Alda Alda (1), Sundahry Sundahry (2), Tri Wera Agrita (3)
General background: Student-centered learning has become an international and national priority, in line with the Sustainable Development Goals (SDGs) and Indonesia’s Kurikulum Merdeka, which emphasize active, contextual, and collaborative learning. Specific background: However, in practice, fifth-grade students at SDN 112 Purwo Bakti demonstrated low engagement and achievement in Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) due to teacher-centered methods. Knowledge gap: While previous studies have applied Project Based Learning (PjBL) in science or social studies separately, limited research addresses its impact on integrated IPAS within the framework of Kurikulum Merdeka. Aims: This study investigates the effectiveness of PjBL in improving both the process and outcomes of IPAS learning in grade V. Results: Through two cycles of classroom action research involving 20 students, teacher performance improved from 80% to 100%, student engagement from 80% to 90%, and learning mastery from 80% to 90%, surpassing the minimum completeness criteria. Novelty: This study uniquely explores the integration of PjBL in IPAS learning as aligned with Kurikulum Merdeka, offering empirical insights rarely examined in primary schools. Implications: Findings highlight that PjBL not only enhances academic achievement but also fosters critical thinking, collaboration, and creativity, providing a sustainable reference for innovative learning strategies in 21st-century education
Highlights:
PjBL improved student participation and achievement significantly.
Integration of PjBL in IPAS is rarely studied at primary level.
Supports Kurikulum Merdeka goals for active and contextual learning.
Keywords: Project Based Learning, IPAS, Kurikulum Merdeka, Student Engagement, Learning Outcomes
Implementation Of Project-Based Learning To Improve The Process And Outcomes Of Science Learning In Grade V Students Students Of State Elementary School 112 Purwo Bakti
Penerapan Project Bas ed Learning Dalam Meningkatkan Proses Dan Hasil B elajar IPAS Pada Peserta Didik Kelas V Sd Negeri 112 Purwo Bakti
Abstract . This study aims to improve science learning outcomes through the implementation of the Project Based Learning model for fifth-grade students of SDN 112 Purwo Bakti in the 2025/2026 academic year. Initial observations showed that student learning processes and outcomes were very low, with minimal involvement and communication due to teacher-centered learning. The classroom action research method was used with data collection through observation, tests, and documentation. The results showed a significant improvement: teacher performance increased from 80% to 100%, student learning activities from 80% to 90%, and test scores from 80% to 90%, meeting the classical completeness of KKM 75 with a minimum of 75% of students completing. In conclusion, the Project Based Learning model is effective in improving learning outcomes and creating an active and meaningful learning atmosphere.
Keywords: Processs; Learning outcomes, Project Based Learning.
Abstrak . Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar IPAS melalui penerapan model Project Based Learning pada siswa kelas V SDN 112 Purwo Bakti tahun ajaran 2025/2026. Observasi awal menunjukkan proses dan hasil belajar siswa sangat rendah, dengan keterlibatan dan komunikasi yang minim akibat pembelajaran teacher-centered. Metode penelitian tindakan kelas digunakan dengan pengumpulan data melalui observasi, tes, dan dokumentasi. Hasil menunjukkan peningkatan signifikan: kinerja pendidik naik dari 80% ke 100%, aktivitas belajar siswa dari 80% ke 90%, dan nilai tes dari 80% ke 90%, memenuhi ketuntasan klasikal KKM 75 dengan minimal 75% siswa tuntas. Kesimpulannya, model Project Based Learning efektif meningkatkan hasil belajar serta menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna.
Kata Kunci : Proses, Hasil Belajar, Pro ject Based Learning
.
Pendidikan dalam suatu proses pembelajaran, pentingnya untuk mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu,agar tidak hanya fokus pada pengembangan satu aspek kepribadian saja. Tetapi secara keseluruhan baik pertumbuhan peserta didik maupun perkembangannya. Maka dari itu minat dalam proses pembelajaran adalah faktor awal yang mendorong siswa untuk belajar dan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu tujuan pembelajaran dan juga sebagai kunci keberhasilannya dalam mencapai cita-cita (Ansya, Y.A., 2023). Kurikulum Merdeka merupakan salah satu kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang memberikan kebijakan. Selain sebagai pedoman yang penting dalam proses pembelajaran, kurikulum juga merupakan rancangan pelajaran yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh guru sebelum memulai kegiatan belajar mengajar disekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Juliati dkk. (2022) yang menjelaskan bahwa kurikulum merupakan rancangan pelajaran, bahan ajar, pengalaman belajar yang sudah diprogramkan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, guru harus menyiapkan komponen-komponen yang penting saat merancang pelajaran, khususnya rancangan pelajaran pada kurikulum merdeka. Adapun salah satu komponen yang penting saat merancang pelajaran, yang harus dipersiapkan oleh guru terlebih dahulu, dalam kurikulum merdeka adalah model pembelajaran Kurikulum Merdeka menekankan pada pengembangan potensi peserta didik dan guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada sejumlah materi tertentu yang telah diajarkan yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes.
Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. Pentingnya pengembangan berpikir kritis dan berpikir kreatif juga tertuang pada Kurikulum Merdeka melalui perwuju dan profil pelajar Pancasila (Kemdikbud, 2022:2). Profil Pelajar Pancasila ialah manifestasi pelajar Indonesia yang belajar selama hidupnya dan berkompetensi global serta bertingkah hidupnya dan berkompetensi global serta bertingkah laku selaras pada nilai-nilai Pancasila. Profil Pelajar Pancasila memiliki enam karakteristik pokok: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif (Kemdikbud, 2022:2). Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum pembelajaran intrakurikuler yang bervariasi dan peserta didik diberi ruang yang lebih agar optimal dalam bereksplorasi konsep dan kompetensinya (Khoirurrijal dkk.,2022).
Pada kurikulum merdeka IPAS merupakan salah satu mata pelajaran yang digunakan pada kurikulum merdeka saat ini. Yang membantu membangun pemahaman peserta didik pada materi yang diajarkan, dan memberikan kebebasan peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi secara konkret (nyata) (Inayati, U. 2022). Dalam kurikulum merdeka banyak sekali pendekatan-pendakatan yang beragam, dalam mata pelajaran IPAS mempelajari ilmu yang berkaitan dengan peristiwa alam dan sosial (Iskandar, 2009). IPAS merupakan ilmu yang dapat membantu mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap peserta didik terhadap fenomena di lingkungannya (Surya& Budiono, 2023). Pembelajaran IPAS di sekolah dasar juga melibatkan pengalaman langsung terhadap alam sekitar. Peserta didik diajak untuk mengamati tumbuhan, hewan, dan fenomena alam lainnya di lingkungan mereka. Melibatkan peserta didik terhadap pengamatan langsung, observasi, dan kemampuan menyimpulkan. Selain itu, pembelajaran IPAS diberikan penekanan pada pengembangan peserta didik agar mampu dalam berpikir kritis dan kreatif berdasarkan pengamatan dan hasil eksperimen.
IPAS merupakan gabungan dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang sekarang menjadi mata pelajaran baru dalam Kurikulum Merdeka. IPA dan IPS juga dapat meningkatkan relevansi pembelajaran dengan dunia nyata dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan di era globalisasi seperti berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berinovasi. Selain itu, integrasi juga dapat membantu siswa memahami peran ilmu pengetahuan dalam memecahkan masalah sosial dan lingkungan serta menjawab tantangan masa depan (Rahmawati and Wijayanti,2020:3). Selain itu, penggabungan mata pelajaran IPA dan IPS juga diharapkan dapat memperkuat pendidikan multikultural dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai budaya,sejarah, dan kondisi sosial diIndonesia dan dunia. Pembelajaran IPAS memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman dasar tentang ilmu pengetahuan alam kepada peserta didik melalui pendekatan interaktif,eksploratif dan kolaboratif siswa yang dapat mengembangkan minat dan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran IPAS. Ilmu Pendidikan Alam dan sosial (IPAS) merupakan salah satu pengembangan kurikulum, yang memadukan materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) danIlmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjadi satu tema dalam pembelajaran. IPAS mengkaji makhluk hidup dan benda mati di alam semesta serta interaksinya, sekaligus mempelajari kehidupan manusia sebagai individu dan makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungannya (Lestari, 2021; Kundariati dkk., 2022).
Dalam konteks pendidikan global, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi fokus utama berbagai kebijakan dan rekomendasi, seperti yang tercermin dalam Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya tujuan ke-4, yaitu menjamin pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan mendukung pembelajaran sepanjang hayat. Model Project Based Learning (PjBL) sejalan dengan tren tersebut karena mendorong peserta didik untuk aktif mengeksplorasi, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan lintas disiplin secara kolaboratif. Di tingkat nasional, kebijakan merdeka belajar yang diimplementasikan melalui Kurikulum Merdeka menekankan pentingnya pembelajaran kontekstual dan berbasis proyek untuk mengembangkan kompetensi abad 21, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Oleh karena itu, penerapan PjBL dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di SD Negeri 112 Purwo Bakti tidak hanya relevan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas, tetapi juga selaras dengan arah kebijakan pendidikan nasional dan tren global yang menuntut peserta didik siap menghadapi tantangan masa depan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 17-19 Juli 2025 dengan materi pembelajaran Bab1 dengan memebahas tentang Bab 1 Melihat karena Cahaya, Mendengar karena Bunyi dapat diperoleh data tentang proses belajar siswa pada pembelajaran IPAS kelas V SDN 112/II Purwo Bakti. Proses dan hasil peserta didik termasuk dalam kategori sangat rendah. Karena siswa masih enggan mengajukan pertanyaan maupun jawaban, siswa belum berani untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapat mereka, dan siswa juga belum menghasilkan karya baik secara kelompok maupun individu karena proses pembelajaran yang masih menggunakan metode pembelajaran yang terpusat pada guru membuat peserta didik menjadi pasif. Selain itu,proses pembelajaran yang menggunakan teknik diskusi jarang terjadi, sehingga peserta didik tidak terlatih dalam mengungkapkan pikiran dan gagasannya saat memecahkan masalah. Akibatnya interaksi siswa dalam praktik komunikasi materi sangat terbatas, hal ini membuat siswa kurang mandiri dalam menyampaikan pemahaman mereka didepan kelas. Untuk itu upaya peningkatan peoses dan hasil peserta didik sangat diperlukan. Pada saat melakukan observasi dengan guru kelas V, di ketahui bahwa siswa masih kurang aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam proses pembelajaran pendidikan IPAS.
Pada awal observasi, hasil belajar peserta didik masih tergolong rendah, ditandai dengan sedikitnya peserta didik yang mampu mengajukan pertanyaan yang relevan dengan topik pembelajaran. Selain itu, ide-ide yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah masih kurang tepat karena mereka cenderung menunggu arahan dari guru. Selain itu, beberapa siswa juga mengalami kesulitan atau merasa malu untuk menyampaikan pendapatnya, terutama di hadapan orang banyak. Keaktifan siswa sangat berperan penting dalam proses pembelajaran, khususnya dalam keterlibatan mereka selama pembelajaran berlangsung. Karena itu, peneliti memilih model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) yang juga berfokus pada peserta didik. Namun, model ini menuntut siswa untuk berpikir kreatif dalam menghasilkan suatu produk atau karya.
Menurut Afriana, dkk (2016), model PjBL sebuah model pembelajaran menggunakan proses kegiatan proyek dalam inti pembelajaran yang kreativitas dan berpusat pada peserta didik. Model PjBL juga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Model (PjBL) juga merupakan model yang menunjukkan keaktifan peserta didik dalam pemecahan masalah dalam kegiatan pengamatan, serta kemampuan peserta didik dalam menyimpulkan (Kemendikbud, 2020). Dalam proses pembelajaran pendidik harus lebih bervariasi dalam model PjBL ini dalam sebuah kegiatan projek (Desyandri & Maulani, 2019). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwasanya, Model PjBL ini sebuah model pembelajaran. Model pembelajaran (PJBL) merupakan Model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dalam menyelesaikan proyek yang nyata dan relevan dengan kehidupan mereka. Sedangkan Suparno (2007:126) menjelaskan bahwasannya PJBL merupakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja didalam kelompok dalam rangka membuat atau melakukan sebuah proyek bersama, dan mepresentasikan hasil dari proyeknya tadi dihadapan siswa yang lainnya. Model pembelajaran ini menekankan pada proses pembelajaran siswa yang aktif, dimana mereka terlibat langsung dalam merancang, merencanakan, dan melaksanakan proyek tersebut. PjBL membantu siswa mengembangkan keterampilan penting seperti yang kreatif dalam penciptaan suatu hasil produk. Menurut Afriana, dkk (2016), model PjBL sebuah model pembelajaran menggunakan proses kegiatan proyek dalam inti pembelajaran yang kreativitas dan berpusat pada peserta didik. Model PjBL juga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Model (PjBL) juga merupakan model yang menunjukkan keaktifan peserta didik dalam pemecahan masalah dalam kegiatan pengamatan, serta kemampuan peserta didik dalam menyimpulkan (Kemendikbud, 2020). Dalam proses pembelajaran pendidik harus lebih bervariasi dalam model PjBL ini dalam sebuah kegiatan projek (Desyandri& Maulani, 2019). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwasanya, Model PjBL ini sebuah model pembelajaran.
Model pembelajaran (PJBL) merupakan Model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dalam menyelesaikan proyek yang nyata dan relevan dengan kehidupan mereka. Sedangkan Suparno (2007:126) menjelaskan bahwasannya PJBL merupakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja didalam kelompok dalam rangka membuat atau melakukan sebuah proyek bersama, dan mepresentasikan hasil dari proyeknya tadi dihadapan siswa yang lainnya. Model pembelajaran ini menekankan pada proses pembelajaran siswa yang aktif, di mana mereka terlibat langsung dalam merancang, merencanakan, dan melaksanakan proyek tersebut. PjBL membantu siswa mengembangkan keterampilan penting seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi dan manajemen waktu. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model (PjBL) model pembelajaran yang menekankan adanya suatu hasil proyek secara langsung untuk meningkatkan minat belajar peserta didik dalam memecahkan masalah secara mandiri,kreativitas dan berpikir kritis dalam kondisi masalah yang ada pada lingkungan sekitar.
Kebaruan penelitian ini terletak pada fokus penerapan Project Based Learning (PjBL) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) yang terintegrasi dalam kerangka Kurikulum Merdeka, yang hingga saat ini masih jarang diangkat secara empiris, khususnya pada jenjang sekolah dasar. Sebagian besar penelitian terdahulu tentang PjBL di SD masih berfokus pada mata pelajaran IPA atau IPS secara terpisah, sementara kajian yang mengeksplorasi efektivitasnya pada IPAS yang menuntut keterpaduan konsep sains dan social belum banyak dilakukan. Hal ini menjadikan penelitian Penerapan Project Based Learning Dalam Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar IPAS Pada Peserta Didik Kelas V SD Negeri 112 Purwo Bakti memiliki nilai unik, karena tidak hanya menguji keberhasilan PjBL dalam meningkatkan hasil belajar, tetapi juga menilai kualitas proses pembelajaran dalam konteks kurikulum terbaru yang menekankan pembelajaran kontekstual, kolaboratif, dan berbasis proyek. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi orisinal bagi pengembangan praktik pembelajaran IPAS yang relevan dengan tuntutan Kurikulum Merdeka serta memberikan rujukan bagi guru dan sekolah dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran inovatif yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik abad ke-21.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti memfokuskan untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul penelitian “Penerapan Project Based Learning Dalam Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPAS Pada Pesetra Didik Kelas V SDN 112/II Purwo Bakti”.
Gambar 1 Model Penelitian Tindakan Kelas Arikunto
Dalam pelaksanaan penelitian ini, setiap siklus tindakan dirancang untuk berlangsung dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama digunakan untuk melaksanakan tindakan pembelajaran yang telah direncanakan, sedangkan pertemuan kedua dikhususkan untuk kegiatan evaluasi. Sebelum memasuki tahap pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan refleksi awal. Refleksi awal ini mencakup kegiatan observasi langsung terhadap proses pembelajaran di kelas, melakukan wawancara dengan wali kelas II untuk memperoleh informasi mendalam, serta mencatat dokumen hasil belajar siswa yang diambil dari nilai penilaian tengah semester. Tujuan dari refleksi awal ini adalah untuk memetakan permasalahan dan hambatan yang muncul selama proses pembelajaran tematik, khususnya pada mata pelajaran IPAS, sehingga tindakan yang dilakukan nantinya dapat tepat sasaran.
Tahap perencanaan dalam penelitian ini bukan sekadar menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, tetapi juga merumuskan langkah-langkah pelaksanaan, menetapkan waktu pelaksanaan, serta menentukan siapa saja pihak yang terlibat dalam prosesnya. Pada tahap ini, dilakukan berbagai persiapan yang matang terkait materi pembelajaran IPAS. Persiapan tersebut meliputi penyusunan dan pembuatan Modul Ajar, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), lembar observasi untuk guru dan siswa, penyusunan soal tes berbentuk pilihan ganda, serta pembuatan kisi-kisi soal sebagai panduan penyusunan evaluasi.
Tahap pelaksanaan tindakan merupakan inti dari proses penelitian, di mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan di kelas sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam tahap ini, tim peneliti menerapkan model pembelajaran Project Based Learning, sebuah pendekatan yang menekankan pada keterlibatan aktif siswa melalui pengerjaan proyek yang relevan dengan materi. Selain itu, guru juga memberikan motivasi secara berkelanjutan dengan tujuan menjaga antusiasme siswa, mengurangi kejenuhan, serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Dalam proses penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan observasi yang turut disaksikan secara langsung oleh pendidik. Selama observasi berlangsung, pendidik mengamati secara cermat bagaimana peneliti melaksanakan proses pembelajaran di kelas serta memperhatikan interaksi siswa ketika mengikuti kegiatan belajar. Melalui pengamatan ini, pendidik dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas peneliti dalam menyampaikan materi serta respons dan keterlibatan siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model Project Based Learning.
Setelah kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan tahap refleksi yang didasarkan pada hasil analisis data yang telah dikumpulkan. Refleksi ini berfungsi sebagai sarana evaluasi menyeluruh terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus tersebut. Melalui evaluasi ini, dapat diidentifikasi berbagai kelemahan atau kendala yang muncul selama pembelajaran Matematika dengan penerapan model Project Based Learning. Temuan-temuan tersebut kemudian menjadi dasar bagi perbaikan strategi, metode, atau langkah-langkah pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus berikutnya, sehingga diharapkan pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan hasil belajar siswa dapat meningkat secara optimal.
Bottom of Form
Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus pembelajaran di kelas V SDN 112 Purwo Bakti dengan jumlah peserta didik sebanyak 20 orang. Pengumpulan data mengenai hasil belajar siswa dilakukan melalui kegiatan observasi selama proses pembelajaran dan pemberian tes yang dilaksanakan pada akhir setiap siklus. Dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II, peneliti menemukan beberapa kendala yang menjadi perhatian, di antaranya pengelolaan kelas yang belum sepenuhnya optimal serta pelaksanaan diskusi kelompok yang belum berjalan sebagaimana diharapkan.
Evaluasi pada siklus I dilakukan setelah pertemuan kedua sebagai tahap untuk menilai efektivitas pembelajaran yang telah berlangsung. Proses pembelajaran pada masing-masing siklus dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, dengan penerapan model Project Based Learning sebagai pendekatan utama. Model ini diharapkan dapat mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, serta meningkatkan hasil belajar. Berikut adalah uraian rinci mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dan siklus II.
Setelah seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran pada siklus I selesai dilaksanakan, guru memberikan tes evaluasi kepada siswa dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman mereka terhadap materi yang telah diajarkan serta menilai capaian hasil belajar yang diperoleh. Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan pada akhir siklus, yaitu tepat setelah pertemuan kedua selesai. Hasil dari tes evaluasi tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah sebagai bahan analisis untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran pada siklus I. Data lengkap mengenai hasil evaluasi ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Hasil Observasi Pendidik Siklus I Pertemuan 2
Berdasarkan Tabel 1, hasil observasi pendidik pada Siklus I Pertemuan 2 menunjukkan bahwa dari skor maksimal 20, aspek yang terlaksanamemperoleh skor 16 atau setara dengan 80%, sedangkan aspek yang tidak terlaksana memperoleh skor 4 atau 20%. Persentase keterlaksanaan sebesar 80% mengindikasikan bahwa sebagian besar langkah pembelajaran yang direncanakan telah dilaksanakan oleh pendidik sesuai dengan skenario penerapan Project Based Learning (PjBL). Meskipun demikian, masih terdapat 20% aspek yang belum terlaksana, yang menjadi catatan penting untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
Pada pelaksanaan siklus I, peneliti mengimplementasikan pembelajaran IPAS dengan menerapkan model Project Based Learning sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi terhadap kinerja pendidik, secara umum seluruh aspek pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, meskipun masih terdapat empat indikator yang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Salah satu kendala yang ditemukan adalah guru masih mengalami kesulitan dalam memahami perilaku atau respons siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Hal tersebut tergambar pada Tabel 1 yang memperlihatkan bahwa dari 20 indikator yang diamati, sebanyak 16 indikator berhasil dilaksanakan dengan baik, sedangkan 4 indikator lainnya belum terlaksana. Persentase keterlaksanaan sudah memenuhi batas minimal KKTP, namun hasil ini mengindikasikan perlunya evaluasi lebih lanjut dan peningkatan kompetensi guru dalam menerapkan model Project Based Learning secara maksimal.
Observasi yang dilakukan mencakup berbagai aspek penting dalam proses pembelajaran, mulai dari kesiapan pendidik dalam membuka pelajaran, penyampaian tujuan pembelajaran yang jelas, pengelolaan kelompok belajar, penyampaian materi, fasilitasi jalannya diskusi, hingga penutupan pembelajaran yang dilengkapi dengan kegiatan refleksi dan penguatan konsep. Tingginya tingkat keterlaksanaan pada aspek-aspek tersebut menunjukkan bahwa peneliti mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif, sistematis, dan selaras dengan karakteristik model Project Based Learning. Meskipun demikian, hasil observasi ini juga menjadi dasar untuk tetap melakukan evaluasi demi peningkatan kualitas kinerja guru di masa mendatang.
Berdasarkan hasil lembar observasi peserta didik, terlihat bahwa sebagian besar tahapan pembelajaran yang telah dirancang oleh pendidik dapat terlaksana dengan baik oleh siswa. Siswa mampu mengikuti pembelajaran di kelas secara aktif, menerima keberadaan teman dalam kelompoknya, serta mendengarkan instruksi yang diberikan oleh guru. Namun, masih ditemukan beberapa kendala, terutama pada efektivitas waktu diskusi. Beberapa kelompok memerlukan tambahan waktu untuk memahami lembar kerja yang diberikan, sementara sebagian siswa menunjukkan sikap kurang menerima terhadap anggota kelompoknya. Temuan ini menjadi bahan evaluasi penting untuk meningkatkan keterlibatan dan kolaborasi siswa pada siklus pembelajaran berikutnya.
Tabel 2 Hasil Observasi Siswa Siklus I Pertemuan 2
Berdasarkan Tabel 2, hasil observasi siswa pada Siklus I Pertemuan 2 menunjukkan bahwa dari skor maksimal 20, indikator yang terlaksana mencapai skor 16 atau 80%, sedangkan indikator yang tidak terlaksana memperoleh skor 4 atau 20%. Persentase keterlaksanaan sebesar 80% menunjukkan bahwa mayoritas aktivitas belajar siswa dalam penerapan Project Based Learning (PjBL) sudah berjalan sesuai dengan rencana, seperti keterlibatan dalam diskusi, partisipasi dalam pengerjaan proyek, dan kerjasama kelompok. Namun, masih terdapat 20% aspek yang belum terlaksana, yang mengindikasikan adanya beberapa siswa yang belum sepenuhnya aktif atau belum menunjukkan keterlibatan optimal dalam seluruh tahapan pembelajaran.
Pada pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti telah merancang sekaligus mengimplementasikan seluruh tahapan pembelajaran sesuai dengan prosedur yang ada dalam model Project Based Learning. Berdasarkan hasil observasi, semua indikator pelaksanaan pembelajaran tercatat terlaksana, dengan skor rata-rata sebesar 82,5. Hasil ini menunjukkan bahwa peneliti telah mampu menerapkan seluruh komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan baik. Namun, karena skor masih berada pada batas minimal indikator, diperlukan evaluasi lebih lanjut agar capaian keterlaksanaan dapat meningkat pada siklus berikutnya.
Proses pembelajaran dimulai dengan penyampaian tujuan pembelajaran, dilanjutkan dengan pembentukan kelompok, penyajian materi, bimbingan dalam diskusi kelompok, hingga penutup berupa kegiatan refleksi dan penilaian. Sepanjang proses tersebut, peneliti menunjukkan kesiapan yang matang serta penguasaan materi dan strategi pembelajaran yang relevan. Hal ini tercermin dari antusiasme siswa yang mengikuti jalannya pembelajaran sesuai arahan dan tahapan yang diberikan. Meskipun demikian, masih ada beberapa siswa yang belum memenuhi indikator ketercapaian, baik pada tahap awal maupun tahap akhir pembelajaran. Faktor yang memengaruhi hal ini antara lain manajemen waktu, pengelolaan kelas oleh peneliti, serta kelengkapan media pembelajaran yang digunakan selama kegiatan belajar dan diskusi kelompok berlangsung.
Persentase keterlaksanaan yang mencapai 80% juga mengindikasikan bahwa peneliti konsisten menjalankan prosedur penelitian tindakan kelas secara sistematis dan bertahap. Konsistensi ini berdampak positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa, terlihat dari nilai tes yang sebagian besar berada pada kategori “tuntas”. Dengan terlaksananya seluruh tahapan secara menyeluruh, tindakan pada siklus I dapat dikatakan efektif, meskipun evaluasi tetap diperlukan untuk penyempurnaan.
Secara umum, hasil observasi terhadap peneliti pada siklus I menunjukkan keberhasilan penerapan model Project Based Learning. Keterlaksanaan indikator secara penuh tidak hanya mencerminkan kesiapan peneliti sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi juga menunjukkan kualitas implementasi model yang mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa serta mendorong pencapaian hasil belajar yang lebih optimal.
Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Tes Belajar Peserta didik Siklus I
Berdasarkan Tabel 3, hasil tes belajar peserta didik pada Siklus I menunjukkan bahwa mayoritas siswa berada pada kategori Sangat Baik dengan rentang nilai 81–100 sebanyak 14 siswa (70%), diikuti oleh kategori Baik pada rentang nilai 71–80 sebanyak 2 siswa (10%), kategori Cukup pada rentang nilai 61–70 sebanyak 2 siswa (10%), dan kategori Rendahdengan nilai ≤ 60 sebanyak 2 siswa (10%). Secara keseluruhan, tingkat ketuntasan belajar mencapai 80% (16 siswa), sementara 20% (4 siswa) belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Meskipun demikian, capaian ini tetap tergolong tuntas dan berhasil karena mayoritas siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan. Namun, hasil ini juga menjadi dasar perlunya evaluasi dan perbaikan pada siklus II agar terjadi peningkatan yang lebih merata di seluruh kategori.
Keberhasilan mayoritas siswa dalam mencapai ketuntasan belajar mencerminkan bahwa penerapan model Project Based Learning secara komprehensif pada siklus I mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan berpikir kritis, serta rasa percaya diri siswa dalam menyelesaikan soal evaluasi. Selain itu, suasana belajar yang kolaboratif dan partisipatif turut memberikan kontribusi besar terhadap optimalnya hasil belajar yang diperoleh.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siklus I berhasil, baik dari segi proses maupun hasil pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan mampu mendorong keterlibatan aktif siswa, memperkuat kerja sama dalam kelompok, serta meningkatkan pencapaian akademik secara signifikan. Hal ini juga terlihat dari hasil observasi terhadap peneliti sebagai pendidik yang memperoleh skor keterlaksanaan sebesar 80%, disertai tingkat partisipasi siswa yang tergolong tinggi. Hampir seluruh peserta didik aktif dalam kegiatan kelompok, menjawab pertanyaan, serta mengikuti diskusi dengan antusias. Meskipun demikian, guru tetap perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola kelas agar kegiatan pembelajaran pada siklus II dapat berjalan lebih optimal.
Hasil evaluasi belajar juga mengungkapkan bahwa masih terdapat 4 dari 16 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP). Kondisi ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap materi belum merata di seluruh siswa. Beberapa siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal esai maupun memahami konsep secara mendalam. Fakta ini mengindikasikan perlunya penyempurnaan strategi pembelajaran pada siklus berikutnya agar seluruh siswa dapat terjangkau secara efektif dan mampu mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada Siklus II, terlihat adanya peningkatan yang sangat nyata pada keterlibatan peserta didik selama proses pembelajaran dibandingkan dengan pelaksanaan pada Siklus I. Hampir seluruh siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi ketika kegiatan diskusi kelompok berlangsung. Mereka aktif berpartisipasi dengan mengemukakan pendapat, memberikan tanggapan, serta menjawab pertanyaan yang diajukan dalam penerapan model Project Based Learning. Selain itu, seluruh peserta didik turut berkontribusi secara langsung dalam setiap tahap diskusi kelompok.
Sementara itu, hasil pengamatan terhadap pendidik (peneliti) menunjukkan bahwa seluruh tahapan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan menyeluruh. Peneliti memperlihatkan kemajuan yang signifikan dalam pengelolaan kelas, penyampaian materi yang jelas dan sistematis, pembentukan kelompok yang merata, serta pembimbingan diskusi yang berjalan efektif. Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak ditemukan hambatan berarti, termasuk dalam manajemen waktu diskusi, karena setiap kelompok mampu menyelesaikan lembar kerja tepat sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
Tabel 4 Hasil Observasi Pendidik Siklus II
Berdasarkan Tabel 4, hasil observasi pendidik pada Siklus II menunjukkan bahwa seluruh aspek pembelajaran yang diamati terlaksana dengan sempurna, yakni memperoleh skor 20 dari skor maksimal 20 atau 100%, dan tidak ada aspek yang tidak terlaksana (0%). Persentase keterlaksanaan 100% ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) oleh pendidik sudah optimal dan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Hasil observasi meliputi berbagai aspek, seperti kesiapan guru saat membuka pelajaran, penyampaian tujuan pembelajaran, pengelolaan kelompok, penyajian materi, pendampingan diskusi, hingga kegiatan penutup yang berisi refleksi dan penguatan materi. Seluruh indikator yang terpenuhi menunjukkan bahwa peneliti tidak hanya konsisten mengikuti prosedur penelitian tindakan kelas, tetapi juga berhasil menciptakan suasana belajar yang aktif dan kondusif. Hal ini menguatkan bukti bahwa model Project Based Learning efektif dalam meningkatkan partisipasi serta keterlibatan siswa secara menyeluruh.
Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas siswa pada Siklus II, terlihat bahwa semua siswa berpartisipasi aktif dan menunjukkan antusiasme tinggi selama proses belajar. Model Project Based Learning terbukti mampu mendorong siswa lebih aktif, baik dalam diskusi kelompok maupun dalam menyampaikan kesimpulan. Seluruh siswa terlibat tanpa ada yang bersikap pasif.
Proses pembelajaran berjalan lancar dari awal hingga akhir. Dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa saling bekerja sama, bertukar pendapat, dan membantu teman yang mengalami kesulitan. Setiap siswa mampu menyampaikan jawaban dengan percaya diri. Tingkat keaktifan ini menandakan bahwa siswa memahami peran dan tanggung jawab masing-masing selama pembelajaran
Tabel 5 Hasil Observasi Siswa Siklus II
Berdasarkan Tabel 5, hasil observasi siswa pada Siklus II menunjukkan bahwa aspek pembelajaran yang terlaksana mencapai skor 18 dari skor maksimal 20, atau sebesar 90%, sedangkan aspek yang tidak terlaksana memperoleh skor 2, yang berarti sekitar 10%. Persentase keterlaksanaan sebesar 90% ini mengindikasikan peningkatan partisipasi dan keterlibatan siswa dibandingkan dengan siklus sebelumnya.
Seluruh indikator pengamatan terhadap peserta didik menunjukkan bahwa pembelajaran telah terlaksana secara optimal. Siswa berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan Target Pembelajaran (KKTP) pada berbagai aspek, mulai dari keterlibatan aktif dalam kerja kelompok, kemampuan menyampaikan pendapat, kolaborasi efektif dalam diskusi, keaktifan selama proses eksperimen, hingga keterampilan menyimpulkan hasil percobaan. Tidak ditemukan adanya siswa yang bersikap pasif ataupun tidak terlibat dalam kegiatan belajar.
Temuan ini mencerminkan keberhasilan penerapan model pembelajaran Project Based Learning dalam membangun suasana belajar yang interaktif, menyenangkan, serta mendorong kerja sama antarsiswa. Tingginya partisipasi seluruh siswa menjadi bukti bahwa proses pembelajaran bukan hanya dipahami secara kognitif, tetapi juga dihayati dan dinikmati.
Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan pada Siklus II dari sisi keterlibatan peserta didik dapat dikategorikan sangat berhasil, bahkan menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan hasil pada siklus sebelumnya. Keberhasilan ini sekaligus memperkuat efektivitas strategi pembelajaran berbasis kolaborasi dalam meningkatkan motivasi dan capaian belajar siswa.
Setelah pembelajaran pada Siklus II selesai, dilakukan tes hasil belajar untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari melalui model Project Based Learning. Berdasarkan hasil tes tersebut, diperoleh bahwa sebanyak 18 siswa atau 90% telah mencapai nilai tuntas sesuai KKTP yang telah ditetapkan.
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Tes Siswa Siklus I I
Berdasarkan Tabel 6, rekapitulasi hasil tes siswa pada Siklus II menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan belajar dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Sebanyak 14 siswa (70%) memperoleh nilai dalam kategori Sangat Baik (81–100), 4 siswa (20%) pada kategori Baik(71–80), dan 2 siswa (10%) pada kategori Cukup(61–70). Tidak ada siswa yang mendapatkan nilai rendah (≤ 60). Secara keseluruhan, tingkat ketuntasan belajar mencapai 90% (18 siswa), meningkat dari siklus I yang sebesar 80%. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan Project Based Learning (PjBL) dalam pembelajaran IPAS memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik.Pencapaian ketuntasan belajar seluruh siswa ini menunjukkan bahwa penerapan model Project Based Learning secara optimal pada siklus II mampu meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis, dan kepercayaan diri siswa dalam mengerjakan soal evaluasi. Lingkungan belajar yang kolaboratif dan partisipatif turut memberikan kontribusi besar terhadap perolehan hasil belajar yang maksimal.
Dengan demikian, pelaksanaan siklus II dapat dikatakan berhasil baik dari segi proses maupun hasil belajar. Model pembelajaran yang digunakan terbukti mendorong keterlibatan aktif, memperkuat kerja sama tim, serta meningkatkan prestasi akademik seluruh siswa.
Tabel 7 Persentase Ketercapaian Kinerja Pendidik Pada Siklus I Dan Siklus II
Gambar 2 Ketercapaian Kinerja Pendidik Siklus I dan II
Diagram batang tersebut menunjukkan adanya peningkatan ketercapaian kinerja pendidik dari siklus I menuju siklus II. Pada siklus I, persentase ketercapaian mencapai 80%, yang mengindikasikan bahwa sebagian besar komponen pembelajaran telah terlaksana, meskipun masih terdapat beberapa aspek yang belum optimal. Sementara itu, pada siklus II, ketercapaian meningkat menjadi 100%, yang berarti seluruh komponen pembelajaran yang tercantum dalam lembar observasi pendidik berhasil diimplementasikan secara menyeluruh.
Persentase 80% pada siklus I mengisyaratkan bahwa pelaksanaan pembelajaran belum sepenuhnya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Beberapa hambatan yang muncul pada tahap ini meliputi pengelolaan waktu yang belum maksimal, Salah satu kendala utama yang muncul adalah pengelolaan waktu yang belum maksimal, sehingga beberapa kegiatan pembelajaran menjadi kurang efektif atau terkesan terburu-buru. Misalnya, waktu yang dialokasikan untuk diskusi kelompok atau presentasi siswa mungkin belum cukup memadai, sehingga partisipasi siswa belum optimal, kemudian pembagian tugas kelompok yang kurang efektif, serta interaksi antar peserta didik yang masih rendah. Temuan tersebut menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk merancang langkah perbaikan yang lebih fokus dan terarah pada pelaksanaan di siklus II.
Pada siklus II, peneliti menerapkan strategi yang lebih terencana dan terarah. Model pembelajaran Project Based Learning dijalankan dengan konsistensi dan struktur yang lebih kuat. Penguatan terhadap tugas kelompok diberikan secara intensif, disertai bimbingan aktif selama proses diskusi, serta evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara lebih merata. Pendekatan ini berdampak langsung pada peningkatan ketercapaian kinerja pendidik.
Temuan penelitian ini yang menunjukkan peningkatan signifikan ketercapaian kinerja pendidik dari 80% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa penerapan model Project Based Learning (PjBL) secara konsisten dan terstruktur mampu meningkatkan efektivitas pelaksanaan pembelajaran. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Thomas (2000) dan Bell (2010) menegaskan bahwa PjBL memberikan kerangka kerja yang jelas bagi guru dalam mengelola pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga kinerja pendidik dalam mengelola aktivitas pembelajaran meningkat dan proses belajar menjadi lebih aktif serta bermakna.
Pencapaian 100% pada siklus II menandakan bahwa seluruh indikator dalam lembar observasi pendidik telah terlaksana dengan sangat optimal. Peneliti mampu memaksimalkan setiap komponen pembelajaran mulai dari tahap pembukaan, kegiatan inti, hingga penutup—sesuai dengan prinsip-prinsip Project Based Learning. Proses belajar menjadi lebih aktif, menyenangkan, dan berpusat pada siswa.
Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan peningkatan kinerja pendidik, tetapi juga menjadi faktor penting yang mendorong kemajuan siswa dalam pembelajaran IPAS. Motivasi belajar siswa meningkat, kemampuan kolaborasi berkembang, dan pemahaman materi semakin mendalam. Hal ini membuktikan bahwa ketercapaian kinerja pendidik berperan besar dalam menentukan kualitas pembelajaran.
Secara keseluruhan, diagram tersebut merefleksikan bahwa evaluasi dan perbaikan dari siklus I ke siklus II mampu meningkatkan mutu pembelajaran secara menyeluruh. Model Project Based Learning terbukti efektif dalam tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi juga mendorong pendidik untuk menjalankan perannya secara maksimal dalam mengelola proses pembelajaran.
Dengan tercapainya 100% ketercapaian kinerja pendidik di siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui model Project Based Learningefektif diterapkan dalam pembelajaran IPAS kelas V. Keberhasilan ini memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pendidikan di kelas.
Tabel 8 Persentase Ketercapaian Proses Belajar Peserta Didik
Gambar 3 Ketercapaian Proses Belajar Peserta Didik
Diagram 3 menampilkan data ketercapaian proses belajar peserta didik pada siklus I dan siklus II. Berdasarkan diagram tersebut, terlihat bahwa tingkat ketercapaian di kedua siklus berada pada angka yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh peserta didik telah mengikuti pembelajaran sesuai indikator keberhasilan yang ditetapkan, baik dari segi partisipasi, keterlibatan, maupun penyelesaian tugas. Pada siklus I, penerapan model Project Based Learning berhasil menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Peserta didik tampak antusias mengikuti setiap tahap pembelajaran, mulai dari diskusi kelompok, menjawab pertanyaan, hingga berinteraksi dengan teman satu kelompok. Temuan ini membuktikan bahwa sejak awal, penerapan model tersebut sudah memberikan pengaruh positif terhadap keterlibatan siswa dalam proses belajar. Walaupun ketercapaian proses belajar pada siklus I sudah tergolong optimal, peneliti tetap melakukan refleksi untuk menyempurnakan strategi pembelajaran. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II mencakup pemberian instruksi yang lebih jelas, penguatan pembagian peran dalam diskusi, serta pengelolaan waktu yang lebih efektif. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menjaga sekaligus meningkatkan kualitas proses belajar secara keseluruhan.
Pada siklus II, ketercapaian proses belajar peserta didik kembali menunjukkan hasil yang sangat baik, yaitu sebesar 90%. Artinya, seluruh siswa tetap aktif, berpartisipasi maksimal, dan mampu menuntaskan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran. Konsistensi ini menegaskan bahwa Project Based Learning tidak hanya efektif untuk meningkatkan hasil belajar, tetapi juga mampu mempertahankan motivasi dan keterlibatan siswa sepanjang proses pembelajaran. Dengan demikian, Diagram 3 menjadi bukti kuat bahwa penerapan Project Based Learning sangat efektif dalam menciptakan keterlibatan belajar yang merata di seluruh siswa. Keberhasilan pada kedua siklus ini juga menandakan bahwa proses pembelajaran telah dirancang dan dijalankan secara optimal, sehingga layak dijadikan rekomendasi untuk diterapkan pada kelas atau mata pelajaran lain.
Gambar 4 Hasil Belajar Siklus I dan II
Diagram batang tersebut menampilkan perbandingan hasil belajar peserta didik pada Siklus I dan Siklus II. Pada Siklus I, sebanyak 80% siswa telah mencapai kategori tuntas, namun masih diperlukan perbaikan dan evaluasi. Perbaikan yang dilakukan pada Siklus II berhasil meningkatkan ketuntasan menjadi 90%, dengan seluruh siswa dinyatakan tuntas. Capaian ini menjadi indikator keberhasilan penerapan model Project Based Learning dalam proses pembelajaran. Meskipun terjadi peningkatan pada Siklus II, kualitas pembelajaran di setiap siklus memiliki perbedaan. Pada Siklus I, ketuntasan belajar dicapai dengan bimbingan yang cukup intens dari peneliti, dan masih terdapat siswa yang kurang aktif dalam diskusi kelompok. Sebaliknya, pada Siklus II, keterlibatan siswa meningkat signifikan — mereka lebih aktif berpartisipasi, percaya diri menjawab pertanyaan, dan menunjukkan pemahaman yang lebih baik terhadap materi.
Model Project Based Learning berperan besar dalam meningkatkan partisipasi siswa. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya menerima penjelasan, tetapi juga dilatih untuk bekerja sama, berdiskusi, dan mempertanggungjawabkan pemahamannya baik secara individu maupun kelompok. Proses ini membuat setiap siswa merasa dihargai serta bertanggung jawab terhadap pembelajaran kelompoknya, yang pada akhirnya berdampak positif pada pemahaman konsep dan hasil evaluasi.
Keberhasilan pada Siklus II tidak hanya tercermin dalam angka ketuntasan, tetapi juga dari meningkatnya kualitas pembelajaran. Diskusi kelompok menjadi lebih dinamis, fokus belajar siswa meningkat, dan waktu digunakan secara lebih efektif. Peningkatan ini dipengaruhi oleh berbagai perbaikan setelah refleksi Siklus I, seperti pemberian instruksi yang lebih jelas, penggunaan media pembelajaran yang lebih optimal, serta motivasi tambahan dari peneliti. Dengan kualitas pembelajaran yang lebih baik, siswa pada Siklus II mampu memahami materi secara lebih mendalam sekaligus meningkatkan keterampilan sosial dan berpikir kritis. Mereka dapat menjawab soal evaluasi dengan lebih tepat dan percaya diri, sebagaimana terlihat dari hasil tes dan observasi selama proses belajar.
Peningkatan hasil belajar yang tergambar pada diagram ini memperkuat bukti bahwa model Project Based Learning sangat sesuai untuk pembelajaran IPAS di tingkat sekolah dasar. Model ini tidak hanya mendorong pencapaian kognitif, tetapi juga memberi ruang bagi perkembangan afektif dan psikomotorik melalui kegiatan diskusi dan praktik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan Project Based Learning secara konsisten dan terencana mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara menyeluruh, baik dari aspek kognitif maupun keterlibatan aktif di kelas. Diagram ini menjadi bukti nyata bahwa strategi pembelajaran inovatif dapat menciptakan suasana belajar yang efektif, menyenangkan, dan bermakna
Berdasarkan penelitian tindakan kelas dua siklus, terjadi peningkatan signifikan dari kondisi awal yang sangat rendah, dimana siswa kurang aktif dalam pembelajaran IPAS yang berpusat pada guru. Kinerja pendidik meningkat dari 80% menjadi 100%, keterlibatan siswa dari 80% menjadi 90%, dan ketuntasan belajar mencapai 90% pada siklus II. Penerapan Project Based Learning (PjBL) dengan tahapan seperti identifikasi masalah, perencanaan, kerja kelompok, presentasi, dan refleksi secara langsung meningkatkan partisipasi, keterlibatan, serta pemahaman konsep IPAS secara mendalam. Pendampingan guru juga memastikan efektivitas pembelajaran. Temuan ini mendorong guru dan sekolah untuk mengadopsi PjBL secara berkelanjutan melalui perencanaan, evaluasi, dan pelatihan guru. Penelitian membuka peluang pengembangan lebih lanjut pada mata pelajaran lain, aspek afektif, keterampilan abad 21, dan konteks pendidikan yang beragam. Dengan demikian, hasil studi ini menjadi inspirasi inovasi pembelajaran yang lebih luas dan berkelanjutan.
Penulis menyampaikan apresiasi kepada pimpinan sekolah serta guru Kelas V SD Negeri 112 Purwo Bakti atas izin dan kolaborasi yang diberikan selama proses pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua siswa kelas V yang telah berkontribusi dalam kegiatan penelitian ini.
[1] A. I. Rosiyani and A. S. Afriana, “Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Afriana, Jaka, Permana, Sari & dkk 2016. Penerapan Project Based Learning Terintegrasi STEM untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Ditinjau dari Gender,” Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, vol. 2, no. 2, 2024.
[2] M. A. Almulla, “The Effectiveness of the Project-Based Learning (PBL) Approach as a Way to Engage Students in Learning,” SAGE Open, vol. 10, no. 3, 2020.
[3] A. Apdoludin and N. Nurhayati, “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Mind Mapping,” Jurnal Muara Pendidikan, vol. 8, no. 2, pp. 497–510, 2023.
[4] Y. A. Ansya, “Upaya Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Sekolah Dasar pada Pembelajaran IPA Menggunakan Strategi PjBL (Project-Based Learning),” Jurnal Ilmu Manajemen dan Pendidikan (JIMPIAN), vol. 3, no. 1, pp. 43–52, 2023.
[5] R. Andriani and R. Rasto, “Motivasi Belajar Sebagai Determinan Hasil Belajar Siswa,” Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, vol. 4, no. 1, pp. 80–87, 2019.
[6] Z. Aqid et al., Penelitian Tindakan Kelas. Bandung, Indonesia: CV Yrama Widya, 2020.
[7] S. Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2018.
[8] A. Bentri, “Implementasi Pelatihan Pengembangan Materi Ajar Berbasis Teknologi Informasi Bagi Guru SD di Kota Padang,” Suluah Bendang: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 19, no. 2, 2019.
[9] R. Budiwati, A. Budiarti, A. Muckromin, Y. M. Hidayati, and A. Desstya, “Analisis Buku IPAS Kelas IV Kurikulum Merdeka Ditinjau dari Miskonsepsi,” Jurnal Basicedu, vol. 7, no. 1, pp. 523–534, 2023.
[10] P. Chen and B. Zimmerman, “A Cross-National Comparison Study on the Accuracy of Self-Efficacy Beliefs of Middle-School Mathematics Students,” The Journal of Experimental Education, vol. 75, no. 3, pp. 221–244, 2007.
[11] Daryanto and M. Rahardjo, Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta, Indonesia: Gava Media, 2012.
[12] U. Inayati, “Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka pada Pembelajaran Abad-21 di SD/MI,” in Proceedings of the International Conference on Islamic Education (ICIE), vol. 2, pp. 293–304, Aug. 2022.
[13] Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Indonesia: GP Press, 2009.
[14] F. Noorlaila, Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan. Tasikmalaya, Indonesia: Edu Publisher, 2020.
[15] B. Juliati et al., Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kurikulum Merdeka Belajar. Mahesa Research Center, 2022.
[16] Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud), Merdeka Belajar: Tanya Jawab Kurikulum Merdeka. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud RI, 2022.
[17] Kemendikbud, Buku Panduan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka. Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2020.
[18] Khoirurrijal et al., Pengembangan Kurikulum Merdeka. Yogyakarta, Indonesia: CV Literasi Nusantara Abadi, 2022.
[19] A. P. Lestari and I. K. Mahardika, “Ruang Terbuka Kota Tanggap Covid-19 Studi Kasus: Lapangan Kapten Mudita, Bangli-Bali,” Jurnal Senada, pp. 418–419, 2021.
[20] R. A. Natty, F. Kristin, and I. Anugraheni, “Peningkatan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Project Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 3, no. 4, pp. 1084–1090, 2019.
[21] L. H. Nirmayani and N. P. C. P. Dewi, “Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Sesuai Pembelajaran Abad 21 Bermuatan Tri Kaya Parisudha,” Jurnal Pedagogi dan Pembelajaran, vol. 4, no. 3, pp. 378–385, 2021.
[22] P. Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Sanata Darma, 2007.
[23] C. E. Poerwati and I. M. E. Cahaya, “Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood,” Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2018.
[24] D. Rahmawati and A. Wijayanti, “Integrasi Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial dalam Kurikulum Merdeka,” Jurnal Pendidikan Indonesia, vol. 8, no. 2, pp. 120–130, 2020.
[25] R. Rahayu et al., “Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak,” Jurnal Basicedu, vol. 6, no. 4, pp. 6313–6319, 2022.
[26] Rosnawati, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jawa Barat, Indonesia: CV Adanu Abimata, 2020.
[27] N. S. Shofia Hattarina, “Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Lembaga Pendidikan,” in Proceedings of the Seminar Nasional Sosial Sains, Pendidikan, Humaniora (SENASSDRA), vol. 1, pp. 181–192, 2022.
[28] B. Sudarya, Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta, Indonesia: Deepublish Publisher, 2023.
[29] N. Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar. Bandung, Indonesia: Sinar Baru, 2010.
[30] N. W. Sunita, E. Mahendra, and E. Lesdyantari, “Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik,” Widyadari, vol. 20, no. 1, pp. 127–145, 2019.
[31] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2019.
[32] W. R. Syachtiyani and N. Trisnawati, “Analisis Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Siswa di Masa Pandemi Covid-19,” Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol. 2, no. 1, pp. 90–101, 2021.
[33] T. Utami, F. Kristin, and I. Anugraheni, “Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar IPA Peserta Didik Kelas 3 SD,” Jurnal Mitra Pendidikan, vol. 2, no. 6, pp. 541–552, 2018.
[34] M. Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara, 2010.
[35] E. Widiasworo, Strategi dan Metode Mengajar Siswa di Luar Kelas. Yogyakarta, Indonesia: Ar-Ruzz Media, 2017.
[36] S. S. Wulandari, “Pengaruh Media Pembelajaran, Fasilitas dan Lingkungan Belajar Terhadap Hasil Belajar Selama Pandemi Covid-19,” Jurnal PROFIT: Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, vol. 8, no. 1, pp. 19–29, 2021.