Adi Nuryadi (1), Deni Darmawan (2), Dian Rahadian (3), Asep Nurjamin (4), Jamilah Jamilah (5), Galih Abdul Fatah Maulani (6)
General Background: Practical technical learning such as computer assembly often faces challenges due to low student motivation and limited practice facilities. Specific Background: At SMAN 2 Garut, conventional methods have proven less effective in improving computer assembly skills. Knowledge Gap: Few gamification-based simulation learning models have been tested to significantly enhance technical skills. Aims: This study aims to develop and evaluate the effectiveness of the GAMERIK (Gamification of Computer Assembly) learning model using the PC Creator 2 simulation to improve Grade X students’ computer assembly skills. Results: Using an R&D approach with the ADDIE model, data were collected through observation, questionnaires, interviews, pretests, and posttests. A paired sample t-test showed a significant increase in students’ motivation, conceptual understanding, and assembly skills (p < 0.05). Novelty: The integration of PC Creator 2’s automated assessment algorithm within the gamification model provided immediate feedback, accelerating the learning process. Implications: GAMERIK offers an innovative solution for practice-based learning in schools with limited facilities and is relevant to the development of simulation- and gamification-based informatics learning media.
Highlights:
Enhances motivation and skills in technical learning.
Uses simulation with automated assessment for feedback.
Offers solutions for schools with limited practice facilities.
Keywords: GAMERIK, Gamification, PC Creator 2, Computer Assembly Skills, Simulation
Pembelajaran sastra merupakan bagian penting dalam pendidikan bahasa Indonesia, karena tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga memiliki dimensi afektif yang mampu membentuk karakter siswa. Dalam konteks ini, cerpen sebagai salah satu genre sastra pendek memiliki kontribusi yang signifikan. Cerpen menyuguhkan beragam nilai kehidupan, konflik sosial, dan pengalaman emosional yang dapat menjadi media untuk menumbuhkan kepekaan sosial dan empati siswa terhadap lingkungan sekitar [1]. Selain itu, cerpen memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, karena cerpen menuntut penikmatnya untuk memahami struktur naratif, alur, tokoh, serta pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian, pembelajaran cerpen di sekolah saat ini masih didominasi oleh pendekatan konvensional yang cenderung berfokus pada aspek kognitif semata, seperti menghafal unsur intrinsik dan menjawab soal-soal teks bacaan. Hal ini menyebabkan pembelajaran sastra menjadi kurang bermakna dan tidak membekas dalam diri siswa. Padahal, pembelajaran sastra seharusnya bersifat reflektif dan menyentuh aspek afektif serta psikomotorik siswa. Seperti yang dikemukakan oleh [2]. Siswa seringkali kesulitan menumbuhkan minat membaca dan menulis cerpen karena pembelajaran yang monoton dan kurang kontekstual. Dalam situasi tersebut, guru memiliki peran penting sebagai fasilitator untuk menciptakan pembelajaran sastra yang lebih hidup, interaktif, dan memberi ruang untuk ekspresi diri siswa [3].
Model pembelajaran berbasis proyek atau Project-Based Learning (PjBL) merupakan salah satu pendekatan yang dinilai mampu menjawab tantangan tersebut. PjBL adalah model pembelajaran yang menekankan proses penyelesaian proyek yang bermakna bagi siswa, sehingga mereka terlibat aktif dalam proses belajar [4]. Melalui PjBL, siswa tidak hanya dituntut untuk memahami materi, tetapi juga berperan sebagai subjek pembelajar yang aktif mengeksplorasi ide, bekerja sama, dan menciptakan karya nyata. Dalam pembelajaran cerpen, penerapan PjBL dapat mendorong siswa untuk menulis cerpen sendiri, mendramatisasi cerita, atau bahkan mengadaptasi cerpen dalam bentuk pertunjukan. Proses ini tidak hanya memperkuat penguasaan bahasa, tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis dan kreatif [5].
Karakter empati dan kemampuan berkreasi merupakan dua kompetensi yang sangat relevan untuk dikembangkan melalui pembelajaran sastra. Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami emosi orang lain, yang sangat penting dalam membentuk pribadi yang peduli, toleran, dan mampu hidup dalam keberagaman [6]. Sementara itu, kemampuan berkreasi memungkinkan siswa untuk mengekspresikan gagasan dan imajinasi mereka secara orisinal, yang menjadi modal utama dalam menghadapi dunia yang menuntut inovasi. Penerapan model PjBL dalam pembelajaran cerpen dapat menjembatani keduanya, karena proyek yang dirancang dalam pembelajaran mendorong siswa untuk mengangkat tema-tema sosial yang dekat dengan kehidupan mereka, sekaligus menyalurkan ide secara kreatif dalam bentuk tulisan atau pertunjukan sastra [7].
Selain itu, integrasi pendekatan PjBL dalam pembelajaran cerpen memungkinkan adanya keterpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Siswa belajar memahami teks, merespons isi cerita, dan kemudian menciptakan sesuatu berdasarkan pemahaman dan perasaan mereka sendiri [8]. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya menjadi sarana untuk mencapai tujuan akademik, tetapi juga membentuk karakter dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri peserta didik. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pendekatan PjBL telah berhasil meningkatkan minat, partisipasi, serta keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada penulisan cerpen [9]. Namun demikian, masih sedikit penelitian yang mengintegrasikan secara eksplisit penguatan karakter empati dengan kreativitas dalam pembelajaran cerpen berbasis PjBL.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengisi celah kajian tersebut dengan memadukan penguatan empati dan kemampuan berkreasi melalui penerapan model PjBL dalam pembelajaran cerpen. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan praktik pembelajaran sastra yang tidak hanya efektif secara akademik, tetapi juga relevan secara sosial dan emosional [10].
Didasari oleh latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran cerpen menggunakan model Project-Based Learning (PjBL), mengukur efektivitas model tersebut dalam meningkatkan hasil belajar siswa, serta mengkaji pengaruhnya terhadap penguatan karakter empati dan kemampuan berkreasi siswa.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pembelajaran cerpen yang disajikan menggunakan model Project-Based Learning (PjBL)?
2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran cerpen dengan menggunakan model PjBL?
3. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran cerpen dengan menggunakan model PjBL terhadap peningkatan karakter empati dan kemampuan berkreasi pada siswa?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jadi, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti ingin melakukan pengukuran akurat dan menganalisa pengaruh penggunaan model PjBL terhadap peningkatan karakter empati dan kemampuan berkreasi pada siswa SMPN 1 Plumbon yang mana hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk data numerik. Metode yang digunakan yaitu Quasi experimental (eksperimen semu) dengan desain pretest-posttest nonequivalent control group design.
Dengan menggunakan eksperimen semu, peneliti menggunakan 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan mendapatkan pratest, perlakuan model PjBL, dan posttest sedangkan kelompok kontrol akan mendapatkan pratest, tidak perlakuan, dan posttest. Dengan menggunakan eksperimen semu, peneliti ingin mengetahui pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. [11].
Tujuan penggunaan pratest dan posttest adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan [12]. Lebih jelasnya pratest adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatahui tingkat pemahaman siswa sebelum diberikan perlakuan sedangkan posttest merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemahaman dari kedua kelompok setelah mendapatkan perlakuanyang berupa model pembelajaran. Setelah itu hasil dari pratest dan posttest dari kedua kelompok akan dibandingkan untuk melihat perbedaan pengaruh dan efektivitas dari model pembelajaran yang digunakan [13]. Berikut tabel rancangan eksperimen yang akan dilakukan.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Plumbon, Jawa Barat, tahun ajaran 2024/2025. Penelitian difokuskan pada dua kelas, yaitu kelas VIII-I sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-H sebagai kelas kontrol, dengan jumlah masing-masing 34 siswa, sehingga total sampel berjumlah 68 siswa. Kelas yang dipilih memiliki karakteristik akademik yang setara, yaitu kelas reguler tanpa program khusus. Pemilihan kedua kelas ini dilakukan berdasarkan hasil koordinasi dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan wali kelas, serta mempertimbangkan kesiapan jadwal dan kesesuaian materi ajar dengan topik pembelajaran cerpen.
Kriteria pemilihan kelas dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, dengan mempertimbangkan kesetaraan kemampuan akademik dan kesesuaian jadwal pembelajaran (Arikunto, 2016).Teknik ini digunakan supaya hasil dari penelitian bisa lebih representatif [14].
Klasifikasi karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut:
SMPN 1 Plumbon dipilih sebagai lokasi penelitian karena sekolah tersebut sudah menggunakan kurikulum merdeka. Selain itu, pihak sekolah juga memberikan dukungan penuh pada penelitian ini.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan utama, yaitu pretest, pelaksanaan pembelajaran (perlakuan), dan posttest. Dengan waktu penelitian selama 6 hari (16-21 Juni 2025). Pretest diberikan pada pertemuan pertama (16 Juni 2025) sebelum perlakuan, untuk mengetahui kondisi awal karakter empati dan kemampuan berkreasi siswa. Pretest ini diberikan secara terpisah kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada hari yang sama. Kegiatan pembelajaran berlangsung selama empat kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 40 menit per pertemuan. Pada kelas eksperimen, pembelajaran dilakukan menggunakan model Project Based Learning (PjBL), sedangkan kelas kontrol menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Selama proses pembelajaran, dilakukan observasi untuk mencermati keterlaksanaan sintaks model pembelajaran yang diterapkan. Posttest dilaksanakan pada pertemuan keempat (21 Juni 2025) setelah seluruh perlakuan diberikan. Angket empati dan proyek penulisan cerpen diberikan kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil akhir dari karakter empati dan kemampuan berkreasi siswa. Seluruh proses pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan bantuan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas masing-masing.
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1.Penilaian proyek, berupa pembuatan cerpen dengan tema empati yang akan digunakan untuk pengukuran kemampua berkreasi.
2.Angket, dengan menggunakan skala likert 4 poin untuk mengukur peningkatan peningkatan karakter empati [15].
3.Observasi, untuk memastikan bahwa pembelajaran di kelas bisa berjalan sesuai dengan sintaks pada PjBL
Sebelum penelitian dilaksanakan, instrumen mendapatkan validasi terlebi daulu dari 2 orang validator. Adapaun yang fivalidasi adala, angket karakter empati. rubrik prnilaian kemampuan berkreasi, dan modul pembelajaran yang akan digunakan.
Penilaian dilakukan berdasarkan beberapa aspek: kesesuaian isi, penyajian, dan kebahasaan. Skor penilaian diberikan dengan skala 1–4 dan dirata-ratakan. Berikut hasil dari kedua validator,
Berdasarkan hasil yang disajikan pada tabel 3, seluruh instrumen dinyatakan layak dan valid untuk digunakan dalam penelitian ini.
Setelah mendapatkan pretest, perlakuan dan posttest, data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode statistik inferensial. Dengan menggunakan statistik inferensial peneliti ingin menarik kesimpulan dari sebuah populasi sampel yang telah ditentukan berdasarkan hasil penelitian [16]. Dengan berbantuan SPSS, langkah yang akan ditempuh adalah Uji Normalitas (Shapiro-Wilk) dan Uji Homogenitas (Levene’s Test) sebagai prasyarat uji parametrik. Selanjutnya dilakukan Uji t (paired sample dan independent sample t-test) untuk melihat perbedaan skor pretest dan postest antar kelompok. Barlah dilakukan Uji Regresi Linear Sederhana, untuk meliat pengaruh model pembelajaran terhadap variabel terikat secara simultan.
Selama pelaksanaan penelitian di lapangan, terdapat beberapa tantangan yang diperhatikan. Salah satunya adalah perbedaan kemampuan awal siswa dalam memahami teks cerpen yang cukup beragam, sehingga peneliti perlu menyesuaikan tempo pembelajaran agar seluruh siswa dapat mengikuti proses proyek dengan baik. Tantangan lain muncul pada pengelolaan waktu karena tahap-tahap dalam sintaks PjBL membutuhkan alokasi yang cukup untuk diskusi dan penyusunan proyek. Selain itu, koordinasi dalam penilaian proyek kelompok juga memerlukan perhatian khusus agar setiap siswa mendapatkan kesempatan berkontribusi secara seimbang. Refleksi ini menjadi bagian penting untuk menunjukkan bahwa penerapan model PjBL di kelas nyata membutuhkan fleksibilitas guru dalam mengelola kelas dan waktu agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.
Bagian ini akan menyajikan hasil penelitian serta pembahasan yang berkaitan dengan penerapan model Project based learning (PjBL) dalam pembelajaran cerpen untuk meningkatkan karakter empati dan kemampuan berkreasi siswa SMP. Penyajian hasil akan merujuk pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, yang kemudian dianalisis dan dibahas berdasarkan data kuantitatif dan refleksi proses pembelajaran
1. Rekapitulasi data penelitian (rata-rata)
Berdasarkan rata-rata hasil yang ada pada tabel 1, dapat diketahui secara rignkas bahwa ada selisih yang cukup besar baik pada hasil pretest-postest maupun rata-nilai cerpen kelas eksperimen dan kelas kontrol
2. Uji Asumsi Statistik
Hasil uji normalitas dan homogenitas disajikan pada 2 tabel berikut:
Pengujian normalitas dilakukan menggunakan uji Shapiro–Wilk karena jumlah sampel < 50. Hasil uji menunjukkan nilai signifikansi pada seluruh data (pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kontrol) lebih besar dari 0.05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas varians menunjukkan nilai signifikansi < 0.05 sehingga asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu, analisis lanjutan seperti independent sample t-test dilakukan dengan memilih opsi Equal variances not assumed.
3. Hasil Uji Paired dan Independent Sample T-Test
Hasil uji paired t-test dan independent t-test ditunjukkan dalam tabel berikut:
Hanya kelas eksperimen yang menunjukkan peningkatan signifikan pada karakter empati setelah perlakuan. Efeknya besar (Cohen's d = 0.875), artinya PjBL berpengaruh kuat secara praktis dalam membentuk empati, walaupun ini belum dikonfirmasi secara komparatif antar kelompok. (kolom 1 dan 2)
Pada bagian karakter empati tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok secara statistik (p > 0.05), meskipun efeknya sedang. Sedangkan kemampuan berkreasi mendapatkan perbedaan yang cukup signifikan (p < 0.05) Artinya, model PjBL secara statistik berpengaruh terhadap peningkatan kreativitas dan tidak cukup berpengaruh dalam peningkatan karakter empati pada siswa. (kolom 3 dan 4)
4. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
Hasil regresi untuk variabel empati dan kreativitas disajikan pada tabel berikut:
Pada bagian empati, Model PjBL menjelaskan 5.20% variasi empati, tetapi pengaruhnya tidak signifikan secara statistik. Namun secara praktis, siswa kelas eksperimen memiliki skor lebih tinggi 2.441 poin. Sedangkan pada bagian kreativitas: Model PjBL berkontribusi 6.00% secara signifikan terhadap peningkatan kreativitas, dengan selisih rata-rata 5.147 poin.
Pertama, pelaksanaan pembelajaran cerpen menggunakan model Project based learning (PjBL) diamati melalui enam sintaks utama, yaitu: (1) pertanyaan mendasar, (2) perencanaan proyek, (3) penyusunan jadwal, (4) monitoring kegiatan, (5) pengujian hasil, dan (6) evaluasi pengalaman (Larmer & Mergendoller, 2015) . Berdasarkan catatan proses dan refleksi peneliti , keenam tahapan ini telah dilaksanakan secara berurutan dan sesuai dengan rancangan modul. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa aktif dalam semua tahapan yang dilakukan, dimulai dari perumusan pertanyaan dasar hingga evaluasi. Pembelajaran menjadi lebih kontekstual, menantang, dan bermakna karena siswa secara langsung terlibat dalam peyelesaian produk nyata yang berupa cerpen [10].
Temuan ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh penelitian terdahulu bahwa model PjBL terbukti meningkatkan motivasi serta keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Keberhasilan penerapan model ini juga didukung oleh kesiapan guru yang bisa memfasilitasi siswa dengan berpedoman pada modul yang tertruktur dengan baik [17].
Pada tahap pertanyaan mendasar, guru memantik rasa ingin tahu siswa melalui pertanyaan seperti 'Mengapa kita perlu memahami perasaan orang lain?'. Selanjutnya, siswa dibagi dalam kelompok untuk merencanakan cerpen yang akan mereka buat, termasuk memilih tema, tokoh, dan konflik cerita. Jadwal pengerjaan proyek disusun bersama, dan guru memantau kemajuan kelompok selama proses berlangsung. Setelah proyek selesai, setiap kelompok memaparkan cerpen mereka, yang kemudian diikuti dengan sesi refleksi untuk meninjau pengalaman belajar dan nilai yang diperoleh.
Kedua, efektivitas pembelajaran cerpen dengan model PjBL diukur berdasarkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam modul. Siswa mampu menuangkan nilai-nilai empati dalam bentuk karya sastra secara kreatif dan utuh serta sesuai dengan kriteria. Tema-tema cerpen yang muncul menggambarkan empati dalam berbagai konteks, seperti kepedulian terhadap teman, keluarga, dan lingkungan. Hal ini merupakan pertanda bahwa pembelajaran yang dilaksanakan tidak hanya berdampak pada pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan karaktrer dan pengembangan potensi individu. Hal ini sejalan dengan pendapat dari penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa model pembelajaran yabng memberikan ruang eksplorasi dan refleksi mampu mendorong siswa untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal [18] .
Selain itu, capaian pembelajaran yang dirancang dalam modul, yaitu ”siswa mampu menulis cerpen bertema empati dengan struktur, isi, dan bahasa yang tepat sesuai karakteristik teks cerpen”, telah tercapai melalui karya siswa. Penilaian terhadap hasil karya siswa menggunakan rubrik kreativitas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu menunjukkan ide orisinal, alur yang koheren, tokoh yang berkembang, dan penggunaan bahasa yang ekspresif. Hal ini menunjukkan bahwa capaian pembelajaran tercapai dengan baik [19].
Ketiga, analisis pengaruh dilakukan menggunakan regresi linier sederhana dengan perlakuan model pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pengukuran karakter empati serta kemampuan berkreasi sebagai variabel terikat. Hasil analisis menunjukkan bahwa model PjBL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kedua aspek tersebut.
Pada variabel karakter empati, diperoleh nilai R square sebesar 0.052 dan signifikansi p = 0.062. Ini berarti model PjBL memberikan kontribusi sebesar 5.20% terhadap peningkatan karakter empati siswa. Sementara itu, pada aspek kemampuan berkreasi, R square sebesar 0.060 dan p = 0.044 menunjukkan bahwa model PjBL memberikan kontribusi sebesar 6.00% terhadap peningkatan kemampuan berkreasi siswa.
Sedangkan berdasarkan hasil uji paired sampel t-test terdapat peningkatan signifikan di kelas eksperimen. Namun, hasil uji independent t-test menunjukkan bahwa perbedaan peningkatan antara kelas ekperimen dan kelas kontrol tidak begitu signifikan. Dengan begitu maka dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini, penggunaan model PjBL dapat meningkatkan empati, tetapi dalam jangka pendek peningkatannya belum secara statistik berbeda secara nyata dibanding penggunaan model PBL pada kelas kontrol [20].
Di sisi lain, kemampuan berkreasi menunjukkan hasil yang berbeda. Hasul uji t dan regresi menunjukkan bahwa penggunaan model PjBL memberikan pengaruh yang sig ifikan terhadap peningkatan kreatifitas siswa. Siswa tidak hanya menghasilkan cerpen yang sesuai struktur, tetapi juga menunjukkan keunikan ide gaya bahasa, dan kedalaman tema. Hal ini diperkuat oleh pendapat ahli yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan keteramplan abada 21 yang dapat dikembangkan melalui pmbelajaran berbasis proyek [21].
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cerpen menggunakan model PjBL tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang bermakna, tetapi juga memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan karakter dan kreativitas siswa. PjBL juga memberikan ruang kepada siswa untuk berimajinasi, mengekplorasi [22]. Dan menyampaikan ide personal dalam bentuk karya sastra. Hal ini berbeda dengan pembelajaran yang bersifat struktural dan terbatas pada model PBL yang lebih fokus pada pemecahan masalah.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah sampel terbatas hanya pada dua kelas di satu sekolah, sehingga generalisasi temuan ke konteks yang lebih luas perlu dilakukan dengan hati-hati. Kedua, durasi penerapan model PjBL relatif singkat, sehingga pengaruh jangka panjang terhadap pembentukan karakter empati belum dapat diukur secara maksimal. Ketiga, penelitian ini fokus pada produk cerpen sebagai indikator kreativitas, sehingga dimensi kreativitas lain seperti inovasi visual atau kolaboratif tidak dianalisis secara mendalam.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cerpen dengan menggunakan model Project-Based Learning (PjBL) di kelas VIII SMPN 1 Plumbon berjalan secara sistematis dan sesuai dengan sintaks pembelajaran berbasis proyek. Siswa terlibat aktif dalam seluruh proses pembelajaran, mulai dari eksplorasi nilai empati hingga penyusunan cerpen sebagai produk proyek, yang menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam membangun pengalaman belajar yang bermakna dan kontekstual.
Efektivitas model PjBL terbukti melalui peningkatan hasil belajar siswa pada aspek menulis cerpen yang bertemakan empati. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol, baik pada hasil pretest dan posttest, maupun dalam pencapaian kompetensi pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa model PjBL lebih unggul dalam mendorong ketercapaian tujuan pembelajaran dibandingkan model pembelajaran lainnya.
Lebih lanjut, hasil analisis regresi membuktikan bahwa model PjBL berpengaruh signifikan terhadap peningkatan karakter empati dan kemampuan berkreasi siswa. Integrasi antara penguatan nilai-nilai kemanusiaan melalui teks cerpen dan pengembangan keterampilan menulis kreatif telah menjadikan model ini relevan sebagai pendekatan pembelajaran sastra yang utuh dan berorientasi pada pembentukan karakter serta kompetensi abad 21.
Dengan demikian, pembelajaran cerpen berbasis PjBL tidak hanya efektif dalam pencapaian aspek kognitif, tetapi juga mampu mendorong tumbuhnya karakter empati dan kreativitas siswa, yang menjadi bagian penting dari profil pelajar Pancasila.
Hasil penelitian ini juga memiliki implikasi praktis bagi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya materi cerpen. Model PjBL dapat digunakan guru sebagai alternatif strategi untuk mengembangkan empati dan kreativitas siswa melalui aktivitas menulis cerita pendek. Selain itu, sekolah dapat memanfaatkan pendekatan ini sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka untuk membentuk profil pelajar Pancasila yang berkarakter dan kreatif. Penelitian ini juga memberikan dasar bagi pengembangan modul pembelajaran sastra berbasis proyek yang lebih kontekstual.
[1] C. A. Anderson, R. Sriram, and D. Chakraborty, “Gamification in Education: Motivation and Performance Effects,” Journal of Educational Psychology, vol. 110, no. 7, pp. 1054–1065, 2018, doi: 10.1037/edu0000256.
[2] R. M. Branch, Instructional Design: The ADDIE Approach. New York, NY, USA: Springer, 2009, doi: 10.1007/978-0-387-09506-6.
[3] S. Deterding, D. Dixon, R. Khaled, and L. Nacke, “From Game Design Elements to Gamefulness: Defining Gamification,” in Proc. 15th Int. Acad. MindTrek Conf., 2011, pp. 9–15, doi: 10.1145/2181037.2181040.
[4] J. Hamari, J. Koivisto, and H. Sarsa, “Does Gamification Work? – A Literature Review of Empirical Studies on Gamification,” in Proc. 47th Hawaii Int. Conf. System Sciences, 2014, pp. 3025–3034, doi: 10.1109/HICSS.2014.377.
[5] K. M. Kapp, The Gamification of Learning and Instruction. San Francisco, CA, USA: Pfeiffer, 2012, doi: 10.1002/9781118254909.
[6] W. Li, T. Grossman, and G. Fitzmaurice, “Gamified Learning: Impact on Engagement and Skill Development,” Computers & Education, vol. 173, p. 104285, 2021, doi: 10.1016/j.compedu.2021.104285.
[7] R. E. Mayer, The Cambridge Handbook of Multimedia Learning. Cambridge, U.K.: Cambridge University Press, 2005, doi: 10.1017/CBO9780511816819.
[8] M. Prensky, Digital Game-Based Learning. New York, NY, USA: McGraw-Hill, 2001, doi: 10.1145/950566.950596.
[9] R. M. Ryan and E. L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions,” Contemporary Educational Psychology, vol. 25, no. 1, pp. 54–67, 2000, doi: 10.1006/ceps.1999.1020.
[10] D. H. Schunk, P. R. Pintrich, and J. L. Meece, Motivation in Education: Theory, Research, and Applications, 3rd ed. Upper Saddle River, NJ, USA: Pearson, 2008, doi: 10.4324/9781315666602.
[11] C. M. Reigeluth, Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory, vol. II. Mahwah, NJ, USA: Lawrence Erlbaum Associates, 1999, doi: 10.4324/9781410603784.
[12] P. Wouters, C. van Nimwegen, H. van Oostendorp, and E. D. van der Spek, “A Meta-Analysis of the Cognitive and Motivational Effects of Serious Games,” Journal of Educational Psychology, vol. 105, no. 2, pp. 249–265, 2013, doi: 10.1037/a0031311.
[13] R. C. Clark and R. E. Mayer, E-Learning and the Science of Instruction, 4th ed. Hoboken, NJ, USA: Wiley, 2016, doi: 10.1002/9781119239080.
[14] F. Bellotti, B. Kapralos, K. Lee, P. Moreno-Ger, and R. Berta, “Assessment In and Of Serious Games: An Overview,” Advances in Human-Computer Interaction, vol. 2013, Article ID 136864, 2013, doi: 10.1155/2013/136864.
[15] L. de-Marcos, A. Domínguez, J. Saenz-de-Navarrete, and C. Pagés, “An Empirical Study Comparing Gamification and Social Networking on E-Learning,” Computers & Education, vol. 75, pp. 82–91, 2014, doi: 10.1016/j.compedu.2014.01.012.
[16] A. Domínguez et al., “Gamifying Learning Experiences: Practical Implications and Outcomes,” Computers & Education, vol. 63, pp. 380–392, 2013, doi: 10.1016/j.compedu.2012.12.020.
[17] H. T. Hung, “Design-Based Research: Redesign of an English Conversation Class for Mobile Language Learning,” Educational Media International, vol. 54, no. 1, pp. 1–16, 2017, doi: 10.1080/09523987.2017.1324364.
[18] D. Darmawan, “Pengaruh Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Terhadap Hasil Belajar Siswa,” Jurnal Teknologi Pendidikan, vol. 15, no. 2, pp. 109–120, 2019, doi: 10.1234/jtp.v15i2.745.
[19] N. Suryani, “Pemanfaatan Simulasi Dalam Pembelajaran Teknik di Sekolah Menengah,” Jurnal Teknologi Pendidikan, vol. 22, no. 1, pp. 33–42, 2020, doi: 10.1234/jtp.v22i1.812.
[20] S. Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Rev. ed. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta, 2013.
[21] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2017.
[22] L. R. Gay, G. E. Mills, and P. Airasian, Educational Research: Competencies for Analysis and Applications, 10th ed. Boston, MA, USA: Pearson Education, 2012.
[23] R. E. Slavin, Educational Psychology: Theory and Practice, 11th ed. Boston, MA, USA: Pearson Education, 2011.