Login
Section Innovation in Industrial Engineering

Risk Mitigation Strategy Using House of Risk and Root Cause Analysis for Hammer Mill Failure

Strategi Mitigasi Risiko Menggunakan Model Rumah Risiko dan Analisis Penyebab Utama untuk Gagal Mesin Penggiling Palu
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Attila Daffa Riyadi (1), Rusindiyanto Rusindiyanto (2)

(1) Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
(2) Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
Fulltext View | Download

Abstract:

Background: In the animal feed manufacturing industry, machine reliability is essential for uninterrupted operations. Specific Background: PT XYZ, a poultry feed producer, experiences production inefficiencies due to frequent Hammer Mill failures. Knowledge Gap: Despite the critical role of machine reliability, limited studies address risk prioritization and mitigation strategies using integrative methods in this context. Aim: This study aims to identify and mitigate the dominant risk factors contributing to Hammer Mill failures through a structured risk management approach. Results: Using the House of Risk (HOR) Phase 1, five major risk agents were identified based on their Aggregate Risk Potential (ARP): lack of routine maintenance (ARP 1496), overused components (ARP 1080), foreign particle contamination (ARP 861), voltage fluctuations (ARP 510), and machine overload (ARP 432). Root Cause Analysis (RCA) traced the origin of these risks, and HOR Phase 2 prioritized mitigation actions using the Effectiveness to Difficulty Ratio (ETD). Novelty: The study integrates HOR and RCA to offer a quantitative and root-focused risk management framework. Implications: The proposed preventive maintenance scheduling system, identified as the most effective mitigation strategy, provides a replicable model for reducing downtime and enhancing production efficiency in industrial settings.


Highlights:




  • Identifies key risk factors causing machine failure.




  • Combines HOR and RCA for effective mitigation.




  • Proposes a preventive maintenance system to reduce downtime.




Keywords: Hammer Mill, Risk Management, Root Cause Analysis, House of Risk, Preventive Maintenance

Downloads

Download data is not yet available.

Implementation of House of Risk (HOR) and Root Cause Analysis in Risk Mitigation Strategy for Hammer Mill Machine Failure at PT XYZ

[ Implementasi House of Risk (H OR ) Dan Root Cause Analysis Dalam Strategi Mitigasi Risiko Kegagalan Mesin Hammer Mill Pada PT XYZ]

Attila Daffa Riyadi1), Rusindiyanto2)

1)Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia

2)Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia

*attiladaffa71@gmail.com1), rusindiyanto.ti@upnjatim.ac.id2)

Abstract . In the animal feed manufacturing industry, machine reliability plays a crucial role in ensuring operational continuity. This study was conducted at PT XYZ, a poultry feed production company, to identify the primary sources of risk associated with failures in the Hammer Mill machine, which contribute to idle time and decreased production efficiency. The research employed a combined approach using the House of Risk (HOR) and Root Cause Analysis (RCA) methods. HOR Phase 1 was applied to identify and map risk agents based on the level of severity, likelihood of occurrence, and the correlation between risk events and risk agents, which were then quantified using the Aggregate Risk Potential (ARP) value. The results identified five major risk agents: lack of routine maintenance (ARP 1496), components exceeding their service life (ARP 1080), contamination by foreign particles (ARP 861), unstable or fluctuating electrical voltage (ARP 510), and machine overload (ARP 432). RCA was used to trace the root causes of these dominant risk agents, and HOR Phase 2 was implemented to develop mitigation strategies based on the Effectiveness to Difficulty Ratio (ETD). The mitigation strategy with the highest ETD value was the implementation of a preventive maintenance scheduling system. This study offers a systematic approach to managing machine failure risks, which is expected to reduce downtime and improve production efficiency sustainably .

Keywords – Hammer Mill, House of Risk, Idle Time, Machine Failure, Risk Mitigation Strategy, Root Cause Analysis.

Abstrak. Dalam industri manufaktur pakan ternak, keandalan mesin memiliki peran krusial dalam menjamin kontinuitas operasional. Penelitian ini dilakukan di PT XYZ, perusahaan produsen pakan ayam, untuk mengidentifikasi sumber utama risiko kerusakan pada mesin Hammer Mill yang berkontribusi terhadap idle time dan penurunan efisiensi produksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan House of Risk (HOR) dan Root Cause Analysis (RCA). HOR fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan agen risiko berdasarkan tingkat keparahan, kemungkinan terjadinya, serta hubungan antara risk event dan risk agent, yang kemudian dihitung menggunakan nilai Aggregate Risk Potential (ARP). Hasilnya menunjukkan lima agen risiko utama, yaitu tidak dilakukan perawatan secara rutin (ARP1496), lifetime dari komponen sudah melebihi batas (ARP1080), ada kotoran yang masuk ke dalam (ARP861), tegangan listrik tidak stabil atau terjadi lonjakan daya (ARP510), dan overload kapasitas mesin (ARP432). RCA dilakukan untuk menelusuri akar penyebab dari agen risiko dominan, dan HOR fase 2 digunakan untuk merumuskan strategi mitigasi berdasarkan nilai Effectiveness to Difficulty Ratio (ETD). Strategi mitigasi dengan ETD tertinggi adalah implementasi sistem penjadwalan perawatan preventif. Penelitian ini memberikan pendekatan sistematis dalam pengelolaan risiko kerusakan mesin, yang diharapkan dapat mengurangi downtime dan meningkatkan efisiensi produksi secara berkelanjutan.

Kata Kunci – Hammer Mill , House of Risk, I dle time , kerusakan mesin , Root Cause Analysis, S trategi mitigasi risiko.

Dalam industri manufaktur, terutama di bidang produksi pakan ternak, keandalan mesin dan peralatan produksi sangat penting untuk menjaga kelancaran proses operasional. Kerusakan pada mesin dapat menimbulkan dampak yang signifikan, seperti penurunan kapasitas produksi, peningkatan biaya operasional, hingga keterlambatan pengiriman produk kepada pelanggan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan [1]. Hal tersebut di perkuat oleh temuan Hardianto, yang mengungkapkan bahwa permasalahan teknis seperti kinerja mesin pencampur (mixer) yang kurang optimal, gangguan berulang pada sistem konveyor, serta keausan dini pada komponen mesin penggiling merupakan hambatan umum yang kerap terjadi dalam proses produksi pakan ternak [2]. Dalam mewujudkan sistem produksi yang efektif dan efisien, dibutuhkan perencanaan yang tepat serta pendekatan yang sistematis dengan mengintegrasikan unsur-unsur manajemen risiko [3]. Manajemen risiko dapat digunakan dalam menilai dan mendukung proses pengambilan keputusan terhadap kelayakan suatu aktivitas, dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang ada serta penerapan strategi pengendalian yang sesuai untuk mengurangi potensi dampak negatif [4].

PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ayam dan memiliki peran strategis dalam mendukung sektor peternakan di Indonesia. Perusahaan ini berfokus untuk menyediakan pakan ternak berkualitas secara berkelanjutan melalui proses produksi yang efisien dan terstandar [5]. Alur produksi dimulai dari penerimaan bahan baku, pengeringan menggunakan rotary dryer untuk menurunkan kadar air, penghancuran dengan mesin Hammer Mill, pencampuran bahan (mixing), hingga proses akhir berupa pengemasan. Berdasarkan hasil observasi selama enam bulan, ditemukan bahwa rotary dryer mengalami downtime selama 24 jam akibat gangguan pada sistem burner. Sementara itu, mesin Hammer Mill tercatat sebagai unit dengan tingkat kerusakan tertinggi, yakni sebanyak 20 kali perbaikan dalam periode yang sama, dengan total downtime mencapai 90 jam. Salah satu komponen yang paling sering mengalami kerusakan adalah bearing, dengan frekuensi kerusakan sebanyak tujuh kali. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh kondisi overheating, pelumasan yang tidak memadai, serta kontaminasi partikel kecil yang masuk ke dalam bearing. Faktor utama penyebab tingginya frekuensi kerusakan ini adalah kurang teraturnya aktivitas perawatan (maintenance) mesin, yang berdampak pada sering terhentinya proses produksi. Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan hilangnya waktu produksi, tetapi juga menurunkan efisiensi operasional dan berpotensi menunda pencapaian target produksi perusahaan. Selain itu, unit mixing juga mengalami downtime selama 18 jam akibat overload pada motor penggerak dan sumbatan di ruang pencampur. Melihat dampak kerusakan yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan proses produksi, maka diperlukan upaya sistematis untuk mengidentifikasi tingkat risiko pada setiap unit produksi serta merumuskan strategi mitigasi yang tepat guna mencegah terulangnya permasalahan serupa di masa mendatang.

Metode House of Risk merupakan salah satu metode manajemen risiko yang digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis, serta merancang strategi mitigasi terhadap potensi risiko yang dapat muncul dalam suatu proses bisnis maupun operasional [6]. House of Risk juga dirancang khusus untuk mengelola risiko-risiko pada sistem produksi atau proses operasional dengan mengintegrasikan elemen identifikasi risiko dan perencanaan pengendalian dalam satu kerangka yang sistematis [7]. Menurut Liddin dan Pulansari, metode House of Risk terbukti efektif dalam mengidentifikasi sumber risiko yang memiliki tingkat keparahan tinggi, sekaligus membantu dalam penentuan prioritas mitigasi yang paling relevan [8]. Metode House of Risk dibagi menjadi 2 fase dimana fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi dan pemetaan prioritas sumber risiko (risk agent) yang berpotensi memicu kejadian risiko (risk event). Tahap ini mencakup penilaian tingkat keparahan (severity), kemungkinan terjadinya (occurrence), serta kekuatan hubungan (correlation) antara risk agent dan risk event. Hasil penilaian digunakan untuk menghitung nilai Aggregate Risk Potential (ARP) guna menentukan prioritas penanganan risiko [9]. Untuk memperjelas prioritas tersebut, digunakan diagram Pareto yang menggambarkan urutan risk agent berdasarkan nilai ARP tertinggi. Melalui pendekatan ini, dapat diidentifikasi sejumlah kecil agen risiko yang memberikan kontribusi terbesar terhadap potensi kerugian, sehingga perhatian dapat difokuskan pada penanganan risiko yang paling berdampak secara efisien [10]. House of Risk fase 2 dilakukan untuk merancang strategi mitigasi terhadap agen risiko prioritas yang diterapkan untuk mengurangi dampak risiko [9].

Analisis risiko memerlukan identifikasi penyebab utama dari setiap potensi masalah. Selain contingency plan, diperlukan pendekatan sistematis seperti Root Cause Analysis (RCA) untuk menelusuri akar permasalahan secara menyeluruh [11]. Root Cause Analysis merupakan metode analisis sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah atau kejadian yang tidak diharapkan dalam proses operasional, dengan tujuan utama untuk merancang tindakan korektif dan preventif guna mencegah terulangnya permasalahan serupa di masa mendatang [12]. Metode ini tidak hanya berhenti pada gejala atau dampak dari suatu masalah, melainkan menelusuri hingga ke sumber penyebab utama yang memicu kegagalan suatu sistem [13]. Dalam konteks industri manufaktur, RCA telah terbukti efektif dalam membantu perusahaan mengurangi potensi risiko yang bersifat berulang, terutama yang berkaitan dengan kerusakan mesin dan gangguan proses produksi [14]. RCA juga digunakan untuk mengumpulkan kemungkinan-kemungkinan penyebab dari suatu kejadian, baik yang berasal dari faktor teknis, manusia, maupun lingkungan operasional [15]. Lebih lanjut, pendekatan ini mampu memberikan gambaran yang lebih terstruktur dan terukur dalam upaya identifikasi masalah secara menyeluruh, sehingga perusahaan dapat merancang strategi perbaikan yang lebih akurat dan berkelanjutan [16]. Selain itu, RCA juga mendukung upaya peningkatan efisiensi operasional melalui penurunan waktu henti mesin (idle time), yang sering kali disebabkan oleh kegagalan komponen yang dapat dicegah jika akar masalahnya diketahui sejak awal [17]. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi mitigasi risiko yang paling efektif guna meminimalkan potensi kerusakan mesin, sehingga dapat mengurangi idle time yang diakibatkan oleh gangguan operasional tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di PT XYZ, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama enam bulan, yaitu dari Juli hingga Desember 2024. Dalam proses penelitian ini, identifikasi variabel dilakukan untuk menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis berdasarkan permasalahan yang ada di perusahaan. Terdapat dua jenis variabel yang digunakan, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah strategi mitigasi risiko terhadap kerusakan mesin Hammer Mill yang digunakan di PT XYZ. Sementara itu, variabel bebas terdiri dari beberapa faktor yang diduga memengaruhi terjadinya risiko, yaitu frekuensi kerusakan mesin produksi, jenis kerusakan mesin produksi, faktor penyebab kerusakan, serta umur atau tahun pembuatan mesin yang digunakan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua jenis sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para operator dan pihak terkait yang terlibat dalam operasional maupun pemeliharaan mesin Hammer Mill. Wawancara dilakukan dengan pendekatan semi-terstruktur untuk mendapatkan informasi kuantitatif mengenai frekuensi dan jenis kerusakan mesin, serta kecenderungan gangguan pada komponen tertentu. Data ini digunakan sebagai dasar dalam identifikasi risiko serta perumusan strategi mitigasi. Sementara itu, kuesioner disusun menggunakan skala likert dan bertujuan untuk memperoleh data persepsi operator mengenai tingkat kemungkinan dan dampak risiko yang mereka hadapi, serta efektivitas strategi mitigasi yang telah diterapkan. Hasil kuesioner ini digunakan dalam analisis risiko secara sistematis menggunakan metode House of Risk. Selain itu, data sekunder juga digunakan untuk melengkapi informasi yang diperoleh, berupa catatan historis kerusakan mesin Hammer Mill dari dokumen perawatan dan laporan insiden di PT XYZ selama periode Juli hingga Desember 2024. Data ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai pola kerusakan yang terjadi dalam jangka waktu penelitian. Diagram alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 . Diagram Alur Penelitian

Tahapan awal pada House of Risk fase 1 dimulai dengan proses identifikasi risiko, yang mencakup pengumpulan informasi terkait kejadian risiko (risk event) beserta penyebabnya (risk agent). Setiap kejadian risiko dianalisis untuk mengungkap kemungkinan penyebab yang berpotensi muncul. Berdasarkan data laporan kerusakan mesin Hammer Mill, teridentifikasi sebanyak 6 jenis risiko kerusakan. Selanjutnya, dilakukan wawancara dengan operator mesin untuk menggali risk agent yang berkaitan dengan kejadian risiko tersebut. Hasil wawancara menghasilkan 10 risk agent yang berpotensi terjadi. Masing-masing kejadian risiko kemudian dinilai tingkat keparahannya (severity) terhadap proses produksi, sementara risk agent yang telah diidentifikasi juga dinilai berdasarkan tingkat kemungkinan kemunculannya (occurrence), dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1.Identifikasi Risk Event

Kejadian Risiko(Risk Event) Ei Tingkat Keparahan (Severity)
Kerusakan berulang pada bearing mesin E1 9
Mata hammer aus atau retak E2 8
V-belt aus atau putus E3 9
Saringan (screen) rusak atau bergeser E4 7
Fan pendingin tidak berfungsi optimal E5 7
Motor listrik rusak atau tidak menyala E6 9

Tabel 2. Identifikasi Risk Agent

Kejadian Risiko(Risk Event) Ei Agen Risiko(Risk Agent) Ai Peluang Kemunculan(Occurance)
Kerusakan berulang pada bearing mesin E1 Tidak dilakukan perawatan secara rutin A1 8
Ada kotoran yang masuk ke dalam A2 7
Mata hammer aus atau retak E2 Lifetime dari komponen sudah melebihi batas A3 8
Material bahan baku terlalu keras A4 5
V- belt aus atau putus E3 Kekencangan V-belt tidak disetel dengan benar A5 5
Saringan ( screen ) rusak atau bergeser E4 Frekuensi getaran berlebihan A6 6
Pemasangan tidak tepat A7 5
Fan pendingin tidak berfungsi optimal E5 Baling-baling mengalami kerusakan A8 4
Motor listrik rusak atau tidak menyala E6 Overload akibat beban melebihi kapasitas A9 4
Tegangan listrik tidak stabil atau terjadi lonjakan daya A10 5

Penentuan nilai severity dan occurrence menjadi langkah awal. Tahapan selanjutnya adalah menilai tingkat korelasi antara setiap agen risiko dan kejadian risiko. Hasil penilaian ini menjadi input dalam penyusunan matriks House of Risk fase 1, yang selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai Aggregate Risk Potential (ARP). Nilai ARP tersebut berfungsi untuk menentukan urutan prioritas penanganan risiko, berdasarkan peringkat tertinggi yang menunjukkan potensi risiko paling signifikan. Perhitungan matriks House Of Risk fase 1 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks House of Risk Fase 1

Risk Event Risk Agent Si
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10
E1 9 9 3     1     3   9
E2 3   9 3             8
E3 3   3   9   1       9
E4 1 3       3 9       7
E5 3 3           9   3 7
E6 3   1           9 9 9
Oi 8 7 8 5 5 6 5 4 4 5
ARP 1496 861 1080 120 405 180 360 252 432 510
Ranking 1 3 2 10 6 9 7 8 5 4

Pada matriks House of Risk fase 1, diperoleh nilai Aggregate Risk Potential (ARP) beserta peringkat dari masing-masing agen risiko. Nilai ARP tersebut kemudian dianalisis menggunakan diagram Pareto untuk mengidentifikasi agen risiko yang paling dominan dalam memengaruhi terjadinya risk event pada kerusakan mesin Hammer Mill. Agen risiko yang berada pada kategori dominan inilah yang diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dalam tahap mitigasi, sebagaimana dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Pengolahan Diagram Pareto.

Rank Agent Risiko Ai ARP % ARP % ARP Kumulatif
1 Tidak dilakukan perawatan secara rutin A1 1496 26,26% 26,26%
2 Lifetime dari komponen sudah melebihi batas A3 1080 18,96% 45,22%
3 Ada kotoran yang masuk ke dalam A2 861 15,12% 60,34%
4 Tegangan listrik tidak stabil atau terjadi lonjakan daya A10 510 8,95% 69,29%
5 Overload akibat beban melebihi kapasitas A9 432 7,58% 76,88%
6 Kekencangan V-belt tidak disetel dengan benar A5 405 7,11% 83,99%
7 Pemasangan tidak tepat A7 360 6,32% 90,31%
8 Baling-baling mengalami kerusakan A8 252 4,42% 94,73%
9 Frekuensi getaran berlebihan A6 180 3,16% 97,89%
10 Material bahan baku terlalu keras A4 120 2,11% 100,00%

Diagram Pareto mengacu pada prinsip 80:20, yang menyatakan bahwa sekitar 20% sumber risiko utama bertanggung jawab atas 80% dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu, fokus perbaikan terhadap sebagian kecil agen risiko yang paling dominan diharapkan dapat secara signifikan mengurangi sebagian besar potensi risiko lainnya. Diagram Pareto yang menggambarkan agen risiko dengan kontribusi paling besar terhadap kejadian risiko dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 . Diagram Pareto

Berdasarkan hasil analisis diagram Pareto, dapat diidentifikasi lima agen risiko yang memiliki kontribusi paling signifikan terhadap kejadian risiko dan layak diberikan prioritas penanganan. Agen-agen tersebut direkomendasikan untuk ditindaklanjuti melalui perancangan strategi mitigasi yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing. Adapun lima agen risiko yang termasuk dalam kategori dominan tersebut adalah A1, A3, A2, A10, dan A9.

Nilai Aggregate Risk Potential (ARP) dan agen risiko dominan telah teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis akar penyebab menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA). Melalui wawancara dengan personel yang terlibat langsung dalam penanganan kerusakan mesin, diperoleh informasi mengenai penyebab utama yang mendasari masing-masing agen risiko tersebut, sebagaimana dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Root Cause Analysis

Kode Risk Agent Why 1 Why 2 Why 3 Why 4
A1 Tidak dilakukan perawatan secara rutin Perawatan mesin sering ditunda atau lupa Operator lebih fokus ke produksi daripada maintenance Tidak ada teknisi mengakibatkan perawatan terlewatkan Tidak ada sistem penjadwalan yang digunakan
A3 Lifetime dari komponen sudah melebihi batas Komponen udah aus tapi masih dipakai Teknisi nggak tahu kapan terakhir diganti Tidak ada pencatatan servis atau umur pakai
A2 Ada kotoran yang masuk ke dalam Ada benda asing kayak batu masuk ke dalam Kurang teliti pada saat menyortir bahan baku Area kerja kurang bersih
A10 Tegangan listrik tidak stabil atau terjadi lonjakan daya Terdapat gangguan dari power listrik Adanya gagal fungsi dari komponen kelistrikan Terdapat koneksi yang terlepas pada salah satu komponen kelistrikan Getaran mesin yang berlebihan
A9 Overload akibat beban melebihi kapasitas Mesin sering dipakai melebihi kapasitas Operator mengejar target produksi Tidak ada standar kerja yang disamakan antar shift

Akar penyebab dari masing-masing agen risiko dominan berhasil diidentifikasi, proses pencegahan dapat dirancang secara lebih tepat dan terarah, sehingga diharapkan mampu menurunkan risiko kerusakan mesin serta mengurangi total idle time yang ditimbulkan. Selanjutnya, tahap House of Risk fase 2 dilakukan untuk merumuskan strategi mitigasi yang efektif dan sesuai dengan karakteristik dari setiap agen risiko dominan.

  • House of Risk Fase 1
  • Root Cause Analysis
  • House of Risk Fase 2

Hasil Root Cause Analysis menunjukkan bahwa akar penyebab dari masing-masing risiko dominan telah berhasil diidentifikasi. Berdasarkan temuan tersebut, proses dilanjutkan pada fase kedua dari metode House of Risk yang berfokus pada penentuan tindakan mitigasi atau preventive action yang diprioritaskan. Tujuan utama dari tahap ini adalah meminimalkan dampak risiko secara efektif. Rancangan strategi mitigasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 . Rancangan Strategi Mitigasi

Ai Penyebab Risiko Akar Penyebab Risiko PAi Strategi Mitigasi
A1 Tidak dilakukan perawatan secara rutin Tidak ada sistem penjadwalan yang digunakan PA1 Mengimplementasikan sistem penjadwalan perawatan preventif dengan interval yang disesuaikan berdasarkan jenis dan frekuensi penggunaan mesin.
A3 Lifetime dari komponen sudah melebihi batas Tidak ada pencatatan servis atau umur pakai PA2 Melakukan pencatatan terhadap aktivitas perawatan dan umur pakai komponen.
A2 Ada kotoran yang masuk ke dalam Area kerja kurang bersih PA3 Menerapkan SOP kebersihan area kerja dan menetapkan tanggung jawab kebersihan pada setiap shift produksi.
A10 Tegangan listrik tidak stabil atau terjadi lonjakan daya Getaran mesin yang berlebihan PA4 Mengimplementasikan perawatan preventif berdasarkan data getaran.
A9 Overload akibat beban melebihi kapasitas Tidak ada standar kerja yang disamakan antar shift PA5 Menyusun dan mensosialisasikan SOP yang seragam untuk seluruh shift guna memastikan konsistensi pelaksanaan kerja.

Strategi mitigasi telah dirancang berdasarkan prioritas risiko yang ada. Proses dilanjutkan dengan penentuan nilai korelasi antara masing-masing strategi mitigasi dan agen risiko yang untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Penilaian korelasi ini menggunakan skala yang serupa dengan yang digunakan pada penilaian hubungan antara kejadian risiko dan agen risiko. Selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap tingkat kesulitan implementasi strategi mitigasi (Dk), Total Efectiveness of Action (TEk), serta perhitungan Effectiveness To Difficulty of Ratio (ETDk). Seluruh data tersebut kemudian diolah dalam matriks House of Risk fase 2 untuk memperoleh prioritas strategi mitigasi yang paling tepat untuk diterapkan, sebagaimana dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks House of Risk Fase 2

Risk Event Risk Agent ARP
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5
A1 9         1496
A3   9       1080
A2     9     861
A10       3   510
A9         9 432
Total Effectiveness of Action 13464 9720 7749 1530 3888
Derajat Kesulitan 3 4 3 5 4
Effectiveness to Difficulty Ratio 4488 2430 2583 306 972
pj 1 3 2 5 4

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7, strategi mitigasi dengan nilai Effectiveness to Difficulty Ratio (ETDk) tertinggi adalah PA1, yaitu mengimplementasikan sistem penjadwalan perawatan preventif dengan interval yang disesuaikan berdasarkan jenis dan frekuensi penggunaan mesin. Sementara itu, strategi dengan nilai ETDk terendah adalah PA4, yaitu mengimplementasikan perawatan preventif berdasarkan data getaran. Berikut ini disajikan tabel prioritas strategi mitigasi berdasarkan hasil perhitungan pada House of Risk fase 2 sebagaimana dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ranking Prioritas Mitigasi Risiko

Ranking Strategi Mitigasi PAi ETD
1 Mengimplementasikan sistem penjadwalan perawatan preventif dengan interval yang disesuaikan berdasarkan jenis dan frekuensi penggunaan mesin. PA1 4488
2 Menerapkan SOP kebersihan area kerja dan menetapkan tanggung jawab kebersihan pada setiap shift produksi. PA3 2430
3 Melakukan pencatatan terhadap aktivitas perawatan dan umur pakai komponen. PA2 2583
4 Menyusun dan mensosialisasikan SOP yang seragam untuk seluruh shift guna memastikan konsistensi pelaksanaan kerja. PA5 306
5 Mengimplementasikan perawatan preventif berdasarkan data getaran.. PA4 972

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian mengenai risiko kerusakan mesin Hammer Mill di PT XYZ ditemukan lima agen risiko (risk agent) utama yang perlu mendapat prioritas penanganan. Agen risiko dengan nilai Aggregate Risk Potential (ARP) tertinggi adalah tidak dilakukan perawatan secara rutin (A1) dengan nilai ARP sebesar 1496, diikuti oleh lifetime komponen yang sudah melebihi batas (A3) sebesar 1080, adanya kotoran yang masuk ke dalam komponen mesin (A2) sebesar 861, tegangan listrik yang tidak stabil atau terjadi lonjakan daya (A10) sebesar 510, serta overload akibat beban melebihi kapasitas mesin (A9) sebesar 432. Kelima agen risiko ini merupakan faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat kerusakan mesin, sehingga penting untuk segera dilakukan mitigasi secara terarah dan berkelanjutan.

[1]I. Pamungkas, H. Tri Irawan, M. Basuki, A. Elba Ridha, R. Agam Syahputra, and F. Okta Widarta, “Metode Analisis Risiko Kerusakan Mesin Produksi di Indonesia: Literature Review,” J. INVASI Ind. dan Inov., vol. 1, no. 1, pp. 1–11, 2023, [Online]. Available: http://jurnal.utu.ac.id/invasi/

[2]A. Hardianto, Y. Alvianto, and Silviana, “Analisis Mesin Mixer Pakan Ternak Dengan Metode Six Big Losses, FMEA dan LTA (Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Jabung Syariah Unit Sarana Produksi Pakan Ternak - SAPRONAK),” J. Flywheel, vol. 14, no. 2, pp. 1–10, 2023, doi: 10.36040/flywheel.v14i2.7283.

[3]F. Annisa, I. N. Farida, J. Sahertian, and N. H. Yahya, “Sistem Controlling Pembuatan Pakan Ternak Silase Menggunakan ESP32 Berbasis IoT,” Gener. J., vol. 9, no. 1, pp. 58–70, 2025.

[4]M. Meilanda and S. Dewi, “Pengendalian Risiko Proses Produksi Pakan Ternak Sapi dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis dan Fault Tree Analysis,” J. Penelit. Inov., vol. 5, no. 1, pp. 193–206, 2025, doi: 10.54082/jupin.1071.

[5]A. M. Latifa Hanum, Bunasor Sanim, “3529-Article Text-19366-1-10-20130629.pdf,” 2011. [Online]. Available: https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jmagr/article/view/3529

[6]D. G. Ramadhan, M. Basri, and A. Safar, “Penerapan House of Risk (HOR) Dalam Mitigasi Risiko Pada Aktivitas Divisi Pemeliharaan Pt. X,” Pros. Semin. Nas. Teknol. Ind., vol. 8, no. 1, pp. 259–264, 2021.

[7]N. Ardiansyah and S. Nugroho, “Implementasi Metode House of Risk (HoR) pada Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Produk Seat Track Adjuster 4L45W,” Pros. SENIATI, vol. 6, no. 1, pp. 156–166, 2022, doi: 10.36040/seniati.v6i1.4935.

[8]J. S. Liddin and F. Pulansari, “Analisis dan Mitigasi Risiko Pada Supply Chain di PT XYZ Dengan Pendekatan House of Risk (HOR),” J. Al-AZHAR Indones. SERI SAINS DAN Teknol., vol. 9, no. 2, p. 164, 2024, doi: 10.36722/sst.v9i2.2717.

[9]A. Ronny, “Implementasi Manajemen Risiko Proyek Pada PT . XX Dengan Menggunakan Pendekatan House of Risk (HOR) Berdasarkan ISO 31000:2018,” Progr. Stud. Tek. Ind. Fak. Tek. Univ. Tanjungpura, Pontianak, 78124, pp. 80–87, 2018.

[10]P. Subekti, H. Hafiar, and K. Komariah, “Word of mouth sebagai upaya promosi batik Sumedang oleh perajin batik (Studi Kasus pada Sanggar Batik Umimay),” Din. Kerajinan dan Batik Maj. Ilm., vol. 37, no. 1, pp. 41–54, 2020, doi: 10.22322/dkb.V36i1.4149.

[11]E. Puspitasari, V. Viyus, Nurchajat, and T. Machfuroh, “Analisis Perawatan Mesin Injection Moulding dngan Metode RC dan FMEA di PT ‘X,’” G-Tech J. Teknol. Terap., vol. 8, no. 1, pp. 134–145, 2023, doi: 10.33379/gtech.v8i1.3530.

[12]R. Haryanto and D. Mustofa Kamal, “Penerapan Root Cause Analisis (RCA) Untuk Forklift Kapasitas 3 Ton di PT. G,” Pros. Semin. Nas. Tek. Mesin Politek. Negeri Jakarta, pp. 720–726, 2022, [Online]. Available: http://prosiding.pnj.ac.id

[13]K. P. Nasution, A. Fitra, and A. E. Insani, “Penerapan Root Cause Analysis (RCA) dalam mengurangi tingkat cacat produk stick lolipop di PT. XYZ,” J. Tek. Ind. Terintegrasi, vol. 8, no. 1, pp. 868–874, 2025, doi: 10.31004/jutin.v8i1.41003.

[14]B. Roma and E. Sarvia, “Evaluasi Kinerja Kelompok Kerja Pengemasan AMDK Dus Menggunakan Metode Overall Labor Effectiveness (OLE) dan Root Cause Analysis (RCA) Evaluation of the Performance of the AMDK Dus Packaging Work Group Using the Overall Labor Effectiveness (OLE) and Root Cause Analysis (RCA) Methods,” Integr. J. Ilm. Tek. Ind., vol. 09, no. 02, p. 99, 2024.

[15]Hanan Muhammad and Jojo Sumarjo, “Analisis Mesin Door Poly Urethane B Kulkas Satu Pintu Total Productive Maintenance Metode Root Cause Analysis (Rca)Di PT. XYZ,” J. Pendidik. Tek. Mesin Undiksha, vol. 13, no. 1, pp. 58–67, 2025, doi: 10.23887/jptm.v13i1.90552.

[16]A. Ferdinand, W. Widiasih, P. Studi, T. Industri, F. Teknik, and M. Pumpungan, “Analisis Keandalan Mesin Blowing dengan OEE , RCA , dan Pendekatan Siklus PDCA,” vol. 8, no. 1, pp. 11–20, 2025.

[17]A. Nagata and D. Ernawati, “Pendekatan Terintegrasi FMEA dan RCA dalam Manajemen Risiko Bahaya di Laboratorium Kalibrasi PT XYZ,” J. Apl. Tek. dan Pengabdi. Masy., vol. 9, no. 1, pp. 63–70, 2025.

References

[1] I. Pamungkas, H. T. Irawan, M. Basuki, A. E. Ridha, R. A. Syahputra, and F. O. Widarta, “Metode Analisis Risiko Kerusakan Mesin Produksi di Indonesia: Literature Review,” Jurnal INVASI Industri dan Inovasi, vol. 1, no. 1, pp. 1–11, 2023. [Online]. Available: http://jurnal.utu.ac.id/invasi/

[2] A. Hardianto, Y. Alvianto, and Silviana, “Analisis Mesin Mixer Pakan Ternak Dengan Metode Six Big Losses, FMEA dan LTA (Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Jabung Syariah Unit Sarana Produksi Pakan Ternak - SAPRONAK),” Jurnal Flywheel, vol. 14, no. 2, pp. 1–10, 2023, doi: 10.36040/flywheel.v14i2.7283.

[3] F. Annisa, I. N. Farida, J. Sahertian, and N. H. Yahya, “Sistem Controlling Pembuatan Pakan Ternak Silase Menggunakan ESP32 Berbasis IoT,” Generasi Jurnal, vol. 9, no. 1, pp. 58–70, 2025.

[4] M. Meilanda and S. Dewi, “Pengendalian Risiko Proses Produksi Pakan Ternak Sapi Dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis dan Fault Tree Analysis,” Jurnal Penelitian Inovasi, vol. 5, no. 1, pp. 193–206, 2025, doi: 10.54082/jupin.1071.

[5] A. M. L. Hanum and B. Sanim, “Analisis Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Pola Kemitraan,” Jurnal Manajemen Agribisnis, vol. 9, no. 2, pp. 93–101, 2011. [Online]. Available: https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jmagr/article/view/3529

[6] D. G. Ramadhan, M. Basri, and A. Safar, “Penerapan House of Risk (HOR) Dalam Mitigasi Risiko Pada Aktivitas Divisi Pemeliharaan PT. X,” Prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri, vol. 8, no. 1, pp. 259–264, 2021.

[7] N. Ardiansyah and S. Nugroho, “Implementasi Metode House of Risk (HOR) pada Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Produk Seat Track Adjuster 4L45W,” Prosiding SENIATI, vol. 6, no. 1, pp. 156–166, 2022, doi: 10.36040/seniati.v6i1.4935.

[8] J. S. Liddin and F. Pulansari, “Analisis dan Mitigasi Risiko pada Supply Chain di PT XYZ Dengan Pendekatan House of Risk (HOR),” Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi, vol. 9, no. 2, pp. 164–172, 2024, doi: 10.36722/sst.v9i2.2717.

[9] A. Ronny, “Implementasi Manajemen Risiko Proyek Pada PT. XX Dengan Menggunakan Pendekatan House of Risk (HOR) Berdasarkan ISO 31000:2018,” Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura, Pontianak, pp. 80–87, 2018.

[10] P. Subekti, H. Hafiar, and K. Komariah, “Word of Mouth Sebagai Upaya Promosi Batik Sumedang oleh Perajin Batik (Studi Kasus pada Sanggar Batik Umimay),” Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah, vol. 37, no. 1, pp. 41–54, 2020, doi: 10.22322/dkb.v36i1.4149.

[11] E. Puspitasari, V. Viyus, Nurchajat, and T. Machfuroh, “Analisis Perawatan Mesin Injection Moulding dengan Metode RC dan FMEA di PT ‘X’,” G-Tech: Jurnal Teknologi Terapan, vol. 8, no. 1, pp. 134–145, 2023, doi: 10.33379/gtech.v8i1.3530.

[12] R. Haryanto and D. M. Kamal, “Penerapan Root Cause Analysis (RCA) Untuk Forklift Kapasitas 3 Ton di PT. G,” Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta, pp. 720–726, 2022. [Online]. Available: http://prosiding.pnj.ac.id

[13] K. P. Nasution, A. Fitra, and A. E. Insani, “Penerapan Root Cause Analysis (RCA) dalam Mengurangi Tingkat Cacat Produk Stick Lollipop di PT. XYZ,” Jurnal Teknik Industri Terintegrasi, vol. 8, no. 1, pp. 868–874, 2025, doi: 10.31004/jutin.v8i1.41003.

[14] B. Roma and E. Sarvia, “Evaluasi Kinerja Kelompok Kerja Pengemasan AMDK Dus Menggunakan Metode Overall Labor Effectiveness (OLE) dan Root Cause Analysis (RCA),” Integrasi: Jurnal Ilmiah Teknik Industri, vol. 9, no. 2, pp. 99–109, 2024.

[15] H. Muhammad and J. Sumarjo, “Analisis Mesin Door Polyurethane B Kulkas Satu Pintu dengan Metode Total Productive Maintenance dan Root Cause Analysis (RCA) di PT. XYZ,” Jurnal Pendidikan Teknik Mesin Undiksha, vol. 13, no. 1, pp. 58–67, 2025, doi: 10.23887/jptm.v13i1.90552.

[16] A. Ferdinand, W. Widiasih, and M. Pumpungan, “Analisis Keandalan Mesin Blowing dengan OEE, RCA, dan Pendekatan Siklus PDCA,” Jurnal Teknologi dan Rekayasa Industri, vol. 8, no. 1, pp. 11–20, 2025.

[17] A. Nagata and D. Ernawati, “Pendekatan Terintegrasi FMEA dan RCA dalam Manajemen Risiko Bahaya di Laboratorium Kalibrasi PT XYZ,” Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat, vol. 9, no. 1, pp. 63–70, 2025.