Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Section Innovation in Education

The Role of Pencak Silat GASMI in Instilling Islamic Education Values in Surakarta

Peran Pencak Silat GASMI Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Di Surakarta
Vol. 26 No. 3 (2025): July:

Wahyu Agung Prasetiyo (1), Hakimuddin Salim (2)

(1) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
(2) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Abstract:










General Background: Education is a key pillar in shaping a nation’s character, with Islamic Education playing a central role in cultivating moral and spiritual values. Specific Background: While pencak silat is widely recognized as a traditional martial art, its integration with Islamic educational values remains underexplored. Knowledge Gap: Existing studies focus mainly on pesantren-based silat practices, overlooking the role of urban-based organizations such as GASMI in Surakarta. Aims: This study aims to investigate the strategies, impacts, and challenges of internalizing Islamic values through pencak silat activities in GASMI Surakarta. Results: The findings indicate that GASMI fosters religious, ethical, and spiritual values—such as faith, discipline, humility, and worship—through structured methods including habituation, exemplary conduct, advice, and corrective sanctions. Novelty: Unlike prior studies, this research highlights how a community-based silat organization outside pesantren contexts can serve as a dynamic platform for character education rooted in Islamic teachings. Implications: The study offers a culturally resonant model for Islamic education that combines physical discipline with moral development, suggesting a blueprint for integrating local cultural assets into character education initiatives across diverse urban settings.
Highlight :




  • GASMI serves as a medium to instill Islamic values through martial arts training.




  • Values are taught using habituation, exemplary behavior, advice, and disciplinary methods.




  • The program fosters religious character and noble morals among youth in Surakarta.




Keywords : Islamic Education Values, Pencak Silat, GASMI, Morality, Surakarta










Downloads

Download data is not yet available.

PENDAHULUAN

Salah satu pilar pembangunan suatu negara adalah pendidikan, yang akan melahirkan generasi inteluktual yang pada masa akan datang akan meneruskan perjuangan negara untuk kemajuan. Berdasarkan UU pendidikan umum dan UUD yaitu tujuan utama pendidikan nasional adalah menciptakan sistem pendidikan yang unggul dan bermutu dibandingkan sebelumnya [1]. Sejalan dengan itu, keputusan presiden RI tahun 2010 No. 1 menetapkan bahwa pendidikan karekter adalah elemen utama yang harus dijalankan di setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Untuk mencakup tujuan pendidikan nasional tersebut, para pakar pendidikan harus merancang upaya untuk mengidentifikasi strategi, metode dan kegiatan yang tepat dan relevan. Berdasarkan undang-undang republic Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan formal, nonformal dan informal merupakan jalur pendidikan yang saling melengkapi dan meningkatkan. Apabila berbagai upaya telah dilakukan, maka harapannya nilai budaya bangsa seperti semangat gotong royong, kesopanan yang selama ini menjadi ciri khas bangsa dapat lestari [2].

Islam sangat mengutamakan pendidikan, dan bahkan mengamanatkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama ataupun ilmu umum. Pendidikan agama islam merupakan salah satu diantara jenis pendidikan yang memiliki faktor penting yang harus ditekankan, karena menjadi pondasi kerohanian yang menguatkan keilmuan secara lengkap [1]. Pendidikan islam menanamkan nilai-nilai ketaatan kepafa Allah SWT, menghormati terhadap sesama dan menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Berdasarkan dalam prinsip hablu minallah, hablu minannas, kehidupan akan menjadi tidak seimbang jika salah satu prinsip ini ditinggalkan. Terkait dengan pendidikan agama islam, peran pendidik dalam proses pembelajaran merupakan salah satu unsur yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. [3] Sebagai pendidik, guru memegang peranan penting dalam membentuk karakter siswa dan meraih kesuksesan di masa yang akan datang.

Terkait hubungan antara pendidikan dengan kelestarian budaya nasional, pencak silat seni bela diri tradisional yang berasal dari nusantara merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai budaya nasional. Pencak silat berperan sebagai salah satu jalan pendidikan yang berkontribusi dalam pembentukan kualitas para pendekar muda, melalui pembinaan sikap mental dan disiplin, guna melahirkan generasi muda berkarakter [4]. Pendidikan Pencak silat adalah salah satu olahraga yang berfokus pada teknik kuncian, langkah atau mengayun, bantingan, tendangan, pukulan dan menghindari serangan dari sudut dan arah yang tidak terduga [5]. Karena pencak silat sudah ada sejak lama, bahkan sebelum negara merdeka, maka kita sebagai anak cucu bangsa harus melestarikan dan memperkenalkannya ke suluruh dunia. Pencak silat merupakan sarana untuk membentuk karakter manusia serta meningkatkan mental dan spiritual demi menjaga keselamatan diri [5]. Dari berbagai perguruan pencak silat, masing masing memilki ciri khas dan keunikan sendiri, baik dari aliran ataupun gerakannya [5]

Dari berbagai macam nama pencak silat di Indonesia, salah satunya adalah Gerakan Aksi Silat Muslimin Indonesia atau yang disingkat GASMI. Secara resmi, GASMI didirikan pada tanggal 11 januari 1966 oleh KH. Abdullah Maksum Jauhari di pondok pesantren lirboyo kediri jawa timur. Pencak silat ini awalnya di ajarkan kepada para santri pada waktu itu untuk melawan atas maraknya Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang bergerak dibawah naungan partai komunis Indonesia (PKI). Seiring berjalanya waktu, perkembangan pencak silat GASMI sangat pesat hingga meluas diberbagai wilayah di Indonesia. GASMI tidak hanya sekedar sebuah organisasi yang bergerak pada bidang seni bela diri pencak silat saja. Apabila kita melihat dari latar belakang tempat berdirinya, terlihat jelas bahwa keberadaan GASMI ini mengandung nilai-nilai yang lebih dalam. GASMI tidak semata mata berkutat pada aspek seni bela diri saja, namun memuat unsur keagamaan yang juga diajarkan kepada anggotanya. Maka dalam konteks ini, penting untuk mengetahui pencak silat GASMI dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam.

Riset ini menawarkan perspektif baru karena mengkaji pencak silat tidak hanya sebagai seni bela diri, tetapi sebagai wahana pendidikan karakter dan internalisasi nilai-nilai Islam di ruang sosial lokal, khususnya di Surakarta. Hal ini memberikan kontribusi unik terhadap kajian Pendidikan Agama Islam (PAI) karena memadukan unsur budaya lokal dengan transformasi nilai keagamaan secara kontekstual. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mencakup tiga hal pokok. Pertama, bagaimana strategi GASMI dalam mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan Islam ke dalam kegiatan pencak silat. Kedua, bagaimana dampak nilai-nilai tersebut terhadap perilaku dan keimanan anggota GASMI. Ketiga, apa saja faktor yang mendukung maupun menghambat proses penanaman nilai agama melalui kegiatan pencak silat.

Terdapat penelitian yang serupa mengenai peran pencak silat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun masih ditemukan sejumlah celah penelitian yang perlu dikaji lebih lanjut, khususnya dalam konteks wilayah Surakarta. Salah satu penelitian relevan dilakukan oleh Shohibul Faza dan Syafik Ubaidillah (2020) dengan judul “Urgensi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kegiatan Pencak Silat GASMI di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri”. Penelitian ini menunjukkan bahwa pencak silat GASMI berperan dalam membentuk karakter religius anggota melalui internalisasi nilai i’tiqodiyyah, khuluqiyyah, dan amaliyah. Namun, penelitian tersebut masih terbatas pada wilayah Kediri dan lingkungan pesantren, sehingga belum mencerminkan dinamika lokal di Surakarta yang memiliki latar sosial, budaya, dan struktur komunitas yang berbeda. Selain itu, belum banyak juga penelitian yang menyoroti peran lingkungan sekitar, seperti keluarga dan sekolah, dalam mendukung internalisasi nilai-nilai Islam melalui pencak silat GASMI. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lanjutan yang lebih luas khususnya cabang GASMI di Surakarta, dengan demikian maka akan dapat memperhatikan faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan internalisasi nilai-nilai pendidikan agama Islam. Penelitian semacam ini akan memberikan kontribusi penting dalam mengisi kekosongan literatur dan memperkaya pemahaman mengenai integrasi antara seni bela diri dan pendidikan karakter Islam di wilayah perkotaan [6].

Atas dasar pemaparan diatas, peneliti merasa perlu untuk melakukan kaji lebih mendalam mengenai penanaman nilai-nilai pendidikan agama islam pada GASMI Surakarta dengan mengambil judul, “ Peran Pencak Silat GASMI di Surakarta Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam “. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap strategi dan metode internalisasi nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam organisasi GASMI, menganalisis dampak terhadap akhlak dan sikap keagamaan para anggotanya, serta mengidentifikasi faktor pendorong maupun penghambat dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam menyusun model pendidikan berbasis budaya lokal yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai Islam.

METODE

Metode penelitian yang tepat merupakan aspek penting apabila ingin memperoleh hasil yang baik dari penelitian [7]. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, kualitas objek pengamatan indikator atau penelitian yang didasarkan pada pemahaman mendalam terhadap suatu fenomena yang terjadi merupakan pokok bahasan penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif, yaitu penerapan teori dan analisis untuk memahami suatu peristiwa. Penelitian ini menonjolkan keluasan data yang dikumpulkan di lapangan dan menggunakan teknik deskriptif berupa analisis teori untuk memahami suatu kejadian faktual yang terjadi di lapangan [8]. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan tujuan memahami proses internalisasi nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam konteks budaya lokal, yaitu pencak silat GASMI di Surakarta. Pendekatan ini dipilih karena mampu menangkap makna, nilai, dan praktik keagamaan yang berlangsung secara alami dalam kehidupan sehari-hari anggota GASMI. Peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, serta terlibat langsung dalam proses pengamatan dan interaksi di lapangan.

Paradigma yang melandasi penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma ini berasumsi bahwa realitas sosial dan nilai-nilai tidak bersifat objektif tunggal, melainkan dibentuk melalui interaksi sosial dan konstruksi makna oleh individu dan komunitas. Oleh karena itu, pemahaman tentang nilai-nilai Islam dalam pencak silat tidak hanya dilihat dari segi doktrin normatif, melainkan juga dari bagaimana nilai tersebut dihayati, diajarkan, dan dipraktikkan dalam keseharian para anggota GASMI. Pengumpulan data dilakukan dengan tiga teknik utama, yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan mengikuti secara langsung kegiatan latihan pencak silat, termasuk sesi-sesi yang mengandung unsur spiritual dan nilai keislaman. Wawancara dilakukan terhadap pelatih, anggota, dan tokoh agama yang terlibat dalam pembinaan GASMI guna menggali pandangan subjektif mereka tentang nilai-nilai yang diajarkan. Sementara dokumentasi digunakan untuk merekam data pendukung seperti catatan kegiatan, foto, video, dan materi ajar yang digunakan dalam latihan. Keabsahan data dalam penelitian ini dijaga dengan menerapkan beberapa teknik, di antaranya triangulasi data dan metode, serta pengecekan kredibilitas melalui diskusi dengan informan kunci dan rekan sejawat. Peneliti juga berusaha menyajikan data secara rinci dan transparan agar memungkinkan pembaca menilai transferabilitasnya. Dependabilitas dijaga melalui pencatatan proses penelitian yang sistematis, dan konfirmabilitas dijaga dengan menjaga jarak objektif terhadap data dan menghindari bias pribadi dalam penafsiran hasil.

Adapun lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu di Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta yang beralamat di JL. Dr. Wahidin No.5, Penumping, Kec Laweyan Kota Surakarta, salah satu tempat latihan GASMI di Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan beberapa teknik yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Observasi adalah melakukan pengamatan terhadap sumber data yang dilakukan secara mendalam sedangkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan dialog dimana peneliti mengajukan pertanyaan kepada pihak yang bersangkutan, seperti ketua cabang GASMI Surakarta dan wakil ketua cabang Surakarta. Teknik analisis data merupakan kegiatan penelitian selanjutnya yang harus dilakukan setelah data terkumpul. Dalam bukunya “Education Research Methods”, Sugiyono mendefinisikan analisis data sebagai proses pengumpulan informasi secara metodis dari observasi, wawancara dan dokumentasi dengan cara mengelompokkan informasi dan menyusunnya ke dalam pola, memutuskan mana yang penting dan akan diteliti lebih lanjut dan menarik kesimpulan yang mudah dipahami oleh individu maupun orang lain [6]. Pada tahap penarikan kesimpulan, apabila kesimpulan yang pada tahap awal, didukung oleh bukti yang otentik dan konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel [8]. Kesimpulan diambil dari analisis data observasi, wawancara dan dokumentasi. Penyusunan ini menggunakan analisis yang menarik kesimpulan tentang peristiwa yang sesuai dengan kejadian dilapangan terkait peran pencak silat GASMI di Surakarta dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh penulis mengenai hasil penelitian di atas, langkah selanjutnya dalam proses ini adalah menganalisis data yang telah terkumpul, termasuk informasi dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif secara rinci, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pencak silat GASMI di Surakarta memiliki nilai-nilai pendidikan agama islam. Misalnya, penanaman nilai-nilai aqidah dalam kegiatan latihan pencak silat meliputi pemberian nasihat yang berdampak besar kepada seseorang untuk bertindak dan berbuat baik serta bermanfaat bagi dunia dan akhirat, hal ini terjadi ketika seseorang meyakini adanya tuhan yang maha esa dan seluruh ciptaannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang kuat dalam menangkap makna dan praktik nilai-nilai agama dalam konteks lokal GASMI Surakarta. Namun, metode ini memiliki keterbatasan dari sisi generalisasi temuan. Karena penelitian ini bersifat kontekstual dan dilakukan hanya di satu wilayah (Surakarta) serta dalam ruang lingkup organisasi tertentu, hasilnya tidak dapat langsung diterapkan pada organisasi silat lain atau wilayah berbeda tanpa penyesuaian. Selain itu, teknik pengumpulan data yang mengandalkan observasi dan wawancara mendalam berpotensi dipengaruhi oleh subjektivitas informan dan keterbatasan refleksi peneliti, terutama bila tidak dilakukan validasi silang secara ekstensif. Keterbatasan lain adalah belum digunakannya pendekatan triangulasi teori secara eksplisit untuk menguji kedalaman analisis, sehingga diskusi belum sepenuhnya bersifat dialogis terhadap teori atau kerangka pendidikan Islam yang lebih luas.

1)Nilai-nilai pendidikan agama islam yang ditanamkan dalam kegiatan pencak silat GASMI di Surakarta sebagai berikut :

a.Nilai Iman

Iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat Allah, kitan Allah, rosul, hari akhir dan juga qoda dan qadr Allah SWT merupakan komponen keimanan. Melalui proses belajar pencak silat GASMI, Para guru dan pelatih memberikan banyak pelajaran moral dan senantiasa mengingatkan para siswa agar senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan meyakini segala ciptaan-Nya. Pengamalan nilai aqidah yang terlihat pada saat latihan pencak silat GASMI yaitu berdoa sebelum memulai dan sesudah latihan. Penanaman nilai aqidah berupa berdoa ini dilandasi pada firman Allah SWT :

Figure 1.

Yang artinya : Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Gafir : 60)

Hal itu merupakan ungkapan keimanan, karena hal tersebut merupakan wujud keimanan kepada Allah SWT bagi orang yang beriman. Doa Bersama ini bertujuan untuk membentuk kesadaran diri anggota terhadap kekuatan dan keselamatan yang sepenuhnya berasal dari Allah SWT, selain itu juga sebagai pengingat akan pentingnya bertawakkal dan berpasrah diri kepada tuhan dalam setiap kegiatan, termasuk dalam pencak silat GASMI itu sendiri.

b.Nilai Islam

Dalam lambang GASMI yang berbentuk kubah memiliki makna bahwa identitasnya sebagai perguruan pencak silat islam. Bentuk ini tidak hanya menjadi simbol visual, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam [6]. Oleh karena itu para pelatih selalu mengingatkan siswanya tentang kewajiban mereka sebagai umat islam, misalnya melaksanakan salat setiap waktu. Peneliti melihat pada saat latihan, apabila waktu salat tiba, latihan akan dihentikan sejenak dan para pelatih akan segera mengajak seluruh siswa untuk menunaikan salat berjamaah. Dengan begitu, latihan tidak akan menggangu kewajiban ibadah, melainkan berjalan selaras dengan nilai-nilai islam. Selain itu, peneliti melihat penananam nilai-nilai ibadah kepada siswa terlihat jelas selama proses latihan dengan melakukan wudhu sebelum latihan. Berdasarkan wawancara dengan pelatih, beliau menuturkan bahwa :

“ Wudhu gak cuma pas mau sholat mas, tapi juga buat nyuciin diri juga. Banyak mas keutamaan wudhu, kita kan mau belajar ya mas intinya sih buat suci dari najis mas, biar bersih dan hati tenang”.

Pernyataan tersebut sejalan dengan studi [9] yang menegaskan wudhu bukan sedekar membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, namun juga menjadi sarana penyucian batin, yakni penghapusan kesalahan dan dosa yang telah dilakukan oleh anggota tubuh.

Selain kegiatan ibadah saat latihan, terdapat sejumlah kegiatan ibadah di luar jam latihan, seperti ziarah kubur dan pembacaan hizib jausan. Maksud dari ziarah qubur yaitu mendoakan para tokoh alim ulama dan guru agar mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT, di samping itu juga sebagai pengingat akan kematian. Istighosah atau pembacaan hizib jausan merupakan kegiatan rutin GASMI di Surakarta. Selain beribadah tujuannya sebagai sarana mempererat ukhuwah dan koordinasi semua anggota GASMI surakarta yang hadir. Mengikuti latihan pencak silat juga merupakan bentuk ibadah fisik yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. latihan rutin tidak hanya menjaga kebugaran, tetapi juga membentuk jiwa yang kuat dan tangguh. Hal tersebut juga sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi :

Figure 2.

Yang artinya : “ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan “.

Makna dari kuat dalam hadist tersebut mencerminkan makna kekuatan secara menyeluruh, mencakup aspek fisik, psikis dan spiritual. Dalam hal ini, kekuatan jasmi memiliki kedudukan penting karena dapat mendukung ibadah dan memperbesar peran sosial seorang muslim di masyarakat. Dengan demikian, pencak silat GASMI bukan aktivitas bela diri, tetapi juga merupakan wujud nyata dari pengimplementasian pendidikan islam terkait merawat Kesehatan serta membentuk karakter muslim yang tangguh dan seimbang antara tubuh dan jiwa. Menurut ketua GASMI surakarta, bapak Dimas gadang tulodho, S.Pd menyatakan bahwa GASMI adalah pencak dan doa, maka dari itu jika amalan tersebut dilakukan maka akan membawa kemudahan dan keberkahan dari Allah SWT.

c.Nilai Akhlak Mulia

GASMI merupakan pencak silat yang berdiri dan tumbuh dari pondok pesantren. Oleh karena itu, GASMI selalu menanamkan nilai-nilai luhur kepada setiap anggotanya agar menjadi pribadi yang beraklaqul karimah karena itu adalah tujuan utama dari pembelajaran pencak silat GASMI. Nilai kesopanan, nilai tawadhu’ dan nilai kedisiplinan merupakan contoh nilai yang diajarkan di pencak silat GASMI [10]. Dari hasil pengamatan observasi peneliti, nilai kesopanan yang dapat dilihat dari GASMI di Surakarta adalah dengan bersalaman meskipun hanya bertegur sapa, tidak hanya itu siswa juga dianjurkan untuk sopan dan bertutur kata yang baik kepada pelatih. Hal ini bermaksud supaya para siswa terbiasa menggunakan tutur kata yang baik dan sopan kepada orang tua dan dalam berinteraksi dengan orang lain. Tentang hal ini sesuai dengan teori wahyudi dan arsana yang menyatakan bahwa sopan santun merupan sikap dan perilaku yang tertib, sesuai dengan norma atau adat yang ada di masyarakat. Sopan santun lahir dari berinteraksi dalam suatu kelompok dan bersifat relatif karena standar kesopanan dapat berbeda tergantunng pada waktu, tempat dan lingkungan. Sopan santun justru bergantung pada bagaimana proses pembinaan akhlak siswa. Akhlak akan melekat dan tampak dalam bentuk perbuatan [11].

Nilai selanjutnya yang ditanamkan adalah sikap rendah hati (tawadhu’). Harapannya adalah agar bisa diterapkan dimanapun mereka berada. Sikap ini dianggap sebagai sifat utama yang harus dimiliki dan dilakukan leh setiap anggota GASMI, karena sejatinya anggota GASMI adalah santri. Hal ini sekaligus menjadi pembeda antara GASMI dengan perguruan pencak silat lainnya [12]. Hal ini sejalan dengan dawuh KH. Abdullah Maksum Jauhari, guru besar GASMI, yang menyatakan bahwa, “ Banyak orang yang ilmunya sedang-sedang saja tapi betapa hebatnya manfaat dan barokahnya karena ditunjang oleh sifat tawadhu’ dan banyak Khidmah tholabul ilmi”. Pernyataan ini menegaskan bahwa ilmu akan memberikan manfaat yang lebih besar Ketika disertai dengan sikap rendah hati dan pengabdian yang tulus dalam menuntut ilmu .

Pada nilai kedisiplinan hasil dari observasi, yang ditanamkan pada saat latihan adalah mengingatkan siswa untuk selalu datang tepat waktu, berpakaian rapi dan menyelesaikan tugas mereka. Jika salah satu dari hal ini diabaikan, pelatih berwenang untuk memberi hukuman atau sanksi kepada siswa yang bersifat mendisiplinkan atau mendidik. Mengenai hal ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang kuat serta membantu siswa untuk terus berlatih dan belajar, sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan keterampilan siswa.

Berikut adalah tabel yang menunjukkan metode penanaman nilai-nilai Pendidikan Agama Islam oleh organisasi Pencak Silat GASMI di Surakarta, beserta contoh konkret penerapannya dalam kegiatan sehari-hari.

No Metode Penanaman Nilai Islam Contoh Konkret di GASMI Surakarta
1. Pembiasaan spiritual Doa bersama sebelum dan sesudah latihan pencak silat
2. Teladan dari pelatih Pelatih memberi contoh akhlak mulia, seperti jujur, sabar, dan rendah hati dalam interaksi
3. Internalisasi nilai dalam gerakan silat Gerakan silat dikaitkan dengan makna seperti kesabaran, ketundukan kepada Allah, dan menjaga diri dari kezaliman
4. Integrasi materi keislaman dalam pelatihan Sisipan materi akidah, akhlak, dan kisah perjuangan Islam dalam sela-sela latihan
5. Penanaman ukhuwah (persaudaraan Islam) Kegiatan silaturahmi, kerja bakti, dan saling menolong antar anggota di luar latihan silat
6. Pembentukan karakter melalui disiplin Latihan rutin dengan jadwal ketat, menanamkan disiplin waktu dan tanggung jawab pribadi
7. Refleksi nilai dalam forum kajian Kajian rutin keagamaan setelah latihan untuk merefleksikan nilai Islam yang telah diterapkan
Table 1.

2)Metode dalam menanamkan nilai-nilai Pendidikan agama islam pada pencak silat GASMI di Surakarta

Dalam proses pembentukan prinsip-prinsip Pendidikan islam, bapak gadang menggunakan teknik atau metode. Metode adalah strategi atau tindakan yang digunakan seseorang untuk mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan [13]. Para pelatih GASMI di Surakarta menggunakan sejumlah metode, seperti metode pembiasaan, metode keteladan, metode nasehat dan metode hukuman untuk mencapai tujuan pembentukan prinsip-prinsip pendidikan islam melalui pencak silat GASMI.

1.Metode Pembiasaan

Pembiasaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam menanamkan nilai pendidikan islam, pelatih membiasaan berwudhu sebelum doa dan sebelum latihan. Acara rutin seperti istighosah pembacaan hizib jausan juga diadakan. Pelatih juga membudayakan iuran atau kas setiap bulan. Kemudian para siswa diminta untuk membersihkan dan merapikan tempat Latihan sebelum pulang. Para siswa juga dibiasakan untuk bertegur sapa apabila bertemu, dan menunjukkan rasa hormat dan bersalaman kepada pelatih dari tempat lain dimana pun mereka bertemu.

2.Metode Keteladan

Perilaku keteladanan adalah tindakan, sikap yang diinginkan untuk ditiru oleh orang lain. Karena semua orang tua pasti ingin anak-anak mereka berperilaku baik dan memiliki sikap yang baik. Para pelatih harus selalu memberikan contoh yang baik bagi para siswanya. Hal ini karena siswa akan mengamati dan meniru perilaku dan sikap pelatih mereka. Dan hal ini pada akhirnya akan tertanam dalam diri mereka. Dalam pengamatan peneliti, yang terlihat adalah para pelatih memberi contoh keteladanan berupa datang tepat waktu, berpakaian rapi sesuai dengan aturan dan bertutur kata yang baik.

3.Metode Nasihat

Pada akhir kegiatan latihan sebelum di bubarkan dan di tutup, pelatih akan memberikan wejangan kepada siswa. Peneliti melihat dan mendengar pelatih sedang menasihatkan kepada siswa tentang salah satu kutipan dari KH. Abdullah Maksum Jauhari guru besar GASMI yaitu “seorang pesilat harus mampu memberikan ketentraman bagi lingkungannya, bukan justru malah meresahkan lingkungannya”. Makna dari kutipan tersebut adalah, pelatih menasihatkan kepada siswanya agar menjadi seorang pendekar yang membawa perdamaian dan menjadi pesilat yang mencerminkan nilai luhur seperti rasa hormat dan kerendahan hati. Selain itu ilmu bela diri tidak untuk menyombongkan diri atau untuk menakut-nakuti orang lain, tetapi untuk menjaga keamanan dan ketentraman lingkungan [2].

Pendidik berharap bahwa dengan memberikan nasihat yang terus menerus kepada siswa, mereka akan mengingatnya dan menjalankan dengan benar serta menahan diri dari perbuatan menyimpang. Selain itu siswa diharapkan memberikan contoh yang positif bagi teman-temannya dan dapat mengingatkan temannya ketika mereka melakukan kesalahan.

4.Metode Hukuman

Salah satu cara untuk mengajarkan dan menamkan nilai pendidikan islam kepada siswa adalah melalui hukuman. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak dhimas gadang mengatakan bahwa, hukuman bermaksud untuk memberikan efek jera serta untuk mengajarkan sikap disiplin dan bertanggung jawab. Pemberian metode hukuman ini diterapkan ketika siswa atau bahkan pelatih melanggar aturan yang ditetapkan.

Hasil dari wawancara dengan ketua GASMI di Surakarta mengatakan bahwa, selain menggunakan metode yang telah ada, GASMI di Surakarta terus berupaya mengembangkan dan menemukan metode-metode baru yang lebih efektif guna menciptakan suasana latihan yang menyenangkan dan menarik. Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh ketua bapak Dimas Gadang S.Pd, beliau mengatakan bahwa :

“Kami harus bener-bener mengolah dan menemunakn metode baru secara terus menerus agar supaya menciptakan bahwa belajar agama islam dan pencak silat itu adalah suatu yang asik, karena di dunia modern ini sesuatu yang paling dicari adalah sesutu yang asik, jadi kami mengemasnya dengan sesuatu yang asik juga”.

Pemuan ini sejalan dengan studi [14]yang menunjukkan bahwa pembelajaran edutainment menggabungkan pendidikan dan hiburan secara seimbang sehingga menghasilkan suasana belajar yang menyenangkan dan nyaman. Sehingga siswa tidak merasa dibatasi,takut, dan dapat berinteraksi secara bebas dan gembira.

3)Faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai pendidikan agama islam pada pencak silat GASMI di Surakarta

Salah satu faktor utama yang mendukung dalam penanaman nilai-nilai pendidikan agama islam dalam latihan pencak silat GASMI di surakarta adalah latar belakang para pelatihnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Dimas Gadang, beliau menyampaikan, “Menurut saya mas, pembelajaran yang bagus itu tergantung dari latar belakang gurunya/pelatihnya dulu, misal latar belakangnya bagus pasti jadi pendukung dalam mengajar”

Dengan pernyataan yang sejalan dengan studi Widiya, [15] disimpulkan bahwa guru dengan latar belakang pendidikan formal, cenderung menggunakn metode pengajaran yang lebih beragam dan efektif dibandingkan dengan guru tanpa latar belakang. Mayoritas pelatih GASMI di Surakarta ini berasal dari lingkungan pondok pesantren dan juga berstatus sebagai mahasiswa. Kombinasi ini memberikan kesan tersendiri dalam proses latihan, karena selain mengajarkan teknik bela diri para pelatih juga menyisipkan nilai moral dan keislaman dalam setiap sesi latihan yang di dapat dari pondok pesantren. Selain itu, berstatus mahasiswa memberikan perspektif akademik dan kedewasaan berpikir dalam menyampaikan materi pelatihan.

Dalam hal penanaman nilai-nilai pendidikan Islam melalui pencak silat, baik GASMI di Surakarta maupun di Kediri menunjukkan kesamaan mendasar, yakni menjadikan latihan silat sebagai medium internalisasi nilai agama melalui pembiasaan ibadah, teladan akhlak, dan integrasi nilai dalam setiap aktivitas. Namun, ketika ditinjau dari aspek faktor eksternal, terutama peran keluarga dan sekolah, terdapat beberapa perbedaan yang signifikan. Di Surakarta, keterlibatan keluarga cenderung bersifat pasif atau hanya sebatas dukungan moral. Proses internalisasi nilai lebih banyak ditopang oleh struktur internal organisasi GASMI itu sendiri dan pelatih-pelatih yang sekaligus menjadi tokoh agama. Sekolah hanya berperan sebagai latar belakang pendidikan formal tanpa hubungan langsung dengan kegiatan GASMI. Hal ini membuat proses pembinaan lebih banyak bergantung pada komunitas internal GASMI.

Sementara itu, dalam penelitian Faza & Ubaidillah di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo, Kediri, keluarga dan sekolah memiliki peran eksternal yang jauh lebih dominan. Santri yang tergabung dalam GASMI tinggal dalam lingkungan pesantren yang menyatukan peran keluarga (melalui nilai-nilai rumah pesantren) dan sekolah (dalam bentuk madrasah formal). Integrasi nilai agama lebih sistemik karena berada dalam ekosistem pendidikan Islam yang utuh, sehingga penguatan nilai keislaman berlangsung secara berlapis: dari keluarga, sekolah/pesantren, hingga komunitas silat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa keberhasilan penanaman nilai dalam pencak silat GASMI juga dipengaruhi oleh kekuatan atau lemahnya ekosistem eksternal yang menopang. [16] Di Surakarta, pendekatan bersifat lebih kultural-komunal, sedangkan di Kediri bersifat struktural-institusional. Dengan demikian, penelitian lanjutan sebaiknya menaruh perhatian pada hubungan antara organisasi pencak silat dengan lembaga pendidikan dan keluarga secara lebih eksplisit untuk memperkaya analisis.

KESIMPULAN

Berdasarkan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut tentang peran pencak silat GASMI dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam di surakarta sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pencak silat GASMI di Surakarta menjalankan peran penting dalam menanamkan nilai pendidikan islam. Mereka tidak hanya memberikan materi tendangan, pukulan serta bantingan untuk membela diri, tetapi juga mengajarkan akan nilai aqidah,nilai islam dan nilai akhlak. Upaya ini untuk membekali anggota untuk menjadi pesilat yang taat kepada Allah SWT dan menjadi seorang yang berakhlaqul karimah sehingga mereka dapat meneruskan ajaran islam seperti masyaikh/ pendiri GASMI yaitu KH. Abdullah Maksum Jauhari.

Nilai nilai tersebut ditanamkan dengan berbagai metode seperti, metode pembiasaan, metode keteladan, metode nasihat dan metode hukuman yang diterapkan secara konsisten oleh para pelatih. Tidak hanya itu,GASMI di Surakarta memperlihatkan komitmennya dalam menciptakan suasana pelatihan yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan saat zaman. Inovasi dalam metode latihan terus dilakukan agar memastikan bahwa proses penanaman atau internalisasi nilai-nilai pendidikan islam berlangsung secara efektif dan menyentuh aspek spiritual serta sosial siswa. Dengan menjalankan nilai-nilai keislaman dalam pelatihan pencak silat GASMI, pesilat mampu mengembangkan karakter yang kuat dan bermartabat untuk menjadi generasi islam yang tangguh. Pencak silat GASMI mengajarkan ukhuwah yang baik, tawadhu’ dan mempunyai akhlak yang baik. Dengan ini anggota dapat menjaga tutur kata, memiliki kedisiplinan, mengatur emosi, kejujuran, keberanian dan bisa bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya.

Secara praktis, temuan ini dapat menjadi rujukan untuk perumusan AD/ART organisasi pencak silat yang lebih menekankan aspek pembinaan keagamaan dan akhlak. Selain itu, hasil penelitian ini memberi kontribusi terhadap penguatan nilai-nilai Islam dalam organisasi berbasis seni bela diri, yang selama ini kurang terdokumentasi dalam literatur Pendidikan Agama Islam. Model pembinaan berbasis silat yang ditemukan dalam penelitian ini layak diuji lebih lanjut dalam konteks yang lebih luas, baik secara geografis maupun melalui pendekatan mixed-method untuk menggali dimensi kualitas dan kuantitas perubahan perilaku.

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya GASMI tidak hanya sebatas organisasi pencak silat saja, melainkan juga menjadi perantara pembentukan karakter dan kepribadian islam bagi generasi muda, khususnya di Surakarta. Peran ini sangat penting dalam mendukung tujuan pendidiakn nasional yang menekankan pada pembentukan karakter serta pelestarian budaya bangsa yang berlandaskan nilai-nilas islam.

References

S. Samsirin, S. Syarifah, S. A. Barkah, dan A. R. Elfani, “Improvisasi Peran Guru Pendidikan Agama Islam Melalui Ekstrakurikuler di Madrasah Ibtidaiyyah Nurussalam Mantingan Ngawi Jawa Timur,” Sustain: Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, vol. 6, no. 1, pp. 195–201, 2023, doi: 10.32923/kjmp.v6i1.3632.

D. Nurhayati, “The Implementation of the Merdeka Curriculum in Indonesian Schools: Opportunities and Challenges,” Journal of Asian Education and Development Studies, vol. 9, no. 2, pp. 252–264, 2020.

D. A. Santika, I. Irhamudin, dan M. Z. Arifin, “Peran Pencak Silat Pagar Nusa di Dalam Penanaman Karakter Generasi Muda,” Berkarakter: Ilmiah Pendidikan, vol. 4, no. 1, pp. 143–152, 2024.

M. A. Purwantoga, M. Nurkholis, dan W. Himawanto, “Peran Orangtua dalam Mendukung Prestasi Atlet Pencak Silat PSHT di Ranting Megaluh,” Jurnal Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi, vol. 8, no. 1, pp. 127–133, 2022.

E. Setiawan, “Implementasi Nilai Religius Seni Pencak Silat Pagar Nusa Berbasis Pendidikan Karakter,” Al Mabhats: Jurnal Penelitian Sosial dan Agama, vol. 8, no. 2, pp. 137–152, 2023, doi: 10.47766/almabhats.v8i2.2005.

S. Faza dan S. Ubaidilah, “Urgensi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kegiatan Pencak Silat GASMI di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri,” Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, vol. 10, no. 1, pp. 1–10, 2020, doi: 10.33367/ji.v10i1.1037.

R. Safrudin, Zulfamanna, M. Kustati, dan N. Sepriyanti, “Penelitian Kualitatif,” Journal of Social Science Research, vol. 3, no. 2, pp. 1–15, 2023.

D. Jayanti dan W. Sugiarto, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Terdapat pada Gerakan Pencak Silat Nahdatul Ulama Pagar Nusa,” JLEB: Journal of Law, Education and Business, vol. 1, no. 2, pp. 715–723, 2023, doi: 10.57235/jleb.v1i2.1078.

Andriyani, T. A. E. Permatasari, D. Purnamawati, A. Putri, dan A. A. Al Maududi, “Applying Clean and Healthy Behavior by Wudhu for Health Benefits,” Indonesian Journal of Islamic Public Health, vol. 1, no. 1, pp. 1–7, 2021.

U. Islam, A. Nur, S. Character, dan K. P. Didik, “Peran Guru Akidah Akhlak dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Kelas XI MAS Al-Mahdi,” vol. 3, no. 6, pp. 537–545, 2024.

R. Arnab, “Simple Random Sampling,” Survey Sampling: Theory and Applications, vol. 2, no. 2, pp. 51–88, 2017, doi: 10.1016/b978-0-12-811848-1.00003-0.

T. Triyanto, “Peluang dan Tantangan Pendidikan Karakter di Era Digital,” Jurnal Civic: Media Kajian Kewarganegaraan, vol. 17, no. 2, pp. 175–184, 2020, doi: 10.21831/jc.v17i2.35476.

R. Hidayat, Mujiburrahman, Habiburrahim, dan Silahuddin, “Metode Pembelajaran Pendidikan Islam,” El-Hadhary: Jurnal Penelitian Pendidikan Multidisiplin, vol. 2, no. 1, pp. 34–47, 2024, doi: 10.61693/elhadhary.vol201.2024.34-47.

Z. Feiyue, “Edutainment Methods in the Learning Process: Quickly, Fun and Satisfying,” International Journal of Environmental Engineering and Education, vol. 4, no. 1, pp. 19–26, 2022, doi: 10.55151/ijeedu.v4i1.41.

I. A. W. Puteri dan I. A. W. Puteri, “Analisa Latar Belakang Pendidikan Guru Terhadap Metode Mengajar di Kelas,” Incrementapedia: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 3, no. 2, pp. 38–45, 2021, doi: 10.36456/incrementapedia.vol3.no02.a4545.

E. Saputra dan M. F. Fernandi, “Internalisasi Nilai-Nilai Religius dalam Olahraga Pencak Silat Pagar Nusa di MA Hidayatul Mubtadiin Desa Sidoharjo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2022/2023,” Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, vol. 1, no. 1, pp. 5–8, 2023.