sebelumnya. Hal ini menunjukkan bawha penerapan model NHT sudah mulai efektif dalam meningkatkan partisipasi dan keterlibatan siswa, dengan mayoritas siswa telah mencapai kategori baik hingga sangat baik, ini menunjukkan adanya peningkatan.
2. Pengamatan Siklus II Pertemuan II
a. Lembar Observasi Guru Siklus II Pertemuan II Pengamatan guru dalam proses pembelajaran pada siklus II pertemuan II yaitu diamati oleh wali kelas VI yaitu Ibu Febby Aulia, S.Pd., Gr. Hasil pengamatan proses guru yang dilakukan oleh wali kelas VI. Berdasarkan lembar observasi guru tersebut kemampuan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together di siklus II pertemuan II ini memperoleh nilai rata rata 100% sudah dikatakan sangat berhasil. Pada siklus II pertemuan I sebelumnya persentase yang di dapat guru sama dengan siklus II pertemuan ini yang mana persentase yang di dapat sangat baik dalam proses pembelajaran.
b. Lembar Observasi siswa Siklus II Pertemuan II
Pengamat/observer yang mengamati proses siswa selama pembelajaran adalah Erwindy Nurmeita Sari dan Sukma Anggraeni dengan instrumen yang telah disiapkan sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Numbered Head Together. Hasil lembar observasi proses belajar siswa yang diamati sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 6 terkait perolehan lembar observasi siswa siklus II pertemuan II, terlihat adanya peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, yaitu: sebanyak 17 siswa atau 73,9% masuk dalam kategori sangat baik, sebanyak 4 siswa atau 17,3% masuk dalam kategori baik, 0 siswa masuk dalam kategori cukup dan kurang, serta terdapat 2 siswa atau 8,6% masuk dalam kategori kurang sekali. Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar siswa pada siklus II pertemuan II telah mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya, terlihat kegiatan pembelajaran siswa sudah terlaksana dengan baik, siswa dengan aktif mengikuti pembelajaran dan dengan baik melaksanakan kegiatan Numbered Head Together yang di berikan oleh guru.
c. Hasil Tes Siklus II
Akhir siklus II, peneliti bersama observer telah mengamati jalanya pembelajaran melalui model Numbered Head Together. Hasil pembelajaran siswa setelah diberi tes soal pada pertemuan II siklus II disajikan pada table 7 di bawah ini :
Tabel 8 menjelaskan hasil dari tes belajar siswa dapat dilihat hasil belajar siswa pada siklus II menunjukan bahwa 23 siswa, ada 19 siswa yang tuntas atau sekitar 82,6% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 4 siswa dengan persentase 17,3%. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar siswa sudah meningkat dengan baik. Secara keseluruhan siswa sudah mampu memahami materi yang telah mereka pahami menggunakan model Numbered Head Together dengan baik. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa dengan memahami materi dengan model Numbered Head Together.
Peneliti dan pengamat menyadari sejumlah masalah yang muncul selama proses pembelajaran dan hasil berdasarkan uraian pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus II. Mereka kemudian membandingkan temuan ini dengan temuan pada siklus I. Jelas dari temuan refleksi bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran Numbered Head Together telah berjalan dengan sangat baik. Proses dan hasil belajar siswa kelas VI di SDN 178/II Purwasari telah meningkat, yang merupakan indikasi dari hal ini. Capaian siklus II ditunjukkan oleh uraian berikut:
1. Ketercapaian lembar observasi guru Siklus II pertemuan I dan II
Pada lembar observasi guru siklus II pertemuan I dan II mendapatkan persentase yang sama yakni 100%, yang mana semua kegiatan yang dilakukan oleh guru sudah terlaksana semua dan meningkat dari siklus sebelumnya.
2. Ketercapaian lembar observasi siswa siklus II pertemuan I
Proses belajar siswa pada siklus II pertemuan I mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya yaknik mendapat persentase 77,9% hal ini menunjukan ada peningkatan dari proses belajar siswa seperti siswa lebih aktif dalam berdiskusi dan siswa lebih bersemangat untuk belajar berkelompok dan melaksanakan kegiatan Numbered Head Together dengan baik.
3. Ketercapaian lembar observasi siswa siklus II pertemuan II
Di siklus II pertemuan II proses belajar siswa semakin mengalami peningkatan baik dari siklus sebelumnya maupun di pertemuan sebelumnya, terlihat pada pertemuan II ini persentase yang di dapat yaitu 82,6% dapat dikatakan baik dan sudah mencapai indikator keberhasilan.
4. Ketercapaian hasil belajar siklus II
Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya, jika di siklus sebelumnya siswa yang tuntas hanya 17 siswa atau sebesar 73,9%, maka di siklus II siswa yang tuntas adalah 19 siswa atau sebesar 82,6%. Dari siklus II ini hasil belajar siswa sudah mencapai indikator keberhasil yaitu 75%. Dengan demikian peneliti bersama observer sepakat untuk menghentikan tindakan hanya pada tahap siklus II.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan tes hasil belajar IPAS dapat diketahui bahwa model Numbered Head Together dapat meningkatkan proses dan hasil belajar dengan berhasil. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan. Setiap awal siklus observer menilai proses belajar dengan menggunakan lembar observasi siswa dan lembar observasi guru, lalu setiap akhir siklus peneliti memberi siswa tes soal yang akan dikerjakan oleh setiap siswa. Berikut adalah pembahasan yang akan dibahas dari hasil penelitian ini terdiri dari beberapa data yaitu:
1. Data Rekapitulasi Lembar Observasi Guru dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian proses pembelajaran yang telah dilakukan di setiap awal siklus mengguakan lembar observasi guru yaitu siklus I dan siklus II maka peneliti memperoleh data hasil lembar observasi proses guru siklus I dan siklus II dapat dirincikan pada tabel 8 berikut ini:
Selanjutnya pembahasan untuk data hasil lembar observasi proses guru pada siklus I dan siklus II, dapat dipaparkan pada gambar diagram batang berikut ini:
Figure 2. Diagram perbandingan Lembar Observasi Guru
Berdasarkan data peningkatan lembar observasi guru persiklus dan pertemuan diatas mengalami peningkatan baik dari setiap siklusnya dan setiap pertemuanya. Dapat dilihat dari data diatas dapat diketahui bahwa pada siklus I pertemuan I hasil pengamatan lembar observasi guru mencapai 81,2% dan pada siklus I pertemuan II meningkat menjadi 93,7%lalu pada siklus II pertemuan I lembar observasi guru mencapai 100% di siklus II pertemuan II tetap stabil di 100% dan tidak ada penurunan, hasil ini dikategorikan sangat baik atau berhasil.
Peningkatan ini terjadi karena guru sudah memperbaiki kesalahan yang terjadi pada siklus I, yang mana jika pada siklus I guru tidak melaksanakan kegiatan absensi, guru tidak memberikan timbal balik kepada siswa jika ada pemahaman yang kurang tepat. Tetapi pada siklus II guru memperbaiki semuanya dan kegiatan pembelajaran pun terlaksana semua dari awal hingga akhir pembelajaran. Peningkatan ini juga terjadi karena guru dapat melaksanakan langkah-langkah pembelajaran Numbered Head Together dengan baik sehingga sesuai dengan yang diharapkan yaitu tercapainya indikator keberhasilan proses belajar.
Dalam tercapainya peningkatan pembelajaran Numbered Head Together dikuatkan oleh beberapa pendapat ahli berikut: Dikuatkan oleh pendapat (Diana et al., 2023) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam proses pembelajaran mampu membuat materi yang disampaikan lebih mudah dipahami oleh siswa, siswa mampu menggali sendiri pengetahuannya siswa juga merasa senang dan antusias sehingga dapat menyelesaikan masalah yang diberikan. (Kusnaeni et al., 2023) juga berpendapat bahwa Melalui diskusi dan tukar pendapat dalam kelompok, siswa dapat saling belajar satu sama lain. Mereka dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi IPS melalui penjelasan dari teman sekelompok yang mungkin memiliki sudut pandang atau pengetahuan yang berbeda. Menurut (Artha et al., 2021) Model pembelajaran Numbered Head Togetherdapat memberi kesempatan pada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawabannya serta meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok.
2. Data Rekapitulasi Lembar Observasi Siswa dan guru dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian proses pembelajaran siswa yang telah dilakukan menggunakan lembar observasi siswa di setiap awal siklus yaitu siklus I dan siklus II maka peneliti memperoleh data hasil lembar observasi siswa pada setiap pertemuan siklusnya. Data lembar observasi proses siswa siklus I pertemuan I,II dan siklus II pertemuan I,II dapat dilihat pada tabel berikut:
Selanjutnya pembahasan untuk data hasil lembar observasi siswa siklus I pertemuan I, II dan siklus II pertemuan I, II dapat dipaparkan pada diagram 3 berikut ini:
Figure 3. Diagram Perbandingan Hasil Observasi Siswa
Berdasarkan data peningkatan lembar observasi siswa pertemuan persiklus mengalami peningkatan baik dari setiap siklus nya. Dapat dilihat dari penyajian data diatas data diketahui bahwa pada siklus I pertemuan I hasil pengamatan lembar observasi proses belajar siswa mencapai 65,7% pada siklus I pertemuan II meningkat menjadi 73,9% dan pada siklus II pertemuan I hasil lembar observasi siswa mencapai 84,2% pada siklus II pertemuan II meningkat menjadi 86,6% sudah dikategorikan sangat baik. Jadi terlihat pada gambar observasi proses belajar siswa pada siklus I dan siklus II menggunakan model Numbered Head Together untuk meningkatkan pembelajaran IPAS kelas VI SDN 178/II Purwasari sudah tercapai atau berhasil.
Dengan menggunakan model Numbered Head Together siswa lebih memiliki antusias dalam belajar, siswa lebih aktif dan bersemangat saat pembelajaran kelompok berlangsung. Dikuatkan oleh pendapat (Sudewiputri & Dharma, 2021) bahwa dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Numbered Head Together terbukti efektif dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPAS.
Berdasarkan hasil tes belajar IPAS siswa menggunakan model Numbered Head Together di kelas VI SDN 178/II Purwasari yang dilakukan pada setiap akhir siklus I dan siklus II dapat dirincikan dalam tabel 10 berikut ini:
Selanjutnya pembahasan untuk data hasil tes belajar siswa siklus I dan siklus II dapat dipaparkan pada gambar 4 diagram batang berikut:
Figure 4. Diagram perbandingan hasil belajar siswa persiklus
Pada pra siklus penelitian dengan nilai ujian tengah semester ada 23 siswa, siswa yang tuntas adalah 13 siswa dengan persentase 43,4%, kemudian setelah peneltian pada siklus I bahwa dari 23 siswa, ada 17 siswa yang tuntas dengan persentase 73,9% dan ada 6 siswa yang tidak tuntas dengan persentase 26,0%. Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 19 siswa dengan persentase 82,6% dan yang tidak tuntas 4 orang siswa dengan persentase 17,3%. Secara konkret, siswa yang awalnya ragu menjawab pertanyaan pada siklus I mulai berani menyampaikan jawaban dan berdiskusi dengan teman pada proses pembelajaran di siklus II, hal ini terjadi karena suasana kelas lebih mendukung serta guru aktif memberi dorongan yang positif. Peningkatan ini disebabkan adanya penerapan model NHT yang menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong kerja sama siswa, sehingga pemahaman materi lebih optimal. Hasil penelitian ini dikuatkan denganbeberapa hasil penelitian terdahulu dan pendapat dari sumber di bawah ini:
Hasil penelitian dari (Oktaviani et al., 2025) menyatakan bahwa Kegiatan diskusi yang terstruktur dalam model Numbered Head Together dapat mendorong kolaborasi antar siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menyatakan pendapat mereka, sementara konteks nyata yang digunakan dalam pembelajaran dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa model Numbered Head Together yang dipadukan dengan pembelajaran kontekstual efektif dalam menuntaskan hasil belajar IPAS siswa.
Penelitian dari (Rafiqa et al., 2025) menyatakan bahwa Pemilihan model pembelajaran pada mata pelajaran IPAS bagi siswa SD merupakan model yang terbaik bagi perkembangan siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Pada umumnya tingkat perkembangannya masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan dan memahami hubungan antar konsep sederhana. Jadi dapat disimpulkan bahwa model Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena model ini dapat menciptakan suasana pembelajaran yang baru dan dapat memotivasi siswa serta siswa dapat bekerja sama sehingga siswa dapat memahami pelajaran, pada saat tes hasil belajar siswa pun dapat memahami soal yang diberikan oleh guru.
Meskipun penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan, namun tetap ada kendalanya, yaitu keterbatasan jumlah pertemuan yang membatasi waktu diskusi dan penyelesaian materi secara optimal, kehadiran siswa yang tidak konsisten pada setiap pertemuan, hal ini akan mempengaruhi kelancara proses belajar kelompok. Kemudian adanya perbedaan kemampuan siswa juga menjadi tantangan dalam memastikan seluruh peserta didik aktif dan memahami materi secara merata. Hal ini menandakan bahwa penerapan NHT memerlukan penyesuaian waktu, startegi pembelajaran tambahan, serta perhatian khusus terhadap variasi kemampuan siswa agar hasil belajar dapat tercapai secara maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dikelas VI SDN 178/II Purwasari, maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Penerapan model Numbered Head Together di kelas VI SDN 178/II Purwasari meningkatkan proses pembelajaran, hal ini terbukti dari lembar observasi guru yang naik dari 81,2% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II
2. Penerapan model Numbered Head Together di kelas VI SDN 178/II Purwasari meningkatkan proses pembelajaran, hal ini terbukti dari lembar observasi siswa yang naik dari 65,7% pada siklus I menjadi 83,6% pada siklus II.
3. Penerapan model Numbered Head Together meningkatkan hasil belajar IPAS siswa, dengan rata-rata ketutasan dari 73,9% pada siklus I naik menjadi 82,6% pada siklus II, hal ini terjadi karena adanya perbaikan sratgei pembelajaran.
Penerapan model NHT ini memiliki beberapa implikasi praktif, seperti: untuk guru, midel NHT ini dapat digunakan dengan menyesuaikan materi diskusi atau kegiatan pemecahan masalah, membagi siswa ke dalam kelompok kecil, serta memastikan semua siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran kooperatif berjalan efektif. Kemudian bagi sekolah, dukungan dapat berupa pelatihan bagi guru, penyediaan ruang kelas yang kondusif serta penyediaan sumber belajar yang memadai agar proses dan hasil belajar siswa meningkat. Secara keseluruhan, model pembelajaran NHT juga berperan dalam meningkatkan motivasi, keterampilan social, dan kemampuan berpikir kritis siswa, serta dapat digabungkan dengan metode lain untuk mencapai hasil belajar yang lebih optimal lagi.
Meskipun demikian, penelitian ini juga memiliki keterbatasan seperti: jumlah pertemuan yang terbatas, kehadiran siswa yang tidak konsisten, serta danya perbedaan kemampuan siswa yang mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran. Situasi ini menunjukkan bahwa penerapan model NHT memerlukan penyesuaian waktu, strategi pembelajaran tambahan, serta perhatian khusus terhadap kemampuan siswa. Untuk penelitian selanjutnya, pengembangan dalam dilakukan dengan menambah jumlah pertemuan, menerapkan NHT pada jenjang kelas yang berbeda, serta mengkombinasikan dengan metode pembelajaran lain agar efektivitas dan pemerataan hasil belajar dapat lebih optimal.
Penulis menyampaikan apresiasi kepada pimpinan sekolah serta guru kelas VI SDN 178/II Purwasari atas izin dan kolaborasi yang diberikan selama proses pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua siswa kelas VI yang telah berkontribusi dalam kegiatan penelitian ini.
[1] Agustiana. (2020). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
[2] Amalia, Y. R. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPAS Siswa Kelas V SD Negeri 1 Gondang Rejo, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur [Skripsi tidak diterbitkan]. Universitas Lampung.
[3] Andisulistio. (2022). Model Pembelajaran Kooperatif dan Peningkatan Hasil Belajar. Yogyakarta: Deepublish.
[4] Andreani, R., & Gunansyah, R. (2023). Implementasi Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 15(1), 45–58.
[5] Apdoludin, A. (2021). Inovasi baru model pembelajaran: Model debat, analisis, dan temuan. Kebumen: CV Intishar Publishing.
[6] Arikunto, S. (2017). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
[7] Astrawan, I. G. B. (2014). Penerapan Model Kooperatif Tipe NHT dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 3 Tonggolobibi. Universitas Pendidikan Ganesha.
[8] Aunurrahman. (2016). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
[9] Azzahra. (2023). Implementasi IPAS dalam Kurikulum Merdeka. Jurnal Pendidikan Inovatif, 5(2), 23–30.
[10] Badudu, J. S. (2018). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[11] Depsiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
[12] Fauzi, A., Rahmat, A., & Hamid, A. (2017). Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPAS. Jurnal Pendidikan Karakter, 7(2), 87–96.
[13] Febriananda, F. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Jurnal Edukasi dan Teknologi, 3(1), 12–19.
[14] Febrianti, F. A. (2019). Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS [Skripsi tidak diterbitkan]. Universitas Pendidikan Indonesia.
[15] Fitria. (2019). Penelitian Tindakan Kelas untuk Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal Penelitian Pendidikan, 2(2), 66–73.
[16] Gillies, R. M. (2016). Cooperative Learning: Developments in Research. Hauppauge, NY: Nova Science.
[17] Hanafy, M. S. (2014). Strategi Pembelajaran Aktif dan Inovatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[18] Hamsa, A. (2019). Kelebihan dan Kekurangan Model NHT. Jurnal Inovasi Pendidikan, 4(1), 17–24.
[19] Ihsana, E. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.
[20] Imas, A., & Sani, R. A. (2016). Pengembangan Model Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
[21] Istarani. (2019). 57 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
[22] Kagan, S. (2016). Cooperative Learning. San Clemente: Kagan Publishing.
[23] Kemendikbud. (2022). Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) SD. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[24] Kurniasih, I. (2015). Ragam Model Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena.
[25] Marsela Yulianti, dkk. (2022). Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. Jurnal Pendidikan Indonesia, 11(4), 203–212.
[26] Meylovia, L., & Julianto, A. (2023). IPAS dalam Pembelajaran Interdisipliner. Jurnal Sains dan Sosial, 6(2), 54–60.
[27] Muchrozin, S., dkk. (2017). Pembelajaran Kooperatif: Teori dan Praktik. Malang: UMM Press.
[28] Nasrun. (2016). Penerapan Model NHT dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(2), 101–110.
[29] Nurmala. (2016). Interaksi Belajar dengan Model NHT. Jurnal Pendidikan, 7(3), 223–230.
[30] Nurtanto, M. (2015). Ranah Kognitif dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Dasar, 6(1), 15–23.
[31] Nuryani, dkk. (2023). Desain Pembelajaran IPAS dalam Kurikulum Merdeka. Yogyakarta: Sinar Ilmu.
[32] Parnawi. (2019). Proses dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan, 5(2), 90–97.
[33] Purwanto, N. (2010). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (ed. revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
[34] Rahmadayanti, D., & Hartoyo, M. (2022). IPAS dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Pendidikan Berbasis Lingkungan, 2(1), 13–21.
[35] Ricardo, D., & Meilani, S. (2017). Ranah Psikomotor dalam Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
[36] Ripandi. (2023). Pengembangan Kurikulum Merdeka. Jurnal Kurikulum dan Pembelajaran, 8(2), 33–44.
[37] Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajawali Pers.
[38] Salsabila, Q. N., Faradita, M. N., & Afiani, K. D. A. (2023). Analisis Penerapan Model Number Head Together (NHT) Dilihat dari Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) pada Kurikulum Merdeka. Surabaya: Universitas Muhammadiyah Surabaya.
[39] Sardiman, A. M. (2021). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
[40] Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
[41] Shoimin, A. (2016). Evaluasi Model Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Evaluasi Pendidikan, 10(2), 113–125.
[42] Sudjana, N. (2021). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[43] Telaumbanua, A., dkk. (2021). Kreativitas Guru dalam Pembelajaran IPAS. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 4(2), 76–83.
[44] Trianto. (2009). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
[45] Utomo, R. (2024). Penelitian Tindakan Kelas dan Pembelajaran Reflektif. Jurnal PTK dan Inovasi Pembelajaran, 12(1), 27–35.
[46] Wijanarko, E. (2017). Faktor Internal dan Eksternal Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan, 3(1), 19–27.