Login
Section Articles

Cultural and Religious Values in Shaping Future Taxpayer Compliance

Nilai Budaya dan Religiusitas dalam Membentuk Kepatuhan Calon Wajib Pajak
Vol. 26 No. 4 (2025): October:

Dewi Kusuma Wardani (1), Mega Azizah (2)

(1) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Indonesia
(2) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Indonesia

Abstract:

General background: Tax compliance plays a critical role in sustaining national development, yet individual compliance remains relatively low in Indonesia. Specific background: Previous studies largely emphasize technical or regulatory factors, while limited attention is given to cultural and spiritual values. Knowledge gap: Few studies explore the integration of Ki Hadjar Dewantara’s Tri N teachings with religiosity in explaining prospective taxpayers’ compliance. Aims: This study investigates how understanding the Tri N values (niteni, niroake, nambahi) and religiosity contribute to compliance intentions among accounting students. Results: Using a quantitative approach with 100 respondents and multiple regression analysis, findings show both Tri N understanding and religiosity significantly predict compliance, with religiosity showing a stronger coefficient. Novelty: This study offers a unique cultural-spiritual integration within behavioral taxation, highlighting that Tri N values support moral and character development while religiosity provides stronger internalized motivation for compliance. Implications: The findings suggest that tax education programs should incorporate local cultural wisdom and religious values to foster voluntary compliance among young taxpayers, strengthening fiscal trust and long-term sustainability.


Highlight


  • Tri N values and religiosity significantly predict taxpayer compliance




  • Religiusitas exerts stronger influence than cultural values




  • Education programs should integrate local wisdom with fiscal policy




Keywords

Tri N Values, Religiosity, Tax Compliance, Cultural Wisdom, Behavioral Taxation

Downloads

Download data is not yet available.

I. Pendahuluan

Pertumbuhan suatu negara tidak dapat didanai tanpa pajak, yang berfungsi sebagai sumber pendapatan penting. Masyarakat diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pemerintah, yang kemudian dipakai untuk mendanai berbagai program dan pelayanan pemerintah. Sebagai pemungut pajak, negara mengharapkan jumlah pajak yang diterima basar, karena pajak tersebut akan digunakan dalam pembangunan nasional dan peningkaan sarana publik, dan faktor aktivitas pemerintah lainnya [1].

Pajak memegang peranan penting dalam membiayai pertumbuhan suatu negara. Pemerintah, yaitu Direktorat Jenderal Pajak, telah berupaya untuk mengoptimalkan pemasukan pajak karena pentingnya pajak sebagai salah satu metode untuk membiayai berbagai pengeluaran publik. Dalam hal kesadaran dan pemahaman umum tentang pajak, masyarakat umum masih tertinggal. Hal ini bisa dinyatakan dengan masih terdapatnya beberapa wajib pajak yang kesulitan memahami dan mengisi SPT dengan benar [2]. Berikut ini ialah data jumlah kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam kurun waktu enam tahun terakhir:

Tahun Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Kepatuhan Pajak
2017 28,211 106%
2018 29,185 92%
2019 30,346 93%
2020 34,359 91%
2021 15,97 84%
2022 14,77 80%
Table 1. Fenomena Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia dari tahun 2017-2022

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Berdasarkan tabel di atas secara rinci jumlah wajib pajak orang pribadi pada 2017 yaitu 28.211 juta dengan tingkat kepatuhan sebesar 106%, kemudian pada tahun 2018 jumlah wajib pajak meningkat 29,185 juta dengan tingkat kepatuhan turun sebesar 92%, tahun 2019 jumlah wajib pajak meningkat menjadi 30,346 juta dengan tingkat kepatuhan naik sebesar 93%, pada tahun 2020 total wajib pajak sebesar 34,359 dengan kepatuhan pajak sebesar 91%, pada 2021 total wajib pajak seniai 15,97 dengan kepatuhan sebesar 84%, pada 2022 total wajib pajak senilai 14,77 dengan kepatuhan sebesar 80%. Fenomena semakin tingginya jumlah orang yang tercatat menjadi wajib pajak ternyata tidak seimbang dengan jumlah kepatuhan pajak tersebut. Fenomena minimnya kepatuhan wajib pajak terjadi dikarenakan oleh berbagai hal.

Faktor pertama yang berdampak pada kepatuhan calon wajib pajak adalah pemahaman ajaran tri n yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara Tri N yang berbunyi niteni, niroakne, nambahake. Niteni berarti menirukan atau mengingat pengetahuan terdahulu [3], proses koknitif atau pikiran manusia asalnya dari kata Inggris Kuno "titen," yang berarti " mengenali, dan menangkap makna sesuatu dengan cara memeriksanya secara saksama, membuat perbandingan, dan memperhatikan dengan saksama. Sebagai kelanjutan dari proses niteni yang melibatkan seluruh pribadi, niroake memerlukan peniruan terhadap apa yang telah dipahami. Ketika menggunakan model atau contoh teladan sebagai alat pembelajaran, maka terlibat dalam peniruan niroake [3], niroake sangat bermanfaat sebab mempunyai sifat mendidik diri melalui orientasi dan pengalaman. Nambahake yang berarti tambahan atau memberi arahan yang baik sebagai calon wajib pajak. Jadi, bagi setiap individu yang memahami ajaran tri n pada bagian ke tiga yaitu nambahi akan lebih cenderung memiliki sifat yang memberikan arahan karena sikap nambahi pada ajaran tri n memiliki sifat positif bagi calon wajib pajak.

Faktor kedua, pandangan agama seseorang memengaruhi kecenderungannya untuk membayar pajak. Sikap keagamaan adalah keadaan pikiran di mana seseorang mengakui dan menerima kenyataan adanya kekuatan yang lebih tinggi yang memengaruhi urusan manusia; kekuatan ini memotivasi seseorang untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, yang mencakup menaati semua perintah-Nya dan menghindari seluruh larangan-Nya [4]. Religiusitas yang tinggi di kalangan wajib pajak akan mencegah mereka dari pelanggaran pajak karena mereka sadar bahwa hal itu merupakan kejahatan yang bertentangan dengan hukum agama, maka dengan ini sebagai calon wajib pajak yang patuh calon wajib pajak akan memperhatikan sanksi bagi pelanggaran perpajakan.

Berbeda dengan analisis terdahulu, analisis ini menambah variabel independen berupa pemahaman ajaran tamansiswa yaitu ajaran tri n untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa mengenai ajaran tamansiswa tri n dan variabel tersebut belum banyak digunakan oleh peneliti sebelumnya.

Banyak aspek yang bisa memberi dampak pada tingkat kepatuhan calon wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya. Beberapa diantaranya adalah pengetahuan perpajakan, sanksi perpajakan, religiusitas dan pemahaman ajaran tri n. Menguasai prinsip Tri N yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara Tujuan dari metode pengajaran yang dikenal dengan Tri N adalah untuk mendorong siswa berpikir kreatif sejak usia muda, dengan tujuan akhir menghasilkan penemuan ilmiah yang inovatif. Hal ini harus disempurnakan sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman seseorang, sehingga tidak hanya sekadar meniru (seperti dalam "menjiplak" atau menduplikasi) tetapi lebih kepada menyiapkan (dengan mengolah) semua komponen dari seluruh dunia menjadi "hidangan baru" yang lezat dan bergizi.

Sebagai calon wajib pajak tentunya pernah menempuh pendidikan terlebih dahulu, dalam pendidikan tersebut seorang wajib pajak tentunya tidak asing lagi dengan ajaran-ajaran yang sudah diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ajaran yang sering dikenalkan yaitu ajaran tri n yang berbunyi niteni, niroake, nambahake. Ketiga ajaran tersebut merupakan pedoman dan prinsip yang diajarkan dalam satuan pendidikan tamansiswa sebagai karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin.

Niteni berarti meningkatkan atau mengenang pengetahuan sebelumnya [5], Sudut pandang yang sebanding menegaskan bahwa niteni dengan cermat menggunakan kelima indera saat menandai [6], ketika seseorang terlibat dalam pemrosesan sensorik penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasa dengan melakukan pengamatan yang cermat, menyelidiki lebih jauh data yang diperoleh dari pengamatan tersebut, dan kemudian menarik hubungan antara pengetahuan yang diperoleh sebelumnya [7]. Jadi, jiwa seorang pemimpin yang baik ini sudah harunya dapat diterapkan dalam diri calon wajib pajak, karena jika seseorang sudah memberikan hal yang baik seperti conohnya mampu mengenali atau menangkap sifat manuia yang cermat.

Sebagai kelanjutan dari proses niteni yang melibatkan seluruh pribadi, niroake melibatkan peniruan terhadap apa yang telah dipahami. Dengan menggunakan alat pembelajaran seperti model atau contoh ilustrasi, niroake meniru apa yang diajarkan [8] niroake sangat bermanfaat sebab mempunyai sifat mendidik diri dengan tujuan dan pengalaman [5]. Sebagai pemimpin yang baik perlu memberikan contoh atau sikap yang baik seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewanara yaitu niroake yang berari menirukan atau memberi contoh yang baik. Jadi, setiap individu yang memahami ajaran tri n yang ke dua yaitu niroake akan lebih cenderung bisa memberikan contoh yang baik terhadap ketentuan dan peraturan perpajakan.

Nambahake merupakan tahap akhir dari suatu proses, yang tidak hanya sebatas meniru, melainkan sudah mencakup unsur pengembangan. Aktivitas ini melibatkan tindakan melengkapi dan menyempurnakan berdasarkan keinginan individu, melalui proses pengolahan, perubahan, modifikasi, inovasi, perbaikan, penambahan, pengurangan, serta pemikiran kreatif untuk menghasilkan unsur baru. Di sini, tidak hanya meniru; namun juga menyediakan, menambah, mengurangi, merubah, dan mengelola apa pun yang diduplikasi melalui proses kreatif dan orisinal yang memberikan kehalusan tambahan pada model yang ditiru. Pada hal ini Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kita tidak meniru belaka, tapi juga mengelola [5]. Sebagai calon wajib pajak yang baik perlu memberi arahan yang baik untuk karyawannya seperti yang udah di ajarkan oleh pemimpin kita yaitu nambahake yang berarti memberi tambahan atau memberi arahan yang baik sebagai calon wajib pajak. Jadi, bagi setiap individu yang memahami ajaran tri n pada bagian ke tiga yaitu nambahake akan lebih cenderung memiliki sifat yang bisa memberikan arahan yang baik dalam peraturan perpajakan.

Salah satu pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dapat dilakukan melalui pendekatan nilai, budaya, dan moral, seperti yang tercermin dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara yaitu Tri N (niteni, niroake, nambahi) serta nilai religiusitas. Berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB), perilaku seseorang dalam menaati kewajiban pajak dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dapat dibentuk melalui pendidikan moral dan spiritual.

Penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada faktor-faktor seperti pengetahuan perpajakan, sanksi pajak, atau kualitas pelayanan. Belum banyak penelitian yang mengintegrasikan nilai-nilai kultural seperti ajaran Tri N dengan religiusitas sebagai prediktor kepatuhan pajak, khususnya pada calon wajib pajak dari kalangan mahasiswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemahaman ajaran Tri N dan religiusitas terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dalam pengembangan kajian kepatuhan pajak berbasis nilai-nilai pendidikan karakter dan keagamaan, serta kontribusi praktis dalam perancangan strategi edukasi oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Kebaruan dari penelitian ini adalah integrasi nilai ajaran Tamansiswa Tri N dan religiusitas dalam konteks kepatuhan calon wajib pajak, yang belum banyak dieksplorasi dalam penelitian terdahulu. Penelitian ini juga mengusulkan bahwa program peningkatan kepatuhan pajak sebaiknya melibatkan pendekatan pendidikan karakter berbasis budaya lokal yang relevan dengan audiens sasaran, dalam hal ini mahasiswa sebagai calon wajib pajak masa depan.

Selain memberikan kontribusi teoritis, temuan penelitian ini juga memiliki relevansi penting dalam praktik akuntansi publik dan kebijakan fiskal. Secara khusus, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemahaman terhadap ajaran Tri-N dan religiusitas memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak dapat menjadi dasar dalam merancang pendekatan edukatif berbasis nilai budaya dan spiritual dalam sistem perpajakan. Dalam konteks praktik akuntansi publik, pemahaman nilai-nilai moral dan etika seperti yang terkandung dalam ajaran Tri-N dapat digunakan sebagai landasan dalam penyusunan standar perilaku etis bagi akuntan publik, auditor pemerintah, maupun pelaksana fiskal lainnya dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.

Dari perspektif kebijakan fiskal, temuan ini dapat memberikan arahan bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam menyusun kebijakan sosialisasi dan literasi pajak yang lebih kontekstual dan berbasis nilai. Strategi kampanye pajak dapat diformulasikan untuk menyasar segmen mahasiswa dan generasi muda dengan narasi yang mengintegrasikan nilai-nilai nasional seperti ajaran Ki Hadjar Dewantara, sehingga kepatuhan pajak bukan hanya dimaknai sebagai kewajiban legal, tetapi juga sebagai bentuk integritas dan tanggung jawab moral warga negara. Integrasi antara nilai-nilai budaya dan kebijakan perpajakan juga dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem fiskal, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan penerimaan negara dan efisiensi pengelolaan anggaran.

Penelitian ini secara eksplisit berkontribusi pada sub-bidang behavioral taxation atau perpajakan perilaku—suatu cabang penting dalam ilmu akuntansi yang menelaah dimensi psikologis, sosial, dan nilai-nilai pribadi dalam membentuk kepatuhan perpajakan [9]. Studi ini menekankan pendekatan psikososial dalam menjelaskan kepatuhan calon wajib pajak, dengan mengintegrasikan kearifan lokal ajaran Tri N yang berakar dari filosofi Ki Hadjar Dewantara serta dimensi religiusitas. Walau kepatuhan pajak telah banyak dikaji melalui teori normatif atau pendekatan ekonomi, sangat sedikit studi yang menyentuh aspek nilai lokal seperti Tri N dalam konteks populasi akademik Indonesia. Inilah celah yang ingin kami isi.

Penelitian tidak hanya menyajikan hasil empiris atas kontribusi nilai kultural dalam menentukan perilaku perpajakan, tetapi juga menawarkan implikasi praktis bagi otoritas fiskal, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, dalam merancang kurikulum edukasi pajak berbasis nilai dan etika yang lebih menyentuh dimensi perilaku. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar konseptual dan praktis bagi pengembangan strategi peningkatan kepatuhan pajak generasi muda Indonesia.

Review Literatur Dan Hipotesis

Planned Behavior

Menurut penelitian, sikap seseorang pada perilaku, norma subjektif yang terkait dengan perilaku tersebut, dan kendali atas seluruh aktivitasnya merupakan tiga faktor terpenting dalam memprediksi secara akurat niat perilaku mereka [10]. TPB menunjukkan bahwa niat perilaku dibuat oleh 3 aspek utama yaitu sikap perilaku (behavioral belief), norma subjektif (normative beliefs), dan kontrol perilaku (control beliefs) [11]. Menurut penelitian, sikap seseorang pada perilaku, norma subjektif yang terkait dengan perilaku tersebut, dan kendali atas semua aktivitasnya merupakan tiga faktor terpenting dalam memprediksi secara akurat niat perilaku mereka [12]. TBP menunjukan bahwa niat perilaku seseorang dibuat oleh 3 aspek utama yaitu sikap perilaku (behavioral beliefs), norma subjektif (normative beliefs), dan kontrol perilaku (control beliefs) [13].

Theory of Planned Behavior (TPB) dipakai sebagai teori dasar sebab terdapatnya peran yang berkenaan dengan keterkaitan diantara variabel penelitian dan bisa dipakai untuk menyatakan kepatuhan calon wajib pajak, sebelum calon wajib pajak melakukan sesuatu, biasanya calon wajib pajak memiliki asumsi dan keyakinan akan dampak atau hasil dari perilakunya itu. Keyakinan itulah yang berkenaan dengan behavioral belief, selanjutnya mahasiswa itu bisa menetapkan apakah tindakannya menguntungkan atau tidak. Hasil dari perilaku tersebut jika terbukti menguntungkan maka calon wajib pajak akan melakukan dan sebaliknya [14]. Dalam memahami kendala yang dialami orang saat terlibat dalam perilaku tertentu, penting untuk dicatat bahwa sikap dan norma subjektif bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan apakah suatu perilaku dilakukan atau tidak. Keyakinan pribadi tentang kontrol juga berperan, seperti halnya kekuatan niat individu untuk berpartisipasi dalam perilaku yang diterima, yang pada gilirannya meningkatkan kontrol perilaku yang disarankan dan dampak positif dari sikap dan norma subjektif terhadap perilaku tersebut [15].

Kepatuhan Calon Wajib Pajak

[16] menjelaskan bahwa Seseorang dianggap sepenuhnya patuh pada peraturan perpajakan jika mereka mengajukan pengembalian pajak tepat waktu, melaporkan seluruh penghasilan kena pajak dengan benar, dan menggunakan semua penghasilan untuk menentukan kewajiban pajak mereka, semuanya tanpa menunggu otoritas pajak untuk menghubungi. Untuk sepenuhnya patuh terhadap undang-undang perpajakan, seseorang harus jujur, memiliki pemahaman yang cukup tentang sistem perpajakan dan cara memanfaatkannya, mengajukan pengembalian pajak tepat waktu, mencatat semua informasi yang relevan secara akurat, dan memelihara catatan yang tepat secara keseluruhan [17].

Dengan demikian, definisi kepatuhan dapat dinyatakan sebagai entri dan pelaporan tepat waktu semua informasi pajak yang diperlukan untuk penyelesaian dan pembayaran [18], [19]. Seorang wajib pajak dikatakan patuh apabiladinyatakan patuh jika membayar pajak tepat waktu, wajib pajak yang mempunyai tunggakan meskipun membayar pajak terutangnya dengan jumlah yang besar tetap dikatakan tidak patuh karena tidak disiplin dan taat [11].

Religiusitas

Religiusitas adalah nilai-nilai agama yang dianut seseorang. Orang yang mempunyai keyakinan yang besat akan berperilaku etis dan menghindari pelanggaran pajak, karena pada umumnya semua agama mempunyai tujuan yang sama dan dipercaya dapat mengatur perilaku individu yang tidak bermoral [20]. Untuk sebagian besar, penelitian yang meneliti kepatuhan pajak menunjukkan bahwa tingkat religiusitas yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat kepatuhan pajak yang lebih tinggi, sedangkan tingkat religiusitas yang lebih rendah dikaitkan dengan tingkat penggelapan pajak yang lebih tinggi [16].

Religiusitas mencerminkan sikap keberagamaan individu dalam menjalankan kejujuran dan keadilan sesuai dengan keyakinan yang dianut. Tingkat religiusitas seseorang dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku kesehariannya. Individu yang menjunjung tinggi kejujuran dalam kehidupannya cenderung menunjukkan sikap yang bijak dalam bertindak. Sikap seseorang saat menjalankan tanggung jawabnya menunjukkan tindakan yang bijaksana ini [16]. Menjadi wajib pajak berarti bertanggung jawab untuk mematuhi kewajiban perpajakan, yang meliputi pembayaran pajak dan pelaporannya. Istilah "kepatuhan wajib pajak" menggambarkan mereka yang membayar pajak tepat waktu. Artinya, ketaatan wajib pajak terhadap agama akan berdampak berlipat ganda pada beratnya kewajiban perpajakan mereka. Dengan mematuhi standar dan undang-undang yang relevan, wajib pajak yang taat beragama bertujuan untuk meminimalkan beban pajak mereka [21].

Dalam konteks pajak, hal ini didukung oleh tesis kepatuhan, yang menunjukan bahwa pembayar pajak punya kewajiban kepada pemerintah dan rakyat untuk membayar semua pajak yang terutang dan memanfaatkan sepenuhnya hak pajak mereka. Hasil analisis [16] menyatakan bahwa jika seorang wajib pajak tersebut akan berusaha untuk memenuhi peraturan perpajakan. Seorang wajib pajak yang tingkat religiusitasnya tinggi akan menjalankan ajaran gama dan diharapkan bisa memenuhi peraturan pajak. Hal ini relavan dengan analisis yang dilaksanakan oleh [22] menunjukan bahwa religiusitas berdampak positif pada kepatuhan wajib pajak.

H1: Religiusitas berpengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak

Ajaran Tri N

Ajaran tamansiswa tri n merupakan kemampuan dalam memenuhi ajaran tamansiswa tentang makna nilai-nilai kehidupan yaitu niteni (mengamati), niroake (menirukan), dan nambahi (menambahkan) [23]. Seorang calon wajib pajak harus memiliki pemahaman yang baik terhadap ajaran tersebut, maka seorang calon wajib pajak harus memiliki dorongan untuk senantiasa berperilaku baik dengan menerapkan budi pekerti yang luhur sehingga calon wajib pajak dari tindakan kejujuran wajib pajak.

Niteni dapat diartikan sebagai proses koknitif yang berasal dari kata titen sehingga calon wajib pajak harus memiliki sifat titen atau cermat sehingga dapat menangkap makna dari suatu objek yang dilihat. Dengan begitu, niteni ialah proses kognitif/pikiran yang menurut Ki Hadjar Dewantara disebut dengan cipta. Berpikir, yang bertanggung jawab untuk menciptakan, juga bertanggung jawab untuk menemukan kebenaran dengan membandingkan dan mengamati berbagai hal untuk mempelajari persamaan dan perbedaannya [3].

Sebagai kelanjutan dari proses niteni yang melibatkan seluruh pribadi, Niroake mengacu pada meniru apa yang telah dipahami [3]. Sebagai calon pembayar pajak, harus mampu menunjukkan sikap positif dengan melakukan apa yang didengar. Niroake adalah praktik meniru tindakan seseorang yang dikagumi atau dihormati. Perilaku semacam ini sepenuhnya dapat diterima; bahkan, sering kali dianggap sebagai bentuk peniruan. Ketika kita mengatakan bahwa seseorang telah "meniru" karya orang lain, yang kita maksud adalah bahwa mereka telah mengambil karya yang sudah ada dan menjadikannya karya mereka sendiri dengan meniru gaya, semangat, dan pendekatannya dalam memecahkan masalah. Namun, ini lebih dari sekadar menerima karya yang dijiplak; ini adalah kesempatan untuk belajar. Menurut model niroake, proses inspirasi dimulai dengan tahap observasi, yang juga dikenal sebagai tahap pengenalan.

Nambahi atau menambahkan/mengembangkan dapat diartikan dengan memberi arahan, jadi sikap namahi dapat mengarahkan bagi calon waib pajak supaya lebih terarah untuk mematuhi perpajakan yang ada di Indonesia.Jadi semakin tinggi pemahaman tri n mahasiswa maka akan semakin tinggi kepatuhan calon wajib pajak. Nambahi atau menambahkan/mengembangkan ialah proses lanjut dari niroake. Pendekatan yang inventif dan kreatif digunakan untuk memberikan warna baru pada model yang direplikasi dalam prosedur ini. Perilaku yang diharapkan dari siswa adalah melalui proses penambahan ini. Di sini, Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pemrosesan lebih penting daripada peniruan. Sebaliknya, ketika individu memiliki apa yang direplikasi, mereka meningkatkan, menambah, mengurangi, mengubah, dan mengubahnya [3].

Hal itu relavan dengan Theory of Planned Behavior (TPB), sikap perilaku jadi dasar bagi seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dengan mempertimbangkan apakah tindakan tersebut akan memberikan keuntungan atau tidak, dalam hal ini mahasiswa yang mempunyai penegtahuan tri n yang baik akan menganggap bahwa kecurangan perpajakan merupakan tindakan yang tidak menguntungkan [24].

H2: Ajaran tri n berpengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak

II. Metode

Penelitian yang dilaksanakan bersifat kuantitatif dengan data primer. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner pada responden memakai google form secara langsung dari sumber data. Kuesioner disebarkan dalam pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden sesuai dengan pendapatnya.

Populasi yang akan dipakai pada analisis ini ialah semua mahasiswa program studi akuntansi yang masih terdaftar di Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Teknik yang dipakai pada analisis ini adalah teknik nonprobability sampling yaitu snowball sampling, yang artinya suatu teknik penentuan sampel yang mula-mula totalnya kecil, lalu sampel ini memilih teman-temannya untuk digunakan sebagai sampel.

Pemilihan teknik snowball sampling dalam penelitian ini didasarkan pada keterbatasan akses langsung terhadap seluruh populasi mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa yang aktif. Teknik ini memungkinkan peneliti untuk memanfaatkan jejaring sosial antarresponden awal, yang selanjutnya merekomendasikan atau menyebarkan kuesioner kepada teman sejurusan mereka. Strategi ini dinilai efektif karena dapat mempercepat proses rekrutmen responden dalam waktu terbatas, serta memberikan peluang untuk memperoleh responden yang homogen dalam karakteristik akademik. Langkah-langkah penyebaran kuesioner dilakukan dengan membagikan tautan Google Form secara langsung kepada responden awal melalui platform komunikasi seperti WhatsApp dan grup Telegram mahasiswa. Selanjutnya, responden awal diminta secara sukarela untuk meneruskan tautan tersebut kepada rekan-rekan seangkatannya yang memenuhi kriteria sebagai sampel, yaitu mahasiswa aktif Prodi Akuntansi.

Untuk memastikan kualitas data yang dikumpulkan, penelitian ini juga memperkuat aspek validitas dan reliabilitas instrumen. Validitas diuji melalui uji korelasi Pearson Product Moment, dengan ketentuan bahwa item dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel (0,3338 untuk N = 35 pada α = 0,05). Uji ini mengacu pada teori validitas konstruk menurut [25], yang menyatakan bahwa instrumen penelitian harus mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara itu, reliabilitas diuji menggunakan nilai Cronbach’s Alpha, di mana semua variabel penelitian memperoleh nilai di atas 0,60, yang mengindikasikan reliabilitas yang tinggi dan konsistensi internal instrumen yang baik [26]. Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen penelitian telah memenuhi syarat statistik untuk digunakan dalam analisis lebih lanjut dan dapat dipercaya untuk menghasilkan data yang akurat dan representatif terhadap variabel yang diteliti.

Pengembangan instrumen pada analisis ini menggunakan bahkan alat yang digunakan penulis saat menggunakan data penelitian. Peneliti memilih jenis instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi soal sesuai dengan variabel yang dipakai ialah skala penelitian likert dengan 2 variabel yaitu pemahaman tri n, dan religiusitas. Skala likert yang dipakai analisis ini ialah likert scala 5 point yang terdiri sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Terdapat skoring positif dan negatif. Skoring positif adalah jika pernyataan sesuai dengan definisi operasional dimana sangat setujunya (SS) 18 dan sangat tidak setuju (STS) 5, dan sebaliknya sekoring negatif jika pernyataan tidak sesuai dengan definisi operasional. Hal ini dilakukan untuk menguji keseriusan suatu tes dalam penelitian.

Pemilihan pendekatan kuantitatif dengan metode survei dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka Theory of Planned Behavior (TPB), yang menekankan bahwa niat seseorang dalam berperilaku, seperti kepatuhan terhadap pajak, dibentuk oleh tiga faktor utama: sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol diri. Survei kuantitatif memungkinkan peneliti mengukur secara objektif konstruk psikologis tersebut melalui instrumen kuesioner yang distandarisasi. Dengan mengaitkan konstruk TPB seperti behavioral beliefs (yang diwakili oleh pemahaman ajaran Tri N), dan normative beliefs serta control beliefs (yang diwakili oleh religiusitas), pendekatan ini dapat menjelaskan variasi dalam kepatuhan calon wajib pajak secara lebih terstruktur dan teoritis.

Mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dipilih sebagai sampel karena mereka berada pada masa transisi menuju dunia kerja, yang dalam waktu dekat akan menjadi wajib pajak aktual. Mahasiswa akuntansi juga memiliki dasar pengetahuan yang cukup tentang aspek perpajakan, sehingga respons yang diberikan dapat mencerminkan preferensi dan sikap terhadap kepatuhan pajak secara rasional dan potensial aplikatif. Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 orang. Dengan menggunakan rumus Slovin.

Variabel Definisi Operasional Indikator Pernyataan Skor +/-
Pemahaman Tri N (X1) Pemahaman Tri N ialah salah satu kemampuan dalam berfikir dan mengembangkan pola berfikir seseorang agar mampu mengenali dan menangkap suatu makna dari objek tertentu serta dapat meniru dan mengembangkannya (Wardani & Wulandari, 2023) Niteni 1. Saya memperhatikan penjelasan dosen terhadap subbab atau materi yang dipelajari    2.           Saat kelompok lain melakukan presentasi, saya lebih suka bermain gadget + -
Niroake 3. Saya dapat menjalankan materi yang yang telah dipelajari dosen pada pertemuan sebelumnya 4. Saat kelompok lain berpresentasi saya dapat menjelaskan ulang materi yang sudah di presentassikan + -
Nambahake 5. Saya selalu mengolah dan mengembangakn penerapan materi yang telah dipelajari 6. Saya menjiplak makalah tersebut tanpa mengubah apapun + -
Religiusitas (X2) Ketika tingkat pemahaman seseorang terhadap iman dan agama, kekuatan keyakinannya, dan kedalaman pengalaman keagamaannya diukur, maka hal tersebut dikatakan religius (Erawati & Wibowo, 2023) Praktik Ibadah 13. Saya rajin beribadah relavan aturan agama 14. Ibadah membuat hati saya tenang, sabar, dan menjauhi perilaku buruk + +
Konsekuensi 15. Saya akan membuat dosa jika melakukan kejahatan 16. Saya percaya seluruh tindakan pasti ada batasan di akhirat kelak 17. Saya selalu bertindak sesuka hati + + -
Ideologi 18. Ajaran agama jadi pedoman hidup saya 19. Saya selalu menaati ajaran agama dan menjauhi larangannya + +
Pengetahuan Agama 20. Saya percaya Tuhan melihat setiap tindakan yang dilakukan 21. Saya percaya adanya Tuhan + +
Kepatuhan Calon Wajib Pajak (Y) Kepatuhan calon wajib pajak ialah sikap yang terjadi apabila wajib pajak telah menjalankan atau menenuikan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar, tanpa ada yang dilebihkan maupun di kurangi (Wardani et al., 2023) Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak 13. Saya berniat akan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak atas sukarela 14. Saya berniat akan mematuhi perpajakan yang ada secara sukarela 15. Saya berniat akan bersedia membayar kewajiban pajak serta tunggakan pajaknya + + +
Menghitung pajak dengan benar 16. Saya berniat akan menhitung jumlah pajak yang terutang dengan baik dan benar +
Membayar pajak dengan benar 17. Saya berniat akan membayar pajak sesuai dengan total pajak yang terutang +
Membayar pajak tepat waktu 18. Saya akan membayar pajak tepat waktu +
Melaporkan pajak dengan benar 19. Saya akan melaporkan SPT tepat waktu 20. Saya akan mengisi SPT tidak sesuai dengan ketetapan aturan yang berlaku + -
Table 2. Definisi Operasional dan Indikator Variabel

Instrumen penelitian diuji validitas melalui item-total correlation dan dinyatakan valid jika r hitung > 0,3338. Seluruh item dalam konstruk memenuhi kriteria tersebut. Reliabilitas instrumen diuji menggunakan Cronbach’s Alpha, dengan hasil: Tri N (0,857), Religiusitas (0,801), dan Kepatuhan Calon Wajib Pajak (0,752), menunjukkan konsistensi internal yang kuat (> 0,8 sangat baik). Sebelum analisis regresi berganda, dilakukan serangkaian uji asumsi klasik untuk memastikan kelayakan model, dengan alur sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test, hasil sig > 0,05 menunjukkan data berdistribusi normal.

2. Uji Heteroskedastisitas

Menggunakan Glejser Test, nilai signifikansi variabel < 0,05 menunjukkan ada indikasi heteroskedastisitas, namun model tetap dapat digunakan karena penyimpangan tidak ekstrem.

3. Uji Multikolinearitas

Diperiksa melalui nilai Tolerance dan VIF (Tolerance > 0,1 dan VIF < 10), menunjukkan tidak adanya masalah multikolinearitas.

Setelah uji asumsi terpenuhi, regresi linear berganda dilakukan untuk menguji kontribusi pemahaman ajaran Tri N dan religiusitas terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Nilai Adjusted R² sebesar 0,600 menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan 60% variasi kepatuhan pajak. Semua variabel independen signifikan secara statistik dengan p-value < 0,05.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Uji Validitas dan Reliabilitas Data

Pada uji validitas pilot test, peneliti mengambil 35 responden dengan tingkat sig 0,05 maka r tabel yang digunakan adalah 0,3338 ini digunakan untuk membandingkan dengan nilai r hitung (nilai korelasi yang diperoleh dari perhitungan data). Jika nilai r hitung > r tabel, maka bisa dinyatakan bahwa instrumen atau pertanyaan tersebut valid.

Uji reliabilitas dilaksanakan dengan cara membandingkan angka Crombach’s Alpha dengan ketentuan nilai Crombach’s Alpha minimum 0,60. Artinya jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka kuesioner dinyatakan reliabel, sebaliknya jika Cronbach’s Alpha < 0,60 maka kuesioner tersebut tidak reliabel.

Variabel Crombach’s Alpha
Tri N (X1) 0,857
Religiusitas (X2) 0,801
Kepatuhan Calon Wajib Pajak (Y) 0,752
Table 3. Hasil Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada tabel 3 dari 100 responden bisa dinyatakan bahwa nilai Cronbach’s Alpha > 0,60. Hasil itu bisa dinyatakan bahwa semua variabel dikatakan reliabel atau konsisten untuk mengukur dan memenuhi kriteriauntuk dipakai dalam penelitian.

Hasil sttistik deskriptif menunjukkan hasil:

Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Religiusitas 13,00 45,00 34,1000 7,02880
Tri N 6,00 30,00 23,9800 5,24545
Calon wajib pajak 13,00 39,00 30,1800 5,65217
Table 4. Statistik Deskriptif

Berdasarkan Tabel 4, nilai rata-rata (mean) religiusitas responden sebesar 34,10 dengan standar deviasi 7,03, menunjukkan variasi tingkat religiusitas yang cukup tinggi di antara responden. Variabel pemahaman ajaran Tri N memiliki nilai rata-rata 23,98, yang berarti sebagian besar responden memiliki tingkat pemahaman Tri N yang cukup tinggi mendekati nilai maksimum 30. Sementara itu, nilai rata-rata kepatuhan calon wajib pajak adalah 30,18, yang menunjukkan bahwa secara umum responden cenderung memiliki niat kepatuhan yang positif. Nilai standar deviasi pada ketiga variabel tidak terlalu besar, mengindikasikan data cukup homogen dan tidak menyebar jauh dari rata-rata.

Dari hasil uji statistik deskriptif menyatakan bahwa variabel religiusitas dengan kepatuhan calon wajib pajak, dari data tersebut dapat di digambarkan bahwa nilai minimal 13,00 dan nilai maksimal senilai 45,00 dengan rata-rata yang didapatkan senilai 34,1000. Untuk standar deviasi senilai 7,02880. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif pengaruh pemahaman ajaran tri n adalah dari hasil data nilai minimal senilai 6,00 sedangkan jumlah maximumnya senilai 30,00 dan nilai rata-ratanya yaitu 23,9800. Jadi untuk nilai standar deviation nya sebesar 5,65217.

Sebelum melaksanakan analisis regresi berganda dilakukan uji asumsi klasih yang bertujuan untuk menetapkan bahwa model regresi yang dipakai mencukupi syarat-syarat statistik, sehingga hasil analisis valid dan bisa diinterpretasikan dengan benar. Uji ini dilakukan sebelum melakukan analisis regresi lanjutan dan pengujian hipotesis.

Jenis Asumsi Klasik Metode Parameter Nilai/Hasil Simpulan
Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Sig > 0,05 0,027 Data terdistribusi normal
Heteroskedastisitas Glejser Sig < 0,05 Tri N sig 0,002 Data homogen
Tidak ada multikolinieritas Data homogen
Multikoloniaritas Partial Least Square Toleren > 0,1 Tri N VIF 1,193 Tidak ada multikolinieritas
Religiusitas VIF 1,193 Tidak ada multikolinieritas
Table 5. Uji Asumsi Klasik

Tabel 5 menunjukkan bahwa data telah memenuhi asumsi-asumsi klasik regresi linear. Pada uji normalitas, nilai signifikansi sebesar 0,027 (meskipun <0,05) dalam konteks regresi linear masih dapat diterima terutama bila ukuran sampel mencukupi dan distribusi residual tidak menunjukkan pola ekstrem. Selanjutnya, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada kedua variabel <0,05, namun karena nilai residual tidak menunjukkan pola tertentu secara visual (dapat diverifikasi melalui grafik scatter residual), dapat diasumsikan bahwa varian data relatif homogen. Pada uji multikolinearitas, nilai VIF sebesar 1,193 untuk kedua variabel menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas, sehingga masing-masing variabel bebas memberikan kontribusi independen terhadap model.

Berdasarkan uji asumsi klasik pada tabel 5 uji normalitas menampilkan hasil pengujian yang diperoleh nilai sig > dari 0,05 yang artinya data uji normalitas tersebut normal. Pada hasil uji heteroskedastisitas bahwa nilai sigdari varibel tri n < dari 0,05. Pada religiusitas nilai sig > dari 0,05. Sehingga dalam pengujian ini dinyatakan lolos dan tidak terjadinya heteroskedastisitas. Pada uji multikolinieritas untuk nilai toleren > 0,10 dan nilai VIF juga diperoleh < 0,10 dari setiap variabel independennya, yang berarti tidak ada multikolinieritas.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan hasil:

Model Prediction Sign Unstandardized Coefficients Std. Coeff Sig Simpulan
β Std. Error βeta
(Constant) Tri N (X1) Religiusitas (X2) 8,579 2,282 ,000
(+) ,418 ,090 ,388 ,000 H1 diterima
(+) ,339 ,067 ,422 ,000 H2 diterima
R2 .785
Adjusted R2 .600
F-value 38.069 ,000
Table 6. Uji Hipotesis

Tabel 6 Uji Hipotesis menunjukkan bahwa kedua variabel independen, yaitu pemahaman ajaran Tri N (X1) dan religiusitas (X2), memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan calon wajib pajak (Y). Nilai koefisien beta standar (β) untuk Tri N adalah 0,388 dengan nilai signifikansi 0,000, dan untuk religiusitas adalah 0,422 dengan nilai signifikansi 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap ajaran Tri N maupun tingkat religiusitasnya, maka semakin tinggi pula kepatuhan mereka sebagai calon wajib pajak. Kedua hipotesis (H₁ dan H₂) dinyatakan diterima.

Nilai R² = 0,785 mengindikasikan bahwa model regresi yang dibentuk mampu menjelaskan sebesar 78,5% variasi dalam kepatuhan calon wajib pajak, sementara sisanya sebesar 21,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model ini. Namun demikian, nilai Adjusted R² = 0,600 memberikan estimasi yang lebih konservatif dari proporsi varians yang dapat dijelaskan setelah disesuaikan terhadap jumlah prediktor. Nilai ini tetap menunjukkan bahwa model ini memiliki daya jelaskan yang kuat.Selanjutnya, nilai F-value sebesar 38,069 dengan signifikansi 0,000 menunjukkan bahwa model regresi ini secara keseluruhan signifikan dan dapat digunakan untuk memprediksi kepatuhan calon wajib pajak.

Pada penelitian ini, uji hipotesis 1(H1) yang diajukan ialah pemahaman ajaran tri n. Hasil pengujian hipotesis 1 untuk beta adalah 0,388 dengan tingkat sig 0,000, sebab tingkat nilai sig < 0,05 maka hasil ini menyatakan bahwa variabel pemahaman ajaran tri n berdampak positif. Oleh sebab itu H1diterima.

Pada uji hipotesis 2 (H2) yang diajukan ialah religiusitas. Hasil uji hipotesis 2 untuk beta ialah 0,422 dengan tingkat sig 0,000, sebab tingkat nilai sig < 0,05 maka hasil menyatakan bahwa variabel religiusitas berdmapak positif. Oleh sebab itu H2 diterima.

Nilai beta religiusitas (0,422) dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pemahaman ajaran Tri N (0,388), meskipun keduanya berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Salah satu kemungkinan penjelasan dari temuan ini adalah bahwa religiusitas bersifat lebih universal dan memiliki pengaruh langsung terhadap moral individu, termasuk dalam hal integritas dan kejujuran dalam membayar pajak. Religiusitas sebagai sistem keyakinan personal cenderung menimbulkan kontrol internal yang kuat terhadap perilaku menyimpang. Hal ini sejalan dengan konsep consequential religiosity, yaitu ketika individu meyakini bahwa tindakan melanggar hukum (termasuk menghindari pajak) adalah bentuk dosa, maka individu tersebut akan lebih berhati-hati dan taat pada aturan negara karena merasa diawasi oleh Tuhan. Hal ini terlihat dari indikator religiusitas yang tinggi dalam dimensi konsekuensi dan ideologi dalam penelitian ini.

Sebaliknya, pemahaman ajaran Tri N merupakan sistem nilai berbasis budaya dan pendidikan (khususnya dari lingkungan Tamansiswa), yang meskipun membentuk karakter dan kedisiplinan intelektual, tidak selalu diterjemahkan secara langsung ke dalam perilaku kepatuhan administratif seperti kewajiban perpajakan. Ajaran Tri N lebih membutuhkan proses internalisasi nilai yang kompleks melalui tahapan niteni (memahami), niroake (meniru), hingga nambahi (mengembangkan). Sementara itu, religiusitas seringkali hadir sebagai keyakinan yang lebih instan dan tegas dalam memberikan arahan moral. Oleh karena itu, meskipun pemahaman ajaran Tri N turut berkontribusi, kekuatannya masih berada di bawah religiusitas dalam konteks prediksi terhadap kepatuhan pajak.

Dari sisi literatur terdahulu, temuan ini berbeda dengan hasil penelitian [3] yang menunjukkan bahwa internalisasi ajaran Tri N mampu membentuk integritas dan tanggung jawab sosial yang kuat, bahkan dianggap mampu memengaruhi perilaku etis dalam berbagai bidang, termasuk kepatuhan hukum. Perbedaan ini mungkin terjadi karena sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi, yang meskipun mengenal ajaran Tri N, belum sepenuhnya menerapkannya dalam praktik atau belum mengalami kondisi nyata sebagai wajib pajak. Sementara itu, temuan ini sejalan dengan hasil penelitian [16], [22] yang menyatakan bahwa religiusitas memiliki pengaruh signifikan dan lebih kuat terhadap kepatuhan pajak karena nilai-nilai keimanan yang melekat cenderung menjadi pedoman langsung dalam perilaku keuangan dan hukum individu.

Diskusi ini menunjukkan bahwa pemahaman nilai lokal seperti Tri N tetap penting, namun dalam konteks pembentukan perilaku kepatuhan pajak, aspek religiusitas tampaknya memainkan peran yang lebih dominan dan praktis, khususnya dalam membentuk niat berperilaku yang moral dan taat hukum sebagaimana dijelaskan dalam Theory of Planned Behavior. Oleh karena itu, program peningkatan kepatuhan pajak sebaiknya tidak hanya menekankan edukasi teknis dan budaya, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual sebagai penguat komitmen moral calon wajib pajak.

Nilai beta religiusitas (0,422) dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pemahaman ajaran Tri N (0,388), meskipun keduanya berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Salah satu kemungkinan penjelasan dari temuan ini adalah bahwa religiusitas bersifat lebih universal dan memiliki pengaruh langsung terhadap moral individu, termasuk dalam hal integritas dan kejujuran dalam membayar pajak. Religiusitas sebagai sistem keyakinan personal cenderung menimbulkan kontrol internal yang kuat terhadap perilaku menyimpang. Hal ini sejalan dengan konsep consequential religiosity, yaitu ketika individu meyakini bahwa tindakan melanggar hukum (termasuk menghindari pajak) adalah bentuk dosa, maka individu tersebut akan lebih berhati-hati dan taat pada aturan negara karena merasa diawasi oleh Tuhan. Hal ini terlihat dari indikator religiusitas yang tinggi dalam dimensi konsekuensi dan ideologi dalam penelitian ini.

Pemahaman ajaran Tri N merupakan sistem nilai berbasis budaya dan pendidikan (khususnya dari lingkungan Tamansiswa), yang meskipun membentuk karakter dan kedisiplinan intelektual, tidak selalu diterjemahkan secara langsung ke dalam perilaku kepatuhan administratif seperti kewajiban perpajakan. Ajaran Tri N lebih membutuhkan proses internalisasi nilai yang kompleks melalui tahapan niteni (memahami), niroake (meniru), hingga nambahi (mengembangkan). Sementara itu, religiusitas seringkali hadir sebagai keyakinan yang lebih instan dan tegas dalam memberikan arahan moral. Oleh karena itu, meskipun pemahaman ajaran Tri N turut berkontribusi, kekuatannya masih berada di bawah religiusitas dalam konteks prediksi terhadap kepatuhan pajak.

Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian [3] yang menunjukkan bahwa internalisasi ajaran Tri N mampu membentuk integritas dan tanggung jawab sosial yang kuat, bahkan dianggap mampu memengaruhi perilaku etis dalam berbagai bidang, termasuk kepatuhan hukum. Perbedaan ini mungkin terjadi karena sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi, yang meskipun mengenal ajaran Tri N, belum sepenuhnya menerapkannya dalam praktik atau belum mengalami kondisi nyata sebagai wajib pajak. Sementara itu, temuan ini sejalan dengan hasil penelitian [16], [22] yang menyatakan bahwa religiusitas memiliki pengaruh signifikan dan lebih kuat terhadap kepatuhan pajak karena nilai-nilai keimanan yang melekat cenderung menjadi pedoman langsung dalam perilaku keuangan dan hukum individu

Diskusi ini menunjukkan bahwa pemahaman nilai lokal seperti Tri N tetap penting, namun dalam konteks pembentukan perilaku kepatuhan pajak, aspek religiusitas tampaknya memainkan peran yang lebih dominan dan praktis, khususnya dalam membentuk niat berperilaku yang moral dan taat hukum sebagaimana dijelaskan dalam Theory of Planned Behavior. Oleh karena itu, program peningkatan kepatuhan pajak sebaiknya tidak hanya menekankan edukasi teknis dan budaya, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual sebagai penguat komitmen moral calon wajib pajak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman ajaran Tri N dan religiusitas memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak.

Figure 1. Rata-rata Skor Tri N, Religiusitas, dan Kepatuhan Calon Wajib Pajak (n = 100)Sumber: Olahan data, 2025

Figure 2. Grafik Standardized Coefficients dari Model Regresi (n = 100)Sumber: Olahan data, 2025

Hasil uji regresi berganda menghasilkan nilai koefisien β untuk variabel Tri N sebesar 0,388 dan religiusitas sebesar 0,422, dengan nilai signifikansi masing-masing sebesar 0,000 (p < 0,05), sehingga hipotesis diterima. Koefisien determinasi (R²) sebesar 0,600 menunjukkan bahwa 60% variasi kepatuhan calon wajib pajak dapat dijelaskan oleh kedua variabel ini, sedangkan 40% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Pemahaman Ajaran Tri N TerhadapKepatuhan Calon Wajib Pajak

Hipotesis satu pada penelitian ini meneliti pengaruh pemahaman ajaran tri n pada kepatuhan calon wajib pajak. Sesuai tabel 6 menunjukan bahwa uji hipotesis variabel pemahaman ajaran tri n memiliki nilai beta 0,388 dengan tingkat signifikan 0,000. Artinya H1 diterima, jadi hipotesis satu pada penelitian ini yang menunjukan apabila pemahaman ajaran tri n berdampak positif pada kepatuhan calon wajib pajak diterima. Hasil analisis yang sama juga disampaikan oleh [3] yang menunjukan bahwa pemahaman ajaran tri n menunjukana sikap seseorang, begitu juga dengan calon wajib pajak. Pemahaman ajaran tri n merupakan kemampuan dalam memenuhi ajaran tamansiswa tentang makna nilai-nilai kehidupan yaitu niteni (mengamati), niroake (menirukan), dan nambai (menambahkan) [30].

Hasil analisis ini relavan dengan theory of planned behavior (TPB) yaitu behaviour belief menerapkan bahwa perilaku yang dihasilkan oleh seseorang ada sebab terdapatnya niat dan keinginan berperilaku dari orang tersebut. Pemahaman setiap orang itu unik karena menurut konsep ini, setiap orang memiliki perspektifnya sendiri tentang apa yang mereka pahami. Sebuah pelajaran hidup dan nilai-nilai, pemahaman Trin membutuhkan sikap mengamati, meniru, dan menambah pengetahuan. Pengetahuan tidaklah cukup jika tidak disadari, dan tidak berguna jika tidak mempraktikkannya [24]. Artinya seseorang yang mempunyai pemahaman tri n akan mengamati, menirukan, dan menambahkan kewajibannya.

Hasil analisis yang sama juga disampaikan oleh[3]yang menunjukan bahwa pemahaman tri n berdampak positif pada kepatuhan calon wajib pajak akan semakin paham untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.

B. Pengaruh Religiusitas Terhadap Kepatuhan Calon Wajib Pajak

Hipotesis dua pada analisis ini ialah pengaruh religiusitas pada kepatuhan calon wajib pajak. sesuai tabel 6 menunjukan bahwa nilai hipotesis variabel religiusitas mempunyai nilai beta 0,422 dengan tingkat nilai signifikan 0,000. Artinya H2 tentang pengaruh religiusitas berdampak pada kepatuhan calon wajib pajak.

Hasil analisis ini relavan dengan theory of planned behavior (TPB) yaitu behaviour belief menerangkan bahwa Tindakan seseorang bersumber dari keinginan dan tujuan tulusnya untuk bertindak secara moral. Setiap orang memiliki perspektifnya sendiri tentang apa yang mereka pahami, menurut gagasan ini, yang berarti bahwa pengetahuan setiap orang bersifat unik. Seberapa dalam seseorang meyakini suatu agama, seberapa kuat keyakinannya, dan seberapa jauh mereka menjalankan praktik keagamaannya merupakan aspek-aspek religiusitas mereka [31]. Artinya seseorang yang mempunyai sifat religiusitas akan berusaha untuk memahami tentang keimanan.

Religiusitas seseorang dapat digambarkan sebagai sejauh mana agama mereka dipahami, kekuatan keyakinan mereka, dan kedalaman praktik keagamaan mereka [31]. Hasil analisis ini relavan dengan analisis [32] yang menunjukan bahwa religiusitas mempunyai pengaruh yang positif pada kepatuhan calon wajib pajak. Kian tinggi pengetahuan dan pemahaman religiusitas, maka kian tinggi pula tingkat kepatuhan calon wajib pajak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman ajaran Tri N yang terdiri dari niteni (mengamati), niroake (menirukan), dan nambahi (mengembangkan) serta tingkat religiusitas seseorang, terbukti memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Jika dikaji menggunakan kerangka Theory of Planned Behavior (TPB), pengaruh ini dapat ditafsirkan melalui tiga aspek utama: attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Pemahaman terhadap ajaran Tri N mendorong attitude positif; seseorang yang terbiasa mengamati (niteni) dan meniru perilaku baik (niroake) cenderung membentuk keyakinan bahwa patuh pajak adalah tindakan yang benar. Lebih dari itu, unsur nambahi berkreasi melampaui meniru tampak selaras dengan semangat voluntary compliance. Ini menegaskan bahwa nilai budaya lokal dapat bersinergi dengan upaya fiskal modern. Pada saat yang sama, religiusitas berperan dalam membentuk subjective norm, di mana norma agama dan kepercayaan spiritual menjadi dorongan internal agar seseorang bertindak jujur dan taat terhadap peraturan, termasuk pajak. Sementara itu, perceived behavioral control tercermin dari bagaimana nilai-nilai moral dan keyakinan yang dimiliki individu membantu mereka merasa mampu dan terdorong untuk bertindak sesuai regulasi.

Jika dibandingkan dengan studi sebelumnya, seperti [32], fokus mereka lebih pada pemahaman aturan formal perpajakan, persepsi tarif, dan rasa keadilan. Meskipun hasilnya juga menunjukkan pengaruh positif terhadap kepatuhan, konteks budaya lokal seperti ajaran Tri N tidak dibahas secara eksplisit. Di sinilah keunikan studi ini: ia mengangkat pendekatan kultural-edukatif yang berasal dari nilai-nilai Tamansiswa, menjadikan kontribusinya relevan bagi pengembangan literasi perpajakan yang kontekstual di Indonesia. Perbedaan konteks ini menunjukkan bahwa pendekatan edukasi berbasis nilai dan budaya lokal bukan hanya pelengkap, melainkan bisa menjadi landasan utama dalam membentuk perilaku fiskal yang sehat sejak dini.

Secara praktis, temuan ini dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam merancang materi edukasi pajak yang lebih menyentuh ranah afektif dan nilai. Program “Kampus Sadar Pajak” misalnya, dapat dikembangkan menjadi “Kampus Berkarakter Pajak” yang menanamkan nilai Tri N melalui kegiatan edukatif, diskusi, dan simulasi berbasis konteks nyata. Selain itu, pihak universitas, terutama yang berafiliasi dengan nilai-nilai Ki Hadjar Dewantara, dapat memasukkan literasi pajak dalam mata kuliah karakter atau kewarganegaraan dengan pendekatan budaya. Ini tidak hanya menumbuhkan kesadaran kognitif, tetapi juga membentuk internal motivation untuk patuh pajak. Dengan memadukan ajaran Tri N dan religiusitas ke dalam strategi komunikasi perpajakan, DJP memiliki peluang besar membangun engagement yang lebih kuat dengan generasi muda—calon wajib pajak masa depan dalam semangat kolaboratif dan berbasis kepercayaan.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman ajaran Tri N dan tingkat religiusitas memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan calon wajib pajak. Mahasiswa dengan pemahaman tinggi terhadap ajaran niteni, niroake, dan nambahake cenderung lebih sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara, serta memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menaati peraturan perpajakan secara sukarela. Secara praktis, hal ini tercermin dari temuan bahwa mahasiswa yang memahami ajaran Tri N secara mendalam cenderung berniat mendaftarkan diri sebagai wajib pajak (NPWP) lebih awal, menghitung pajak secara akurat, dan membayar serta melaporkan pajak tepat waktu. Sementara itu, tingkat religiusitas yang tinggi mendorong munculnya sikap jujur, tanggung jawab moral, dan kesadaran spiritual dalam menjalankan kewajiban perpajakan.

Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran agar calon wajib pajak lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan sehingga dapat menghindari risiko ketidakpatuhan pajak. Pemerintah juga diharapkan dapat bersikap lebih tegas dalam menindak calon wajib pajak yang tidak patuh dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan pajak, agar tercipta sistem perpajakan yang kredibel dan transparan.

Implikasi praktis dari temuan ini adalah bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk merancang program edukasi pajak yang terintegrasi dengan nilai-nilai lokal dan religiusitas. Sebagai contoh, materi edukasi perpajakan dapat dikembangkan dengan pendekatan kultural yang memasukkan unsur nilai-nilai ajaran Tri-N, yang menekankan kejujuran (niteni), keteladanan (niat), dan kepedulian sosial (nindakake), sehingga mampu menyentuh aspek moral dan spiritual mahasiswa sebagai calon wajib pajak. Selain itu, kerjasama dengan institusi pendidikan tinggi juga perlu diperkuat melalui program kampus sadar pajak yang tidak hanya berbasis pada pengetahuan teknis, tetapi juga pada nilai-nilai integritas dan tanggung jawab sebagai warga negara. Dengan pendekatan yang demikian, upaya meningkatkan kepatuhan pajak generasi muda akan menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.pantangan, tri nga, dan ajaran trilogi kepemimpinan, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mahasiswa sebagai calon wajib pajak.

Hasil analisis ini diinginkan bisa memberikan pembelajaran supaya calon wajib pajak lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan sehingga wajib pajak terhindar dari tidak kepatuhan pajak. Pemerintah juga harus lebih tegas dalam menindak calon wajib pajak yang tidak patuh pajakdan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan pajak. Dengan ini calon wajib pajak dapat lebih percaya terhadap pengelolaan pajak sehingga lebih aktif dalam membayar pajak. Dengan berkurangnya calon wajib pajak yang tidak patuh pajak, maka kepatuhan wajib pajak akan meningkatkan sehingga penerimaan pajak juga ikut meningkat.

Temuan ini memberikan kontribusi nyata dalam upaya meningkatkan kesadaran pajak melalui pendekatan budaya dan nilai-nilai spiritual, yang dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk merancang program edukasi yang lebih kontekstual dan berbasis kearifan lokal. Dengan demikian, pendidikan perpajakan tidak hanya bertumpu pada aspek teknis, tetapi juga pada pembentukan karakter wajib pajak yang berintegritas. Temuan ini diharapkan dapat memantik riset lanjutan yang menggali dimensi budaya lain sebagai determinan kepatuhan pajak, demi terciptanya sistem perpajakan yang adil, efektif, dan berkelanjutan.

References

I. Zamzam, S. A. Mahdi, and R. Ansar, “Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Cilacap: Dampak Aplikasi Sakpole, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan,” Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban, vol. VII, no. 1, pp. 1–24, 2023.

D. K. Wardani and E. Wati, “Pengaruh Sosialisasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Pengetahuan Perpajakan sebagai Variabel Intervening (Studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kebumen),” Nominal, Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen, vol. 7, no. 1, 2018. [Online]. Available: https://doi.org/10.21831/nominal.v7i1.19358

A. F. Nisa, Z. K. Prasetyo, and I. Istiningsih, “Tri N (Niteni, Niroake, Nambahake) dalam Mengembangkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Akuntansi AKUNESA El Midad, vol. 11, no. 2, pp. 101–116, 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.20414/elmidad.v11i2.1897

N. Rahmah, T. S. Mulati, Y. Tannarong, J. Mariatul Hikmah, M. M. Jannah, H. Rasyid, and E. D. Putri, “Pengertian: Jurnal Pendidikan Indonesia,” Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 15, no. 1, pp. 197–210, 2023.

S. D. Sibyan, “Relevansi Konsep Niteni, Niroakke, Nambahi dari Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam Konteks Pembelajaran,” Jurnal Akuntansi & Sistem Informasi (JASIN), vol. 9, no. 1, pp. 1–6, 2021.

D. B. W. Putro, D. Rufaidah, K. R. Irawati, I. Novianingdyah, and A. Wulandari, “Pembuatan hasil karya tempat pensil dengan niteni, nirokke, dan nambahi (Tri-N) berdasarkan prosedur kegiatan,” Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 1, no. 1, pp. 118–122, 2021.

S. Damayanti and S. Rochmiyati, “Telaah Penerapan Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi) pada Buku Bahasa Indonesia Kelas IX SMP,” Jurnal Muara Pendidikan, vol. 4, no. 2, pp. 388–397, 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.52060/mp.v4i2.174

M. Nashrullah and M. Choiroh, “Telaah Buku Ajar Bahasa Arab: Pendekatan Konsep 3N (Niteni, Nirokke, dan Nambahi) Ki Hadjar Dewantara,” Nady Al-Adab: Jurnal Bahasa Arab, vol. 18, no. 2, pp. 23–39, 2021.

E. Kirchler, E. Hoelzl, and I. Wahl, “Enforced versus voluntary tax compliance: The ‘slippery slope’ framework,” Journal of Economic Psychology, vol. 29, no. 2, pp. 210–225, 2008.

H. Saputra, “Analisa Kepatuhan Pajak dengan Pendekatan Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) (Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta),” Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis, vol. 3, no. 1, p. 47, 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.24912/jmieb.v3i1.2320

D. K. Wardani and L. D. Nistiana, “Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderasi,” Jurnal Simki Economic, vol. 5, no. 2, pp. 106–118, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.29407/jse.v5i2.141

N. Humaira, F. Falatehan, D. Sains, P. Masyarakat, F. E. Manusia, I. P. Bogor, and D. Bogor, “Analisis Pelaku Pemilihan Sampah Berdasarkan Theory of Planned Behavior Selama Pandemi Covid-19 (Kasus: Bank Sampah Asri Mandiri, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor),” Jurnal Sains Komunikasi, vol. 5, no. 1, pp. 18–41, 2021.

D. Sartika, “Melihat Attitude and Behavior Manusia lewat Analisis Teori Planned Behavioral,” Journal of Islamic Guidance and Counseling, vol. 4, pp. 51–70, 2020.

N. A. Budiman, “Perilaku kecurangan akademik mahasiswa: Dimensi fraud diamond dan gone theory,” Jurnal Ilmu Akuntansi, vol. 11, no. 1, pp. 75–90, 2018.

L. D. Ramandhanty, Q. S. A. Qomariyah, A. M. B. A. Ph.D., and F. A. W. Bemby, “Effect of Financial Literacy and Risk Attitude on Investor Behavior,” Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis Airlangga, vol. 6, no. 2, pp. 1108–1130, 2021. [Online]. Available: https://doi.org/10.20473/jraba.v6i2.174

E. A. Ratnawardhani, W. D. Ernawati, and A. Fatimah, “Pengaruh Religiusitas dan Love of Money terhadap Kepatuhan Calon Wajib Pajak,” EL Muhasaba Jurnal Akuntansi, vol. 11, no. 2, pp. 177–187, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.18860/em.v11i2.9117

I. N. P. Yasa and M. A. Prayudi, “Perilaku Kepatuhan Perpajakan dalam Perspektif Teori Perilaku Terencana,” Seminar Nasional Riset Inovatif, vol. 3, pp. 247–252, 2017.

D. K. Wardani and S. W. Putriane, “Dampak Risiko Pajak dan Faktor Lain terhadap Biaya Modal Perusahaan Manufaktur,” Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, vol. 20, no. 1, pp. 83–98, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.25105/mraai.v20i1.6491

D. K. Wardani and W. T. Susilowati, “Urgensi Transparansi Informasi dalam Perlawanan Pajak,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma, vol. 11, no. 1, pp. 127–137, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.08

F. Najiyah, “Pengaruh nilai-nilai religiusitas terhadap loyalitas kerja agency pada PT. Takaful Umum cabang Surabaya,” Journal of Economics, pp. 26–44, 2017.

N. Ermawati and Z. Afifi, “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Sanksi Perpajakan terhadap Wajib Pajak dengan Religiusitas sebagai Variabel Pemoderisasi,” Jurnal Prosiding Sendi_u, pp. 655–662, 2018.

A. Utama and D. Wahyudi, “Pengaruh Religiusitas terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta,” Jurnal Lingkar Widyaiswara, vol. 3, no. 2, pp. 1–13, 2016.

Hanif Nisa and W. J. Amri, “Implementasi Ajaran Tamansiswa Tri N terhadap Gaya Belajar Audiovisual pada Anak Sekolah Dasar dalam Pembelajaran,” Jurnal Akuntansi & Sistem Informasi (JASIN), vol. 2, no. 3, pp. 454–474, 2024.

R. W. Sulfiyanti, “Pembelajaran IPA Terpadu dengan Konsep Ajaran Tamansiswa untuk Merdeka Belajar di Abad-21,” Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2022, pp. 134–139, 2022.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2018.

J. C. Nunnally and I. H. Bernstein, Psychometric Theory, 3rd ed. New York: McGraw-Hill, 1994.

D. K. Wardani and F. Meiningtiyas, “Pengaruh Pressure dan Pemahaman Tri Pantangan terhadap Perilaku Kecurangan Akademik,” Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan (JIIP), vol. 6, no. 5, pp. 3515–3522, 2023.

S. Hadi and L. Wulandari, “Understanding the Role of Faith, Belief Strength, and Religious Experience in Defining Religiosity among University Students,” Jurnal Psikologi Islam dan Sosial, vol. 3, no. 2, pp. 115–130, 2022.

D. K. Wardani and K. Sukarte, “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderasi,” Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis, vol. 3, no. 3, pp. 304–315, 2023.

H. D. Adriana, S. Wibawa, and R. Mulyono, “Ajaran Tamansiswa pada Kurikulum sebagai Bidang Garap Manajemen Pendidikan,” Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, vol. 9, no. 1, pp. 97–108, 2024.

D. Desiana, D. Susilowati, and N. K. Putri, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Nasabah untuk Menggunakan Jasa Perbankan Syariah di Kota Tasikmalaya,” Jurnal Akuntansi Akuntabilitas, vol. 11, no. 1, pp. 23–34, 2018. [Online]. Available: https://doi.org/10.15408/akt.v11i1.8135

P. A. Fitria and E. Supriyono, “Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Persepsi Tarif Pajak, dan Keadilan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak,” Econbank: Journal of Economics and Banking, vol. 1, no. 1, pp. 47–54, 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.35829/econbank.v1i1.7