Page | 1
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Karakter Disiplin Siswa SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus
Yusuf Bachtiar 1 ) , Hakimmudin Salim 2)
1) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
2) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
*Email: g000210123@student.ums.ac.id
Abstract . Islamic religious education plays a very important role in instilling the character of students, especially in terms of discipline. This research aims to describe in depth the role of PAI in instilling discipline through religious activities that are integrated in school activities. With a descriptive qualitative approach, data was collected through observation, interviews, and documentation at SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Special Program. The results of the study show that the character of discipline is instilled in a sustainable manner with activities such as congregational prayers, memorization of the Qur'an, and daily recitation of surahs. PAI teachers have the task of being the main supervisor to instill this character through example, personal approach, and consistent habituation. The principal also contributes to creating an atmosphere that supports the formation of a culture of discipline. Character cultivation through PAI is not only theoretical, but also touches on the moral aspects and habits of students in daily life. This research also explores the role of Islamic Religious Education (PAI) in instilling the character of student discipline.
Keywords – Islamic Religious Education, Student Character, Discipline
Abstrak. Pendidikan Agama Islam mengambil peranan yang sangat penting di dalam menanamkan karakter siswa, khususnya dalam hal kedisiplinan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam peran PAI dalam menanamkan sikap disiplin melalui kegiatan keagamaan yang terintegrasi dalam aktivitas sekolah. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kedisiplinan ditanamkan secara berkelanjutan dengan kegiatan seperti salat berjamaah, hafalan Al-Qur’an, dan pembacaan surah harian. Guru PAI memiliki tugas sebagai pembimbing utama untuk menanamkan karakter tersebut melalui keteladanan, pendekatan personal, serta pembiasaan yang konsisten. Kepala sekolah juga berkontribusi dalam menciptakan suasana yang mendukung terbentuknya budaya disiplin. Penanaman karakter melalui PAI bukan hanya bersifat teoritis, melainkan juga menyentuh aspek moral dan kebiasaan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini juga mengeksplorasi peran Pendidikan Aagama Islam (PAI) dalam menanamkan karakter disiplin siswa.
Kata Kunci – Pendidikan Agama Islam, Karakter Siswa, Disiplin
Dalam dinamika kehidupan berbangsa, pendidikan berfungsi sebagai pilar utama dalam menentukan arah kemajuan suatu negara karena menjadi landasan utama dalam membentuk kualitas sumber daya manusia. Tingkat pendidikan masyarakat tidak hanya mencerminkan mutu bangsa tersebut, tetapi juga menjadi faktor penentu dalam kemajuan berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kemajuan yang begitu cepat di ketiga bidang ini memberikan pengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Dampaknya tidak hanya terlihat pada cara manusia menjalankan aktivitas sehari-hari, tetapi juga secara langsung membentuk pola pikir, sikap, karakter, serta gaya hidup masyarakat dalam menghadapi dinamika zaman yang terus berubah [1].
Dalam menghadapi dinamika perubahan yang terus berlangsung, muncul kebutuhan untuk menanamkan kembali nilai dan norma yang mencerminkan jati diri bangsa Indonesia, terutama melalui peran strategis lembaga pendidikan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan secara efektif untuk mewujudkannya yaitu dengan pendidikan karakter, Pendidikan karakter memberikan kontribusi besar terhadap lahirnya generasi muda yang begitu tangguh, berdisiplin, serta memiliki akhlak mulia [2]. Di antara berbagai nilai karakter, disiplin menjadi aspek utama yang perlu dikembangkan, karena menjadi fondasi keberhasilan seseorang baik secara individu maupun dalam menjalin relasi sosial [3].
Nilai tersebut tidak akan tumbuh dengan maksimal jika tidak ditopang oleh sistem pendidikan yang kokoh dan terstruktur. Pendidikan di Indonesia memiliki peran strategis dalam pengembangan mutu sumber daya manusia, sebagaimana dinyatakan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, serta membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan masyarakat. Tujuan akhirnya adalah menumbuhkan potensi peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, disiplin, sehat, cerdas, terampil, kreatif, mandiri, serta mampu berperan sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab [4]. Dalam rangka mencapai tujuan itu, sekolah memegang peranan penting sebagai lingkungan yang memberikan pengaruh besar dalam membentuk dan membina nilai-nilai positif pada diri siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah sejatinya merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah ditanamkan oleh keluarga di rumah, dan sekaligus menjadi wadah yang mempersiapkan peserta didik untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, sekolah berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan pengalaman anak di lingkungan keluarga dengan tantangan kehidupan sosial yang akan mereka hadapi di masa depan [5].
Ketika menjalani proses belajar di sekolah, Peserta didik wajib menaati seluruh aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan selama berada di lingkungan sekolah. Aturan seperti itu bertujuan untuk membentuk sikap disiplin, yang merupakan fondasi penting dalam meraih kesuksesan. Disiplin berarti kesiapan seseorang untuk menaati aturan yang ada demi menciptakan lingkungan yang tertib, aman, dan kondusif. Sayangnya, kedisiplinan masih sering diabaikan, padahal peranannya sangat penting dalam dunia pendidikan.Guru menjadi tokoh kunci dalam menanamkan disiplin kepada siswa, dimulai dari sikap dan keteladanan guru itu sendiri [6]. Dalam ajaran Islam, disiplin juga mendapat perhatian besar, bahkan Sejumlah ayat dalam Al-Qur’an secara jelas menggarisbawahi urgensi sikap disiplin dalam menjalani kehidupan, salah satunya dalam Surah An-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا(59)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat) Q S An-Nisa’ ayat 59. Ayat ini menekankan pentingnya ketaatan sebagai wujud nyata dari perilaku disiplin dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat [7].
PAI berperan penting dalam membangun karakter siswa secara menyeluruh, tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi kehidupan sosial di masyarakat. Oleh sebab itu, PAI perlu dijadikan sebagai landasan utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Dalam konteks ini, guru PAI memikul tanggung jawab yang besar dan kompleks [8]. Tugasnya bukan sekadar menyampaikan materi, melainkan juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam. Tanggung jawab tersebut bahkan sebanding dengan misi para nabi yang diutus untuk membimbing manusia menuju kehidupan lebih berguna. Salah satu unsur utama yang perlu ditanamkan adalah nilai kedisiplinan, karena disiplin menjadi fondasi utama dalam pembentukan kepribadian yang utuh dan bermakna, baik dalam kehidupan individu maupun sosial [9].
Disiplin merupakan elemen penting dalam pendidikan yang mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Dengan kedisiplinan, kegiatan belajar berlangsung tertib dan minim gangguan. Meski sekolah telah menekankan pentingnya aturan, masih ada siswa yang kurang patuh, seperti tidak mengerjakan tugas, absen tanpa alasan, atau terlambat mengikuti salat berjamaah. Dalam kondisi ini, guru berperan besar membentuk kedisiplinan melalui motivasi dan tindakan mendidik. Disiplin juga merupakan nilai dasar dalam pembentukan karakter, yang ditanamkan melalui kebiasaan tertib, kepatuhan terhadap aturan, dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari [10].
Pelaksanaan rutinitas keagamaan diterapkan dalam konteks pendidikan formal, merupakan cara yang begitu efektif untuk menanamkan karakter disiplin kepada peserta didik. Kegiatan tersebut dijalankan sesuai dengan jadwal yang telah dirancang oleh sekolah sebagai bagian dari pelaksanaannya, siswa dilatih untuk bersikap konsisten, tepat waktu, serta bertanggung jawab terhadap kewajiban yang dijalankan. Proses ini tentu memerlukan bimbingan yang berkelanjutan dari guru, serta sinergi antara sekolah, tenaga pendidik, dan orang tua [11]. Selain memberikan nilai-nilai spiritual, kegiatan keagamaan juga berdampak positif secara psikologis, seperti menumbuhkan rasa tenang dan meningkatkan konsentrasi. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al Quran Surah Ar-Ra’d ayat 28:
Artinya bahwa " (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram." Di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono, program keagamaan yang mencakup ibadah berjamaah, tahfidz Al-Qur’an, serta penanaman nilai 5S dilakukan secara konsisten sebagai bagian dari pembinaan karakter disiplin siswa. Jika dilakukan secara rutin, kegiatan tersebut tidak hanya mampu memperbaiki perilaku siswa, tetapi juga membentuk akhlak yang baik serta mendorong peningkatan kecerdasan, ketenangan jiwa, kedisiplinan dan fokus belajar.
Topik ini selaras dengan penelitian Salsabila [12] pada jurnalnya yang juga menyinggung bahwasannya melalui pengajaran materi agama, nasehat, dan karakter disiplin pada siswa dapat terbentuk secara terstruktur. Sebagian besar studi menyoroti bagaimana PAI diintegrasikan dalam pembelajaran intrakulikuler untuk membentuk karakter religius, serta dukungan sarana prasarana, dan keteladanan guru. Namun riset yang menitikberatkan pada khusus karakter disiplin siswa SMP dalam lingkup budaya dan tata tertib sekolah masih sangat jarang. Pada studi milik Agus, dkk mengkaji terkait bagaimana peran PAI dalam lingkungan sekolah, namun belum ada pembahasan terkait karakter disiplin sebagai fokus utama PAI di dunia pendidikan kalangan SMP. Maka dari itu, berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam Peran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam menanamkan karakter disiplin di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian lapangan (field research) yang dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus, yang terletak di Dusun II, Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Pendekatan ini dipilih karena mampu menggambarkan dan menganalisis fenomena sosial secara mendalam dan menyeluruh, khususnya terkait peran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam menanamkan karakter disiplin siswa. Menurut [13], pendekatan kualitatif deskriptif sangat relevan digunakan dalam kajian pendidikan yang berorientasi pada pemahaman makna, nilai, serta proses interaksi sosial yang terjadi dalam konteks alamiah.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mencermati pelaksanaan kegiatan keagamaan dan pembiasaan disiplin di lingkungan sekolah. Wawancara dilakukan kepada enam informan yang terdiri dari satu kepala sekolah, dua guru Pendidikan Agama Islam (PAI), satu petugas tata usaha (TU), dan dua siswa. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling, yakni penentuan informan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu individu yang memahami, terlibat langsung, dan memiliki pengalaman mendalam terkait fenomena yang diteliti [14]. Untuk menjaga keabsahan data, digunakan teknik triangulasi, meliputi triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui tiga tahapan utama sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman dalam penelitian Lathifa [10], yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pendekatan analisis ini dianggap mampu menjamin keakuratan dalam menafsirkan data yang kompleks dan dinamis.
Penelitian ini juga dilengkapi dengan panduan wawancara yang dirancang untuk menggali informasi mendalam, contohnya: “Bagaimana strategi guru dalam menanamkan disiplin melalui kegiatan PAI?”, “Kegiatan religius apa saja yang dilaksanakan secara rutin?”, dan “Apa dampak kegiatan tersebut terhadap perilaku siswa?”. Selain itu, digunakan pula lembar observasi kegiatan siswa, seperti partisipasi dalam salat berjamaah, program tahfidz, dan pembacaan surah harian, yang mencatat aspek ketepatan waktu, keterlibatan aktif, dan kedisiplinan individu. Dengan metode yang sistematis ini, diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran yang valid, mendalam, dan relevan terhadap peran PAI dalam membentuk karakter disiplin di lingkungan sekolah.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam mencakup penerapan ide atau konsep ke dalam tindakan nyata dalam proses pembelajaran. Secara umum, implementasi mencerminkan pelaksanaan kegiatan yang sudah disusun dan disepakati oleh berbagai pihak supaya tercapai tujuan yang ditentukan. Dalam praktiknya, penanaman sikap disiplin menjadi unsur penting yang mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif [15]. Kegiatan pembelajaran dalam dunia pendidikan, sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, tercermin dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang mencakup tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, serta kegiatan penutup yang menjadi bagian akhir dari proses pembelajaran [16]
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rizqun Hanifah Muhtarom, S.Pd. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono, “Terkait kurikulum bagaimana sih Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP Mamadiyah ini Dirancang gitu, atau diterapkan Kalau kurikulum Agama Islam itu Dari awal karena kita basisnya sudah agama Basisnya Muhammadiyah maka kita lebih ke pembiasaan muamalah harian seperti Sholat Dhuha, Sholat Dhuhur dan Ashar berjamaah, kemudian ada juga literasi Al-Qur’an.” Beberapa hal ini dapat memberikan gambaran konkret tentang bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam dijalankan secara efektif di lingkungan sekolah. Ia menekankan bahwa proses pembentukan karakter siswa, khususnya dalam hal kedisiplinan, tidak cukup hanya dengan penyampaian materi secara kognitif, tetapi harus melalui pembiasaan yang berkelanjutan dan menyentuh aspek afektif serta psikomotorik siswa. Penelitian ini selaras dengan penelitian Elvidawita [17] yang menyimpulkan bahwa guru sebagai pendidik, teladan, dan motivstor berkolaborasi dengan orang tua dan lingkungan sekolah. Hal ini menjadi salah satu bukti penguat bahwasannya melatih karakter disiplin siswa itu tidak hanya melalui penyampaian materi secara kognitif, melainkan juga dapat melalui pembiasaan sehari-hari yang dapat menyentuh aspek afektif serta psikomotorik.
Salah satu bentuk nyatanya adalah dengan membiasakan siswa melaksanakan ibadah secara rutin, yaitu sholat Dhuha, Dzuhur, dan Ashar berjamaah di sekolah. Aktivitas tersebut tidak semata-mata membentuk keteraturan dalam ibadah, melainkan juga menanamkan kedisiplinan waktu kepada peserta didik, mengikuti aturan bersama, dan membangun kesadaran spiritual sejak dini. Selain itu, program tahfidz yang diadakan setiap Senin hingga Kamis menjadi sarana penguatan spiritual sekaligus sarana latihan kedisiplinan, karena siswa dituntut untuk memiliki target hafalan dan konsistensi dalam belajar. Bagi siswa yang menunjukkan kemampuan unggul, mereka bahkan diberikan kesempatan untuk memperdalam hafalan di pondok pesantren selama liburan, yang menunjukkan dukungan penuh sekolah terhadap pengembangan potensi religius siswa [18].
Di luar kegiatan pembiasaan ibadah, Ibu Rizqun juga menerapkan berbagai strategi pembelajaran untuk menanamkan nilai kedisiplinan dalam kelas. Ia menggabungkan metode reward dan punishment secara bijak memberikan penghargaan sederhana seperti permen, jajanan kecil, atau pujian kepada siswa yang aktif dan taat aturan, serta menerapkan hukuman ringan dan edukatif seperti push-up atau menulis kalimat reflektif bagi yang melanggar kedisiplinan. Metode ini ia pilih karena dinilai lebih efektif membentuk kesadaran internal siswa dibandingkan dengan pendekatan yang keras atau hukuman berat. Selain itu, beliau aktif melakukan monitoring dan komunikasi dengan guru lain serta menjalin komunikasi dengan orang tua peserta didik guna memastikan bahwa pembentukan sikap disiplin di sekolah memperoleh dukungan yang berkelanjutan di lingkungan keluarga. Ketika proses pembelajaran, Ibu Rizkun sering menyelipkan cerita-cerita teladan dan nilai moral di luar materi yang diajarkan, menyesuaikan dengan isu atau kejadian yang sedang relevan, sehingga siswa dapat lebih mudah mengaitkan pelajaran agama dengan realitas kehidupan. Pendekatan personal juga menjadi ciri khas beliau, dengan membangun kedekatan emosional dengan siswa dan mengajak mereka berdialog secara hati ke hati ketika terjadi pelanggaran. Semua strategi ini menggambarkan bahwa implementasi PAI yang dilakukan Ibu Rizkun tidak hanya teknis dan administratif, tetapi menyentuh secara menyeluruh pada pembentukan karakter, kedekatan emosional, serta pembinaan akhlak yang berkesinambungan [18].
Berikut kami paparkan beberapa hasil ringkasan kegiatan religius dan indikator kedisiplinannya.
No | Kegiatan Religius | Indikator Kedisiplinan |
Salat Dhuha Berjamaah | Datang tepat waktu ke sekolah | |
Membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran | Mengikuti aturan waktu belajar | |
Program Tausiyah Pagi | Konsisten hadir dan duduk tertib | |
Pembiasaan Berdoa | Tertib dalam rutinitas sekolah | |
Monitoring Ibadah Harian | Patuh terhadap tata tertib sekolah |
Nilai-nilai pendidikan agama Islam adalah dasar untuk membentuk akhlak, sikap, serta kepribadian seorang Muslim. Nilai ini menjadi pedoman dalam berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia. Tujuan utamanya adalah membentuk pribadi yang beribadah dengan benar, berakhlak baik, dan berkontribusi bagi masyarakat. Internalisasi nilai-nilai tersebut dilakukan agar siswa terbiasa bersikap disiplin secara sadar, bukan karena paksaan, melainkan karena nilai agama yang mulai tertanam kuat dalam dirinya [19].
Bu Rizqun Hanifah menyatakan bahwa penanaman nilai agama dalam membentuk karakter disiplin siswa harus dilakukan dengan pembiasaan yang konsisten dalam kegiatan sehari-hari. Ia mencontohkan pelaksanaan sholat berjamaah, tahfidz, dan membaca Al-Qur’an yang tercantum dalam QS An-Nisâ’ ayat 103:
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا Artinya: “Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Kebiasaan tersebut bagian dari rutinitas sekolah, melainkan melatih spiritualitas, akan tetapi dapat membentuk keteraturan serta tanggung jawab. Menurutnya, siswa yang awalnya merasa terpaksa akan perlahan tumbuh kesadaran untuk melakukannya secara mandiri karena sudah menjadi bagian dari kebiasaan. Selain itu, ia menerapkan pendekatan yang mendidik dengan memberikan reward bagi siswa yang menunjukkan perilaku baik dan punishment ringan bagi pelanggaran, agar siswa belajar disiplin bukan karena takut, tetapi karena kesadaran dari dalam. Keadaan ini menunjukkan bahwa penginternalisasian nilai-nilai keislaman tidak cukup hanya diajarkan, melainkan harus dilatih dan ditanamkan secara perlahan dalam keseharian siswa [18].
Menurut supriyati dalam penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki pengaruh yang positif dalam membentuk karakter Islami siswa. Selain membentuk karakter, dampak PAI terhadap kedisiplinan siswa juga terlihat jelas, khususnya dalam membiasakan mereka menjalankan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, kedisiplinan dalam menjalankan ibadah turut memperkuat pembentukan karakter Islami. Ketika pembelajaran PAI dan kedisiplinan ibadah diterapkan secara bersamaan, keduanya saling melengkapi dan memberikan pengaruh yang signifikan dalam penguatan karakter siswa secara menyeluruh [20].
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Rizqun Hanifah Muhtarom, Guru PAI di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono, menyampaikan bahwa PAI memainkan peran strategis dalam membentuk kedisiplinan siswa. Menurut penuturan beliau, pembelajaran PAI diintegrasikan berbagai program pembiasaan religius, seperti salat berjamaah serta kegiatan literasi Al-Qur’an yang dilaksanakan secara teratur di lingkungan sekolah, sebagai bagian dari pembentukan karakter peserta didik. Sesuai dengan Q.S. Al-furqan ayat 62:
- Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Lingkungan Sekolah
- وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَخِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَشُكُوْرًا(62)
Yang memiliki arti” Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau ingin bersyukur” yang bermakna proses untuk mendisiplinkan diri dalam mengelola waktu sangat penting. Melalui pendekatan tersebut, nilai kedisiplinan bukan Cuma diberikan secara teoritis, melainkan ditanamkan melalui tindakan langsung dalam pembiasaan sehari-hari peserta didik. Beliau menjelaskan bahwa kedisiplinan siswa cenderung meningkat seiring dengan berjalannya pembiasaan religius yang konsisten. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya angka keterlambatan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan pun tidak hanya mengandalkan metode ceramah, melainkan juga dilengkapi dengan sistem penghargaan dan sanksi edukatif yang mendukung terbentuknya perilaku disiplin secara alami dan berkelanjutan [18].
Selain itu, ibu Rizqun menekankan bahwa internalisasi nilai kedisiplinan melalui PAI tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus diperkuat dengan kerja sama antara semua elemen sekolah, termasuk pendidik dari mata pelajaran lain, guru wali kelas, dan juga orang tua peserta didik. Dukungan kolektif tersebut dinilai mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi tumbuhnya karakter disiplin peserta didik, baik pada ranah pendidikan formal maupun dalam interaksi sosial sehari-hari. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa PAI memberikan kontribusi nyata dalam menanamkan sikap disiplin melalui pola pembelajaran yang mengedepankan keteladanan, kebiasaan positif, serta pengawasan yang terintegrasi secara menyeluruh dalam aktivitas pendidikan [18].
Dalam pandangan Heri Gunawan, proses pembentukan karakter individu dipengaruhi oleh dua komponen utama, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup aspek-aspek yang bersumber dari dalam diri seseorang, seperti naluri, pola kebiasaan, kemauan pribadi, dorongan batin, serta latar belakang keturunan. Sementara itu, faktor eksternal meliputi berbagai elemen lingkungan yang turut membentuk kepribadian seseorang melalui interaksi sosial. Di antaranya adalah pengaruh keluarga, budaya masyarakat, media massa, serta lingkungan pergaulan. Dalam konteks pendidikan formal, guru Pendidikan Agama Islam dan kepala sekolah termasuk dalam kategori faktor eksternal yang memiliki peran strategis dalam pembentukan karakter, khususnya dalam aspek kedisiplinan. Melalui pembelajaran yang berbasis nilai dan keteladanan sikap, keduanya berkontribusi dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung penanaman nilai-nilai disiplin sebagai bagian dari penguatan karakter peserta didik secara menyeluruh [21]
Dari hasil wawancara dengan beliau Ibu Rizqun Hanifah Muhtarom beliau Menanggapi teori bahwa “nilai-nilai islam yang biasa kami terpakan biasanya berasal dari 2 faktor, internal dari diri masing-masing anak dan faktor eksternal salah satunya berasal dari faktor lingkungan sekolah, maka dari itu kami di sekoklah sebisa mungkin kami terapkan ibadah muamalah sehingga harapannya dapat membantu mendorong penanaman sikap disiplin anak “ Hal ini merupakan upaya pembentukan karakter, termasuk karakter disiplin, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Amanda [15] yanag mana sama-sama menunjukkan bahwa karakter disiplin siswa tidak hanya hadir dengan sebab internal saja, melainkan juga faktor eksternal. Dalam hal ini Ibu Rizqun Hanifah Muhtarom juga menjelaskan bahwa dalam praktiknya di lapangan, kedua faktor tersebut memang sangat berperan. Dari segi faktor internal, beliau mengamati bahwa setiap siswa memiliki kecenderungan, kebiasaan, serta kemauan yang berbeda-beda dalam menerima dan menjalankan nilai-nilai kedisiplinan. Ada siswa yang sejak awal menunjukkan kedisiplinan karena dorongan dari dalam diri mereka, misalnya karena terbiasa di rumah atau memiliki motivasi pribadi untuk patuh terhadap aturan [18].
Namun, beliau menekankan bahwa faktor eksternal lebih dominan dalam memengaruhi pembentukan karakter disiplin siswa di sekolah, terutama melalui peran guru, lingkungan belajar, dan kultur sekolah. Dalam hal ini, guru PAI memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk kedisiplinan melalui pembiasaan positif seperti salat berjamaah, kegiatan tahfidz, serta literasi Al-Qur’an yang dilakukan secara rutin. Selain itu, kepala sekolah juga berkontribusi dalam membangun atmosfer disiplin dengan memberikan arahan dan dukungan terhadap program karakter. Beliau juga menemukan bahwa lingkungan pergaulan dan pengaruh media sosial menjadi faktor eksternal yang cukup signifikan, baik sebagai penguat maupun tantangan dalam penanaman nilai disiplin. Misalnya, penggunaan media digital yang intens di kalangan siswa seringkali memengaruhi sikap dan bahasa mereka dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diperlukan penguatan karakter secara terus-menerus dari lingkungan sekolah. Dengan demikian, menurut Ibu Rizqun, keberhasilan dalam membentuk kedisiplinan siswa sangat ditentukan oleh perpaduan antara kesiapan pribadi siswa (internal) dan dukungan lingkungan sekolah yang konsisten dan terstruktur (eksternal) [18].
Keterangan dari Ibu Sri Sumarsih selaku kepala sekolah menunjukkan bahwasanya pembentukan karakter, khususnya karakter disiplin siswa, memang tidak dapat dilepaskan dari peran dua faktor utama sebagaimana dijelaskan oleh Heri Gunawan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan pengalamannya di lapangan, beliau menyadari bahwa karakter bawaan individu, seperti kebiasaan dari rumah, semangat belajar, dan kemauan pribadi siswa (faktor internal), turut memengaruhi sikap kedisiplinan di sekolah. Meski demikian, beliau menekankan bahwa faktor eksternal lebih dominan dalam membentuk dan memperkuat karakter disiplin siswa. Sebagai kepala sekolah, kontribusi beliau sangat terlihat dalam membangun sistem dan budaya sekolah yang mendukung pembentukan karakter disiplin. Ibu Sri menginisiasi berbagai program pembiasaan positif, seperti salat duha berjamaah setiap pagi, kegiatan literasi Al-Qur’an, hafalan surat pendek, serta pembiasaan adab sopan santun. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, siswa secara perlahan dibentuk untuk memiliki rutinitas yang teratur dan penuh kedisiplinan [22].
Selain itu, beliau juga menerapkan sistem monitoring terhadap guru-guru dan program pembelajaran, baik melalui supervisi rutin maupun forum evaluasi bulanan. Tujuannya adalah memastikan seluruh tenaga pendidik memiliki komitmen yang sama dalam membentuk karakter siswa secara kolektif. Dalam mendukung pembentukan karakter disiplin, ia pun memperkuat peran guru sebagai teladan, serta menjaga sinergi dengan orang tua melalui komunikasi intensif. Beliau menyadari bahwa pengaruh lingkungan sosial seperti media, pergaulan, dan kondisi keluarga juga sangat memengaruhi sikap siswa. Oleh karena itu, Ibu Sri berupaya mengkondisikan lingkup sekolah yang nyaman, religius, serta mendidik, adapun guru dan peserta didik sama-sama menjalani proses pembelajaran karakter secara nyata. Kondisi ini mencerminkan bahwasanya kepala sekolah tidak terbatas pada bertugas secara administratif, melainkan juga menjadi aktor utama dalam pembentukan karakter melalui penguatan faktor eksternal secara strategis dan berkelanjutan [22].
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rizqun Hanifah Muhtarom selaku guru PAI dan Ibu Sri Sumarsih sebagai kepala sekolah, hasil analisis Pendidikan Agama Islam terbukti memiliki tingkat efektivitas yang lebih unggul dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dibandingkan dengan aspek pendidikan lainnya. Hal ini disebabkan karena PAI tidak sebatas menyampaikan materi pengetahuan semata saja, melainkan juga mengintegrasikan pembiasaan ibadah, keteladanan sikap, serta penguatan akhlak dengan rutinitas harian peserta didik melalui program-program seperti pelaksanaan salat duha berjamaah dan pembacaan Al-Qur’an secara teratur, serta penanaman adab melalui interaksi harian menjadi strategi konkret yang mendorong lahirnya kedisiplinan secara bertahap [18],
Relevansi cara mengajar yang diterapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajaran di sekolah ini sangat sesuai dengan karakteristik siswa SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus. Mengingat latar belakang siswa yang beragam dan tantangan generasi digital yang cenderung kurang disiplin, pendekatan berbasis pembiasaan, motivasi, keteladanan, serta penerapan reward dan punishment sederhana yang digunakan oleh Ibu Rizqun terbukti mampu membentuk kesadaran disiplin dalam diri siswa. Hal ini diperkuat oleh dukungan kepemimpinan kepala sekolah yang konsisten ketika Menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dan norma-norma Islam sebagai bagian dari budaya sekolah. Oleh karena itu, strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang fleksibel dan kontekstual dapat berfungsi secara optimal sebagai sarana dalam pembentukan karakter disiplin peserta didik. secara keseluruhan [22]
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) memberikan peran yang penting dalam membentuk karakter peserta didik, terutama dalam menginternalisasikan nilai-nilai kedisiplinan. Dalam konteks SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus, PAI tidak hanya berfungsi sebagai instrumen pengajaran materi keagamaan, tetapi juga sebagai sarana strategis untuk membangun kebiasaan dan sikap positif melalui pembiasaan yang berkelanjutan. Karakter disiplin yang terbentuk pada siswa tidaklah hadir dengan begitu instan, melainkan dengan proses rutinitas spiritual yang terus menerus, seperti salat berjamaah, tahfidz Al-Qur’an, serta kegiatan membaca surah pendek setiap hari. Kegiatan ini bukan hanya memberikan pengalaman religius, tetapi juga melatih keteraturan, tanggung jawab, serta kesadaran akan pentingnya menaati waktu dan aturan. Keberhasilan dalam membentuk karakter siswa sangat dipengaruhi oleh peran strategis guru Pendidikan Agama Islam sebagai pembimbing nilai-nilai religius dan moral. Guru tidak sebatas menyampaikan sebuah materi secara verbal, melainkan juga berfungsi sebagai panutan serta pembina karakter siswa. Ibu Rizqun Hanifah Muhtarom, Dalam kapasitasnya sebagai guru Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut, ia mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan karakter disiplin siswa, menekankan pembinaan kedisiplinan melalui reward dan punishment yang edukatif, kisah-kisah keteladanan, serta pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi psikologis siswa. Pendekatan personal juga menjadi ciri khas beliau, di mana siswa yang melanggar aturan tidak langsung dihukum secara keras, tetapi diajak berdialog dan diberikan penguatan moral. Hal ini memperlihatkan bahwa metode yang digunakan tidak sekadar bersifat mekanis, melainkan juga menyentuh sisi afektif dan emosional siswa.
Kepala sekolah, Ibu Sri Sumarsih, juga memberikan peran penting dalam memperkuat nilai-nilai kedisiplinan di lingkungan sekolah. Ia menerapkan kebijakan sekolah yang mendukung budaya religius dan tertib, serta memastikan program-program keagamaan dijalankan secara konsisten. Melalui supervisi, evaluasi berkala, dan pelibatan seluruh tenaga pendidik, kepala sekolah mengkondisikan suasana yang nyaman untuk penanaman karakter disiplin. Ia juga menginisiasi sinergi antara guru serta orang tua untuk mendukung perilaku disiplin peserta didik di rumah. Lingkungan sebuah sekolah yang mendukung menjadi fondasi penting dalam menginternalisasi nilai-nilai tersebut, sehingga karakter disiplin peserta didik bukan semata-mata terbentuk di lingkungan sekolah, melainkan juga terbawa kedalam kehidupannya. Dalam praktiknya, Pendidikan Agama Islam juga menjadi media efektif dalam membendung pengaruh negatif dari luar, seperti pergaulan bebas, pengaruh media sosial, dan pola hidup instan yang semakin berkembang di kalangan remaja. Dengan pendekatan berbasis nilai spiritual, siswa dilatih untuk memiliki kontrol diri, berpikir sebelum bertindak, serta menempatkan tanggung jawab sebagai bagian dari ibadah. Nilai-nilai tersebut apabila ditanamkan secara sistematis dapat memperkuat kepribadian siswa sebagai bekal dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman. Dengan demikian, PAI tidak semata-mata membentuk peserta didik menjadi religius secara ritual, melainkan membangun mentalitas yang sangat tangguh serta berdisiplin ketika menjalani kehidupan sosial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang diterapkan dalam Pendidikan Agama Islam terbukti lebih efektif dalam membentuk karakter disiplin peserta didik dibandingkan dengan pendekatan pendidikan umum lainnya lainnya yang hanya menekankan aspek pengetahuan. Hal ini karena PAI menyentuh aspek spiritual dan moral yang berakar dalam kepribadian siswa. Ketika guru PAI dan kepala sekolah bekerja secara sinergis, serta didukung oleh lingkungan sekolah dan keluarga, nilai-nilai kedisiplinan dapat tumbuh kuat dan menjadi bagian dari karakter siswa secara menyeluruh. Pendekatan ini membuktikan bahwa penanaman nilai melalui pembiasaan dan keteladanan jauh lebih berdampak dibandingkan metode yang bersifat instruktif semata.
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa guru akidah akhlak berperan besar untuk menanamkan dan membentuk sikap siswa melalui pembinaan yang berkelanjutan. Peran guru akidah akhlak bukan hanya sekedar pada penyampaian materi pelajaran saja, tetapi juga mencakup upaya membentuk karakter dan moral siswa di kehidupan yang sedang dijalani. Guru akidah akhlak perlu menanamkan nilai-nilai iman dan budi pekerti yang baik sebagai pondasi penting dalam kehidupan siswa, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Karakter siswa tidak hanya akan terbentuk dari materi yang diajarkan oleh guru, tetapi juga melalui sikap teladan guru yang terlihat dalam aktivitas sehari-harinya. Karena itulah, sikap dan perilaku guru akidah akhlak perlu selaras dengan isi materi yang diajarkan, agar siswa terdorong untuk meneladani dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Upaya guru akidah akhlak dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa sering kali mengalami kendala. Beberapa di antaranya meliputi maraknya pengaruh negatif dari media sosial, lingkungan sosial yang kurang mendukung, serta lemahnya interaksi antara siswa dengan guru maupun orang tua. Namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa guru akidah akhlak juga memiliki solusi terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Misalnya, kolaborasi antara guru akidah akhlak, guru bimbingan konseling, dan orang tua serta melaksanakan aktivitas keagamaan yang bertujuan untuk mendorong perubahan pola pikir dan berbagai pengaruh positif lainnya dalam membentuk karakter dan akhlak siswa agar lebih baik. Ternyata posisi guru akidah akhlak sangat membuat perubahan karena mereka adalah bagian dari usaha membentuk generasi yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai agama.
Penelitian ini memberikan implikasi praktis bahwa guru Akidah Akhlak perlu mengintegrasikan nilai-nilai tauhid dan akhlak dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari melalui keteladanan, pembiasaan, dan pendekatan personal. Sekolah juga disarankan untuk memperkuat sinergi antara guru, wali kelas, BK, dan orang tua dalam pembinaan karakter siswa secara berkelanjutan. Sekolah lain dapat mereplikasi program-program yang telah dicanangkan di SMP Muhammadiyah 7 Banyudono Program Khusus sebagai strategi khusus penanaman karakter disiplin siswa.
REFERENSI
[1]S. D. Laksana, “Jurnal Teknologi Pembelajaran ( JTeP ) Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Menghadapi Education Technology The 21 st Century,” vol. 1, pp. 14–22, 2021.
[2]N. Evianah, “Jurnal Pendidikan dan Konseling,” vol. 5, pp. 3216–3224, 2023.
[3]A. R. P. Khairunnisa, Mila Vedira, Charles, “Guru Profesional : Perspektif Al Qur ’ an dan UU No 14 Tahun 2005 dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Era Revolusi Industri 5 . 0,” vol. 2, no. 14, pp. 117–124, 2024.
[4]E. Efendi, “Manajer Pendidikan E-ISSN,” vol. 13, 2019.
[5]D. I. Saputri, “Pentingnya Peran guru profesional dalam meningkatkan pendidikan,” pp. 1–12, 2023.
[6]L. Wahid, “PERAN GURU AGAMA DALAM MENANAMKAN KESADARAN SOSIAL PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH,” vol. 6, no. 2, pp. 339–346, 2023.
[7]M. Arum Sutra Nirwana, “Irsyaduna, Jurnal Studi Kemahasiswaan. https://jurnal.stituwjombang.ac.id/index.php/irsyaduna 92,” vol. 3, no. 1, pp. 92–104, 2023.
[8]H. Salim, M. N. R. Maksum, D. Ramdhani, and A. H. Hanifah Rosyidamalna, “Penerapan Metode Langsung (Direct Method) Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Ta’Mirul Islam Surakarta,” 2021. doi: 10.23917/iseedu.v5i2.17800.
[9]A. R. Pratama, “Madinah : Jurnal Studi Islam IMPLEMENTASI METODE BRAINSTORMING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS XI SMA NEGERI 4 BUKITTINGGI,” vol. 10, pp. 120–130, 2023.
[10]M. K. Maysa Latifa, Andy Riski Pratama, Rahmat Hidayat Hasan and S. Zakir, “Evaluation of Interactive Learning Through the Quizizz Application at MTsN 2 Payakumbuh City,” vol. 10, pp. 102–111, 2024.
[11]A. H. & E. M. Fitriani, Didin Hafidhuddin, “Konsep pendidikan karakter kepemimpinan profetik dan implementasinya di Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul Fikri,” vol. 11, no. 4, pp. 505–517, 2022, doi: 10.32832/tadibuna.v11i4.8268.
[12]D. Nurhayati, “The Implementation of the Merdeka Curriculum in Indonesian Schools: Opportunities and Challenges,” J. Asian Educ. Dev. Stud., vol. 9, no. 2, pp. 252–264, 2020.
[13]R. Safrudin, Zulfamanna, M. Kustati, and N. Sepriyanti, “Penelitian Kualitatif,” Innov. J. Soc. Sci. Res., vol. 3, no. 2, pp. 9680–9694, 2023.
[14]S. Amiruddin, “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di SMP Muhammadiyah 4 Medan,” Islam. Pendidik. Islam dan Hum., vol. 1 No. 2, no. 2775–2380, p. 5, 2021.
[15]A. Amalinda, Implementasi Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Sikap Disiplin Siswa Di Sekolah Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Juni 2023 Membentuk Sikap Disiplin Siswa Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Gresik. 2023.
[16]Permendiknas, “Lampiran Nomor 41 .pdf,” 2007.
[17]M. I. Fipli, “Peran Guru Pendidikan Agama Islam (Pai) Dalam Upaya Pembentukan Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Siswa Sma Negeri 1 …,” Koloni, vol. 1, no. 1, pp. 27–42, 2022, [Online]. Available: https://koloni.or.id/index.php/koloni/article/view/258
[18]S. M. 7 B. P. K. Rizqun Hanifah Muhtarom, di wawancarai oleh Yusuf Bachtiar, Maret 2025, “Observasi di SMP Muhammadiyah 7 banyudono Program Khusus”.
[19]D. RAHAYU, “ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DISIPLIN SISWA DI SMA BUSTANUL ‘ ULUM JAYA SAKTI ANAK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA Oleh : DWI RAHAYU PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO TAHUN 1446 H / 2025 M,” 2025.
[20]Supriyanti, “Pengaruh Pembelajaran Pai Dan Kedisiplinan Beribadah Terhadap Karakter Islami Siswa Jenjang Pendidikan Dasar,” Tafahham, vol. 1, no. 1, pp. 1–8, 2022.
[21]Heri Gunawan, PENDIDIKAN KARAKTER Konsep dan Implementasi, vol. 11, no. 1. 2019.
[22]S. M. 7 banyudono P. K. Sri Sumarsih, diwawancarai oleh Yusuf Bachtiar, Mei 2024, “Observasi di SMP Muhammadiyah 7 banyudono Program Khusus.”