Nur Hikmah (1), Sulfasyah Sulfasyah (2), Tarman A. Arif (3)
General Background: In the era of competency-based education, fostering both writing and creative thinking skills is crucial for elementary students. Specific Background: However, students in remote areas often face challenges in developing these abilities due to limited learning models and contextual support. Knowledge Gap: Prior studies have rarely explored the integrated effects of experiential learning on both writing performance and creative cognition in under-resourced schools. Aims: This study aims to examine the impact of the experiential learning model on students' travel report text writing skills and creative thinking abilities.Results: Using a quantitative method with a non-equivalent control group design, the study involved 47 fourth-grade students at SD Negeri Terpencil 350 Kahaya. Data analysis using t-tests and one-way MANOVA revealed that the experiential learning model significantly improved both writing skills (Sig. = 0.20 < α = 0.25) and creative thinking skills (Sig. = 0.21 < α = 0.25), with a combined multivariate effect (p = 0.202). Novelty: This research highlights the dual effectiveness of experiential learning in enhancing literacy and higher-order thinking simultaneously. Implications: The findings suggest that implementing experiential learning in remote schools can bridge educational disparities by cultivating critical 21st-century competencies.
Highlights:
Demonstrates experiential learning's dual impact on writing and creativity.
Highlights educational challenges in remote school settings.
Provides evidence through MANOVA and t-test statistical analysis.
Keywords: Experiential Learning Model, Travel Report Writing, Creative Thinking, Elementary Education, Remote Schools
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS TEKS LAPORAN PERJALANAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA PESERTA DIDIK KELAS IV DI SD NEGERI
TERPENCIL 350 KAHAYA
abstract . The purpose of the study turned into to reap evidence of 1) The impact of the experiential mastering version on journey document text writing abilties. 2) The effect of the experiential learning bentuk on innovative wondering competencies. three) The impact of the experiential mastering bentuk on students' writing and creative questioning abilties. This study uses a quantitative method, with a non-equivalent manage group layout. The sample on this examine for the experimental class become all grade IVA students of far flung simple school 350 Kahaya, totaling 25 human beings and the manage elegance become grade IV B students of remote primary college 350 Kahaya, totaling 22 humans. The records acquired have been analyzed using normality and homogeneity tests, then continued with hypothesis trying out using the MANOVA take a look at and t-take a look at.
The effects of the have a look at indicate that; (i) The experiential gaining knowledge of version has a sizeable effect on students' journey report text writing capabilities. The results of the t-take a look at analysis on the impact of the experiential learning version on college students' tour document text writing abilties display that the importance cost (Sig = zero ,2 0) is smaller than the set alpha fee of zero ,2 5 (zero ,2 0 < 2,2 5). (ii) The experiential mastering version has a good sized effect on college students' creative thinking capabilities. The consequences of the t-check evaluation on the impact of the experiential gaining knowledge of version on college students' innovative wondering skills show that the significance fee (Sig = 2,2 1) is smaller than the set alpha value of zero ,2 5 (zero ,2 1 < 2,2 5). (iii) there is a great impact among journey record textual content writing abilities and students' innovative questioning talents applied with the experiential learning bentuk . The results of the only-manner Multivariate analysis of Variance (One-way MANOVA) display that each one facts have very widespread values with p-fee (Sig.) = ,2 0 2, it may be concluded that the experiential studying version has a significant have an effect on on the skills of writing journey report texts and creative questioning competencies of grade IV college students at SD Negeri Terpencil 350 Kahaya .
keywords– Experiential Learning Model, Travel Report Text Writing Skills, Creative Thinking Skills .
Abstrak . Tujuan dalam penulisan ini diketahui bahwa agar memperoleh bukti berkaitan 1) Dampak bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan . 2) Dampak bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kompetensi berpikir inovatif . 3 ) Dampak bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan membuat dan berpikir inovatif pelajar . Dalam penulisan ini menggunakan metode kuantitatif, dan rancangan kelompok kontrol non-ekuivalen. Sampel untuk dalam penulisan ini agar tingkat eksperimen diketahui bahwa seluruh pelajar tingkat IVA SDN 350 Kahaya berjumlah 25 pelajar dan tingkat kontrol diketahui bahwa pelajar tingkat IV B SDN 350 Kahaya berjumlah 22 pelajar . Data diperoleh dianalisis menggunakan tes normalitas dan homogenitas, kemudian dilanjutkan dan tes hipotesis menggunakan tes MANOVA dan uji-t.
Dampak dari uji-t memperlihatkan bahwa; (i) Bentuk pelatihan eksperiensial memiliki hubungan cukup besar terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan pelajar . Hasil analisis uji-t berkaitan dampak bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan pelajar memperlihatkan bahwa angka signifikansi (Sig = 2,2 0) lebih dibawah daripada angka alpha ditetapkan sejumlah 2,2 5 ( 2,2 0 < 2,2 5). (ii) Bentuk pelatihan eksperiensial memiliki hubungan cukup besar terhadap kemampuan berpikir inovatif pelajar . Dampak dari evaluasi uji-t berkaitan dampak bentuk pelatihan eksperiensial terhadap keahlian berpikir inovatif pelajar memperlihatkan bahwa angka signifikansi (Sig = 2,2 1) lebih dibawah daripada angka alpha ditetapkan sejumlah 2,2 5 ( 2,2 1 < 2,2 5). (iii) terdapat hubungan besar antara kemampuan membuat naskah laporan perjalanan dan bakat berpikir inovatif pelajar diterapkan dan bentuk pelatihan eksperiensial. Hasil analisis Multivariat Varians Satu Arah (MANOVA Satu Arah) memperlihatkan bahwa semua data mempunyai angka sangat bervariasi dan p-value (Sig.) = ,2 0 2, bisa disimpulkan bahwa bentuk pelatihan eksperiensial mempunyai hubungan signifikan terhadap keahlian membuat naskah laporan perjalanan dan keahlian bertanya inovatif pelajar tingkat IV SD Negeri 00 Kelurahan Kebon Jeruk. Terpencil 350 Kahaya .
kata kunci – Model Pembelajaran Experiential Learning , Keterampilan Menulis Teks Laporan Perjalana , Kemampuan Berpikir Kreatif
bertujuan agar mempersiapkan pelajar menghadapi lingkungan dan kehidupan semakin kompleks. Pelajar harus menguasai kemampuan menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, bagiannya diketahui bahwa berkomunikasi kompleks, khususnya berinteraksi dan pelajar lain agar menyampaikan, memperoleh, dan mengarahkan informasi, ide, dan gagasan ( Syamsudin 2020 , ). Bagian kemampuan diri harus dikuasai oleh pelajar diketahui bahwa kemampuan berbahasa . Hal ini bisa diperoleh oleh pelajar bagiannya dari perolehan ilmu pengetahuan, terutama penguasaan bahasa Indonesia dimana penguasaan bahasa Indonesia terdiri dari 4 unsur kemampuan berbahasa, yaitu kemampuan menyimak , berbicara, membaca, dan membuat . (Pipit Muliyah , 2020 ) Keempat unsur tersebut mempunyai hubungan tidak bisa dipisahkan. Agar memperoleh kemampuan berbahasa harus melalui 4 unsur tersebut secara keseluruhan.
Beberapa dari empat keahlian berbahasa tersebut, keahlian membuat diketahui bahwa keahlian paling baik dari sejumlah komponen keahlian berbahasa berbeda. Membuat diketahui bahwa keahlian berbahasa digunakan agar berkomunikasi secara tidak langsung, tidak lagi bertatap muka dan manusia lain. Sesuai dan pendapat ( Sunarsih & Rochmiyati , 2024) menyatakan bahwa membuat diketahui bahwa berbicara, mengungkapkan pikiran, emosi, dan keinginan kepada pelajar lain. Kemampuan membuat tidak bisa diperoleh pelajar begitu saja, tetapi melalui proses pelatihan . Pelajar tingkat dasar juga harus berfokus untuk membaca dan membuat naskah (Nurlatifah, dkk, 2020). Bagian materi pelatihan membuat harus dipelajari dan dikuasai oleh pelajar tingkat IV SD diketahui bahwa membuat karangan narasi diketahui bahwa bagian jenis karya tulis ilmiah diberikan untuk tingkat IV SD.
terutama didasarkan untuk kenyataan bagian disiplin ilmu dan hasil pengamatan dilakukan oleh peneliti di SD Negeri Kahaya 350 terpencil dan wawancara dan pengajar tingkat memperlihatkan bahwa pelajar pemula masih kesulitan agar menuangkan pikiran ke bagian sebuah tulisan. pelajar belum berpengalaman masih kebingungan saat akan memulai membuat , pelajar juga mengalami kesulitan bagian mengembangkan ide-ide inovatif , terutama tidak mampu memunculkan bentuk tulisan dokumen perjalanan mulai dari menentukan arah dan sudut pandang bagian tulisan. Masalah sering ditemukan diketahui bahwa tidak ada kesesuaian antara tulisan pelajar dan judul atau tema tulisan. ( Sumarwati , dkk. 2023) menemukan bahwa dari hasil survei IEA berkaitan potensi belajar dan membuat anak muda Indonesia sekitar 50% pelajar sekolah dasar di enam provinsi didukung oleh misi pengembangan mutu pendidikan dasar (PEQIP) tidak bisa membuat . Dari hasil tersebut bisa dikatakan bahwa bagian faktor rendahnya kemampuan membuat pelajar diketahui bahwa sebab rendahnya minat pelajar bagian menganalisis. sesuai dan pendapat ( Setyowati & Nur , 2024) berpendapat bahwa rendahnya minat belajar pelajar mengakibatkan kurangnya mutu tulisan pelajar.
Selain rendahnya minat belajar pelajar, penyebab rendahnya kemampuan membuat naskah laporan perjalanan bisa berasal dari pelajar itu sendiri maupun dari dosen ( Alparezi , 2024) menyatakan bahwa faktor-faktor menyebabkan rendahnya bakat membuat pelajar antara lain (1) pengajar kurang memanfaatkan media pelatihan ; (2) pelatihan hanya terfokus untuk penggunaan buku paket; (3) proses pelatihan kurang memperhatikan konsep bagian membuat ; (4) pengajar kurang mampu menciptakan bentuk pelatihan inovatif dan modern; (5) pelajar kesulitan mengembangkan kemampuan berpikir inovatif nya sehingga tidak mampu menyampaikan materi secara lengkap, dan (6) pelajar membutuhkan waktu lebih lama ketika membuat naskah laporan sebab kesulitan bagian mengungkapkan pikiran.
Bagian unsur paling mempengaruhi hasil membuat pelajar diketahui bahwa bakat bertanya inovatif pelajar. Hal ini sesuai dan pendapat ( Illahi , 2004) menyatakan bahwa berpikir inovatif mempunyai hubungan besar terhadap kemampuan membuat pelajar. Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat ( Ummah , 2019) menyatakan bahwa hasil dari membuat menyenangkan, sistematis, dan tidak membosankan diketahui bahwa penulis harus mempunyai inisiatif dan kreativitas tinggi. Berpikir inovatif diketahui bahwa cara berpikir autentik dan reflektif serta menghasilkan suatu produk kompleks ( Taqwim & Huda, 2024) Kemampuan berpikir inovatif bisa dikembangkan melalui perolehan ilmu pengetahuan atau pendidikan. Pernyataan ini sesuai dan rumusan bagian Peraturan Urutan 20 Masa 2023 berkaitan Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Tujuan pendidikan nasional diketahui bahwa agar meningkatkan kemampuan pelajar bagi menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa, berakhlak mulia, dan berakhlak mulia, berilmu, cakap, bertanggung jawab, inovatif, dan progresif; sehat, mandiri, dan percaya diri, serta toleran, peka terhadap lingkungan sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.” Pernyataan ini memperlihatkan bahwa tujuan pendidikan bukan hanya agar mencetak lulusan berpredikat lulus dari bangku kuliah, tetapi lebih dari itu, yaitu mencetak lulusan unggul. Oleh sebab itu , kemampuan berpikir inovatif sangat diharapkan bagian lingkungan sekolah dan bisa dikembangkan melalui strategi pelatihan sekolah maupun individu ( Mufarrohah & Setyawan , 2024).
Motif rendahnya kemampuan berpikir inovatif pelajar pemula bisa disebabkan oleh beberapa faktor baik dari pengajar maupun pelajar, diantaranya diketahui bahwa penerapan pelatihan kurang merangsang pelajar agar berpikir inovatif, pengajar masih menerapkan pelatihan konvensional bagian pelatihan , dan pelajar cenderung harus bekerja secara cepat dan tuntas. Hasil penelitian juga menemukan bahwa pengajar belum mengetahui cara tepat agar meningkatkan kreativitas pelajar pemula bagian proses pelatihan ( Irfan Maulana , 2024) berdasarkan untuk saat Instruktur sebagai fasilitator bagian penguasaan harus mampu memilih berbagai metode penguasaan agar mengatasi keterbatasan dan menjawab tantangan bagian era persaingan global serba data saat ini. Hal tersebut berdasarkan untuk landasan filosofis konstruktivisme sekolah dilaksanakan bagian kurikulum mandiri saat ini, khususnya sepelajar instruktur hendaknya mempertimbangkan berbagai metode. Agar membantu pendatang baru bagian belajar (Kurikulum, dkk., 2024 ).
Penelitian bagian bakat membuat dan kemampuan berfikir inovatif sangat menarik agar diteliti. ( Seftiani & Widyaningrum , 2024) menyatakan bahwa dan teknik observasi memberikan hubungan secara ilmiah terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan pelajar. Selain itu dan mengamati versi konsep kalimat kooperatif juga bisa merangsang pelajar agar membuat naskah catatan perjalanan lebih baik ( Andriani , et al. 2024). Ada beberapa prosedur pelatihan berdampak untuk kemampuan mengira inovatif khususnya memeriksa dilakukan oleh ( Santika & Antrakusuma , 2023) menyatakan bahwa penerapan pendekatan pemecahan masalah berhubungan untuk kompetensi berpikir inovatif . perolehan pengetahuan juga akan lebih kuat jika dibantu dan media gambar bisa berhubungan untuk pemikiran inovatif . pelajar ( Hidayati , et al. 2024) akan tetapi, pelatihan diterapkan berpusat untuk pengajar dan pelajar tidak diberikan penguatan terhadap konsep membuat naskah catatan perjalanan, sedangkan bagian teknik perolehan pengetahuan berpikir inovatif , pengajar terlalu fokus untuk bakat seharusnya dimiliki pelajar tanpa mengetahui karakteristik pelajar. Hal ini bertolak belakang dan gagasan dikemukakan oleh ( Ritonga , 2024) bahwa pelatihan hendaknya memberikan motivasi dan perhatian agar memotivasi pelajar dan menggugah minat pelajar, mengarahkan keterlibatan pelajar, memberikan pengulangan, menyediakan situasi menantang, komentar dan penguatan serta memperhatikan perbedaan individu untuk pelajar.
Oleh sebab itu , terutama bagian pelatihan membuat itu sendiri, pengajar harus mampu memberikan pelatihan membuat kepada pelajar dan cara menyenangkan, berhubungan langsung dan pelajar dan memberikan pengalaman berarti bagi anak didik. Sedangkan bagian pelatihan menuntut pelajar agar berfikir inovatif , bagian terbaik diketahui bahwa dan melaksanakan pelatihan berdasarkan pengalaman pelajar dan mengembangkan inovatif itas pelajar.
Mengenai informasi lingkup dan penelitian pustaka telah peneliti tentukan berkaitan keahlian membuat dan berpikir inovatif pemula di sekolah bisa dikatakan masih jauh dari harapan. Dari sekian banyak strategi, bagian strategi bisa dipraktikkan agar keahlian membuat naskah laporan perjalanan dan berpikir inovatif pemula yaitu bentuk pelatihan eksperiensial atau biasa dikenal dan bentuk pelatihan eksperiensial. Bentuk pelatihan eksperiensial memiliki 4 tingkatan harus diterapkan bagian pelatihan . Keempat tingkatan tersebut diketahui bahwa: 1) pengalaman konkret, 2) pengamatan refleksif; 3) konseptualisasi dan berpikir abstrak; dan 4) perangkat lunak ( Damayanti , et al. 2024 ).
Versi mastering ini terutama didasarkan untuk gagasan Konstruktivisme menekankan bahwa pelatihan diketahui bahwa suatu proses hidup di mana pelajar membangun keahlian dan pemahaman pribadinya berdasarkan pengalaman dan interaksi dan lingkungan. Melalui bentuk ini diharapkan bisa memberikan dampak terhadap bakat pelajar terutama bagian membuat diselesaikan secara bermakna dan memudahkan pelajar bagian menuangkan pikiran dan gagasan inovatifnya. ( Rahman 2017) menyatakan bahwa sebelum membuat , pelajar baru memerlukan banyak sekali pengalaman signifikan agar memberikan ide dan kemungkinan bagian mengekspresikannya. Selain itu, terdapat penguatan mengenai konsep membuat itu sendiri. Selain memberikan dampak terhadap kompetensi membuat pelajar, pelatihan dan menerapkan bentuk pelatihan eksperiensial dan kajian bermakna dilakukan dari pelatihan membuat naskah sejarah perjalanan diharapkan bisa mengarahkan keahlian berpikir inovatif pelajar, sebab melalui pengalaman, pelajar bisa mengalami beberapa catatan baru dan mengeksplorasi ciri-ciri dunia nyata dan urban ( Komalasari , 2013).
terutama berdasarkan untuk penalaran historis dan relevansi permasalahan bagian mata kuliah, peneliti bermaksud menerapkan bentuk pelatihan eksperiensial agar meningkatkan kemampuan membuat naskah eksplanasi dan berpikir inovatif pelajar tingkat IV. Dalam penulisan ini direncanakan sebagai penelitian eksperimen semu berkaitan penguasaan bahasa Indonesia di tingkat IV SDN 350 Kahaya .
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan Nonequivalent Control Group Design. Desain ini dipilih untuk mengetahui efektivitas perlakuan (treatment) pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan. Kelompok eksperimen terdiri atas seluruh peserta didik kelas IV A SD Negeri 350 Kahaya yang berjumlah 25 orang, sedangkan kelompok kontrol terdiri atas peserta didik kelas IV B SD Negeri 350 Kahaya yang berjumlah 22 orang. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes keterampilan menulis narasi dan tes kemampuan berpikir kreatif. Kedua instrumen tersebut dikembangkan berdasarkan indikator yang telah disesuaikan dengan kurikulum dan literatur relevan. Untuk memastikan kualitas instrumen, dilakukan uji validitas isi melalui expert judgment oleh tiga orang ahli pendidikan bahasa dan psikologi pendidikan. Selanjutnya, uji validitas empiris dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi butir terhadap skor total menggunakan rumus Pearson Product Moment. Butir soal yang memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 dinyatakan valid. Sementara itu, reliabilitas instrumen dihitung dengan rumus Alpha Cronbach. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai reliabilitas untuk instrumen keterampilan menulis teks laporan perjalanan sebesar 0,82 dan untuk kemampuan berpikir kreatif sebesar 0,79, yang keduanya berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan memiliki konsistensi internal yang baik.Data hasil tes dianalisis melalui uji prasyarat statistik, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah terpenuhi, dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan analisis MANOVA (Multivariate Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap dua variabel dependen secara simultan. Selain itu, dilakukan pula uji t untuk melihat perbedaan skor masing-masing variabel secara terpisah antara kelompok eksperimen dan kontrol.
Percobaan sebelum diberikan kepada pelajar untuk pertemuan pertama dan percobaan sesudah diberikan kepada pelajar untuk pertemuan terakhir. Hasil percobaan sebelum dan percobaan sesudah kemudian dikumpulkan, diperiksa dan dianalisis oleh peneliti. Jika peringkat keahlian membuat naskah laporan perjalanan pelajar sebelum dan sesudah diberikan perlakuan percobaan sebelum dikelompokkan menjadi empat kategori, maka distribusi frekuensi dan persentase peringkat diperoleh untuk tabel 1 berikut:
Tabel 1 Distribusi dan Persentase Eksperimen Percobaan sebelum dan Percobaan sesudah Sesuai KKM 75
Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa untuk percobaan sebelum terdapat 10 pelajar atau 40% pelajar berhasil menyelesaikan ujian dan angka kelulusan memuaskan. Sedangkan untuk percobaan sesudah terjadi peningkatan dimana jumlah pelajar secara keseluruhan yaitu 25 pelajar atau 100% berhasil menyelesaikan ujian dan angka kelulusan memuaskan.
Percobaan sebelum diberikan kepada pelajar untuk pertemuan pertama dan percobaan sesudah diberikan kepada pelajar untuk pertemuan terakhir. Hasil percobaan sebelum dan percobaan sesudah kemudian dikumpulkan, diperiksa dan dianalisis oleh peneliti. Jika skor keahlian membuat naskah dokumen perjalanan pelajar sebelum dan sesudah diberikan perlakuan percobaan sebelum dikelompokkan menjadi 4 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor untuk tabel 4.7 berikut:
Tabel 2 Distribusi dan Persentase Percobaan sebelum dan Percobaan sesudah Kontrol Sesuai KKM 75
Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa untuk saat percobaan sebelum hanya terdapat 5 pelajar atau 23 % pelajar lulus. Sedangkan untuk saat percobaan sesudah hanya terdapat 10 pelajar atau 45 % pelajar lulus.
Percobaan sebelum diberikan kepada pelajar untuk pertemuan pertama dan percobaan sesudah diberikan kepada pelajar untuk pertemuan terakhir. Hasil percobaan sebelum dan percobaan sesudah kemudian dikumpulkan, diperiksa dan dianalisis oleh peneliti. Jika skor kemampuan berpikir inovatif pelajar sebelum dan sesudah diberikan solusi percobaan sebelum dikelompokkan menjadi empat tingkat, sehingga diperoleh distribusi frekuensi dan peringkat persentase untuk tabel 3 berikut:
Tabel 3 Distribusi dan Persentase Pretest d an Posttest Eksperimen
Tabel tiga di atas memperlihatkan bahwa untuk saat percobaan sebelum hanya ada 8 pelajar atau 32% pelajar lulus dan angka kelulusan memuaskan. Sedangkan untuk saat percobaan sesudah terjadi peningkatan dimana seluruh pelajar yaitu 25 pelajar atau 100% telah lulus dan angka kelulusan memuaskan.
Percobaan sebelum diberikan kepada pelajar untuk pertemuan pertama dan percobaan sesudah diberikan kepada pelajar untuk pertemuan terakhir. Hasil percobaan sebelum dan percobaan sesudah kemudian dikumpulkan, diperiksa dan dianalisis dan bantuan peneliti. Jika penilaian kemampuan mengasumsikan Kreativitas pelajar sebelum dan sesudah diberikan perlakuan percobaan sebelum dikelompokkan menjadi 4 tingkat, sehingga diperoleh distribusi frekuensi dan persentase penilaian untuk tabel 4.11 berikut:
Tabel 4 Distribusi dan Persentase Percobaan sebelum dan Percobaan sesudah Kontrol
Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa untuk saat pre-test hanya ada 6 pelajar atau 27 % pelajar lulus dan angka kelulusan memuaskan. Sedangkan untuk saat post-test ada 11 pelajar atau 50 % pelajar lulus dan angka kelulusan memuaskan.
Fakta-fakta dari distribusi frekuensi skor kompetensi membuat naskah laporan untuk percobaan sebelum dan percobaan sesudah pelatihan eksperimen dan manajemen bisa disajikan bagian tabel berikut:
Tabel 5 Perbandingan Tingkat Eksperimen dan Tingkat Kontrol
terutama berdasarkan tabel lima di atas, kontras bisa dilihat bahwa ada peningkatan besar bagian efek penyelesaian peringkat murid di setiap tingkat eksperimen diubah menjadi perlakuan penggunaan bentuk pelatihan eksperiensial. dan keanggunan manipulasi penggunaan bentuk konvensional. statistik untuk percobaan sebelum dan percobaan sesudah tingkat eksperimen dan tingkat kontrol bisa disajikan bagian grafik berikut:
Gambar 1 Grafik Percobaan sebelum dan Percobaan sesudah Tingkat Eksperimen dan Kontrol
Fakta-fakta dari distribusi frekuensi penilaian kapasitas bertanya-tanya inovatif bagian percobaan sebelum dan percobaan sesudah tingkat eksperimen dan tingkat manipulasi bisa disajikan bagian tabel berikut:
Tabel 6 Perbandingan Eksperimen dan Kontrol
Berdasarkan tabel 6 di atas, bisa diketahui bahwa terjadi peningkatan cukup besar untuk hasil angka pelajar secara keseluruhan untuk masing-masing tingkat eksperimen diberi perlakuan menggunakan bentuk pelatihan eksperiensial dan tingkat kontrol menggunakan bentuk konvensional. Data hasil percobaan sebelum dan percobaan sesudah tingkat eksperimen dan tingkat kontrol bisa dilihat untuk grafik berikut ini:
Gambar 2 Grafik Percobaan sebelum dan Percobaan sesudah Tingkat Eksperimen dan Tingkat Kontrol
Tes Kenormalan
Tes normalitas data dimaksudkan agar mengetahui sebaran atau penyebaran peringkat statistik pelajar. Tes normalitas menggunakan tes Shapiro- Wilk pola tunggal dan kriteria tes untuk angka signifikansi > 2,25, sehingga data masuk akal. Hasil tes normalitas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu dari hasil tes diperoleh angka signifikansi angket tingkat eksperimen ( 2, 11 ) dan tingkat kontrol ( 2, 11) lebih besar dari angka signifikansi α ( 2,25) memperlihatkan bahwa data berdistribusi normal. Hasil tes normalitas terlihat untuk angka Tes Shapiro- Wilk Pola Tunggal . angka diperoleh lebih besar dari 2,25 yaitu 2, 7 dan 2, 8 untuk tingkat eksperimen . di bagian tingkat manipulasi 2, 6 dan 2, 7. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa data diperoleh terdistribusi normal.
Tes Homogenitas
Tes homogenitas catatan digunakan agar memutuskan apakah beberapa varian populasi sama atau tidak. Pedoman agar pengambilan keputusan diketahui bahwa:
1) Jika harga signifikansi atau biaya peluang < 2,25, maka data berasal dari populasi variansinya tidak sama (tidak homogen).
2) Jika angka signifikansi atau angka probabilitas > nol,25, maka informasi tersebut berasal dari populasi memiliki varians identik (homogen).
Berdasarkan data hasil tes homogenitas telah dibuktikan, bisa dikatakan bahwa kedua jenis data tersebut bersifat homogen. Homogenitas kedua jenis data tersebut disebabkan harga signifikansi sangat besar dibuktikan untuk tabel berbasis hipotesis, yaitu sejumlah 2, 939, dimana perolehan data tersebut lebih besar dari harga signifikansi α, yaitu sejumlah 2,25 sebagaimana dipersyaratkan bagian pengujian. Dari hasil perhitungan tes homogenitas dan menggunakan program IBM SPSS for Windows versi 29 diketahui harga signifikansinya sejumlah 2, 354. Sebab harga diperoleh dari tes homogenitas tersebut memiliki tingkat signifikansi sejumlah 2, 354 > 2,25 maka data tersebut memiliki harga varians sama (homogen).
Pengujian Hipotesis
1) Hubungan Bentuk Pelatihan Eksperiensial terhadap Keahlian Membuat Naskah Laporan Perjalanan Pelajar
kemampuan membuat naskah catatan perjalanan pelajar memperlihatkan bahwa harga signifikansi (Sig = 2,20) lebih dibawah dari angka alpha ditetapkan, yakni 2,25 ( 2,20 < 2,25). Berdasarkan hasil diperoleh, bisa disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima menyatakan bahwa terdapat hubungan sangat besar antara bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan membuat naskah catatan perjalanan pelajar.
2) Hubungan Bentuk Sedang belajar Pengalaman Belajar Berkaitan Kemampuan Memikirkan Inovatif Pembelajar .
Hubungan Analisis Uji-t untuk Hubungan Bentuk Pelatihan Experiential Learning terhadap Kemampuan Berpikir Inovatif Pelajar memperlihatkan bahwa angka signifikansi (Sig = 2,21) lebih dibawah dari angka alpha ditetapkan yaitu 2,25 ( 2,21). < 2,25). Berdasarkan hasil diperoleh bisa disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 bersifat umum menyatakan bahwa terdapat hubungan luas antara bentuk pelatihan experiential learning terhadap kemampuan berpikir inovatif.
Hasil akhir satu arah Analisis Varians Multivariat (MANOVA Satu Arah) menyatakan semua data ok memiliki angka sangat besar dan p-cost (Sig.) = ,20 2, Ini memperlihatkan bahwa intersep memiliki hubungan besar terhadap variabel terstruktur. Harga F sangat tinggi (28883.154) dan hipotesis df = 2 dan kesalahan df = 55 memperkuat bahwa efek ini konsisten di seluruh percobaan. untuk efek bentuk , semua informasi juga memperlihatkan pentingnya dan harga Sig. = 2,2 nol (p < 2,25). Ini memperlihatkan bahwa bentuk memiliki dampak cukup besar terhadap variabel berbasis. angka F besar (28921.159) dan hipotesis df = 2 dan kesalahan df = lima puluh lima mendukung konsistensi hasil akhir ini. Statistik multivariat seperti jejak Pillai (,240), Wilks ' Lambda (.960), petunjuk Hotelling (122.242), dan Akar terbesar Roy (122.242) menyiratkan kontribusi signifikan dari versi ke variabel ditetapkan untuk analisis ini. Konsekuensi tersebut menyiratkan bahwa baik intersep maupun bentuk memiliki dampak luar biasa terhadap variabel terstruktur sepenuhnya didasarkan untuk pengujian ini. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil pengujian, hal itu memperlihatkan bahwa ada dampak luas antara kemampuan membuat naskah file tur dan kemampuan bertanya inovatif pelajar bisa diterapkan menggunakan bentuk pelatihan eksperiensial.
Pembahasan
Hasil pengamatan memperlihatkan adanya peningkatan bakat membuat naskah laporan perjalanan dan keahlian berpikir inovatif pelajar, dimana efek belajar pelajar bagian tingkat eksperimen meningkat. Peningkatan hasil belajar pelajar disebabkan sebab setelah diberikan perlakuan bentuk pelatihan eksperiensial, pelajar aktif bagian menyerap ilmu, pelajar memahami dan menguasai materi dipelajari, pelajar mampu menyelesaikan masalah bagian diskusi kelompok, pelajar menjadi mandiri bagian mengerjakan tugas diberikan oleh dosen.
Bagian penguasaan membuat itu sendiri, instruktur harus mampu menawarkan pelatihan membuat kepada pelajar bagian Suatu cara menyenangkan, menkut pelajar secara langsung dan memberikan pengalaman bermakna bagi pelajar. Sedangkan bagian memperoleh ilmu pengetahuan menuntut pelajar agar berpikir inovatif , bagian caranya hanya dan melakukan pelatihan berbasis untuk pengalaman pelajar dan menumbuhkan makna belajar untuk diri pelajar pemula sehingga bisa membangun suasana belajar mampu mengembangkan kreativitas pelajar. Hal ini sesuai dan pendapat ( Hosnan, 2024) bahwa pelatihan menuntut pemikiran inovatif pelajar perlu memperhatikan kebermaknaan dan pengalaman pelajar bagian memperoleh ilmu pengetahuan. Bentuk pelatihan eksperiensial memiliki empat tahapan harus dilakukan bagian belajar. Keempat tahapan tersebut diketahui bahwa: 1) pengalaman konkret, 2) refleksi refleksi; 3) konseptualisasi dan berpikir abstrak; dan 4) aplikasi ( Damayanti , dkk., 2024 ).
Bentuk pelatihan ini untuk dasarnya berlandaskan untuk paham konstruktivisme menekankan bahwa belajar diketahui bahwa suatu proses belajar aktif dimana pelajar menyusun pemahaman dan pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi dan lingkungannya. Bentuk pelatihan eksperiensial diketahui bahwa suatu proses belajar bisa mengakibatkan terjadinya perubahan untuk diri pelajar, seperti perubahan informasi, sikap, dan juga keahlian dan memanfaatkan pengalaman sebagai media dan sumber belajar ( fathurrohman 2024). Kelebihan bentuk pelatihan eksperiensial secara khusus 1) bisa mendorong pelajar agar aktif dan mandiri, 2) meningkatkan kemampuan bagian berfikir kritis, 3) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah untuk pelajar atau cerita telah dimiliki pelajar, dan 3) memberikan ruang bagi pelajar agar terlibat atau berkolaborasi ( Eko Sudarmanto , 2011) .
Dalam penulisan ini dilakukan di tingkat IVA dan IVB SD Negeri 350 Kahaya . Subjek penelitian diketahui bahwa pelajar tingkat IVA tingkat dasar sebagai lembaga eksperimen dan pelajar tingkat IVB SD Negeri 350 Kahaya tingkat dasar sebagai lembaga kontrol. Perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diketahui bahwa cara pengajar menyampaikan materi. untuk lembaga eksperimen, pengajar memberikan materi dan bentuk pelatihan eksperiensial, sedangkan untuk lembaga kontrol, pengajar memberikan materi sama dan pelatihan konvensional dan menggunakan bentuk pelatihan konvensional. Perbedaan cara pengajar menyampaikan materi bertujuan agar mengetahui hubungan bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kompetensi membuat naskah laporan perjalanan dan kemampuan berpikir inovatif pelajar tingkat IV SD Negeri 350 Kahaya tingkat dasar . Sebelum dilakukan dalam penulisan ini, terlebih dahulu dilakukan percobaan sebelum agar mengetahui kemampuan awal pelajar sebelum diberikan perlakuan.
Penelitian bagian lembaga manipulasi, bahan digunakan sama dan kelompok eksperimen. pengajar menjelaskan materi, pelajar mendengarkan dan mencatat penjelasan pengajar. Dan penggunaan media buku cetak, pelajar kurang bersemangat bagian belajar dan tidak berani mengemukakan kritikannya. Sebagian pelajar juga mengobrol saat pengajar menyampaikan materi diajarkan, sehingga proses pelatihan kurang efektif.
eksperiensial mempunyai hubungan besar terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan wisata dan bakat berpikir inovatif pelajar. Hal tersebut didukung oleh gagasan pelatihan John Dewey menekankan bahwa pelatihan diketahui bahwa inti dari proses belajar, dan metode ini sangat tepat diterapkan untuk konsep pelatihan aktif saat ini sudah banyak diterapkan di berbagai sekolah. Bagian gagasan pokok bagian pemikiran filsafat Dewey diketahui bahwa mendorong pelajar agar bekerja sama bagian kelompok dibawah heterogen, berbagi pemahaman, dan bertanggung jawab terhadap pelatihan nya sendiri kemudian berkaitan dan konsep pentingnya interaksi sosial bagian pendidikan (Reza Tririzky , 2025).
lainnya diketahui bahwa gagasan perkembangan kognitif Vygotsky menyatakan bahwa lingkungan sosial budaya memegang peranan paling penting bagian kognisi dan berpikir anak. Sesuai dan pandangannya, perkembangan anak meliputi serangkaian perjuangan dan penyelesaian dialektis tak terhitung jumlahnya dan anak-anak membentuk pengetahuan mereka melalui metode pemecahan masalah dan cara menginternalisasikannya. Akan tetapi , setiap bayi lahir sudah memiliki bakat dan minat masing-masing. Mereka terlahir dan bakat dan minat masing-masing. untuk tahap awal perkembangan anak, hal tersebut sangat dipengaruhi, terutama oleh lingkungan sosial atau lingkungan sekitar mereka sebab faktor-faktor tersebut diketahui bahwa faktor sangat mempengaruhi setiap aspek perkembangan anak, mulai dari perkembangan sikap, perkembangan kepribadian hingga perkembangan pendidikan ( Awalina Barokah , 2024).
Hasil dalam penulisan ini juga didukung oleh prinsip konstruktivisme menekankan untuk kegiatan energik, dimana pelajar mengkonstruksi sendiri informasinya, mencari makna dari apa ditelitinya, dan diketahui bahwa suatu cara agar melengkapi konsep serta pemikiran baru dan kerangka berpikir telah dimilikinya ( Suparlan , 2019).
Selain itu, hubungan dalam penulisan ini juga didukung dan penelitian dari ( Rachmayani , 2019) memperlihatkan bahwa bentuk pelatihan eksperiensial memiliki hubungan terhadap kemampuan membuat naratif dan kemampuan berpikir inovatif pelajar strata satu. Dan demikian , temuan dalam penulisan ini bisa menjadi sebuah inovasi bagian pelatihan membuat dan menumbuhkan kemampuan berpikir inovatif pelajar strata satu ( Rachmayani , 2019).
lain dan cara ( Uswatun Hasanah , 2019) mengemukakan bahwa terdapat hubungan bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan membuat naskah eksposisi pelajar tingkat VII SMP Muhammadiyah 1 Medan masa pelajaran 2008/2009. Penelitian oleh (Elisa, dkk., 2020) memperlihatkan bahwa bentuk pelatihan eksperiensial berhubungan terhadap kemampuan membuat naskah laporan observasi pelajar tingkat VII SMP Negeri 2 Indralaya Utara. Penelitian oleh ( Ningrum & Rohendi , 2017) memperlihatkan adanya hubungan penggunaan bentuk pelatihan eksperiensial terhadap kemampuan berpikir inovatif , yaitu angka N-gain diperoleh sejumlah 2, 61. Sedangkan untuk tingkat kontrol angka N-gain diperoleh sejumlah 2, 46. terutama berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta teori pendukung bisa disimpulkan bahwa penggunaan bentuk pelatihan eksperiensial berhubungan sangat besar terhadap kemampuan membuat naskah laporan perjalanan wisata dan kemampuan mengajukan pertanyaan inovatif pelajar.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran experiential learning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan menulis teks laporan perjalanan dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik kelas IV SD Negeri Terpencil 350 Kahaya. Pertama, hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa model experiential learning berpengaruh signifikan terhadap keterampilan menulis teks laporan perjalanan, dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 (0,00 < 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis nol (H₀) ditolak dan hipotesis alternatif (H₁) diterima. Kedua, model pembelajaran experiential learning juga berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik, sebagaimana dibuktikan oleh nilai signifikansi sebesar 0,01 yang juga lebih kecil dari nilai alpha 0,05 (0,01 < 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman ini mampu mendorong pengembangan keterampilan berpikir kreatif secara bermakna. Selanjutnya, hasil analisis One-Way Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara keterampilan menulis teks laporan perjalanan dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang diterapkan melalui model experiential learning. Semua statistik menunjukkan signifikansi yang sangat kuat, dengan nilai p (Sig.) sebesar 0,000. Nilai F yang sangat tinggi (28.883,154) dengan derajat kebebasan hipotesis sebesar 2 dan derajat kebebasan error sebesar 55 semakin memperkuat bahwa pengaruh tersebut bersifat konsisten dan signifikan secara statistik. Dengan demikian, model experiential learning terbukti efektif dalam meningkatkan dua aspek penting dalam pembelajaran, yaitu keterampilan menulis dan kemampuan berpikir kreatif. Agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang nyata di lingkungan sekolah dasar, disarankan kepada guru untuk mulai mengintegrasikan model pembelajaran experiential learning dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat merancang pembelajaran yang berbasis pengalaman langsung, seperti kegiatan pengamatan lingkungan, praktik lapangan, proyek mini, atau simulasi peran yang dapat dikembangkan menjadi teks laporan perjalanan. Selain itu, penting bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang memfasilitasi kreativitas siswa dengan memberi ruang eksplorasi gagasan, pemecahan masalah nyata, dan kegiatan reflektif. Sekolah juga dapat menyelenggarakan pelatihan bagi guru terkait implementasi model pembelajaran experiential learning agar penerapannya di kelas lebih optimal. Dengan langkah-langkah tersebut, hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya menjadi temuan akademis, tetapi juga menjadi solusi praktis dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa di sekolah dasar, khususnya di wilayah terpencil.
[1] Asmi , N. (2004). Hubungan Bentuk Pelatihan Fotografi dan Penguasaan Fotografi Berorientasi Pendidikan Individu terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPS Pelajar Tingkat V SMP Negeri 1 Kaluku Sekolah Dasar Bodoa , Kecamatan Tallo , Kota Makassar.
[2] Astuti , A., Waluya , SB, & Asikin , M. (2000). Signifikansi kemampuan bertanya inovatif untuk pelajar sekolah dasar tingkat 4. 2, Jurnal Manajemen Pendidikan dan Inovasi Internasional , 1 (1), 91. https://doi.org/1 2, 12928/ijemi.v1i1.1512
[3] Awalina , B., Arimbi , L., H. , Izzah , L., F. , Safnatun , N. (2004). membaca proses belajar dan mengajar bagian konsep kognitif untuk pelajar tingkat dasar , jurnal ilmu pendidikan , 6(tiga) . https://edukatif.org/index.homepage/edukatif/index
[4] Damayanti , AI, Fitrah , M., & Akbar, R. (2004). Pengembangan diri dan berkah layanan jaringan serta tantangan KKN sebagai bekal pengembangan diri dan pengabdian untuk jaringan . 6676–6688.
[5] Danu Firman Setiaji . (2004). Penerapan bentuk pelatihan konsiderans agar meningkatkan wawasan dan pengetahuan pelajar bagian pelatihan akidah dan akhlak di SD Al- Wahyu Cibubur .
[6] Esti , S. , Sri , S., & Nela , R . (2003). Hubungan Ketersediaan Pusat Pelatihan terhadap Motivasi Belajar Pelajar di SDN 2 Sukorejo Wedi Klaten . majalah pendidikan modern , 9 (1), 8–enam belas. https://doi.org/1 2, 37471/jpm.v9i1.768
[7] Fitriani , N. (2003). Hubungan Bentuk Pelatihan Berbasis Masalah Berbantuan Media Pelatihan terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPS Pelajar Tingkat V Gugus I Kecamatan Panakukang Kota Makassar (Vol. 13, Bab 1).
[8] Firnanda Nurlindayanti , Abd . Munir Kondongan , & Tarman A. Arif . (2003). Hubungan Pendekatan Quantum Writing bagian Pelatihan Membuat Naratif untuk Pelajar Tingkat V Sekolah Dasar No. 44 Manongkoki II, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar . COMPASS: Jurnal Pendidikan dan Konseling, 1 (1), 13–18. https://doi.org/1 2, 58738/compass.v1i1.244
[9] Gea , A., Muhammad , A., Z. , Nurlia , Risna , A., A. , & Widi , W. (2003). Posisi kajian pustaka bagian penelitian gerakan ruang kuliah. jurnal kreativitas pelajar, 1 (2), seratus enam puluh lima–173.
[10] Hidayati , N., Roshayanti , F., Prihati , Y., & Wuryandini , E. (2004). Hubungan Bentuk Pelatihan Berbasis Masalah Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar Kognitif Pelatihan di abad 21 menghadapi tantangan cukup berat. Kurikulum tersebut mempersiapkan generasi Indonesia agar mengikuti kemajuan teknologi. lima (2), 377–388.
[11] Huljannah , A., M., Sabani , F., Rahmadani , E., Sukmawaty , S., Guntur, M., & Irfandi , I. (2004). Penerapan teknik membuat puisi bagian meningkatkan kemampuan analisis awal pelajar fakultas teknik. Attadrib : jurnal pendidikan pengajar fakultas dasar, 7 (1), 23–31. https://doi.org/1 2, 54069/attadrib.v7i1.711
[12] Hildayanti , H., Samsuri , AS, & Arief , TA (2008). Dampak Penggunaan Media Poster bagian Membuat Karangan Naratif terhadap Hasil Penguasaan Pelajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tingkat V SD. Negeri 77 Kanaeng Kabupaten Takalar . JKPD (majalah penelitian sekolah dasar ), 3 (2), 518. https://doi.org/1 2, 26618/jkpd.v3i2.1418
[13] Illahi , ATK (2004). Hubungan penggunaan Media Photovoice terhadap kreativitas pelajar fakultas dasar. Pendas : jurnal klinis pendidikan berstandar ,29. https://magazine.unpas.ac.id/index.Hypertext Preprocessor/pendas/article/view/13809percent0Ahttps://journal.unpas.ac.identification/index.personal home page/ pendas /article/download/13809/6473
[14] Kurikulum, A., Dari, M., & Ki, P. (2004). Analisis kurikulum tidak bias dari sikap Ki Hajar Peningkatan pola pikir Dewantara dan Carol Dweck . 1 (1), 28–39.
[15] Mufarrohah , M., & Setyawan , A. (2004). Hubungan bentuk pelatihan berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir inovatif pelajar sekolah dasar tingkat V. Jurnal Pendidikan agar Semua, 2 (2), 80–87. https://doi.org/1 2, 61692/edufa.v2i2.111
[16] Nurlatifah , H., Uswatun , DA, & Amalia , AR (2000). 468-Naskah artikel-1944-2-10-20000715 . III (1), 26–35.
[17] Nurdin , ok., Sulfasyah , S., & Madeamin , R. (2003). Hubungan pemanfaatan pelatihan gabungan menggunakan metode Interactive Writing terhadap perolehan pengetahuan minat dan bakat membuat Bahasa Indonesia bagian kepenulisan. Edunesia : jurnal klinis pendidikan, 4 (3), 1500–1514. https://doi.org/1 2, 51276/edu.v4i3.379
[18] Nurlan , NF, Agustan , A., & Sulfasyah , S. (2003). Analisis keterkaitan antara kompetensi bertanya kritis, inovatif, dan refraktif dan kompetensi literasi matematika dasar fakultas. Jurnal Papeda : majalah buklet pendidikan dasar, 5 (1), 39–44. https://doi.org/1 2, 36232/jurnalpendidikandasar.v5i1.3629
[19] Octavianti , N., Stkip , J., Naram , okay., Barat, ok., Stkip , J., Naram , ok., & Barat, k. (2004). Keterkaitan antara kemampuan berpikir inovatif dan kemampuan membuat narasi pelajar tingkat V SDN 12 Singkawang Wacana: Jurnal Sekolah Bahasa Indonesia Kemampuan berbahasa tepat dan benar sesuai dan kemampuan dan tujuannya. 7 (tiga), 465–477.
[20] Panca Dewi Purwati . (2003). Pustakaku Sejarahku Inovasi bagian Kemampuan Bahasa bagian Kurikulum Independen: RAMPAI ( Galih Suci ).
[21] Reza , T. , Yeni , ok. , Sufyarma , M. (2005). Kajian Pustaka Sistematis berkaitan Posisi Konsep John Dewey bagian Implementasi Pelatihan di Indonesia . majalah berkaitan sekolah, 7(2). http://jonedu.org/index.Hypertext Preprocessor/ joe .
[22] Rizqi , S., Abni , N., Ahmadi , A., & Maulida , S. (2004). Integrasi Media Virtual bagian Pelatihan Literasi Anak untuk Tahap Sekolah Dasar . 9 (2), 171–183.
[23] Rohani , R., Sulfasyah , S., & Munirah , M. (2003). Hubungan Bentuk Pelatihan Somatik, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) Berbantuan Media Audio Visual terhadap Peningkatan Kemampuan Membuat Cerita Pelajar Tingkat IV SD Negeri 00 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Masa Pelajaran 2003/2004. Gugus 21 sekitar IV Lilirilau , Kabupaten Soppeng . Al-Madrasah: majalah sekolah dasar perguruan tinggi, 7 (1), 400. https://doi.org/1 2, 35931/am.v7i1.1879
[24] Salatiga , SMPN (2004). Metode Assin Berbasis Prakasita Tingkat agar Pelajar Sekolah Menengah Pertama . 10 (April), 1–14.
[25] Sumarwati , Suryanto , E., & Hadiyah . (2003). Komik Edukatif Berbasis Cerita Rakyat Lokal dan Dampaknya terhadap Pelatihan Literasi Pelajar Sekolah Dasar Negeri Pedesaan . 9 (2), 1066–1076. https://doi.org/1 2, 2991/978-2-38476-114-2_98
[26] Suparlan . (2009). Ide Konstruktivisme Bagian Pelatihan . Jurnal Islam dan Ilmu Pendidikan, 1(2). https://ejournal.stitpn.ac.id/index.Hypertext Preprocessor/ islamika
[27] Syamsudin . (2000). Pelatihan berbasis masalah secara menyeluruh bagian pengembangan Else (majalah pendidikan tinggi esensial). Jurnal ELSE , 4 , 81–99.
[28] Syarifudin , MA, & Rosyidi , MH (2004). IJM: Majalah Multidisiplin Ilmu Sosial dan Ilmu Privat Indonesia bagian Membentuk Pelajar Berprestasi. 2, 299–309.
[29] Taqwim , A., & Huda, SAA (2004). Korelasi antara Kurikulum tidak bias dan keberanian menyampaikan ide bagian mendukung peningkatan pertanyaan inovatif untuk pelajar sekolah menengah kejuruan. majalah studi pelatihan, lima (3), 2587–2594. https://doi.org/1 2, 37985/jer.v5i3.1124
[30] Uki , NM, Sudiatmika , AR, Suma, IK, & Suardana , IN (2004). Meta-analisis: kegunaan bentuk pelatihan berbasis tantangan ( PjBL ) agar meningkatkan efek pelatihan pelajar. Bioscientist : Jurnal ilmiah Biologi, 12 (1), 153. https://doi.org/1 2, 33394/bioscientist.v12i1.9854
[1] N. Asmi, "Hubungan Bentuk Pelatihan Fotografi dan Penguasaan Fotografi Berorientasi Pendidikan Individu terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPS Pelajar Tingkat V SMP Negeri 1 Kaluku," Sekolah Dasar Bodoa, Kec. Tallo, Kota Makassar, 2004.
[2] A. Astuti, S. B. Waluya, and M. Asikin, "Signifikansi Kemampuan Bertanya Inovatif untuk Pelajar Sekolah Dasar Tingkat 4," International Journal of Educational Management and Innovation, vol. 1, no. 1, pp. 91, 2000, doi: 10.12928/ijemi.v1i1.1512.
[3] B. Awalina, L. Arimbi, L. F. Izzah, and N. Safnatun, "Membaca Proses Belajar dan Mengajar Bagian Konsep Kognitif untuk Pelajar Tingkat Dasar," Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 6, no. 3, 2004. [Online]. Available: https://edukatif.org/index.homepage/edukatif/index
[4] A. I. Damayanti, M. Fitrah, and R. Akbar, "Pengembangan Diri dan Berkah Layanan Jaringan serta Tantangan KKN sebagai Bekal Pengembangan Diri dan Pengabdian untuk Jaringan," 2004, pp. 6676–6688.
[5] D. F. Setiaji, "Penerapan Bentuk Pelatihan Konsiderans agar Meningkatkan Wawasan dan Pengetahuan Pelajar Bagian Pelatihan Akidah dan Akhlak di SD Al-Wahyu Cibubur," 2004.
[6] S. Esti, S. Sri, and R. Nela, "Hubungan Ketersediaan Pusat Pelatihan terhadap Motivasi Belajar Pelajar di SDN 2 Sukorejo Wedi Klaten," Jurnal Pendidikan Modern, vol. 9, no. 1, pp. 8–16, 2003, doi: 10.37471/jpm.v9i1.768.
[7] N. Fitriani, "Hubungan Bentuk Pelatihan Berbasis Masalah Berbantuan Media Pelatihan terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPS Pelajar Tingkat V Gugus I Kecamatan Panakukang Kota Makassar," vol. 13, no. 1, 2003.
[8] F. Nurlindayanti, A. M. Kondongan, and T. A. Arif, "Hubungan Pendekatan Quantum Writing Bagian Pelatihan Membuat Naratif untuk Pelajar Tingkat V SD No. 44 Manongkoki II," COMPASS: Jurnal Pendidikan dan Konseling, vol. 1, no. 1, pp. 13–18, 2003, doi: 10.58738/compass.v1i1.244.
[9] A. Gea et al., "Posisi Kajian Pustaka Bagian Penelitian Gerakan Ruang Kuliah," Jurnal Kreativitas Pelajar, vol. 1, no. 2, pp. 165–173, 2003.
[10] N. Hidayati, F. Roshayanti, Y. Prihati, and E. Wuryandini, "Hubungan Bentuk Pelatihan Berbasis Masalah Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar Kognitif," Jurnal Kurikulum dan Pembelajaran, vol. 5, no. 2, pp. 377–388, 2004.
[11] A. M. Huljannah et al., "Penerapan Teknik Membuat Puisi Bagian Meningkatkan Kemampuan Analisis Awal Pelajar Fakultas Teknik," Attadrib: Jurnal Pendidikan Pengajar Fakultas Dasar, vol. 7, no. 1, pp. 23–31, 2004, doi: 10.54069/attadrib.v7i1.711.
[12] H. Hildayanti, A. S. Samsuri, and T. A. Arief, "Dampak Penggunaan Media Poster Bagian Membuat Karangan Naratif terhadap Hasil Penguasaan Pelajar," Jurnal Kajian Pendidikan Dasar, vol. 3, no. 2, p. 518, 2008, doi: 10.26618/jkpd.v3i2.1418.
[13] A. T. K. Illahi, "Hubungan Penggunaan Media Photovoice terhadap Kreativitas Pelajar Fakultas Dasar," Pendas: Jurnal Klinis Pendidikan, no. 29, 2004. [Online]. Available: https://journal.unpas.ac.id/index.php/pendas/article/view/13809
[14] A. Kurikulum, M. Dari, and P. Ki, "Analisis Kurikulum Tidak Bias dari Sikap Ki Hajar Dewantara dan Carol Dweck," Jurnal Kurikulum Pendidikan, vol. 1, no. 1, pp. 28–39, 2004.
[15] M. Mufarrohah and A. Setyawan, "Hubungan Bentuk Pelatihan Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Inovatif Pelajar Sekolah Dasar Tingkat V," Eduforall: Jurnal Pendidikan Untuk Semua, vol. 2, no. 2, pp. 80–87, 2004, doi: 10.61692/edufa.v2i2.111.
[16] H. Nurlatifah, D. A. Uswatun, and A. R. Amalia, "468-Naskah Artikel-1944-2-10-20000715," vol. III, no. 1, pp. 26–35, 2000.
[17] K. Nurdin, S. Sulfasyah, and R. Madeamin, "Hubungan Pemanfaatan Pelatihan Gabungan Menggunakan Interactive Writing terhadap Pengetahuan dan Minat Pelajar," Edunesia: Jurnal Klinis Pendidikan, vol. 4, no. 3, pp. 1500–1514, 2003, doi: 10.51276/edu.v4i3.379.
[18] N. F. Nurlan, A. Agustan, and S. Sulfasyah, "Analisis Keterkaitan Kompetensi Bertanya Kritis, Inovatif, dan Refraktif dengan Literasi Matematika Dasar," Jurnal Papeda: Majalah Buklet Pendidikan Dasar, vol. 5, no. 1, pp. 39–44, 2003, doi: 10.36232/jurnalpendidikandasar.v5i1.3629.
[19] N. Octavianti et al., "Keterkaitan Kemampuan Berpikir Inovatif dan Kemampuan Membuat Narasi Pelajar Tingkat V SDN 12 Singkawang," Wacana: Jurnal Sekolah Bahasa Indonesia, vol. 7, no. 3, pp. 465–477, 2004.
[20] P. D. Purwati, Pustakaku Sejarahku: Inovasi Bagian Kemampuan Bahasa dalam Kurikulum Independen, RAMPAI (Galih Suci), 2003.
[21] T. Reza, K. Yeni, and M. Sufyarma, "Kajian Pustaka Sistematis Terkait Konsep John Dewey dalam Implementasi Pelatihan di Indonesia," Jurnal Pendidikan dan Sekolah, vol. 7, no. 2, 2005. [Online]. Available: http://jonedu.org/index.php/joe
[22] S. Rizqi, N. Abni, A. Ahmadi, and S. Maulida, "Integrasi Media Virtual Bagian Pelatihan Literasi Anak untuk Tahap Sekolah Dasar," vol. 9, no. 2, pp. 171–183, 2004.
[23] R. Rohani, S. Sulfasyah, and M. Munirah, "Hubungan Model Pelatihan SAVI Berbantuan Audio Visual terhadap Kemampuan Membuat Cerita," Al-Madrasah: Jurnal Sekolah Dasar Perguruan Tinggi, vol. 7, no. 1, p. 400, 2003, doi: 10.35931/am.v7i1.1879.
[24] SMPN Salatiga, "Metode Assin Berbasis Prakasita Tingkat untuk Pelajar SMP," vol. 10, Apr., pp. 1–14, 2004.
[25] S. Sumarwati, E. Suryanto, and Hadiyah, "Komik Edukatif Berbasis Cerita Rakyat Lokal dan Dampaknya terhadap Literasi Pelajar SD Negeri Pedesaan," Proceeding, vol. 9, no. 2, pp. 1066–1076, 2003, doi: 10.2991/978-2-38476-114-2_98.
[26] Suparlan, "Ide Konstruktivisme dalam Pelatihan," Jurnal Islam dan Ilmu Pendidikan, vol. 1, no. 2, 2009. [Online]. Available: https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/islamika
[27] Syamsudin, "Pelatihan Berbasis Masalah secara Menyeluruh dalam Pengembangan," Jurnal ELSE, vol. 4, pp. 81–99, 2000.
[28] M. A. Syarifudin and M. H. Rosyidi, "Membentuk Pelajar Berprestasi," IJM: Jurnal Multidisiplin Ilmu Sosial dan Privat Indonesia, vol. 2, pp. 299–309, 2004.
[29] A. Taqwim and S. A. A. Huda, "Korelasi antara Kurikulum Tidak Bias dan Keberanian Menyampaikan Ide dalam Pertanyaan Inovatif," Jurnal Studi Pelatihan, vol. 5, no. 3, pp. 2587–2594, 2004, doi: 10.37985/jer.v5i3.1124.
[30] N. M. Uki, A. R. Sudiatmika, I. K. Suma, and I. N. Suardana, "Meta-Analisis: Kegunaan Bentuk Pelatihan Berbasis Tantangan (PjBL) untuk Meningkatkan Efek Pelatihan Pelajar," Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, vol. 12, no. 1, p. 153, 2004, doi: 10.33394/bioscientist.v12i1.9854.