Login
Section Innovation in Social Science

Innovation in Nano Meniran Extract Feed as a Solution for Odor Reduction and Productivity in Muscovy Ducks

Inovasi Pakan Nano Ekstrak Meniran sebagai Solusi Reduksi Bau dan Produktivitas Bebek Entok
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Emy Koestanti Sabdoningrum (1), Sri Hidanah (2), Gracia Angelina Hendarti (3), Sunaryo Hadi Warsito (4), Mirni Lamid (5), Mohammad Anam Al Arif (6), Widya Paramita Lokapirnasari (7), Oky Setyo Widodo (8), Zulfi Nur Amrina Rosyada (9), Soeharsono Soeharsono (10), Ary Setya Hernanda (11), Hadiah Fitriyah (12)

(1) Universitas Airlangga, Indonesia
(2) Universitas Airlangga, Indonesia
(3) Universitas Airlangga, Indonesia
(4) Universitas Airlangga, Indonesia
(5) Universitas Airlangga, Indonesia
(6) Universitas Airlangga, Indonesia
(7) Universitas Airlangga, Indonesia
(8) Universitas Airlangga, Indonesia
(9) Universitas Airlangga, Indonesia
(10) Universitas Airlangga, Indonesia
(11) Universitas Airlangga, Indonesia
(12) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia

Abstract:

Abstract
General background: Small-scale poultry farming in rural Indonesia faces challenges of low productivity and environmental pollution due to traditional feeding practices. Specific background: In Sepande Village, Sidoarjo, Muscovy duck (Cairina moschata) farmers struggle with suboptimal growth performance and unpleasant waste odor, exacerbated by high feed costs. Knowledge gap: While local feed resources and herbal additives have been studied, the integration of nano herbal technology into fermented feed for Muscovy ducks has not been explored. Aims: This study aimed to evaluate the effectiveness of nano-extract meniran (Phyllanthus niruri) as a feed additive in fermented pellet feed to enhance productivity and reduce waste odor. Results: Application of 1–3% nano meniran in duck feed led to a 50% increase in body weight (from 1.5 kg to 2.27–3.0 kg within three months), a 30% increase in farmer income, and a 93.75% improvement in regular odor-control practices, while significantly reducing waste odor intensity. Novelty: This is the first integration of nanotechnology-based herbal additives with fermented local feed formulations for Muscovy ducks. Implications: The innovation supports food security, farmer welfare, and sustainable livestock management, offering an eco-friendly model for poultry production in developing regions.
Highlight:


  • Nano meniran feed boosts duck growth by up to 50%.




  • Odor reduction improves farm environment and sustainability.




  • Farmers’ income increases by around 30%.




Keywords: Muscovy Duck, Nano-Extract Meniran, Fermented Feed, Productivity, Waste Odor Reduction


Downloads

Download data is not yet available.

PENDAHULUAN

Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, memiliki potensi peternakan unggas yang cukup besar, khususnya bebek entok (Cairina moschata). Sebagian besar masyarakat di desa ini menggantungkan mata pencaharian pada sektor peternakan dan pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sidoarjo (2023), sekitar 45% penduduk Desa Sepande bekerja sebagai peternak unggas skala kecil hingga menengah. Potensi tersebut didukung oleh letak geografis yang strategis, dengan akses yang mudah ke pasar tradisional dan distributor pakan ternak, serta ketersediaan sumber daya limbah organik seperti dedak padi dan ampas tahu yang berpotensi diolah menjadi pakan ternak (BPS Sidoarjo, 2023).

Meskipun demikian, potensi ini belum termanfaatkan secara optimal. Beberapa kendala utama antara lain rendahnya produktivitas ternak, tingginya biaya pakan, dan permasalahan bau limbah yang menimbulkan keluhan masyarakat sekitar. Sebagian besar peternak masih menggunakan metode tradisional dengan pakan campuran dedak dan pakan pabrikan, yang relatif mahal namun belum mampu menghasilkan pertumbuhan optimal. Rata-rata bobot bebek entok umur tiga bulan di Desa Sepande masih di bawah 2 kg, lebih rendah dari standar optimal yang berkisar 2,3–2,5 kg (Siregar et al., 2020). Kondisi ini diperburuk oleh tingginya proporsi biaya pakan yang dapat mencapai 60% dari total biaya operasional (Pusat Penelitian Peternakan BRI, 2022).

Padahal, potensi bahan baku lokal untuk pakan alternatif cukup besar. Ampas tahu mengandung protein kasar sebesar 23–28%, sedangkan dedak padi kaya akan serat dan mineral yang mendukung kesehatan pencernaan unggas (Puslit Peternakan BRI, 2022; Wahyono & Utami, 2018). Pemanfaatan bahan pakan lokal yang diformulasikan secara tepat berpotensi menekan biaya operasional sekaligus meningkatkan produktivitas ternak (Yuwanta, 2010). Namun, pengetahuan peternak Desa Sepande dalam pengolahan pakan alternatif dan manajemen pemberian pakan yang efisien masih terbatas.

Selain permasalahan pakan, isu lingkungan menjadi tantangan serius. Sistem pemeliharaan yang kurang higienis menyebabkan penumpukan limbah organik, memicu bau menyengat, dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar (Aini et al., 2017). Pengelolaan limbah ternak yang baik tidak hanya mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, tetapi juga dapat menjadi sumber pupuk organik yang bermanfaat bagi pertanian lokal (Astuti & Sugiarto, 2015).

Inovasi dalam teknologi pakan unggas terus berkembang dengan tujuan meningkatkan efisiensi produksi serta kesejahteraan hewan. Berbagai pendekatan seperti penggunaan pakan konsentrat modern, probiotik, suplemen enzim, dan fermentasi pakan telah diterapkan untuk meningkatkan performa unggas dan kesehatan pencernaan (Wang et al., 2016). Namun, meskipun fermentasi pakan lokal telah banyak dikembangkan, belum ada studi yang secara spesifik mengkombinasikan fermentasi pakan lokal dengan penerapan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) khususnya pada beternak bebek entok.

Meniran, yang dikenal memiliki senyawa bioaktif antimikroba dan antiinflamasi, berpotensi besar jika dioptimalisasi melalui teknologi nano untuk meningkatkan bioavailabilitasnya (Kusuma et al., 2021). Sebelumnya, penggunaan nano ekstrak meniran digunakan pada ayam petelur dan broiler (Sabdoningrum et al., 2023). Penggunakan nano ekstrak meniran sebagai bahan tambahan dalam fermentasi pakan lokal merupakan pendekatan inovatif yang belum banyak dieksplorasi dalam konteks peternakan bebek entok.

Berbeda dari inovasi pakan unggas yang umumnya menggunakan bahan tambahan sintetis atau probiotik saja, kombinasi fermentasi lokal dengan nano herbal ini menawarkan keunggulan multifungsi dengan memperbaiki nilai gizi pakan, mengendalikan bau kandang, serta mendukung keberlanjutan lingkungan peternakan. Oleh karena itu, kegiatan ini penting dalam pengembangan teknologi pakan unggas dengan mengintegrasikan kearifan lokal dan teknologi canggih, sekaligus membuka peluang baru dalam pengelolaan usaha peternakan bebek entok secara lebih efisien dan ramah lingkungan

Dalam konteks ini, kolaborasi antara peternak, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jaya Makmur, dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Maju Jaya menjadi strategi kunci. Melalui pengenalan teknologi pakan konsentrat ramah lingkungan berbasis bahan lokal dan nano ekstrak meniran , diharapkan dapat meningkatkan produktivitas bebek entok, mengurangi biaya pakan, serta menekan dampak bau limbah. Program ini diharapkan menjadi model pengelolaan peternakan unggas yang berkelanjutan, efisien, dan ramah lingkungan, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi peternak di Desa Sepande.

METODE PELAKSANAAN

A. Lokasi Penelitian

Kegiatan ini menggunakan pendekatan Participatory Action Research (PAR), yang melibatkan peternak secara langsung dalam seluruh proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi (McIntyre, 2008). Kegiatan dilaksanakan di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, dengan mitra utama Gapoktan Maju Jaya dan BUMDes Jaya Makmur.

B. Subjek Kegiatan

Subjek kegiatan adalah anggota kelompok peternak bebek entok yang tergabung dalam Gapoktan Maju Jaya, dengan jumlah partisipan sebanyak 19 peternak skala kecil hingga menengah. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive berdasarkan keterlibatan aktif dalam kegiatan peternakan bebek entok dan kesediaan mengikuti pelatihan serta penerapan inovasi nano ekstrak meniran dalam pakan.

C. Bahan dan Peralatan

Bahan utama pembuatan pakan konsentrat berbentuk pellet meliputi dedak padi, limbah tempe, limbah sayuran dan buah, mineralserta fermentor. Bahan tambahan berupa feed additive nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) ditambahkan sesuai dosis 1–3% dari total bahan kering. Peralatan yang digunakan meliputi mesin pencampur (mixer), mesin pencetak pellet, timbangan, serta peralatan pengering alami (penjemuran) (Yuwanta, 2010; Wahyono & Utami, 2018).

D. Tahapan Kegiatan

Persiapan

Penyusunan materi penyuluhan mengenai manajemen pakan dan pemeliharaan bebek entok dengan inovasi nano ekstrak meniran. Penyiapan bahan baku pakan, termasuk dedak padi, limbah tempe, limbah sayuran dan buah, mineral, fermentor serta nano ekstrak meniran.

Sosialisasi dan Penyuluhan

Figure 1. Sosialisasi fermentasi pakan bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri)

Dilakukan dengan metode tatap muka (Gambar 1) menggunakan media presentasi dan diskusi interaktif. Materi meliputi pengembangan potensi pakan lokal, manfaat pakan fermentasi berbentuk pellet, serta fungsi feed additive nano ekstrak meniran dalam meningkatkan produktivitas dan mengurangi bau limbah (Aini et al., 2017).

Praktik Pembuatan Pakan Konsentrat Fermentasi dengan Nano Ekstrak Meniran

Figure 2. Praktik pembuatan konsentrat fermentasi pakan bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri)

Bahan pakan ditimbang sesuai formulasi ransum. Semua bahan dicampur homogen menggunakan mesin mixer. Nano ekstrak meniran ditambahkan pada dosis 1–3% dari total bahan kering (Hidanah et al., 2022). Campuran dicetak menjadi pellet dengan diameter 3 mm menggunakan mesin pelet. Pellet dikeringkan di bawah sinar matahari hingga mencapai kadar air optimal (±12%), agar tahan simpan dan mudah dikonsumsi (Aqfari et al., 2023).

Aplikasi di Kandang

Pakan fermentasi diaplikasikan minimal 30% dari total ransum harian (Sabdoningrum et al., 2023). Pemeliharaan dilakukan selama empat minggu dengan pencatatan (recording) pertumbuhan bobot badan, konsumsi pakan, dan tingkat bau lingkungan.

E. Analisis Data

Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan proses penerapan teknologi pakan fermentasi dengan nano ekstrak meniran dan persepsi peternak berupa profil kepemilikan ternak, distribusi usia peternak, lama usaha peternak, pengetahuan teknologi pakan konsentrat, dan praktik pengendalian bau sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan (Siregar et al., 2020). Data kuantitatif berupa berat badan bebek entog sebelum dan sesudah yang dianalisis dengan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 27.0 versi windows dengan signifikan p value <0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survei terhadap 19 peternak bebek entok di Desa Sepande, kepemilikan ternak menunjukkan variasi yang cukup signifikan (Tabel 1). Sebanyak 47,4% responden memiliki lebih dari 50 ekor bebek entok, 21,15% memiliki 50 ekor, 5,3% memiliki 21–50 ekor, 5,3% memiliki 10–21 ekor, dan 21,15% memiliki kurang dari 10 ekor. Proporsi kepemilikan >50 ekor yang cukup besar menunjukkan adanya sebagian peternak yang telah memiliki kapasitas usaha relatif besar, dengan potensi untuk dikembangkan menjadi usaha berskala ekonomi.

Namun, keberadaan peternak dengan kepemilikan ternak yang rendah (≤10 ekor) juga cukup signifikan, yang mencerminkan adanya keterbatasan modal dan sumber daya pada sebagian anggota kelompok. Kondisi ini menuntut adanya strategi pembinaan yang berbeda antara usaha kecil dan usaha besar, sebagaimana disarankan oleh Nugroho et al. (2020) bahwa intervensi pengembangan usaha ternak harus disesuaikan dengan kapasitas awal peternak untuk mencapai keberlanjutan.

Usia Peternak Jumlah (%)
>50 Tahun 57,9%
41 – 50 Tahun 21,1%
31 – 40 Tahun 10,5%
21 – 30 Tahun 5,3%
<20 Tahun 5,2%
Table 1. Hasil survey usia peternak Gapoktan Maju Jaya

Sebagian besar responden pada tabel 1 berada pada kelompok usia di atas 50 tahun (57,9%), diikuti usia 41–50 tahun (21,1%), 31–40 tahun (10,5%), dan 5,3% pada usia 21-30 tahun dan 5,2% usia >20 tahun. Dominasi kelompok usia lanjut dapat menjadi tantangan sekaligus peluang. Tantangan muncul dari potensi keterbatasan adopsi teknologi baru (Rogers, 2003), sedangkan peluangnya terletak pada pengalaman panjang dalam beternak. Keberadaan kelompok usia produktif (31–50 tahun) juga menjadi modal penting untuk regenerasi dan keberlanjutan usaha.

Sebagian besar responden pada tabel 2 (63,2%) baru menjalankan usaha beternak bebek entok kurang dari satu tahun, 26,3% telah berusaha selama 1–3 tahun, dan hanya 10,5% yang memiliki pengalaman 4–6 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa beternak bebek entok merupakan sektor usaha yang relatif baru berkembang di Desa Sepande. Hal ini sejalan dengan temuan Rahardjo et al. (2019) yang menyatakan bahwa masuknya pelaku baru ke sektor peternakan unggas sering kali dipicu oleh peluang pasar dan rendahnya hambatan masuk modal awal.

Tabel 3. Pemahaman pengetahuan teknologi pakan konsentrat dan praktik pengendalian bau Peternak Gapoktan Maju Jaya

Teknologi Pakan Konsentrat Ya (%) Tidak (%)
Apakah anda mengetahui teknologi pakan konsentrat 52,6% 47,4%
Apakah anda melakukan pengendalian bau kandang secara jarang 68,4% 31,6%
Apakah anda melakukan pengendalian bau kandang secara rutin 31,6% 68,4%
Table 2. Hasil survey lama usaha peternak Gapoktan Maju Jaya

Sebanyak 52,6% responden pada tabel 3 mengetahui teknologi pakan konsentrat, sedangkan 47,4% belum mengetahuinya. Persentase yang hampir seimbang ini menunjukkan adanya potensi besar untuk peningkatan adopsi teknologi melalui sosialisasi dan pelatihan. Pengetahuan ini menjadi faktor kunci dalam mengoptimalkan produktivitas ternak, sebagaimana dilaporkan oleh Yuwanta (2010) bahwa penerapan teknologi pakan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi konversi pakan dan mempercepat pertumbuhan unggas.

Mayoritas responden pada tabel 3 (68,4%) hanya melakukan pengendalian bau kandang secara jarang, sementara 31,6% melakukannya secara rutin. Pengendalian bau yang rendah berpotensi menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan resistensi sosial dari masyarakat sekitar. Menurut Aini et al. (2017), pengelolaan limbah yang buruk pada peternakan unggas merupakan salah satu penyebab utama pencemaran udara di lingkungan pedesaan.

Fermentasi pakan bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) berpotensi menjadi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan produktivitas dan bau limbah. Fermentasi mampu meningkatkan kecernaan pakan dan menyeimbangkan mikroflora saluran pencernaan (Wang et al., 2016), sedangkan nano teknologi meningkatkan bioavailabilitas senyawa bioaktif meniran sehingga mendukung sistem imun dan pertumbuhan ternak (Kusuma et al., 2021).

Figure 3. A) Pengarahan pemberian fermentasi pakan bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri), B) Penerapan pemberian fermentasi pakan bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri)

Pelatihan manajemen pakan dan teknologi pembuatan pellet yang dilakukan dalam program ini menjadi pendukung penting penerapan inovasi tersebut. Dengan formulasi pakan fermentasi yang mengandung 1–3% nano ekstrak meniran, diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pakan, bobot badan, serta pengurangan bau kotoran. Hal ini berimplikasi langsung pada peningkatan produktivitas ternak dan keuntungan ekonomi peternak (Hidanah et al., 2024).

Figure 4. Diagram perbandingan berat badan pada bebek entok dengan penambahan nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri)

Berdasarkan diagram gambar 4, terjadi peningkatan berat badan yang cukup signifikan p value <0,001 dari sebelum perlakuan hingga sesudah perlakuan. Rata-rata berat badan awal tercatat sebesar 1,513 kg, sedangkan setelah perlakuan meningkat menjadi 2,27 kg. Artinya, terdapat kenaikan berat badan sebesar 0,757 kg atau sekitar 50% dari berat awal. Peningkatan ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mampu memberikan efek positif terhadap pertambahan bobot badan ternak, yang dapat dikaitkan dengan perbaikan manajemen pakan, kualitas nutrisi, atau faktor pendukung pertumbuhan lainnya.

Teknologi Pakan Konsentrat Ya (%) Tidak (%)
Apakah anda melakukan pengendalian bau kandang secara jarang 6,25% 93,75%
Apakah anda melakukan pengendalian bau kandang secara rutin 93,75% 6,25%
Table 3. Pemahaman sesudah praktik pengendalian bau Peternak Gapoktan Maju Jaya

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa setelah penerapan praktik pengendalian bau pada peternakan Gapoktan Maju Jaya, mayoritas responden (93,75%) menyatakan melakukan pengendalian bau kandang secara rutin, sedangkan hanya 6,25% yang tidak melakukannya secara rutin. Sebaliknya, hanya 6,25% responden yang mengaku melakukan pengendalian bau kandang secara jarang, sementara 93,75% lainnya tidak melakukannya secara jarang.

Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman dan komitmen peternak terhadap praktik pengendalian bau kandang secara teratur, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan kandang dan kesejahteraan ternak. Menurut Hidanah et al. (2024), penerapan teknologi pakan berbasis nano herbal, seperti ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn), tidak hanya berfungsi sebagai feed additive alami, tetapi juga dapat mendukung perbaikan manajemen pemeliharaan, termasuk pengelolaan limbah kandang yang berpotensi menjadi sumber bau. Selain itu, Sabdoningrum et al. (2023) menekankan bahwa pakan berkualitas dengan kandungan bioaktif mampu meningkatkan kesehatan dan metabolisme ternak, yang secara tidak langsung dapat mengurangi intensitas bau akibat feses yang lebih terfermentasi dengan baik.

Dengan demikian, temuan pada tabel ini mengindikasikan bahwa kombinasi penerapan teknologi pakan dan peningkatan kesadaran peternak terhadap pengelolaan lingkungan kandang dapat menjadi strategi efektif untuk menjaga kebersihan, mengurangi pencemaran bau, dan meningkatkan produktivitas usaha peternakan (Hidanah et al., 2022; Sabdoningrum et al., 2023; Hidanah et al., 2024).

Temuan ini sejalan dengan pendapat Yuwanta (2010) bahwa ketersediaan pakan berkualitas tinggi, baik dari segi kandungan energi maupun protein, berpengaruh langsung terhadap laju pertumbuhan dan berat badan akhir ternak. Selain itu, Wang et al. (2016) juga melaporkan bahwa perbaikan formulasi pakan dan penerapan manajemen pemeliharaan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi pencernaan dan penyerapan nutrien sehingga berdampak positif pada pertambahan bobot badan.

Nano ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) dibuat dengan teknologi nanoteknologi yang menghasilkan partikel sangat kecil, yaitu pada skala nano (1-600 nanometer). Ukuran partikel yang sangat kecil ini memiliki beberapa keunggulan utama yang mempengaruhi bioavailabilitas senyawa aktif meniran. Partikel nano memiliki luas permukaan yang jauh lebih besar dibandingkan partikel konvensional. Hal ini memungkinkan kontak yang lebih efektif dengan enzim dan komponen biologis dalam saluran pencernaan unggas, sehingga penyerapan senyawa aktif seperti flavonoid dan fenolik menjadi lebih efisien. Ukuran nano memungkinkan partikel menembus membran sel dan jaringan lebih mudah, meningkatkan transportasi senyawa aktif ke dalam sirkulasi darah unggas (Kusuma et al., 2021). Ini berkontribusi pada peningkatan efektivitas bioaktif antimikroba dan antiinflamasi yang terkandung dalam meniran. Nano enkapsulasi membantu melindungi senyawa bioaktif dari degradasi enzimatik maupun oksidasi sebelum mencapai sasaran kerja, sehingga aktivitasnya tetap optimal selama proses pencernaan di usus. Dengan meningkatnya bioavailabilitas ini, efek positif meniran dalam membantu meningkatkan kesehatan pencernaan, merangsang pertumbuhan mikrobiota positif, dan mereduksi mikroorganisme penghasil bau menjadi lebih nyata. Oleh karena itu, tambahan nano ekstrak meniran dalam pakan fermentasi berperan ganda: sebagai agen peningkat performa dan pengontrol bau.

Proses fermentasi pakan unggas menggunakan mikroorganisme penghasil enzim seperti asam laktat bakteri yang berperan dalam menguraikan bahan pakan menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna dan juga mengubah komposisi kimianya. Dampak fermentasi terhadap pengurangan bau limbah, khususnya amonia. Fermentasi mencerna protein kasar menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana serta beberapa produk metabolit yang tidak menghasilkan amonia secara signifikan. Dengan demikian, akumulasi bahan nitrogen yang mudah terdegradasi di saluran pencernaan dan kotoran menurun (Wang et al., 2016). Fermentasi meningkatkan populasi bakteri asam laktat yang kompetitif terhadap bakteri proteolitik yang menghasilkan amonia dari dekomposisi protein. Dengan menurunnya bakteri penghasil amonia, maka konsentrasi amonia dalam kotoran otomatis berkurang.Fermentasi menghasilkan asam organik (misalnya asam laktat) yang menurunkan pH lingkungan kotoran sehingga menekan aktivitas mikroorganisme yang memproduksi amonia (Rahardjo et al., 2019).

Dengan demikian, integrasi nano ekstrak meniran yang bersifat antimikroba sekaligus bioaktif dengan fermentasi pakan yang mengubah profil kimia pakan dan mikroflora, secara sinergis menekan produksi amonia sebagai sumber utama bau tidak sedap limbah unggas. Proses ini berkontribusi pada lingkungan kandang yang lebih bersih dan ramah bagi peternak serta masyarakat sekitar.

Hasil survei menunjukkan adanya keragaman kapasitas usaha, tingkat pengalaman, dan pengetahuan teknologi di antara peternak. Pendekatan intervensi yang adaptif menjadi kunci agar inovasi seperti pakan fermentasi berbasis nano ekstrak meniran dapat diadopsi secara luas. Selain manfaat teknis, keberhasilan inovasi ini juga ditentukan oleh faktor kelembagaan, seperti peran Gapoktan Maju Jaya dan BUMDes Jaya Makmur dalam distribusi pakan dan pemasaran hasil ternak.

Dengan demikian, program pengabdian masyarakat yang memadukan inovasi teknologi pakan, pendampingan manajemen, dan penguatan kelembagaan di Desa Sepande berpotensi menjadi model pengembangan peternakan bebek entok yang berkelanjutan, efisien, dan ramah lingkungan.

KESIMPULAN

Program peningkatan kapasitas peternak Bebek Entok di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo melalui penerapan pakan konsentrat fermentasi berbentuk pellet yang diperkaya dengan feed additive nano ekstrak meniran telah mampu menjadi solusi strategis untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak. Hasil penerapan menunjukkan adanya potensi peningkatan berat badan 50% serta pengurangan bau kotoran di lingkungan kandang dari pemahaman meningkat sebesar 93,75%. Selain itu, kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan praktek pengolahan pakan berhasil mentransfer teknologi tepat guna kepada peternak, mendorong kemandirian dan daya saing ekonomi lokal. Pendekatan ini terbukti relevan untuk mengatasi masalah manajemen pakan, pengelolaan limbah, dan pemasaran hasil ternak, sekaligus memperkuat kelembagaan peternak melalui kolaborasi dengan Gapoktan dan BUMDes.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Universitas Airlangga yang telah memberikan dukungan berupa pendanaan pada pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat Skema Program Kemitraan masyarakat Universitas Airlangga Tahun 2025 Nomor: 1588/B/UN3.FKH/PM.01.01/2025; hari Selasa, tanggal 22 April 2025.

References

[1] N. Aini, H. Susanto, and R. Wulandari, “Manajemen limbah ternak unggas untuk mengurangi pencemaran lingkungan,” Jurnal Ilmu Ternak, vol. 17, no. 2, pp. 45–52, 2017.

[2] D. Astuti and Y. Sugiarto, “Pemanfaatan limbah peternakan sebagai pupuk organik,” Jurnal Agroteknologi, vol. 9, no. 1, pp. 15–22, 2015.

[3] E. T. Aqfari, E. K. Sabdoningrum, S. Hidanah, W. P. Lokapirnasari, S. Soeharsono, and W. M. Yuniarti, “The effects of using nano-meniran (Phyllanthus niruri) extract on the feed economic value and income over feed costs of broiler chicken farm,” Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, vol. 33, no. 1, 2023.

[4] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Candi dalam Angka 2023. Sidoarjo: BPS Kabupaten Sidoarjo, 2023.

[5] S. Hidanah, E. K. Sabdoningrum, and S. A. Sudjarwo, “Formulation and characterization of meniran (Phyllanthus niruri Linn) extract nanoparticle on antibacterial activity against Salmonella pullorum,” Pharmacognosy Journal, vol. 14, no. 2, pp. 369–373, 2022.

[6] S. Hidanah, E. K. Sabdoningrum, I. S. Yudaniayanti, H. Fitriyah, S. Miarsono, S. H. Warsito, M. Lamid, W. P. Lokapirnasari, M. A. Al Arif, and Z. N. A. Rosyada, “Penerapan teknologi nano ekstrak meniran pada pakan dan manajemen pemeliharaan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi kelompok ternak kambing dan domba di Desa Sepande, Sidoarjo,” Lumbung Inovasi: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 9, no. 4, pp. 787–797, 2024.

[7] I. W. Kusuma, N. L. P. Pradnyawathi, and I. B. G. Darmayasa, “Nanoteknologi dalam meningkatkan bioavailabilitas senyawa herbal,” Jurnal Sains Farmasi & Klinis, vol. 8, no. 2, pp. 145–156, 2021.

[8] A. McIntyre, Participatory Action Research. London: SAGE Publications, 2008.

[9] B. A. Nugroho, B. Hartono, and E. Suryani, “Strategi pengembangan usaha ternak berbasis skala kepemilikan,” Jurnal Peternakan Tropis, vol. 8, no. 1, pp. 12–20, 2020.

[10] Pusat Penelitian Peternakan BRI, Pemanfaatan bahan pakan lokal untuk meningkatkan produktivitas ternak unggas. Jakarta: Puslit Peternakan BRI, 2022.

[11] M. Rahardjo, N. Hidayat, and A. Santosa, “Dinamika masuknya peternak baru di sektor unggas,” Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan, vol. 14, no. 1, pp. 23–31, 2019.

[12] E. M. Rogers, Diffusion of Innovations, 5th ed. New York: Free Press, 2003.

[13] E. K. Sabdoningrum, S. Hidanah, Soeharsono, D. Qosimah, S. Anggraini, and T. Anantha, “Potential of meniran (Phyllanthus niruri Linn) extract nano herbal as immunomodulator and phytogenic feed additive for natural growth supporter on spleenic germinal centre and performance in animal model,” Research Journal of Pharmacy and Technology, vol. 16, no. 11, pp. 5198–5206, 2023.

[14] A. Siregar, T. Lubis, and M. Sari, “Standar performa bebek pedaging di Indonesia,” Jurnal Peternakan Nusantara, vol. 6, no. 2, pp. 67–74, 2020.

[15] D. E. Wahyono and D. A. Utami, “Potensi dedak padi sebagai pakan ternak unggas,” Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, vol. 28, no. 1, pp. 39–46, 2018.

[16] Y. Wang, L. Xu, and Y. Zhang, “Effects of fermented feed on growth performance and intestinal microflora in poultry,” Poultry Science Journal, vol. 95, no. 12, pp. 2879–2886, 2016.

[17] T. Yuwanta, Nutrisi dan Pakan Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.