Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Section Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development

Resilience and Interpersonal Skills Shape Work Readiness of ORMAWA Students

Resiliensi dan Keterampilan Interpersonal Membentuk Kesiapan Kerja Mahasiswa ORMAWA
Vol. 26 No. 3 (2025): July:

Nurmala Lutfi Meha (1), Imsar (2), Muhammad Syukri Albani Nasution (3)

(1) Program Studi manajemen, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, Indonesia
(2) Program Studi manajemen, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, Indonesia
(3) Program Studi manajemen, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, Indonesia

Abstract:

General Background: In today’s competitive labor market, graduates must possess not only academic excellence but also strong soft skills to secure employment. Specific Background: Interpersonal skills, problem solving, and resilience have been identified as key competencies influencing employability. Knowledge Gap: However, limited studies have examined how student organizations (ORMAWA) contribute to these competencies in the context of Islamic higher education institutions. Aims: This study investigates the influence of interpersonal skills, problem solving, and resilience on the work readiness of ORMAWA FEBI UINSU students. Results: Using a quantitative method with 98 respondents and SEM-PLS analysis, results reveal that interpersonal skills and resilience significantly affect work readiness, while problem solving does not. Novelty: The study uniquely highlights resilience as the most dominant predictor and applies SEM-PLS to an entire population of active student organization members within an Islamic university context. Implications: These findings suggest the importance of integrating soft skills development, particularly resilience, into organizational and academic programs to better prepare students for the workforce.
Highlight :




  • Resilience is the most dominant factor influencing work readiness among student organization members at FEBI UINSU.




  • Problem-solving skills showed no significant impact, indicating its development may need more structured practice.




  • Active participation in student organizations (ORMAWA) strengthens interpersonal skills and mental adaptability.




Keywords : Interpersonal, Problem Solving, Resilience, Job Readiness, ORMAWA Students

Downloads

Download data is not yet available.

PENDAHULUAN

Lulusan perguruan tinggi saat ini mendapatkan tuntutan untuk memiliki keterampilan yang lebih dari sekedar akademik dikarenakan ketatnya kompetisi di dunia kerja. Perusahaan saat ini tidak hanya mencari karyawan dengan kemampuan akademis yang unggul, tetapi juga keterampilan soft skills yang kuat, seperti kemampuan interpersonal, problem-solving, dan resiliensi. Kesiapan kerja (employability) merupakan hal yang sangat penting bagi lulusan perguruan tinggi serta institusi perguruan tinggi itu sendiri. Lulusan perguruan tinggi akan lebih cepat dan mudah mendapatkan kerja sesuai dengan kemauan setelah mempunyai suatu pekerjaanyang berdasarkan pada latar pendidikannya pekerjaan, yang merupakan aset untuk mengelola manusia baik fisik maupun mental, juga mencakup keterampilan atau informasi yang dimiliki karyawan [1]. Angkatan kerja sangat berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, terutama tenaga kerja berbakat [2]. Islam mendorong orang untuk bekerja dan berproduksi, dan itu bahkan dianggap sebagai suatu keharusan [3]. Meskipun begitu, dinamika yang semakin pesat membuat seluruh dunia selalu bersaing Dengan digitalisasi dan revolusi industri 4.0, banyak perubahan terjadi di dunia, termasuk penggunaan big data dan berbagai teknologi kontemporer, serta seluruh aktivitas ekonomi [4]. Oleh karena itu, standar yang lebih tinggi untuk mencari karyawan termasuk keterampilan interpersonal diharapkan dapat meningkatkan kinerja bisnis [5].

Kerja sama serta kemampuan komunikasi merupakan keterampilan interpersonal yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif. Selain itu, kemampuan problem solving menjadi kunci dalam menghadapi tantangan yang kompleks, sedangkan resiliensi membantu individu untuk bangkit dari kegagalan dan terus beradaptasi dengan perubahan. Tingkat Pengangguran Terbuka ( TPT) di Indonesia mencapai 4,91% di periode 2024, berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Tingkat kelahiran yang lebih tinggi di Indonesia tak sesuai dengan lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga mengakibatkan penurunan kemiskinan terus meningkat [6]. Ini menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk indonesia yaitu 281,6 Juta jiwa, terdapat sekitar 7.194.862 orang menganggur di Indonesia hingga Februari 2024, Di antara jumlah tersebut, 871.860 adalah lulusan universitas, sementara 173.846 bergelar diploma dan menganggur. Situasi ini menyoroti masalah yang signifikan sejumlah besar lulusan perguruan tinggi, yang seharusnya berkontribusi pada tenaga kerja berpengalaman, tetap menganggur. Ini menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan mereka untuk memperoleh keterampilan baru dan bersaing secara efektif di pasar kerja. Umumnya diyakini bahwa peningkatan kesempatan kerja formal bagi lulusan akan menyebabkan penurunan pengangguran [7]. Lulusan dengan pendidikan tinggi diharapkan dapat memperoleh pekerjaan dengan lebih efisien. Namun, kenyataan sering kali menyimpang dari asumsi ini, yang berkontribusi pada masalah pengangguran yang berkelanjutan [8]. Mengingat keadaan ini, sangat penting bagi mahasiswa yang akan segera memasuki dunia kerja untuk mempersiapkan diri untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Untuk meningkatkan daya kerja, mahasiswa harus mengembangkan keterampilan dan potensinya. Untuk mengatasi hal ini, lembaga pendidikan perguruan tinggi harus meningkatkan kesiapan kerja lulusan, terutama untuk kelompok yang rentan mengalami kesulitan dalam memperoleh pekerjaan setelah lulus . Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan tinggi, termasuk Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), dalam mempersiapkan lulusannya untuk bersaing di pasar kerja yang semakin bersaing. Fakta ini mencerminkan bahwa kualifikasi akademik saja belum cukup untuk menjamin kesiapan kerja lulusan perguruan tinggi.

Menurut survei National Association of Colleges and Employers 2020, keterampilan interpersonal dan problem solving termasuk dalam sepuluh keterampilan terpenting yang harus dimiliki oleh tenaga kerja modern. Selain itu, resiliensi menjadi salah satu faktor utama dalam menghadapi tekanan dan perubahan di lingkungan kerja yang terus berkembang dengan mendapat Penilaian masiswa dan pemberi kerja tentang pentingnya dan kemahiran mahasiswa dalam kompetensi kesiapan karier, berdasarkan persentase responden yaitu komunikasi sebesar 96%, pemikiran kritis sebesar 94,0%, kerja sama tim 90,5% , dan profesionalisme 88,9% untuk kompetensi lain terutama kepemimpinan 84,6%, dan pengembangan diri 87,8% persepsi pentingnya kompetensi tersebut antara lulusan baru dan pemberi kerja. Data berasal dari Survei Mahasiswa NACE 2024 dan survei Job Outlook 2025 yaitu Penilaian mahasiswa dan pemberi kerja tentang pentingnya dan kemahiran mahasiswa dalam kompetensi kesiapan karier, berdasarkan persentase responden. Kesiapan kerja mahasiswa sangat dipengaruhi oleh keterampilan interpersonal, problem solving, dan resiliensi, keterampilan ini meningkatkan komunikasi, analisis, dan ketahanan mental. Mengajarkan keterampilan ini secara efektif sangat penting untuk mempersiapkan mereka menghadapi pasar kerja, dan keterampilan tersebut bisa di dapatkan saat mahasiswa mengikuti dan aktif di organisasi mahasiswa,baik organisasi Intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Organisasi kemahasiswaan adalah aktivitas dalam lingkup universitas yang dibuat oleh, untuk, dan oleh mahasiswa [2]. Organisasi ini berguna untuk dijadikan sarana serta wadah bagi mahasiswa yang membutuhkan pengembangan diri mereka sendiri dan memperluas wawasan mereka untuk meningkatkan kepribadian mereka [9].

Organisasi Mahasiswa adalah hal yang penting diikuti dalam perkuliahan untuk mengembangkan mahasiswa baik secara aspek akademik maupun non akademik didalam organisasi mahasiswa (ORMAWA) FEBI UINSU terdapat eksistensi organisasi yang dapat dilihat yaitu dari aspek keberagaman organisasi dimana FEBI UIN Sumatera Utara memiliki struktur organisasi kemahasiswaan yang luas dan beragam, yang terdiri dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Setiap elemen struktur ini bertanggung jawab untuk mendukung pengembangan akademik dan kepemimpinan mahasiswa. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 159:

Figure 1.

Artinya: “Karena rahmat Allah-lah kamu dapat bersikap lembut kepada mereka. Andai kamu bersikap keras dan berhati kasar, pasti mereka akan menjauh darimu. Maka, maafkanlah mereka, mintakan ampunan bagi mereka, dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan itu. Setelah kamu mantap dalam keputusan, bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.” (QS. Ali Imran : 159)

Ayat ini mencerminkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam, seperti sikap lembut, kemampuan bermusyawarah, serta keteguhan dalam menetapkan keputusan. Nilai-nilai tersebut selaras dengan peran kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa, di mana keterampilan interpersonal sangat penting untuk mewujudkan komunikasi yang harmonis, memperkuat tim kerja, dan mengelola dinamika kelompok. Ayat ini menegaskan bahwa kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan partisipatif berperan penting dalam membentuk kesiapan kerja mahasiswa melalui keterlibatan dalam berorganisasi.

Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sumatera Utara, peran DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa), SEMA (Senat Mahasiswa), dan HMJ saling bersinergi dalam menciptakan iklim akademik yang aktif dan mendukung pengembangan mahasiswa secara menyeluruh.Ini adalah organisasi intra kampus yang terletak di lingkungan kampus dan memiliki status resmi di lingkungan perguruan tinggi. Melalui kerja sama ini, mahasiswa dapat memaksimalkan potensi mereka dan berkontribusi positif kepada komunitas dan masyarakat di kampus, selain itu masih terdapat organisasi ekstra kampus yang berarti organisasi yang tidak terikat dengan sistem dan struktur internal kampus, ini merupakan organisasi yang dapat berdiri sendiri atau organisasi independen yang memiliki jangkauan yang lebih luas bisa diikuti mahasiswa untuk mengembangkan potensinya ini terdapat didalam masing-masing jurusan seperti organisasi KSEI (Kelompok Ekonomi Islam) yang berfokus pada bidang ekonomi tetapi mahasiswa febi juga dapat bergabung dalam organisasi ini, selanjutnya ada ISMA(Ikatan Studi Manajemen) hampir sama dengan ekonomi fokusnya terkait dengan bidang manajemen, tetapi cakupannya tidak hanya mahasiswa manajemen melainkan mahasiswa febi juga dapat bergabung dalam organisasi ini dan masih banyak organisasi ekstra kampus lainnya didalam kemahasiswaan,

Human Resource ataupun yang biasanya dikenal sebagai sumber daya manusia mengacu kepada kekuatan manusia (power dan energi). Sumber daya manusia, yang juga disebut sebagai sumber tenaga, kemampuan, kekuatan, dan keahlian manusia, juga dimiliki oleh makhluk lain, seperti tumbuhan dan hewan. Salah satu hal penting yang harus dijaga dalam organisasi suatu perusahaan adalah sumber daya manusia [10]. Keberhasilan pembangunan sangat bergantung pada peran manusia sebagai perencana, pelaksana, pengendali, dan evaluator, sekaligus sebagai pihak yang menikmati hasil dari proses pembangunan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki posisi sentral dalam seluruh proses pembangunan, yang menuntut kesiapan serta pengelolaan yang baik melalui sistem manajemen yang kuat [11].

Peter Drucker, yang dikenal sebagai Bapak Manajemen Modern, menekankan bahwa manajemen pada dasarnya adalah studi tentang manusia. Menurutnya, ruang lingkup manajemen berkaitan dengan kegiatan manusia, terutama bagaimana manusia menyelesaikan tugas-tugasnya dengan sumber daya yang terbatas, mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki, serta menutupi berbagai kelemahan [12]. Sementara itu, dalam Encyclopedia of the Social Sciences, manajemen didefinisikan sebagai proses yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. George R. Terry menambahkan bahwa manajemen merupakan upaya memanfaatkan tindakan orang lain guna lebih dahulu mencapai sasaran yang telah ditentukan [13] .

Figure 2.

Artinya: "Manajemen merupakan proses memahami arah tujuan yang ingin dicapai, mengenali tantangan yang perlu dihindari, mengidentifikasi dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, serta mengarahkan seluruh sumber daya dan anggota tim secara optimal, dengan efisiensi waktu dan tanpa pemborosan dalam pelaksanaannya."

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan serangkaian tindakan, proses, dan prosedur yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerja sama yang terorganisir. Manajemen memegang peran krusial dalam setiap organisasi, sebab tanpa adanya manajemen, berbagai upaya yang dilakukan berisiko tidak terarah dan tujuan menjadi sulit tercapai. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang menjelaskan pentingnya manajemen:

1.Membantu pencapaian tujuan. Manajemen dibutuhkan untuk memastikan bahwa baik tujuan organisasi maupun tujuan individu dalam organisasi dapat dicapai secara efektif.

2.Menjaga keseimbangan kepentingan. Manajemen berperan dalam menyeimbangkan berbagai kepentingan yang mungkin saling bertentangan, seperti antara karyawan, manajemen, dan pelanggan, demi terciptanya keharmonisan kerja.

3.Mendorong efektivitas dan efisiensi. Manajemen berfungsi untuk memastikan bahwa seluruh proses dalam organisasi berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini dapat diukur melalui berbagai indikator kinerja, baik dari segi waktu, biaya, kualitas, maupun hasil kerja yang dicapai [14].

Meskipun beberapa penelitian telah mengkaji hubungan antara soft skills dan kesiapan kerja, belum ada studi yang secara spesifik menilai kontribusi organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) terhadap keterampilan interpersonal, problem solving, dan resiliensi pada mahasiswa FEBI UINSU. Padahal, keterlibatan dalam ORMAWA memiliki karakteristik unik karena lingkungan akademik dan religius yang khas. Lebih lanjut, belum ada penelitian yang menilai kontribusi ORMAWA terhadap peningkatan resiliensi mahasiswa FEBI UINSU secara khusus. Resiliensi sebagai indikator kesiapan kerja masih jarang dibahas dalam konteks mahasiswa organisasi Islam yang aktif.

Peneliti Objek Penelitian Temuan Utama Keterbatasan
Cahyono & Gunawan (2024) Mahasiswa umum Soft skills (intraper sonal & interpersonal) signifikan terhadap kesiapan kerja Tidak spesifik pada ORMAW A atau konteks FEBI
Safitri et al. (2019) Mahasiswa PPL Komunikasi interpersonal pengaruhi kesiapan kerja Fokus hanya pada komunikasi, bukan kombinasi variabel
Faisal et al. (2024) Mahasiswa Gen Z ORMAW AUNDIRA Interpersonal dan resiliensi berpengaruh positif, problem solving tidak signifikan Fokus pada kampus lain, bukan FEBI UINSU
Ayaturra hman & Rahayu (2023) Mahasiswa era industri 4.0 Problem solving berpengaruh signifikan Belum menyertakan aspek organisa si kemahas iswaan
Table 1. Beberapa studi kunci yang menjadi rujukan dalam penelitian

Sumber : Olah data penulis (2025)

Berikut beberapa peneliti di masa lalu telah melakukan pengkajian terha berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kesiapan kerja. Pada penelitian Cahyono and Gunawan menunjukkan bahwa baik keterampilan intrapersonal maupun interpersonal memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa [15]. Kemudian penelitian Safitri, Mayangsari, and Erlyani menyatakan bahwa komunikasi interpersonal yang merupakan bagian dari keterampilan interpersonal mempunyai dampak yang signifikan serta positif pada transaksi yang bekerja mahasiswa sebesar 52,1% [16]. Pada penelitian Faisal, Febrian, and Purnama yaitu penelitian sebelumnya yang dilakukan di Universitas Dian Nusantara menunjukkan bahwa mengungkapkan bahwa keterampilan interpersonal mempunyai dampak yang signifikan serta positif pada rahasia bekerja mahasiswa gen Z [17]. Namun problem solving tidak menunjukkan pengaruh signifikan dikarenakan nilai t hitungnya 1,060 serta besaran signifikansinya 0,292. Sedangkan pada penelitian Ayaturrahman and Rahayu problem solving memiliki dampak yang signifikan serta positif pada ras Asia pekerja dengan besaran koefisiennya senilai 0,293 serta besaran signifikannya senilai 0, 008 [5]. Hal ini menunjukkan bahwasanya penguasaan masalah yang tinggi akan meningkatkan kesiapan seseorang untuk bekerja. Dan pada penelitian Faisal, Febrian, and Purnama resiliensi juga terbukti berperan dalam keberhasilan individu dalam menghadapi tantangan kerja dan menjaga komitmen terhadap profesi mereka [17]. Namun, penelitian ini masih terbatas pada konteks mahasiswa Universitas Dian Nusantara. Dengan begitu, dilaksanakannya penelitian ini agar dapat melakukan pengkajian ulang tentang dampak problem solving, keterampilan interpersonal, serta relasi dari mahasiswa ORMAWA FEBI UINSU terhadap kesiapan belerja. Penelitian ini mengembangkan konsep kesiapan kerja dengan meneliti resiliansi sebagai faktor utama, sesuatu yang belum banyak dibahas dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan melihat bagaimana partisipasi dalam ORMAWA membantu mahasiswa dalam meningkatkan kesiapan untuk bekerja dibandingkan dengan individu yang tidak berpartisipasi dalam organisasi. Serta Kebaruan penelitian ini terletak pada penerapan metode SEM-PLS terhadap populasi total anggota ORMAWA FEBI UINSU, dengan fokus pada resiliensi sebagai variabel dominan, yang belum pernah dianalisis secara terintegrasi dalam studi sebelumnya.

Dengan demikian, tujuan dilaksanakannya penelitian ini ialah agar dapat mengkaji sejauh mana problem solving, keterampilan interpersonal , serta resiliensi mahasiswa yang mengikuti organisasi FEBI UINSU terhadap kesiapan kerja. Penelitian ini berfokus pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) di Fakultas ekonomi dan bisnis islam universitas islam negeri sumatera utara dan penelitian tentang kesiapan kerja mahasiswa sering dilakukan, tetapi masih jarang yang secara khusus meneliti mahasiswa yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan di lingkungan FEBI UINSU,dan ini juga memberikan perspektif baru tentang peran organisasi kemahasiswaan dalam mengembangkan keterampilan interpersonal, problem solving, resiliensi mahasiswa yang menunjukkan bahwa mengikuti organisasi aktif dapat meningkatkan kesiapan kerja melalui pengalaman yang diperoleh selama berorganisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai keterampilan yang perlu dikembangkan sebelum memasuki dunia kerja. Selain itu, penelitian ini juga berkontribusi dalam memperkaya literatur akademik terkait faktor-faktor yang memengaruhi kesiapan kerja, khususnya dalam konteks mahasiswa yang terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian asosiatif kausal-komparatif (ex-post facto), Pendekatan ini dipilih karena penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antara variabel bebas (keterampilan interpersonal, resiliensi, dan problem solving) terhadap variabel terikat (kesiapan kerja) pada subjek yang telah memiliki karakteristik tertentu yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh keterampilan interpersonal, resiliensi, dan problem solving terhadap kesiapan kerja mahasiswa. Penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dari penyusunan instrumen, pengambilan data, hingga analisis data menggunakan model statistik yang sesuai.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa aktif di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) minimal selama satu tahun. Populasi penelitian berjumlah 4.018 mahasiswa aktif pada semester genap tahun 2024, sebagaimana tercatat dalam sistem informasi akademik fakultas. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling, di mana seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria dijadikan responden. Selain itu, untuk memperkuat validitas, juga digunakan perhitungan sampel berdasarkan rumus Slovin dengan margin of error 10%,Margin ini dipilih dengan pertimbangan sumber daya dan cakupan populasi yang homogen, serta untuk menjaga efisiensi tanpa mengorbankan validitas analisis sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 98 mahasiswa.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan data primer berupa kuesioner tertutup yang dikembangkan berdasarkan indikator setiap variabel penelitian, yaitu keterampilan interpersonal, resiliensi, problem solving, dan kesiapan kerja. Instrumen kuesioner disusun dalam format digital dan disebarkan melalui platform Google Form untuk memfasilitasi pengisian secara daring. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer, yaitu hasil isian langsung dari responden, dan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka serta dokumentasi dari sumber-sumber akademik terkait.

Dalam analisis data, digunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) berbasis variance dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS. SEM-PLS dipilih karena mampu menguji hubungan kausal antar variabel laten secara simultan, meskipun dengan jumlah sampel yang relatif kecil. Tahapan analisis meliputi uji validitas dan reliabilitas instrumen, uji model struktural, serta pengujian hipotesis untuk mengetahui signifikansi pengaruh masing-masing variabel.

Model statistik yang digunakan melibatkan analisis jalur (path analysis) dan pengukuran variabel laten melalui indikator-indikator yang telah ditetapkan. Validitas konstruk diuji menggunakan Average Variance Extracted (AVE), sedangkan reliabilitas diuji menggunakan Composite Reliability (CR) dan Cronbach’s Alpha. Teknik pengambilan data dan metode analisis ini dirancang untuk memberikan hasil yang objektif dan mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja mahasiswa aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah itu di lakukan juga Pengujian Model Struktural (Inner Model) berupa uji VIF ( Variance inflation Factor), Uji Koefisien Determinan R Square, Uji Hipotesis pengujian ini diterapkan agar dapat mengidentifikasi keterkaitan dari setiap variabelnya dengan melihat kolinearilitas, koefisen determinasi(R2),path coefficien.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Uji Validitas dan Realibilitas

Figure 3. Hasil Uji Masing-masing item

Sumber : Olah data Smartpls (2025)

Variabel Indikator Outer Loading AVE Fornel lacker Composite Realibility Cronbach alpha
Keterampilan Interpersonal (X1) X1.1 0.881 0.713 0.822 0.881 0.800
X1.2 0.788
X1.3 0.860
Problem Solving (X2) X2.1 0.823 0.632 0.844 0.911 0.883
X2.2 0.774
X2.3 0.774
X2.4 0.767
X2.5 0.843
X2.6 0.786
Resiliensi (X3) X3.1 0.724 0.641 0.795 0.914 0.887
X3.2 0.819
X3.3 0.726
X3.4 0.843
X3.5 0.825
X3.6 0.858
Kesiapan Kerja (Y) Y1.1 0.717 0.676 0.801 0.676 0.903
Y1.2 0.842
Y1.3 0.843
Y1.4 0.803
Y1.5 0.852
Y1.6 0.869
Table 2. Validitas dan Realibilitas

Sumber : Olah data Smartpls (2025)

Semua indikator untuk masing-masing variabel penelitian (Keterampilan Interpersonal (X1), Problem solving (X2), Resiliensi (X3) dan Kesiapan Kerja (Y)) telah memenuhi syarat dan dapat dianggap valid, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1 dan Tabel 2 di atas. Seluruh nilai outer loading > 0,70 menandakan bahwa setiap indikator valid dalam mengukur konstruk variabelnya. Misalnya, indikator empati (λ = 0,881) menunjukkan bahwa mahasiswa menilai empati sebagai soft-skill paling krusial dalam keterampilan interpersonal mereka. Yang dimana Outer loading ini mengukur hubungan antara indikator (pertanyaan) dengan variabel laten (Keterampilan interpersonal, problem solving, resiliensi, kesiapan kerja) Kemudian pada nilai AVE(Average variance extracted) yang memiliki ketentuan >0.50 pada nilai AVE variabel X1 terhitung sebesar 0.713, X2 terhitung sebesar 0.632, X3 terhitung sebesar 0.641, terhitung dan Y terhitung sebesar 0.676 sehingga semua variabel dapat dikatakan valid [18].

Pada uji validitas diskriminan memenuhi ketentuan nilai cross loadings > 0.70 dan nilai the fornrelllarcker yang merupakan bagian dari discriminant validity yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap konsep pada variable laten tidak sama dengan variable lainnya. Menunjukan nilai hasil akar AVE lebih tinggi dibandingkan konstruk nilai variabel lainnya, sehingga pada hasil Tabel 1 dapat dilihat bahwa tiap variabel sudah dapat dikatakan valid. Selanjutnya, pada uji reliabilitas yaitu melihat pada compisite reliability dan cronbach alpha, dimana pada composite reliability memiliki ketentuan nilai > 0.70 sedangkan cronbach alpha sebesar > 0.60 agar dapat dikatakan data tersebut reliable atau dapat dipercaya dan digunakan [19]. Berdasarkan pada tabel 1 ditemukan bahwa cronbach alpha pada variabel Keterampilan interpersonal (X1) terhitung sebesar 0.800, Problem solving (X2) sebesar 0.883, Resiliensi (X3) sebesar 0.887, dan Kesiapan kerja(Y) 0.903. Kemudian pada composite reliability menunjukan > 0.70 sehingga dapat dikatakan reliable.

B.Uji VIF ( Variance inflation Factor)

Variance Inflation Factor (VIF) digunakan untuk mengukur sejauh mana variabel independen dalam suatu model memiliki korelasi tinggi atau hubungan linier antar sesamanya. Dalam uji multikolinearitas, VIF berfungsi sebagai indikator apakah terdapat gejala hubungan yang terlalu kuat antara variabel bebas, yang dapat mengganggu kestabilan model regresi. Salah satu ketentuan umum dalam pengujian ini adalah bahwa nilai VIF harus kurang dari 5.00. Jika nilai VIF melebihi angka tersebut, maka dapat dikatakan telah terjadi multikolinearitas, yaitu kondisi ketika variabel independen saling berkorelasi sangat tinggi. Hal ini dapat menyebabkan model menjadi tidak stabil serta menyulitkan dalam menginterpretasikan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara akurat. (Rachma Indrarini Andini, 2024).

Variabel VIF Variabel VIF Variabel VIF Variabel VIF
X1.1 1.819 X2.1 2.121 X3.1 1.653 Y1.1 1.824
X1.2 1.571 X2.2 1.970 X3.2 2.112 Y1.2 2.628
X1.3 1.817 X2.3 2.051 X3.3 1.686 Y1.3 2.676
X2.4 1.782 X3.4 2.351 Y1.4 2.630
X2.5 2.564 X3.5 2.346 Y1.5 2.621
X2.6 2.187 X3.6 2.536 Y1.6 3.104
Table 3. Hasil VIF

Sumber : Olah data Smartpls (2025)

Berdasarkan tabel 2 semua nilai berada di < 5.00 dengan nilai tertinggi 3.104. Temuan ini mengindikasikan bahwa model penelitian tidak mengandung gejala multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat korelasi yang terlalu tinggi antar variabel independen. Dengan demikian, model regresi atau PLS-SEM yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan stabil dan layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya.

C.Uji Koefisien Determinan R Square

Yaitu mengetahui kekuatan pengaruh ataupun efek dari variabel bebas ke variabel terikat, nilai pada koefisien dari determinasi ditunjukkan sebagai berikut:

Variabel R Square R Square adjusted
Kesiapan Kerja (Y) 0.690 0.680
Table 4. Hasil Uji Koefisien Determinan R Square

Sumber : Olah data Smartpls (2025)

Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian dan menunjukkan bahwa variabel bebas kinerja Model penelitian ini menghasilkan nilai R² sebesar 0,690, yang mengindikasikan bahwa sebesar 69% variasi pada variabel dependen (kesiapan kerja) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Sementara itu, 31% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel yang diteliti. Dengan demikian, kontribusi variabel independen terhadap kesiapan kerja dapat dikategorikan sebagai kuat dan signifikan, menurut nilai R Square Adjusted (0,680) setelah mempertimbangkan jumlah variabel dalam model, dengan sekitar 68% variasi kesiapan kerja masih dapat dijelaskan oleh model yang digunakan. Uji ini memiliki ketentuan yakni model yang memiliki nilai > 0.75 termasuk dalam kriteria model kuat, lalu bila menjunjukan angka 0.50 termasuk dalam kriteria moderat, kemudian bila nilai menunjukkan 0.35 maka termasuk dalam kriteria model lemah. Pada hasil tabel di atas menjukkan bahwa dalam penilaian pada penelitian ini termasuk kriteria moderat[19].

D.Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis (bootsrapping) akan menganalisis apakah variabel independent terhadap variabel dependent terdapat pengaruh yang signifikan. Berikut ini uji hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Variabel Original sample (O) T statistics (|O/STDEV|) Pvalues Kesimpulan
Keterampilan Interpersonal(X1) -> Kesiapan Kerja (Y) 0.266 2.095 0.036 Signifikan
Problem solving (X2)-> Kesiapan Kerja (Y) 0.148 1.424 0.155 Tidak signifikan
Resiliensi (X3) -> Kesiapan Kerja (Y) 0.482 4.216 0.000 Signifikan
Table 5. Hasil Uji Hipotesis dan Path Coeffients

Sumber : Olah data Smartpls (2025)

Berdasarkan pada Tabel 4 bahwa dalam path coefficient bagian Original Sample (O) memiliki ketentuan berupa bila nilai semakin mendekati +1 maka dikategorikan bahwa hubungan antara variabel semakin kuat, lalu bila nilai mendekati -1 maka dikategorikan sebagai hubungan yang bersifat negatif (Hair dkk., 2024), sehingga pada penelitian ini menunjukan angka mendekati +1 termasuk dalam kategori kuat. Dan dalam uji hipotesis dapat digunakan untuk melihat pada variabel-variabel terdapat pengaruh atau tidak. Ketentuan pada uji hipotesis adalah dengan melihat t statistics >1,96 dan p-values <0,05 sehingga dapat dikatakan memiliki pengaruh[19].

1.Pengaruh Keterampilan Interpersonal (X1) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai koefisien β = 0.266, nilai T-Statistik sebesar 2.095, dan nilai P values sebesar 0.035(>0,05) dari hal ini dapat dinyatakan bahwa keterampilan interpersonal berpengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja Mahasiswa ORMAWA FEBI UIN Sumatera Utara. Berdasarkan dari hasil jawaban responden pernyataan atau 3 indikator ( Kemampuan Empati, Kemampuan untuk Menerima Umpan Balik, Kemampuan untuk Mengungkapkan Kebutuhan yang terstruktur) indikator yang paling relevan dalam variabel ini adalah item ke-1 dengan nilai tertinggi 0,881 yaitu indikator kemampuan empati. Sedangkan nilai terendah pada item ke-2 dengan nilai terendah 0.788 yaitu indikator kemampuan untuk menerima umpan balik. Indikator dengan nilai tertinggi 0.881 yaitu kemampuan empati. Hal ini menunjukkan bahwa empati merupakan aspek keterampilan interpersonal yang paling berpengaruh dalam kesiapan kerja. Kemampuan dalam memahami serta menghayati sudut pandang individu lain memiliki peran yang sangat penting dalam membangun hubungan kerja yang harmonis serta meningkatkan efektivitas komunikasi di lingkungan profesional. Individu yang memiliki empati tinggi cenderung lebih mudah beradaptasi dengan rekan kerja dan memahami kebutuhan tim, sehingga dapat meningkatkan kolaborasi dan produktivitas.

Di sisi lain, indikator dengan nilai terendah adalah 0.788 yaitu kemampuan untuk menerima umpan balik. Meskipun tetap valid sebagai bagian dari keterampilan interpersonal, nilai ini menunjukkan bahwa responden cenderung menganggap menerima umpan balik sebagai aspek yang kurang dominan dibandingkan empati. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa sebagian individu masih menghadapi tantangan dalam menerima kritik atau saran secara konstruktif. Padahal, kemampuan untuk menerima dan memanfaatkan umpan balik sangat penting dalam pengembangan diri dan peningkatan kinerja. Oleh karena itu, meskipun empati menjadi faktor utama dalam keterampilan interpersonal, penting juga bagi individu untuk melatih keterbukaan terhadap umpan balik guna meningkatkan efektivitas dalam lingkungan kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya (Faisal, Febrian, and Purnama 2024) dalam tulisannya yang berjudul “Pengaruh Keterampilan Interpersonal, Problem Solving dan Resiliansi Terhadap Kesiapan Kerja (Mahasiswa Gen Z yang Mengikuti Kegiatan ORMAWA di Universitas Dian Nusantara) yang menyatakan kemampuan intrepersonal berpengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja pada mahasiswa Gen Z yang mengikuti ORMAWA. Dan penelitian (Aprianus Telaumbanua 2024) yang menyatakan Soft skills, seperti keterampilan interpersonal yang mencakup kepercayaan diri, fleksibilitas, kejujuran, dan integritas, memiliki dampak yang signifikan terhadap kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja di era Revolusi Industri 4.0 serta meningkatkan keyakinan mereka dalam menentukan jalur karir. Dalam konteks teori Career Construction (Savickas, 2005), keterampilan ini berkaitan erat dengan adaptability resources, yaitu kesiapan berinteraksi dalam lingkungan sosial yang dinamis. Penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan interpersonal berpengaruh terhadap kesiapan kerja dan dapat dikembangkan melalui partisipasi aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Dengan menjadi anggota yang terlibat secara aktif, bukan sekadar pasif, mahasiswa dapat melatih keterampilan komunikasi dalam menyampaikan kebutuhan organisasi serta meningkatkan kemampuan menerima umpan balik, yang nantinya juga akan bermanfaat di dunia kerja..

2.Pengaruh Problem solving (X2) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Hasil analisis menunjukkan bahwa penyelesaian masalah tidak berdampak signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa ORMAWA FEBI UIN Sumatera Utara, dengan nilai koefisien jalur β = 0.148, T-statistik 1.424 (kurang dari 1.96), dan nilai p-value 0.155 (lebih dari 0.05). Ini menunjukkan bahwa meskipun problem solving dianggap sebagai keterampilan penting dalam dunia kerja, dalam konteks penelitian ini, keterampilan tersebut belum terbukti memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa. Kesiapan kerja tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pemecahan masalah semata, dan setiap tempat kerja maupun organisasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga korelasinya dengan kesiapan kerja tidak secara langsung berhubungan. Selain itu, organisasi mahasiswa juga tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah mahasiswa secara signifikan dalam menghadapi tantangan di dunia kerja serta beradaptasi. Meskipun organisasi mahasiswa memberikan ruang untuk pengembangan berbagai soft skill, termasuk keterampilan pemecahan masalah, namun tingkat keterlibatan mahasiswa dalam menghadapi permasalahan nyata secara langsung sering kali masih rendah .Dalam banyak kasus, penyelesaian masalah di organisasi lebih banyak ditangani oleh pengurus inti atau kelompok kecil, sehingga tidak semua anggota merasakan pengalaman langsung dalam memecahkan masalah secara kompleks. Tantangan yang dihadapi dalam organisasi kemahasiswaan cenderung bersifat administratif dan rutin, seperti pengelolaan acara atau rapat internal, yang tidak selalu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis atau analisis mendalam seperti yang dibutuhkan di dunia kerja profesional. Proses penyelesaian masalah dapat menjadi kurang efektif akibat berbagai faktor, seperti ketergantungan pada aspek lain, keterlambatan dalam penerapan, serta kurangnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan penelitian Bariyyah (2021), tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah berdasarkan jenis kelamin, di mana rata-rata keterampilan pemecahan masalah antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Beberapa orang dapat dengan cepat menemukan solusi, sementara yang lain mungkin memerlukan waktu lebih lama atau bantuan dari orang lain. Meskipun setiap mahasiswa dapat menyelesaikan masalah yang sama, keterampilan pendukung diperlukan untuk mempercepat proses pemecahan masalah tersebut.

Indikator dengan nilai tertinggi λ = 0.843 yaitu berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah menunjukkan bahwa dalam konteks penelitian ini, responden menilai bahwa kemampuan problem solving lebih erat kaitannya dengan kreativitas dalam menemukan solusi dibandingkan dengan aspek lainnya. Kreativitas dalam menyelesaikan masalah dianggap sebagai faktor utama dalam meningkatkan kesiapan kerja seseorang, terutama dalam menghadapi tantangan di dunia kerja yang dinamis. Sebaliknya, indikator dengan nilai terendah λ = 0.767 yaitu mengambil keputusan yang tepat. Meskipun indikator ini tetap valid, kontribusinya terhadap variabel problem solving lebih rendah dibandingkan indikator lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pengambilan keputusan yang tepat penting, namun dalam persepsi responden, aspek ini kurang dominan dibandingkan dengan kreativitas dalam pemecahan masalah. Refleksi kritis ini penting bagi pengembangan program organisasi. Budaya organisasi yang hierarkis atau minim pelimpahan tanggung jawab bisa membatasi ruang eksplorasi problem solving secara aktif. Padahal, dalam kerangka Employability Competence, problem solving termasuk dalam cognitive competence yang menjadi salah satu indikator utama kesiapan kerja lulusan. Dengan ini , menunjukkan bahwa dalam meningkatkan kesiapan kerja, keterampilan problem solving lebih efektif jika didukung dengan kemampuan berpikir kreatif, bukan hanya sekadar mengambil keputusan yang tepat.

3.Pengaruh Resiliensi (X3) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Dengan koefisien jalur β = 0,482, T-statistik 4,216 (>1,96), dan nilai p-value 0,000 (<0,05), hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa resiliensi mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kesiapan kerja. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiliensi mahasiswa, semakin siap mereka dalam menghadapi dunia kerja. Pengaruh positif ini diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki resiliensi tinggi lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja, baik dalam menghadapi tekanan, perubahan, maupun ketidakpastian di lingkungan profesional. Resiliensi yang mencakup ketahanan kemampuan beradaptasi, kontrol diri, dukungan sosial, kemampuan bangkit setelah kegagalan, Ketahanan terhadap tekanan, pemecahan masalah secara fleksibilitas. Ini sejalan dengan penelitian (Wiharja MS et al., 2020) mengenai mana keputusan yang dibuat oleh mahasiswa untuk memperoleh kemampuan dengan menyelesaikan berbagai tingkat kesulitan tugas, menumbuhkan kepercayaan diri, dan menguasai pekerjaan dalam berbagai situasi yang mungkin terjadi dapat mempengaruhi seberapa siap mereka untuk memasuki dunia kerja, baik di dunia usaha maupun industri. Selain itu penelitian ini didukung juga oleh penelitian (Chandhika & Saraswati,2019) dimana Resiliensi memungkinkan individu untuk belajar dan tumbuh dari kegagalan tersebut, yang akan meningkatkan atas komitmen karyawan di dalam organisasi sejak komitmen karyawan di dalam organisasi karena karyawan berasumsi bahwa pekerjaannya akan dihargai oleh perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi memiliki dampak signifikan terhadap kesiapan kerja, yang erat kaitannya dengan keterlibatan dalam organisasi mahasiswa. Melalui pengalaman organisasi, mahasiswa berkembang menjadi orang yang lebih kuat dalam menghadapi berbagai kesulitan dan situasi yang beragam. Pengalaman ini memungkinkan mereka untuk belajar dari kesalahan serta bangkit dari kegagalan. Oleh karena itu, mahasiswa yang aktif berorganisasi cenderung lebih siap memasuki dunia kerja karena telah terbiasa menghadapi berbagai rintangan dan beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis.

Indikator yang paling relevan dalam resiliensi ini adalah item ke-6 dengan nilai tertinggal λ = 0.858 yaitu Pemecahan masalah secara fleksibel. Sedangkan nilai terendah terdapat pada item 1 yaitu Kemampuan beradaptasi dengan nilai terendah λ = 0.724. indikator dengan nilai tertinggi 0.858 yaitu pemecahan masalah secara fleksibel menunjukkan bahwa responden menganggap fleksibilitas dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah sebagai aspek paling penting dalam membangun resiliensi. Individu yang memiliki kemampuan ini cenderung lebih tangguh dalam menghadapi tekanan atau perubahan yang terjadi di lingkungan kerja, karena dapat menyesuaikan strategi penyelesaiannya sesuai dengan situasi yang berkembang. Sementara itu, indikator dengan nilai terendah 0.724 yaitu kemampuan beradaptasi. Meskipun tetap valid dan memiliki kontribusi terhadap resiliensi, nilai ini lebih rendah dibandingkan indikator lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun adaptasi penting dalam menghadapi tantangan, responden lebih menekankan pada keterampilan berpikir fleksibel dalam menyelesaikan masalah sebagai faktor utama dalam membangun ketahanan diri. Temuan ini memperkuat pandangan Career Construction Theory bahwa individu yang memiliki adaptability dan coping flexibility akan lebih siap menghadapi transisi karier. Keterlibatan mahasiswa dalam ORMAWA mendorong ketangguhan, pembelajaran dari kegagalan, serta peningkatan kepercayaan diri—sebuah bentuk kapital psikologis yang tak ternilai di dunia kerja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan resiliensi tinggi tidak hanya mampu bertahan dalam kondisi sulit, tetapi juga dapat menyesuaikan cara penyelesaian masalahnya secara fleksibel sesuai dengan dinamika yang dihadapi. Novelty pada penelitian ini adalah memberikan perspektif baru bahwa kesiapan kerja tidak hanya bergantung pada keterampilan komunikasi (kemampuan interpersonal) saja, tetapi lebih banyak tekanan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan di dunia kerja yaitu resiliensi juga terbukti menjadi faktor paling dominan, menunjukkan bahwa kemampuan beradaptasi dan ketahanan dalam menghadapi tantangan sangat berperan dalam kesiapan kerja.

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan interpersonal dan resiliensi berpengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa ORMAWA FEBI UINSU, sementara problem solving tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Keterampilan interpersonal membantu mahasiswa dalam membangun komunikasi yang baik dan bekerja dalam tim, yang penting untuk dunia kerja. Resiliensi terbukti menjadi faktor paling dominan, menunjukkan bahwa kemampuan beradaptasi dan ketahanan dalam menghadapi tantangan sangat berperan dalam kesiapan kerja. Temuan ini mengindikasikan bahwa selain penguasaan akademik, mahasiswa perlu mengembangkan soft skills melalui keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan guna memperkuat kesiapan mereka untuk memasuki dunia kerja yang kian penuh persaingan. Penelitian ini fokus pada faktor internal yang dapat dikembangkan oleh mahasiswa, yaitu keterampilan interpersonal, pemecahan masalah, dan ketahanan. penting untuk diakui bahwa kesiapan kerja juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Terbatasnya lapangan kerja, ketidaksesuaian antara keahliannya dengan kebutuhan industri, serta kurangnya pengalaman kerja juga tantangan bagi lulusan perguruan tinggi dalam memasuki dunia kerja tinggi lainnya. Oleh karena itu, mahasiswa tidak hanya perlu mengembangkan keterampilan interpersonal, pemecahan masalah dan ketahanan, tetapi juga mencari pengalaman praktis melalui magang, pelatihan, dan networking Mempersiapkan diri secara lebih optimal dalam memasuki dunia profesional. Resiliensi terbukti menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kesiapan kerja mahasiswa.Temuan ini memberikan implikasi penting terhadap kebijakan pengembangan kurikulum dan manajemen kemahasiswaan di lingkungan FEBI UINSU. Mengingat bahwa keterampilan interpersonal dan resiliensi terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa, pihak kampus dapat mengadopsi pendekatan berbasis inovasi manajerial dalam pendidikan, seperti mengintegrasikan pelatihan soft skills ke dalam program pembinaan ORMAWA atau mata kuliah berbasis pengalaman. Hal ini menjadi bagian dari upaya Business and Management Innovation dalam menjembatani pengembangan potensi mahasiswa dengan kebutuhan riil dunia kerja, serta meningkatkan efektivitas pendidikan tinggi dalam menyiapkan lulusan yang adaptif dan kompeten. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji aspek-aspek lain seperti ketersediaan lapangan kerja, kebijakan industri, pengalaman magang, serta peran perguruan tinggi dalam menjembatani lulusan dengan faktor dunia kerja. Dengan menggabungkan internal dan eksternal, penelitian di masa depan dapat memberikan gambaran yang lebih holistik tentang kesiapan kerja lulusan perguruan tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih khusus disampaikan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara atas bantuan data dan akses informasi yang sangat berharga.Penulis juga mengapresiasi seluruh mahasiswa aktif yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) di lingkungan FEBI UINSU yang telah bersedia menjadi responden dalam pengisian kuesioner. Partisipasi dan kerja sama mereka sangat penting dalam memperoleh data yang mendalam dan relevan untuk penelitian ini.Tak lupa, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada dosen pembimbing dan para akademisi yang telah memberikan arahan, masukan, serta semangat selama proses penelitian berlangsung.Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di lingkungan pendidikan tinggi.

References

[1] M. Puspa, M. Arif, dan I. Imsar, "Pengaruh Modal dan Tenaga Kerja terhadap Upah Kerja Pengrajin Rotan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Sumatera Utara," El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2022, doi: 10.47467/elmujtama.v2i2.844.

[2] M. A. Harahap, S. Sukiman, dan I. Harahap, "Measuring Muslim Welfare: A Falah-Based Index," Share: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam, 2023, doi: 10.22373/share.v12i2.19191.

[3] Shinta, "Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pariwisata Halal dalam Meningkatan Pendapatan dan Jumlah Tenaga Kerja," Manajemen dan Bisnis, 2020.

[4] R. N. Ichsan, M. Syahbudi, dan V. F. H. Nst, "Development of Islamic Human Resource Management in the Digital Era for MSMEs and Cooperatives in Indonesia," Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam, vol. 12, no. 2, 2023.

[5] J. D. Ayaturrahman dan I. Rahayu, "Dampak Soft Skill terhadap Kesiapan Kerja Mahasiswa di Era Industri 4.0," Proceeding National Conference on Accounting and Finance, vol. 5, 2023.

[6] Imsar, "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia Periode 1989-2016," Human Falah, vol. 5, no. 1, 2018.

[7] R. D. Safitri, M. D. Septiana, R. Harahap, dan M. Ikhsan, "The Effect of Internship Experience, Motivation, and Job Interest on Job Readiness among Muslim University Students: Campus Atmosphere as an Intervening," Ekonomikawan: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, vol. 6, no. 3, 2024.

[8] A. M. Setyanti dan F. Finuliyah, "Pengangguran Terdidik pada Masa Pandemi Covid-19: Analisis pada Data Sakernas 2020," Jurnal Ketenagakerjaan, vol. 17, no. 1, 2022, doi: 10.47198/naker.v17i1.118.

[9] S. S. Pratiwi, "Pengaruh Keaktifan Mahasiswa dalam Organisasi dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta," Jurnal Pendidikan dan Ekonomi, vol. 6, no. 1, 2017.

[10] M. A. Prayogi dan Y. S. J. Nasution, "Islamic Work Ethic in Mediation Influence Spirituality at Workplace, Organizational Changes, Work Ability on Organizational Commitment in Sharia Bank Employees in Medan City," Ikonomika: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol. 8, no. 1, 2023.

[11] J. A. Tanjung dan A. A. Tarigan, "Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Masyarakat (SDM) Karyawan di PT. Bank Sumut Kantor Cabang Syariah Padang Sidempuan," Pharmacognosy Magazine, vol. 75, no. 17, 2021.

[12] A. Prasetyo, Pengantar Manajemen Islami. Surabaya: Airlangga University Press, 2021.

[13] Zainarti, Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformulasi Sumber Daya Manusia Berkarakter Islami. Medan Estate: FEBI UIN-SU Press, 2021.

[14] F. Riyadi, "Urgensi Manajemen dalam Bisnis Islam," BISNIS: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, vol. 3, no. 1, 2016, doi: 10.21043/bisnis.v3i1.1472.

[15] Y. R. Cahyono dan A. Gunawan, "Pentingnya Memiliki Soft Skill bagi Calon Pekerja sebagai Keterampilan Kesiapan Kerja," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Digital, vol. 1, no. 3, 2024.

[16] R. D. Safitri, M. D. Mayangsari, dan N. Erlyani, "Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kesiapan Kerja Mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dalam Memasuki Dunia Kerja di STKIP PGRI Banjarmasin," Jurnal Kognisia, vol. 2, no. 2, 2019.

[17] F. Muhammad, W. D. Febrian, dan Y. H. Purnama, "Pengaruh Keterampilan Interpersonal, Problem Solving dan Resiliansi terhadap Kesiapan Kerja (Mahasiswa Gen Z yang Mengikuti Kegiatan ORMAWA di Universitas Dian Nusantara)," Manajemen Bisnis, vol. 2, no. 3, 2024.

[18] R. I. Andini, "Kepercayaan, dan, Terhadap Minat, dan Penggunaan Mobile," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol. 7, no. 2, 2024.

[19] F. Muthi’ah dan R. Indrarini, "Pengaruh Literasi, Kegunaan, dan Kemudahan terhadap Minat Masyarakat Menggunakan Dompet Digital Syariah," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol. 7, no. 1, 2023.