Daffa Alifio Hartono (1), Sumiati Sumiati (2)
General background: The medical device industry plays a crucial role in healthcare, demanding consistently high-quality standards. Specific background: In orthopedic implant manufacturing, particularly in bone screw production, even minor defects can compromise product integrity and patient safety. Knowledge gap: However, there is limited quantitative analysis integrating quality control and inventive problem-solving methods to reduce defect rates in this domain. Aim: This study aims to evaluate product defect levels and propose systematic improvements to enhance production quality. Results: Using Six Sigma and TRIZ methodologies, defect data from January to December 2024 were analyzed. The average Defects Per Million Opportunities (DPMO) was 19,990.17, corresponding to a sigma level of 3.55. Novelty: Improvement proposals were formulated through TRIZ principles, including pre-process calibration, stricter raw material control, SOP updates, task reassignment evaluations, implementation of work performance assessments, and scheduled machine maintenance. Implications: These findings offer a structured approach to reducing defects in high-precision manufacturing settings, with implications for broader adoption in quality-critical industries.
Highlights:
Identifies high defect levels in bone screw production.
Applies Six Sigma and TRIZ for data-driven improvements.
Recommends targeted actions to boost production quality.
Keywords: Defect Rate, Product Quality, Six Sigma, TRIZ Method, Medical Manufacturing
Analysis of Defect Reduction in Bone Screw Production Using Six Sigma and TRIZ Methods [Analisis Pengurangan Tingkat Cacat Pada Produksi Bone Screw Dengan Metode Six Sigma Dan Triz]
Daffa Alifio Hartono*,1), Sumiati 2)
1)Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
2) Program Studi Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
*Email Penulis Korespondensi: aryab653@gmail.com
Abstract PT XYZ is a medical device manufacturer that focuses on the production of Orthopedic and Traumatology Implants. This company is capable of producing 32,197 products in 2024, in its production process PT XYZ often experiences defects in bone screw production. Therefore, the purpose of this study is to determine the level of product defects, so that recommendations can be given to improve production quality. The methods used in this study are six sigma and TRIZ. Based on the results of data processing in the period January 2024 - December 2024, the average DPMO value can be seen to be 19,990.17 with an average sigma value of 3.55. The proposed improvements using the TRIZ method are to carry out calibration before the process starts, increase checking and maintenance of raw materials, update SOPs in the production process, conduct a comprehensive evaluation of the placement of work tasks on the production line, create a work assessment form to evaluate work, schedule regular machine maintenance.
Keywords – Defect; Quality; Six Sigma; TRIZ
Abstrak PT XYZ merupakan salah satu produsen alat kesehatan yang berfokus pada produksi Implant Orthopedic dan Traumatology Perusahaan ini mampu memproduksi produk sebanyak 32.197 pada tahun 2024, dalam proses produksinya PT XYZ kerap mengalami adanya cacat dari hasil produksi bone screw. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat cacat produk, sehingga dapat diberikan rekomendasi perbaikan kualitas produksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah six sigma dan TRIZ. Berdasarkan hasil pengolahan data pada periode Januari 2024 - Desember 2024 dapat diketahui nilai rata-rata DPMO sebesar 19.990,17 dengan nilai rata-rata sigma sebesar 3,55. Adapun usulan perbaikan menggunakan metode TRIZ adalah melakukan kalibrasi sebelum proses dimulai, meningkatkan pengecekan dan perawatan bahan baku,memperbarui SOP dalam proses produksi, melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penempatan tugas kerja di lini produksi, membuat form penilaian kerja untuk mengevaluasi kerja, melakukan penjadwalan pemeliharaan mesin secara teratur.
Kata Kunci – Cacat; Kualitas; Six Sigma; TRIZ
I. Pendahuluan
Dampak globalisasi telah mentransformasi dinamika persaingan bisnis di tingkat internasional. Perusahaan kini tidak hanya harus unggul dalam persaingan lokal, tetapi juga mampu bersaing dan bertahan di pasar global. Tingkat persaingan yang semakin ketat menjadikan perencanaan strategi bisnis sebagai hal krusial bagi manajemen. Setiap pelaku usaha harus mampu mengoptimalkan kualitas produknya guna mendukung upaya ekspansi pasar maupun mempertahankan posisi kompetitif di segmen pasarnya [1]. Upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk tetap kompetitif adalah dengan meningkatkan mutu produk. Tingkat kualitas produk menjadi strategi efektif dalam meningkatkan daya tarik dan permintaan pasar. Hal ini mencerminkan kombinasi atribut dan ciri khas produk yang mampu memenuhi standar kebutuhan konsumen [2].
Sebagai salah satu perusahaan manufaktur alat kesehatan, PT XYZ mengkhususkan diri pada pembuatan produk Implant Orthopedic dan Traumatology. Pada tahun 2024, kapasitas produksinya mencapai 32.197 unit, dengan fokus utama pada bone plate dan bone screw. Pada tahun 2024, PT XYZ memproduksi 9.925 unit bone plate dan 22.272 unit bone screw. Proses pembuatan bone screw diawali dengan pemotongan material stainless steel menggunakan alat khusus untuk memperoleh ukuran yang sesuai standar spesifikasi. Ketidaksesuaian dimensi screw biasanya terjadi pada fase ini akibat kesalahan operator. Proses berikutnya meliputi pembentukan kepala screw dan pemotongan ulir yang dikerjakan dengan mesin bubut. Pada proses ini terjadi pembubutan ulir dan kepala screw yang menyebabkan terjadi ketidaksesuaian diameter kepala screw akibat tidak terjdwalnya kalibrasi pada mesin bubut. Proses manufaktur kemudian berlanjut ke pembentukan lubang hexa (kunci) di bagian kepala screw dengan mesin bor frais. Masalah yang kerap muncul adalah bentuk hexa yang tidak simetris, disebabkan oleh ketidakdisiplinan dalam menjadwalkan pergantian pisau frais [3].
Data produksi tahun 2024 menunjukkan total output sebanyak 22.272 unit, dengan 1.335 unit diantaranya tergolong produk cacat. Angka ini merepresentasikan tingkat defect sebesar 6%, dimana ketidaksesuaian pada lubang hexa menjadi penyimpangan yang paling dominan. Perusahaan menetapkan batas toleransi defect maksimal sebesar 2%, namun dalam praktiknya ditemukan beberapa penyimpangan kualitas, seperti lubang hexa berukuran kurang dari 3,5 mm, diameter kepala bone screw di bawah 8 mm, dan panjang bone screw melebihi batas 28 mm. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pengendalian kualitas yang komprehensif melalui identifikasi faktor penyebab dan penerapan solusi perbaikan guna meminimalkan tingkat ketidaksesuaian produk sesuai standar yang berlaku [4].
Penelitian analisis defect produk bone screw dengan metode Six Sigma dilakukan sebagai solusi atas permasalahan kualitas yang dihadapi perusahaan. Sebagai metode pengawasan mutu, Six Sigma berorientasi pada pengurangan variabilitas proses melalui pendekatan statistik guna meminimalkan terjadinya defect dalam produksi [5]. Sebagai alat manajemen mutu, Six Sigma dirancang untuk menekan defect hingga level terendah, yakni 3,4 kesalahan per juta kesempatan dalam produksi barang maupun jasa. Target ini merepresentasikan upaya sistematis menuju zero defect [6].
Dalam praktiknya, Six Sigma menggunakan framework DMAIC yang terdiri atas lima fase berurutan: pendefinisian masalah, pengukuran parameter, analisis akar penyebab, peningkatan proses, dan pengendalian berkelanjutan. Fase menentukan masalah (define) ini tidak banyak menggunakan statistik, alat-alat (tools) statistik yang sering dipakai pada fase ini adalah diagram sebab akibat dan diagram pareto. Measure merupakan langkah pengumpulan data, tujuannya untuk menetapkan standar kinerja. Tools penting dalam fase ini biasanya mencakup grafik pareto dan diagram alur proses [7]. Fase analisis (Analyze) merupakan fase mencari dan menentukan akar atau penyebab dari suatu masalah [8]. Tahap Improve mencakup pengembangan ide solusi perbaikan dan pemilihan solusi yang paling optimal untuk mencapai hasil terbaik [9]. Fase tahapan control merupakan suatu tahapan berupa upaya pengawasan dalam rangka mempertahankan segala perbaikan yang akan dilakukan. Metodologi ini berfungsi sebagai solusi terstruktur untuk perbaikan kualitas dan optimalisasi proses secara berkesinambungan [10].
Metode TRIZ menawarkan pendekatan unik dalam menyelesaikan masalah melalui pengembangan solusi kreatif, dengan fokus utama pada penghapusan kontradiksi alih-alih menggunakan metode tradisional seperti kompromi atau negosiasi [11]. TRIZ merupakan metode perbaikan berdasarkan ide yang dapat menyelesaikan permasalahan yang kotradiktif meningkatkan keidealan sistem dan menggunakan sumber tersedia [12]. Kontradiksi yang telah diselesaikan akan diaplikasikan menjadi solusi general untuk dijadikan solusi yang spesifik [13]. Proses penerapan inventive principles dilakukan dengan mengidentifikasi masalah produk melalui 39 parameter teknis, lalu memanfaatkan matriks kontradiksi untuk menghasilkan solusi inovatif yang mengacu pada 40 prinsip yang tersedia [14]. Banyak perusahaan memanfaatkan metode TRIZ karena kemampuannya dalam meningkatkan kompetitivitas bisnis di tengah persaingan pasar yang ketat. Selain itu, pendekatan ini juga fleksibel untuk diaplikasikan dalam perencanaan industri di berbagai level, mulai dari strategis, taktis, hingga operasional [15]. Melalui studi ini, diharapkan perusahaan dapat mencapai standar bebas cacat (zero defect) serta meningkatkan daya saingnya di kancah global.
II. Metode
Penelitian ini diawali dengan proses pengumpulan data pendukung, meliputi data primer yang diperoleh melalui observasi langsung di lokasi penelitian serta wawancara mendalam dengan narasumber utama, termasuk Manajer Operasional, Penanggung Jawab Produksi, serta Staff Produksi. Data sekunder diperoleh dari arsip internal perusahaan yang mencakup catatan historis mengenai jenis, kuantitas, dan frekuensi defect produk. Kombinasi data primer dan sekunder ini memberikan pemahaman menyeluruh tentang kondisi riil di lapangan, sekaligus menjadi landasan dalam menyusun strategi pengendalian kualitas yang efektif. Setelah memperoleh data yang memadai dari kedua sumber, tahap berikutnya adalah melakukan analisis dengan pendekatan Six Sigma untuk mengukur tingkat defect produk, dilanjutkan dengan penerapan metode TRIZ guna merumuskan solusi perbaikan atas akar masalah yang teridentifikasi. Berikut urutan proses penelitian yang ditampilkan pada gambar 1. berikut.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
III. Hasil dan Pembahasan
Data Jumlah Produksi dan Kecacatan Produk
Data jumlah produksi dan data jenis dan jumlah cacat merupakan catatan pada proses produksi bone screw selama satu tahun pada periode Januari 2024 sampai dengan Desember 2024. Data yang diambil merupakan data dari satu lini produksi tampa ada variasi mesin dan shift .Terdapat 3 jenis cacat pada produk bone plate yaitu cacat lubang hexa, diameter kepala, dan panjang screw. Data ini digunakan untuk menentukan jumlah cacat yang terbesar selama proses produksi. Data akan ditampilkan sebagaimana pada tabel 1.
Tabel 1. Data Jumlah Produksi Dan Kecacatan Produk Bone Screw Pada Periode Bulan Januari 2024-Desember 2024
BulanJumlah ProduksiJumlah reject Pada Proses Produksi Plate (Pcs)
Lubang hexaDiameter kepalaPanjang screw
Januari 20241237362018
Februari 20241455294613
Maret 20241423402621
April 20241415234319
Mei 20241776542724
Juni 20241579282938
Juli 2024 2449387634
Agustus 20241957532639
September 20242087433347
Oktober 20242746684255
November 20242117772128
Desember 2024203189293
Total22272578418339
Tahap Define
Fase define diawali dengan penentuan objek penelitian dan penetapan tujuan analisis. Masalah utama yang dihadapi perusahaan adalah tingginya tingkat defect pada produksi bone screw. Data tersebut divisualisasikan dalam grafik histogram yang mencakup periode Januari hingga Desember 2024 pada gambar 2. berikut :
Gambar 2. Histogram Jenis Cacat Bulan Januari 2024-Desember 2024
Analisis grafik histogram menunjukkan bahwa lubang hexa merupakan defect dominan dengan 578 unit, disusul diameter kepala (418 unit) dan panjang screw (339 unit). Kondisi ini mengharuskan upaya penurunan defect secara signifikan untuk mendekati zero defect, mengingat tingkat kecacatan saat ini telah melampaui standar perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan rekomendasi perbaikan yang tepat.
Tahap Measure
Tahap pengukuran melibatkan analisis objek penelitian melalui penerapan diagram Pareto dan perhitungan nilai DPMO (Defects Per Million Opportunities) guna mengevaluasi level sigma yang dicapai.
Perhitungan Persentase Cacat Lubang hexa
Perhitungan persentase kecacatan lubang pada bone screw selama periode Januari-Desember 2024 dapat dilihat pada tabel 2. berikut :
Tabel 2. Persentase Cacat Lubang Pada bulan Januari 2024-Desember 2024
BulanFrekuensi Cacat (Unit)Presentase Cacat (%)Persentase Cacat Kumulatif (%)
Januari 2024366,236,23
Februari 2024295,0211,25
Maret 2024406,9218,17
April 2024233,9822,15
Mei 2024549,3431,49
Juni 2024284,8436,33
Juli 2024 386,5742,91
Agustus 2024539,1752,08
September 2024437,4459,52
Oktober 20246811,7671,28
November 20247713,3284,60
Desember 20248915,40100,00
Total578100,00
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa jenis cacat lubang hexa yang tertinggi pada bulan Desember 2024 sebanyak 89 unit dengan persentase cacat sebesar 15,40%, dan cacat lubang hexa terendah pada bulan April 2024 sebanyak 23 unit dengan persentase cacat sebesar 3,98%. Berikut adalah diagram pareto yang menggambarkan cacat lubang hexa bone screw pada bulan Januari 2024 - Desember 2024 yang ditampilkan pada gambar 3. :
Gambar 3. Diagram Pareto Kecacatan Lubang Hexa
Perhitungan Peta Kendali P
Berdasarkan Tabel 1. maka dapat dilakukan perhitungan nilai proporsi, CL, UCL, dan LCL. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
Menghitung proporsi kecacatan
p=np1/n1=36/1237=0,029103
Menghitung garis pusat yang merupakan rata-rata kecacatan produk (p ̅) atau Center Line (CL)
CL=p ̅=(∑▒np)/(∑▒n)=578/22.272=0,025952
Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL)
UCL=p ̅+3√((p ̅(1-p ̅))/n)
= 0,025952+3√((0,025952(1-0,025952))/1.237)
= 0,03951347
Menghitung batas kendali atas atau Lower Control Limit (LCL)
LCL=p ̅-3√((p ̅(1-p ̅))/n)
= 0,025952-3√((0,025952(1-0,025952))/1.237)
= 0,012390268
Jadi, dapat diketahui bahwa cacat lubang hexa pada bulan Januari 2024 memiliki nilai proporsi kecacatan sebesar 0,029103; CL sebesar 0,025952; UCL sebesar 0,03951347; dan LCL sebesar 0,012390268. Rekapitulasi hasil perhitungan proporsi kecacatan, CL, UCL, dan LCL bulan Januari 2024-Desember 2024 dapat dilihat pada tabel 3. sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Perhitungan Peta Kendali Atribut pada Cacat Lubang Hexa
BulanJumlah Cacat Diameter HoleJumlah ProduksiPCLUCLLCL
Januari 20243612370,0291030,0259520,03951350,012390268
Februari 20242914550,0199310,0259520,03845630,013447427
Maret 20244014230,028110,0259520,03859610,013307611
April 20242314150,0162540,0259520,03863180,013271917
Mei 20245417760,0304050,0259520,037270,014633748
Juni 20242815790,0177330,0259520,03795530,013948456
Juli 2024 3824490,0155170,0259520,03559020,016313547
Agustus 20245319570,0270820,0259520,03673390,015169842
September 20244320870,0206040,0259520,03639270,015511049
Oktober 20246827460,0247630,0259520,0350540,016849686
November 20247721170,0363720,0259520,03631840,015585292
Desember 20248920310,0438210,0259520,03653560,015368088
Total57822272
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 3., maka peta kendali P pada cacat lubang hexa dapat dilihat pada gambar 4. di bawah ini.
Gambar 4. Peta Kontrol P Cacat Diameter Lubang
Analisis terhadap peta kontrol p menunjukkan seluruh data berada dalam batas kendali yang ditetapkan, mengindikasikan bahwa proses produksi telah stabil dan terkontrol dengan baik.
Perhitungan Nilai DPO,DPMO dan Level Sigma
Penentuan level sigma setiap periode dilakukan melalui komputasi dua metrik kualitas: DPO (Defect Per Opportunity) dan DPMO (Defect Per Million Opportunities) pada setiap periode, guna mengestimasi kemungkinan munculnya defect dalam satu juta kesempatan produksi. Berikut adalah metode perhitungan yang digunakan :
Perhitungan Nilai DPO (Defect Per Opportunities)
DPO=(Jumlah Cacat)/(Jumlah unit ×CTQ)
=74/(1237×3)
=0,01994
Perhitungan Nilai DPMO (Defect Per Million Opportunities)
DPMO=(Jumlah Cacat)/(Jumlah unit ×CTQ)×1.000.000
=74/(1237×3)×1.000.000
=19.941
Perhitungan Level Sigma
((X-X_1))/((X_2-X_1))= ((Y-Y_1))/((Y_2-Y_1))
((X-3,55))/((3,56-3,55))= ((19.941-20.182))/((19.699-20.182))= 3,55
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai DPMO sebesar 19.941 setara dengan level sigma 3,55. Berdasarkan analisis tersebut, berikut disajikan tabel rekapitulasi nilai DPMO dan six sigma untuk produk bone screw selama periode Januari-Desember 2024 pada tabel 4. :
Tabel 4. Nilai DPO, DPMO, dan Level Sigma Bone Screw Bulan Januari 2024 - Desember 2024
BulanJumlah ProduksiJumlah Defect (unit)CTQDPODPMOLevel Sigma
Januari 202412377430,019941199413,55
Februari 202414558830,02016201603,55
Maret 202414238730,020379203793,55
April 202414158530,020024200243,55
Mei 2024177610530,019707197073,56
Juni 202415799530,020055200553,55
Juli 2024 244914830,020144201443,55
Agustus 2024195711830,020099200993,55
September 2024208712330,019645196453,56
Oktober 2024274616530,020029200293,55
November 2024211712630,019839198393,56
Desember 2024203112130,019859198593,56
Total222721335 0,239882239882,0942,65
Rata-Rata 0,0199919990,173,55
Analisis kinerja PT XYZ menunjukkan pencapaian level sigma 3,55 dengan rata-rata DPMO 19.990,17 per juta unit produksi. Capaian ini mengindikasikan bahwa perusahaan masih berada pada level 3 sigma dan belum memenuhi target zero defect. Kondisi ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap keberlanjutan bisnis jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, diperlukan langkah perbaikan menyeluruh melalui identifikasi akar penyebab defect guna meningkatkan level sigma mendekati standar six sigma.
Tahap Analyze
Fase analyze sebagai tahap ketiga dalam metodologi six sigma bertujuan menganalisis hasil pengukuran sebelumnya sekaligus mengidentifikasi akar masalah CTQ melalui fishbone diagram. Berdasarkan diskusi dengan tim Quality Control dan analisis proses produksi, ditemukan beberapa faktor penyebab defect lubang hexa, yang akan ditampilkan dalam fishbone gambar 5. berikut :
Gambar 5. Diagram Sebab Akibat Cacat Lubang Hexa Bone Screw
Berdasarkan Gambar 5. mengidentifikasi lima akar masalah ketidaksesuaian dimensi lubang hexa melalui pendekatan 5M (Man, Material, Machine, Method, Environment). Berikut penjelasan rinci masing-masing faktor:
Manusia
Kompetensi operator yang belum memadai dalam menjalankan proses produksi menjadi kontributor utama kesalahan dimensi lubang hexa.
Material
Kualitas material yang tidak optimal berdampak pada ketidakakuratan hasil akhir pembentukan lubang hexa pada produk bone screw
Mesin
Keausan mata bor frais akibat tidak terjadwalnya maintenance preventive menyebabkan penyimpangan dalam proses pembuatan lubang.
Metode
Penyimpangan dalam pengaturan parameter kecepatan bor dari standar operasional yang telah ditetapkan mempengaruhi konsistensi hasil.
Lingkungan
Tata cahaya kerja yang tidak memadai mengakibatkan gangguan visual dalam proses pengawasan dan pelaksanaan produksi.
Tahap Improve
Pada tahap Improve, perusahaan akan menerapkan tindakan perbaikan setelah melakukan analisis risiko terhadap faktor penyebab kegagalan produksi. Metode TRIZ digunakan sebagai pendekatan solutif dengan menganalisis berbagai kontradiksi teknis yang mempengaruhi kualitas produk, khususnya pada tiga masalah utama: ketidaksesuaian dimensi lubang hexa ; penyimpangan diameter kepala screw ; variasi panjang screw yang tidak memenuhi standar. Melalui metode ini, hambatan proses produksi dapat diatasi secara sistematis untuk meminimalkan terjadinya defect.
Kontradiksi Kontradiksi Permasalahan
Pada Tabel ini menunjukkan kontradiksi – kontradiksi permasalahan yang ada pada diagram sebab akibat cacat lubang hexa tidak sesuai yang menjadi hambatan pada proses produksi. Berikut penjelasan detail mengenai kontradiksi kontradiksi pada tabel 5. berikut.
Tabel 5. Parameter konflik permsalahan lubang hexa
NoPenyebab CacatKontradiksi Improve
Improve ParameterWorsening Parameter
1Penganturan kecepatan mesin tidak sesuai33 (Ease of Operation)39 (Productivity)
2Kualitas bahan dibawah standar29 (Manufacturing Precision)11 (Stress or Pressure)
3Mata pisau aus34 (Ease of Repair)25 (Loss of Time)
4Operator tidak kompeten39 (Productivity)22 (Loss of Energy)
5Cahaya kurang18 (Illumintaion Intensity)17 (Temperature)
1.Improve parameter yang digunakan pada penyebab cacat pengaturan kecepatan mesin tidak sesuai berupa pembuatan standar pengoperasian mesin bor frais yang sejalan dengan prinsip 33 (ease of operation) kemudahan penggunaan suatu system oleh manusia, kesederhanaan dan kemudahan akan menhasilkan produk yang banyak. Namun, dampak yang ditimbulkan yaitu produktivitas mesin menurun. Hal ini sejalan dengan worsening parameter prinsip 39 (productivity) yang menjelaskan ukuran jumlah keluaran (output) yang dihasilkan oleh suatu sistem, proses, atau operator dalam satuan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan efisiensi sumber daya yang digunakan.
2.Pada penyebab kualitas bahan dibawah standar, improve parameter berupa peningkatan kembali fokus pengecekan dan perawatan kualitas material. Tindakan ini sejalan dengan prinsip 29 (manufacturing precision) yang berisi penambahan dan memperjelas bagian penting dari suatu benda atau sistem agar lebih pas dengan apa yang dibutuhkan. Namun, dampak yang ditimbulkan dari Tindakan ini yaitu, operator menjadi harus lebih teliti karena material akan menjadi bahan baku produksi, hal ini sesuai dengan worsening 87 parameter 11 (stress or pressure) yang menjelaskan tekanan mental atau beban kerja manusia dalam system.
3.pada penyebab mata pisau bor frais aus, improve parameter berupa kemudahan dalam melakukan proses perbaikan. Tindakan ini sejalan dengan prinsip 34 (ease of repair) kemudahan dan kecepatan yang digunakan untuk memperbaiki kesalahan, kerusakan dalam suatu sistem. Namun, dampak yang ditimbulkan dari tindakan ini yaitu, memerlukan waktu tambah ketika terjadi perbaikan mesin, hal ini sesuai dengan worsening parameter 25 (Loss of Time) yang menjelaskan memperbaiki waktu yang hilang dalam suatu proses
4.pada operator tidak kompeten, improve parameter berupa kemampuan operator melakukan kegiatan proses secara produktif, sehiingga dapat mengefisiensikan tenaga. Tindakan ini sejalan dengan prinsip 39 (Productivity) jumlah fungsi atau performa pada proses tiap satuan waktu. Namun, dampak yang ditimbulkan dari tindakan ini yaitu, operator membutuhkan sebuah ilmu dan metode sehingga dapat kehilangan tenaga, hal ini sesuai dengan worsening parameter 22 (Loss of Energy) yaitu menggunakan energi yang tidak memberikan kontribusi untuk menyelesaikan pekerjaan.
5.Pada pencahayaan kurang baik, improve parameter berupa perubahan secara tetap dan cepat setiap unit area dalam meanmbah penerangan, Tindakan ini sejalan dengan prinsip 18 (Illumination Intensity) perubahan secara cepat setiap unit area juga karakter penerangan lainnya. Namun, dampak yang ditimbulkan dari tindakan ini yaitu, suhu dalam ruangan meningkat 88 menyebabkan operator mudah lelah, hal ini sesuai dengan worsening parameter 17 (Temperature) yang menjelaskan kondisi termal dari objek atau sistem.
Kontradiksi
Berdasarkan analisis kontradiksi dari 39 parameter dalam Tabel 4.13, hasil tersebut kemudian diinput ke dalam contradiction matrix. Pada matriks tersebut, sel kosong menunjukkan tidak adanya hubungan kontradiksi, sedangkan sel terisi merepresentasikan prinsip solusi yang direkomendasikan. Berikut ditampilkan contradiction matrix cacat lubang hexa pada tabel 6.
Tabel 6. Contradiction matrix Cacat Lubang Hexa
1117222539
18 19,32,35
293,35
33 1,28,7,10
34 32,1,10
39 28,10,29,35
Hasil pemetaan kontradiksi dalam matriks kontradiksi menghasilkan beberapa rekomendasi perbaikan sebagai berikut:
1.Prinsip 10. Preliminary Action
Sebagai tindakan pencegahan, kalibrasi mesin dilakukan sebelum memulai produksi untuk menjamin akurasi dan stabilitas kinerja peralatan. Pendekatan ini selaras dengan prinsip preliminary action yang mengedepankan persiapan matang guna menghindari kesalahan produksi seperti deviasi ukuran atau defect produk akibat kinerja mesin yang tidak optimal. Proses kalibrasi memastikan operasional mesin sesuai standar, sehingga menghasilkan produk yang konsisten dan memenuhi spesifikasi teknis.
2.Prinsip 35. Parameter Changes
Sebagai tindakan pencegahan, dilakukan penguatan sistem inspeksi dan perawatan material stainless steel untuk produksi bone screw guna menghindari degradasi kualitas akibat korosi. Strategi ini mencakup modifikasi lingkungan penyimpanan melalui: pengendalian atmosfer dengan mengurangi kelembaban ; isolasi dari zat korosif ; pemantauan kondisi fisik material. Pendekatan ini menerapkan prinsip parameter changes dengan transformasi lingkungan penyimpanan untuk menjaga stabilitas material, mencegah oksidasi, dan menjamin kesiapan bahan baku tanpa risiko defect korosi sejak tahap awal produksi.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT XYZ maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan metode six sigma pada periode bulan Januari 2024 – Desember 2024 di PT XYZ dapat diketahui nilai rata-rata DPMO dengan defect 6% adalah sebesar 19.990,17 dengan rata-rata nilai sigma sebesar 3,55. Untuk mengurangi tingkat cacat dari 6% menjadi 2% sesuai dengan standar perusahaan, perusahaan perlu mengurangi cacat produk dengan jumlah 455 (pcs) per tahun dengan nilai rata- rata DPMO sebesar 6.653,19 dengan nilai rata rata sigma sebesar 4
Rekomendasi perbaikan yang diberikan untuk meminimasi adanya kecacatan adalah sebagai berikut
Cacat lubang hexa adalah dengan prinsip 10 (preliminary action) yaitu melakukan kalibrasi dan pengecekan sebelum proses dimulai dan prinsip 35 (parameters change) yaitu meningkarkan pengecekan dan perawatan bahan baku stainless steel yang digunakan dalam porduksi bone screw
Cacat kepala diameter tidak sesuai adalah dengan prinsip 34 (discording and recovering ) yaitu dengan memperbarui SOP dalam proses produksi bone screw dan prinsip 35 (parameters change) yaitu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penempatan tugas kerja di lini produksi bone screw guna memastikan efisiensi kerja dan dukungan optimal terhadap produktivitas
Cacat Panjang screw tidak sesuai adalah dengan prinsip 10 (preliminary action) yaitu membuat form penilaian kerja untuk mengevaluasi kinerja operator secara berkala dan sistematis dalam proses produsi bone screw dan prinsip 3 (local quality) yaitu melakukan penjadwalan pemeliharaan mesin secara teratur dan terencana dalam proses produksi bone screw guna menjaga kinerja optimal setiap pcs peralatan
Referensi
[1]V. B. Kumbara, “Determinasi Nilai Pelanggan Dan Keputusan Pembelian: Analisis Kualitas Produk, Desain Produk Dan Endorse,” Jurnal Ilmu Terapan, Vol. 2, No. 5, 2021.
[2]D. Permata Sari, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian, Kualitas Produk, Harga Kompetitif, Lokasi (Literature Review Manajemen Pemasaran),” Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, Vol. 2, No. 4, Pp. 524–533, 2021, Doi: 10.31933/Jimt.V2i4.
[3]Y. Erdhianto, “Analisa Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Pada Kemasan Produk Gula Pasir Pg Kremboong Dengan Metode Seven Tools,” Seminar Nasional Teknologi Industri Berkelanjutan I (Senastitan I), Vol. 1, No. 1, Pp. 349–357, 2021.
[4]N. J. K. Jakti And A. Z. Al Faritsy, “Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode Six Sigma Dan Triz Untuk Mengurangi Jumlah Kecacatan Produk Di Ud Cantenan,” Jurnal Ilmiah Teknik Industri Dan Inovasi, Vol. 2, No. 2, Pp. 27–38, 2024, Doi: 10.59024/Jisi.V2i2.642.
[5]P. S. K. Hanifah And I. Iftadi, “Penerapan Metode Six Sigma Dan Failure Mode Effect Analysis Untuk Perbaikan Pengendalian Kualitas Produksi Gula,” Jurnal Intech Teknik Industri Universitas Serang Raya, Vol. 8, No. 2, Pp. 90–98, Oct. 2022, Doi: 10.30656/Intech.V8i2.4655.
[6]A. Nur Et Al., “Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma (Studi Kasus Pt Andalan Mandiri Busana ),” 2023.
[7]A. Darmawi, R. Anandita, And S. Parmawati, “Analisis Jump Cone Pada Mesin Winding Savio Menggunakan Metode Dmaic Dalam Pengambilan Keputusan,” Vol. 6, No. 2, Pp. 73–79, 2023.
[8]R. Firmansyah And P. Yuliarty, “Implementasi Metode Dmaic Pada Pengendalian Kualitas Sole Plate Di Pt Kencana Gemilang,” Vol. Xiv, No. 2, Pp. 167–180, 2020.
[9]A. Jayzyuli And W. Setiafindari, “Analisis Pengendalian Kualitas Produksi General Plywood Di Pt Abc Menggunakan Six Sigma Dan Triz,” Jumantara Jurnal Manajemen Dan Teknologi Rekayasa, Vol. 3, No. 2, P. 83, Aug. 2024, Doi: 10.28989/Jumantara.V3i2.2301.
[10]A. Waruwu, V. Rensi Tampubolon, M. A. Pratama, And D. Putri, “Pengendalian Kualitas Metode Six Sigma Untuk Mengurangi Tingkat Kerusakan Produk Kalender Di Pt. Klm,” 2022. [Online]. Available: Http://Jurnal.Bsi.Ac.Id/Index.Php/Imtechno
[11]A. N. Furqon And A. Z. Al-Faritsy, “Usulan Perbaikan Kualitas Produk Rantai Boiler Menggunakan Metode Six Sigma Dan Triz,” Jurnal Nusantara Of Engineering, Vol. 06, No. 01, 2022, [Online]. Available: Https://Ojs.Unpkediri.Ac.Id/Index.Php/Noe
[12]F. Adzima, S. Asmal, And I. Setiawan, “Implementasi Metode Triz Terhadap Peningkatan Kualitas Proses Roasting Kopi Pada Umkm Di Makassar,” Jurnal Teknik Industri, Vol. 9, No. 2, P. 2023, 2023.
[13]A. Y. Nagara, E. Purnamawati, And A. Suryadi, “Analisis Peningkatan Kualitas Pelayanan Dengan Metode Servqual Dan Triz (Studi Kasus Pada "Cafe Xyz),” Juminten : Jurnal Manajemen Industri Dan Teknologi, Vol. 01, No. 01, Pp. 76–86, 2020.
[14]F. Musthofa, S. Watsiqoh, N. F. B. Angin, A. E. Sukamto, And A. R. Fachrur, “Perbandingan Kinerja Peta Kendali Np Klasik Dan Np Bayes Produk Roti Di Umkm Benroti Snack Box,” Journal Of Systems Engineering And Management, Vol. 2, No. 1, P. 52, 2023, Doi: 10.36055/Joseam.V2i1.19323.
[15]I. Ekmekci And E. E. Nebati, “Triz Methodology And Applications,” In Procedia Computer Science, Elsevier B.V., 2019, Pp. 303–315. Doi: 10.1016/J.Procs.2019.09.056.
[1] V. B. Kumbara, “Determinasi Nilai Pelanggan dan Keputusan Pembelian: Analisis Kualitas Produk, Desain Produk dan Endorse,” Jurnal Ilmu Terapan, vol. 2, no. 5, pp. –, 2021.
[2] D. Permata Sari, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian, Kualitas Produk, Harga Kompetitif, Lokasi (Literature Review Manajemen Pemasaran),” Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, vol. 2, no. 4, pp. 524–533, 2021, doi: 10.31933/jimt.v2i4.
[3] Y. Erdhianto, “Analisa Pengendalian Kualitas untuk Mengurangi Jumlah Cacat pada Kemasan Produk Gula Pasir PG Kremboong dengan Metode Seven Tools,” in Seminar Nasional Teknologi Industri Berkelanjutan I (SENASTITAN I), vol. 1, no. 1, pp. 349–357, 2021.
[4] N. J. K. Jakti and A. Z. Al Faritsy, “Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan Metode Six Sigma dan TRIZ untuk Mengurangi Jumlah Kecacatan Produk di UD Cantenan,” Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Inovasi, vol. 2, no. 2, pp. 27–38, 2024, doi: 10.59024/jisi.v2i2.642.
[5] P. S. K. Hanifah and I. Iftadi, “Penerapan Metode Six Sigma dan Failure Mode Effect Analysis untuk Perbaikan Pengendalian Kualitas Produksi Gula,” Jurnal Intech Teknik Industri Universitas Serang Raya, vol. 8, no. 2, pp. 90–98, Oct. 2022, doi: 10.30656/intech.v8i2.4655.
[6] A. Nur, F. Wahyuni, and R. Pratama, “Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma (Studi Kasus PT Andalan Mandiri Busana),” Jurnal Teknik Industri, vol. –, no. –, pp. –, 2023.
[7] A. Darmawi, R. Anandita, and S. Parmawati, “Analisis Jump Cone pada Mesin Winding Savio Menggunakan Metode DMAIC dalam Pengambilan Keputusan,” Jurnal Teknologi dan Rekayasa, vol. 6, no. 2, pp. 73–79, 2023.
[8] R. Firmansyah and P. Yuliarty, “Implementasi Metode DMAIC pada Pengendalian Kualitas Sole Plate di PT Kencana Gemilang,” Jurnal Rekayasa dan Manufaktur, vol. 14, no. 2, pp. 167–180, 2020.
[9] A. Jayzyuli and W. Setiafindari, “Analisis Pengendalian Kualitas Produksi General Plywood di PT ABC Menggunakan Six Sigma dan TRIZ,” Jumantara: Jurnal Manajemen dan Teknologi Rekayasa, vol. 3, no. 2, p. 83, Aug. 2024, doi: 10.28989/jumantara.v3i2.2301.
[10] A. Waruwu, V. R. Tampubolon, M. A. Pratama, and D. Putri, “Pengendalian Kualitas Metode Six Sigma untuk Mengurangi Tingkat Kerusakan Produk Kalender di PT. KLM,” Jurnal Imtechno, vol. –, no. –, pp. –, 2022. [Online]. Available: http://jurnal.bsi.ac.id/index.php/imtechno
[11] A. N. Furqon and A. Z. Al-Faritsy, “Usulan Perbaikan Kualitas Produk Rantai Boiler Menggunakan Metode Six Sigma dan TRIZ,” Jurnal Nusantara of Engineering, vol. 6, no. 1, pp. –, 2022. [Online]. Available: https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/noe
[12] F. Adzima, S. Asmal, and I. Setiawan, “Implementasi Metode TRIZ terhadap Peningkatan Kualitas Proses Roasting Kopi pada UMKM di Makassar,” Jurnal Teknik Industri, vol. 9, no. 2, pp. –, 2023.
[13] A. Y. Nagara, E. Purnamawati, and A. Suryadi, “Analisis Peningkatan Kualitas Pelayanan dengan Metode SERVQUAL dan TRIZ (Studi Kasus pada 'Cafe XYZ'),” Juminten: Jurnal Manajemen Industri dan Teknologi, vol. 1, no. 1, pp. 76–86, 2020.
[14] F. Musthofa, S. Watsiqoh, N. F. B. Angin, A. E. Sukamto, and A. R. Fachrur, “Perbandingan Kinerja Peta Kendali NP Klasik dan NP Bayes Produk Roti di UMKM Benroti Snack Box,” Journal of Systems Engineering and Management, vol. 2, no. 1, p. 52, 2023, doi: 10.36055/joseam.v2i1.19323.
[15] I. Ekmekci and E. E. Nebati, “TRIZ Methodology and Applications,” in Procedia Computer Science, Elsevier B.V., vol. 158, pp. 303–315, 2019, doi: 10.1016/j.procs.2019.09.056.