Pendahuluan
Disiplin dapat diartikan sebagai kesanggupan pribadi untuk mematuhi dan menaati berbagai ketentuan yang telah ditetapkan secara sadar, tanpa tekanan dari pihak luar, disertai dengan tekad yang kuat untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku [1]. Disiplin berfungsi untuk mengarahkan individu agar dapat menginternalisasi pola perilaku yang selaras dengan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu kelompok budaya, sehingga ia dapat berperilaku sesuai dengan peran yang diharapkan dari dirinya dalam konteks sosial tersebut [2]. Kedisiplinan peserta didik dapat tercermin dari kebiasaan hadir di sekolah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Ketepatan waktu dalam kehadiran ini memiliki peranan signifikan bagi keberlangsungan proses belajar-mengajar, sebab dapat mendukung peserta didik dalam menerima dan menguasai materi pelajaran secara lebih optimal. Kedisiplinan dapat dimaknai sebagai sikap taat dan patuh terhadap berbagai aturan yang telah ditetapkan, khususnya dalam konteks lingkungan sekolah, guna mendukung terciptanya suasana belajar yang tertib dan kondusif [3] .
Keterlambatan hadir di sekolah merupakan salah satu bentuk pelanggaran tata tertib yang kerap dijumpai dalam lingkungan pendidikan. Terlambat diartikan sebagai keadaan ketika seseorang melewati atau tidak mematuhi waktu yang telah ditetapkan. Sementara itu, Priani dan Denok menjelaskan bahwa keterlambatan ke sekolah ialah suatu bentuk perilaku atau tindakan peserta didik yang tepat waktu hadir di sekolah [4]. Menurut Prayitno dan Emran menyebutkan “ada tiga indikator dalam perilaku terlambat datang sekolah yaitu: a) sering tiba di sekolah setengah jam pelajaran dimulai, b) memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan; dan c) sengaja melambat-lambatkan dari masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai”. Sehingga dapat kita pahami bahwa perilaku datang terlambat merupakan suatu bentuk tindakan negatif dengan melanggar peraturan tata tertib sekolah dengan datang kesekolah melebihi waktu yang telah ditetapkan [5] .
SMA Negeri 1 Bangun Purba menetapkan bahwa waktu dimulainya kegiatan belajar ialah pukul 07.30 WIB, sehingga peserta didik yang datang setelah waktu tersebut dikategorikan sebagai terlambat. Kondisi ini dapat berdampak negatif, khususnya pada jam pelajaran pertama, karena peserta didik yang terlambat berpotensi kehilangan sebagian materi yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu, kehadiran peserta didik yang terlambat juga dapat mengganggu konsentrasi peserta didik lain, sebab fokus mereka dapat teralihkan dari penjelasan guru ketika peserta didik yang terlambat memasuki ruang kelas. [6]. Meskipun tidak semua peserta didik melakukan pelanggaran ini, terdapat sebagian dari mereka yang sering datang terlambat ke sekolah. Berbagai alasan kerap dikemukakan, mulai dari bangun kesiangan, tidak ada yang membangunkan, hingga hambatan cuaca seperti hujan di daerah tempat tinggal peserta didik. Untuk mengantisipasi pola pelanggaran semacam ini, pihak sekolah telah menetapkan sistem sanksi berdasarkan tingkat keterlambatan, yaitu: (1) peserta didik yang terlambat satu kali tidak dikenakan sanksi, (2) terlambat lebih dari tiga kali diwajibkan mengerjakan penugasan dari guru (BK), (3) murid yang terlambat satu kali mendapatkan pengurangan nilai sebesar 50 poin, dan (4) peserta didik yang terus mengulang pelanggaran hingga jumlah pelanggaran kumulatifnya mencapai 400 poin akan menerima SPO 1 (Surat Panggilan Orang Tua pertama). Penerapan sanksi semacam ini idealnya tetap mengutamakan nilai edukasi dan pembinaan karakter peserta didik, guna mencegah agar bentuk hukuman yang diberikan tidak berdampak negatif atau bahkan merusak perkembangan pribadi peserta didik [7]. Oleh sebab itu, keberadaan layanan bimbingan dan konseling menjadi sangat diperlukan sebagai upaya preventif guna meminimalkan pelanggaran tata tertib sekolah oleh siswa.
Penyelenggaraan konseling dapat dijadikan sebagai langkah strategis guna menekan frekuensi yang siswa yang tidak disiplin, salah satunya dengan memanfaatkan metode bimbingan kelompok. Model bimbingan ini dirancang untuk membantu peserta didik mengembangkan kepribadian yang seimbang, aktif, kreatif, serta produktif, sehingga dapat beradaptasi dengan baik dalam berbagai situasi dan konteks lingkungan tempat mereka berada. [8]. Bimbingan kelompok bertujuan untuk mengantisipasi dan mencegah munculnya berbagai hambatan atau permasalahan yang dapat dialami oleh peserta didik, sekaligus memfasilitasi pengembangan self regulasi peserta didik [9].
Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling dapat diterapkan dengan memanfaatkan berbagai pendekatan dan teknik yang dibutuhkan. Dalam konteks penelitian ini, digunakan pendekatan behavioral yang mengimplementasikan teknik kontrak perilaku (behavioral contract). Teknik ini merupakan bentuk kesepakatan tertulis antara konselor dan peserta didik yang memuat aturan dan konsekuensi tertentu, dengan tujuan memfasilitasi perubahan pola perilaku peserta didik ke arah yang lebih positif. Melalui penerapan kontrak ini, konselor dapat memberikan bentuk ganjaran atau konsekuensi bagi peserta didik yang tidak mematuhi kesepakatan yang telah disepakati bersama. Sedangkan menurut Milten Berger [10], Kontrak perilaku (behavior contract) dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk kesepakatan tertulis yang disusun dan disetujui oleh dua individu atau lebih, dengan maksud agar salah satu pihak atau keduanya berkomitmen untuk melaksanakan perilaku target yang telah ditetapkan bersama. Tujuan teknik behavioral contract menurut Victorique [11] yaitu Kontrak perilaku bertujuan untuk membekali individu agar dapat mengubah pola perilaku yang maladaptif menjadi adaptif, membentuk kemandirian dalam bertindak, serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan berperilaku yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Dalam penerapannya, kontrak perilaku dapat dimanfaatkan untuk membentuk pola perilaku baru, mengurangi intensitas perilaku yang tidak diharapkan, maupun memperkuat perilaku positif yang diinginkan. Salah satu keunggulan dari pendekatan ini ialah tuntutannya terhadap konsistensi dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut [12]. Kontrak perilaku menguraikan secara terperinci berbagai aspek dari perilaku yang menjadi target, termasuk konteks tempat pelaksanaannya, metode penerapan perilaku, serta jangka waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikannya. Seluruh pihak yang terlibat dalam kesepakatan ini diharuskan bernegosiasi mengenai berbagai syarat dan ketentuan, sehingga kontrak yang dihasilkan dapat diterima dan disepakati bersama. Salah satu keunggulan utama dari penerapan kontrak perilaku ialah kemampuannya dalam mendorong konsistensi dari pihak-pihak yang terkait [13].
Peneliti melakukan penelusuran berbagai literatur dan kajian terdahulu guna mendukung dan memperkaya pemahaman terkait permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, khususnya yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian yang tengah dijalankan. Hasil penelitian dari [14] dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik behavioral contract efektif dalam mengurangi tingkat keterlambatan peserta didik di SMAN 2 Toraja Utara pada tahun ajaran 2023/2024. Efektivitas tersebut terlihat dari perubahan pola perilaku peserta didik yang semula selalu datang terlambat. Setelah pelaksanaan dua siklus tindakan, angka keterlambatan peserta didik yang awalnya berada pada tingkat 100% (pada tahap pra-siklus) berhasil diturunkan menjadi 81,25% pada Siklus I, dan selanjutnya menurun signifikan hingga 43,75% pada Siklus II. Pencapaian ini juga mengindikasikan bahwa target dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian telah dapat terpenuhi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh [15] menunjukkan bahwa penerapan layanan konseling dengan teknik behavior contract terbukti mampu dalam mengurangi perilaku prokrastinasi akademik. Hal ini terlihat dari perubahan positif yang dialami oleh kedua subjek penelitian, yakni A dan B, yang berhasil mengatasi kebiasaan menunda-nunda tugas akademik setelah penerapan teknik tersebut. Dan penelitian yang dilakukan oleh [16] Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat kedisiplinan belajar peserta didik sebelum penerapan layanan konseling kelompok dengan teknik behavior contract berada di angka ratarata 52,83. Setelah pelaksanaan intervensi tersebut, nilai ratarata mengalami kenaikan signifikan sebesar 21,83 poin, hingga mencapai 74,67. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavior contract memberikan dampak positif dan efektif dalam mengoptimalkan disiplin belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Temayang.
Penelitian ini menghadirkan kebaruan dalam pendekatan layanan bimbingan konseling dengan memfokuskan pada intervensi berbasis bimbingan kelompok yang menggunakan teknik behavioral contract secara sistematis untuk mengatasi perilaku keterlambatan datang ke sekolah pada jenjang pendidikan menengah atas. Berbeda dari penelitian terdahulu yang sebagian besar menggunakan layanan konseling individual atau penelitian tindakan kelas dalam konteks yang berbeda seperti pengurangan prokrastinasi akademik atau peningkatan disiplin belajar . penelitian ini secara khusus menekankan pada efektivitas implementasi teknik behavioral contract dalam kerangka bimbingan kelompok pada peserta didik di SMA Negeri 1 Bangun Purba
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis terdorong untuk menyusun sebuah karya ilmiah sebagai bentuk penyelesaian tugas akhir dengan mengangkat tema terkait penerapan teknik behavioral contract. Pemilihan teknik ini dilandasi oleh potensinya dalam mengubah pola perilaku dari yang semula maladaptif menjadi lebih adaptif, khususnya melalui penerapan kontrak perilaku yang terstruktur. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang fokus pada siswa SMP, penelitian ini mencoba menerapkan teknik serupa pada tingkat SMA dengan pendekatan kelompok. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini dirumuskan dengan judul: “Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Teknik Behavioral Contract dalam Mereduksi Perilaku Terlambat Datang ke Sekolah pada Peserta Didik SMA Negeri 1 Bangun Purba”.
M etod e
Penelitian ini mengimplementasikan pendekatan kuantitatif, yaitu metode ilmiah yang digunakan untuk menguji dan memverifikasi suatu teori atau asumsi berdasarkan data empiris. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menyajikan gambaran statistikal dari suatu fenomena dan menganalisis hasil penelitian secara sistematis dengan memanfaatkan data dalam bentuk angka, nilai numerik, maupun grafik [17]. Penelitian ini memanfaatkan rancangan pra-eksperimental dengan tipe One-Group Pretest-Posttest Design, yakni suatu desain yang digunakan untuk mengukur perubahan atau pengaruh dari suatu perlakuan dengan membandingkan kondisi sebelum dan setelah penerapan treatment pada satu kelompok subjek, tanpa melibatkan kelompok kontrol. [18]. Berikut tabel one group design dengan pretest dan posttest
Tabel 1 One group pretest-posttest design
Pretest | Treatment | Posttest |
O1 | X | O2 |
Ket:
O1 = nilai pretest(sebelum dilakukannya treatmentatau perlakuan) O2 = nilai post test sesudah mendapatkan treatment atau perlakuan) X = treatment yang diberikan kepada subjek
Subjek dalam studi ini meliputi seluruh peserta didik jenjang kelas X dan XI di SMA Negeri 1 Bangun Purba pada Tahun Ajaran 2024/2025, dengan jumlah total 348 orang, terdiri atas 176 peserta didik kelas X dan 172 peserta didik kelas XI. Dalam menentukan sampel, digunakan metode purposive sampling, yakni teknik pemilihan responden yang didasarkan pada kriteria spesifik dan sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penelitian yang dilakukan. [19]. Dalam hal ini, sampel diambil dari siswa yang sering terlambat hadir ke sekolah, berdasarkan catatan kehadiran dan rekomendasi dari guru BK. Siswa yang dipilih adalah mereka yang telah terlambat lebih dari 8 kali. Hal ini mengacu pada Pedoman Pelanggaran Tata Tertib dan Sanksi SMA Negeri 1 Bangun Purba Tahun Pelajaran 2024/2025, yang menyatakan bahwa setiap kali terlambat siswa akan dikenakan 50 poin pelanggaran, dan apabila akumulasi poin mencapai 400 poin, maka siswa akan mendapatkan SPO 1 (Surat Panggilan Orang Tua tahap pertama). Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh 8 orang siswa sebagai sampel penelitian, yang kemudian dijadikan satu kelompok untuk diberikan intervensi.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan instrumen berupa angket yang disusun secara spesifik untuk mengukur pola dan tingkat keterlambatan yang dialami peserta didik, yang bertujuan untuk mengukur tingkat keterlambatan peserta didik sebelum dan setelah pemberian treatment. Angket ini dikembangkan berdasarkan tiga indikator terlambat Prayitno dan Imran dalam [5] perilaku terlambat datang sekolah yaitu: a) sering tiba di sekolah setengah jam pelajaran dimulai, b) memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan; dan c) sengaja melambat-lambatkan dari masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai, serta telah melalui uji validitas dan reliabilitas guna menjamin tingkat keakuratan dan konsistensinya.
Sebelum tahap pengujian hipotesis dijalankan, langkah awal yang dilakukan ialah pemeriksaan asumsi normalitas data melalui uji Shapiro–Wilk. Temuan dari pemeriksaan ini mengungkapkan bahwa nilai pretest tidak memenuhi kriteria sebaran normal, sehingga proses analisis lanjutan memanfaatkan uji Wilcoxon SignedRank Test, yakni sebuah metode statistika nonparametrik yang digunakan khusus untuk data berpasangan dengan pola distribusi yang tidak normal [21]. Proses pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak SPSS) guna menjamin akurasi dan efisiensi dalam analisis statistik yang digunakan.
H asi l d an Pembahasa n
Hasil analisis deskriptif terkait penerapan layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan behavioral contract sebagai strategi untuk meminimalkan pola perilaku terlambat datang ke sekolah di kalangan peserta didik kelas X dan XI SMA Negeri 1 Bangun Purba menunjukkan bahwa sebelum pelaksanaan treatment, Keterlambatan siswa beragam klasifikasi, namun tidak ditemukan peserta didik yang berada pada tingkat paling rendah. Gambaran lebih rinci mengenai tingkat perilaku keterlambatan berdasarkan data pretest pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Hasil pretest perilaku keterlambatan
Kategori | Interval | f | % |
Tinggi | ≥ 88 | 8 | 100% |
Sedang | 38 - 87 | 0 | 0% |
Rendah | ≤ 37 | 0 | 0% |
Total | 8 | 100% |
Keterangan Tabel 1 :
≥ : Lebih besar dari
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada tahap pre-test, seluruh siswa yang menjadi subjek penelitian, yaitu 8 orang, termasuk dalam kategori keterlambatan tinggi (100%). Tidak ditemukan siswa dengan kategori rendah maupun sedang. Oleh karena itu, siswa-siswa ini dipilih untuk diberikan treatment dalam penelitian ini.
Hasil analisis deskriptif terkait pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract dalam upaya mereduksi perilaku terlambat datang ke sekolah bagi peserta didik kelas X dan XI SMA Negeri 1 Bangun Purba berdasarkan data posttest setelah penerapan treatment. Layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan behavioral contract ini dilaksanakan dalam lima kali pertemuan, dan gambaran tingkat perilaku keterlambatan peserta didik setelah pelaksanaan intervensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3..
Tabel 3 Hasil posttest perilaku keterlambatan
Kategori | Interval | f | % |
Tinggi | ≥ 88 | 0 | 0% |
Sedang | 38 - 87 | 1 | 12,5% |
Rendah | ≤ 37 | 7 | 87,5% |
Total | 8 | 100% |
Keterangan Tabel 2 :
≥ : Lebih besar dari
- : Sampai
- ≤ : Lebih kecil dari
- f : Frekuensi (banyaknya data)
- : Sampai
≤ : Lebih kecil dari
f : Frekuensi (banyaknya data)
Mengacu pada data yang ditampilkan dalam tabel di atas, terlihat bahwa berdasarkan nilai yang diperoleh dari pelaksanaan posttest, sebanyak 7 peserta didik (87,5%) berada dalam kategori tingkat keterlambatan yang rendah, 1 peserta didik (12,5%) termasuk dalam kategori sedang, dan tidak terdapat peserta didik yang dikategorikan memiliki tingkat keterlambatan tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa terdapat perubahan signifikan pada tingkat perilaku terlambat datang ke sekolah sebelum dan setelah penerapan treatment berupa bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract. Hal ini terlihat dari penurunan nilai skor yang diperoleh peserta didik dari hasil pretest ke posttest. Gambaran mengenai penurunan tingkat perilaku keterlambatan peserta didik sebelum dan setelah pelaksanaan treatment dapat dicermati lebih lanjut pada Tabel 4.
Tabel 4 Perubahan perilaku keterlambatan antara pretest dan posttest
NAMA | Pretest Skor | Postest Skor | Perubahan Skor |
GSR | 89 | 37 | 52 |
MRS | 95 | 35 | 60 |
NP | 88 | 35 | 53 |
GJB | 90 | 35 | 55 |
ABT | 88 | 34 | 54 |
RS | 89 | 35 | 54 |
RP | 88 | 35 | 53 |
IJB | 92 | 36 | 56 |
Rata-rata | 89,9 | 35 | 54,6 |
Pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat penurunan tingkat keterlambatan yang signifikan setelah peserta didik menerima treatment berupa bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract. Nilai rata-rata perilaku terlambat sebelum pelaksanaan treatment berada pada angka 89,9, dan setelah pemberian treatment nilai tersebut menurun menjadi 35, sehingga terdapat selisih rata-rata sebesar 54,6. Perbandingan kondisi sebelum dan setelah penerapan treatment dapat diamati lebih jelas pada Gambar 1 dan 2 berikut.
Gambar 1 Grafik perbedaan skor pretest dan posttest
Gambar 2 Grafik perbedaan skor pretest dan posttest
Berdasarkan grafik yang tersaji, diketahui Nilai rata-rata perilaku terlambat sebelum pelaksanaan treatment berada pada angka 89,9, dan setelah pemberian treatment nilai tersebut menurun menjadi 35, sehingga terdapat selisih rata-rata sebesar 54,6. Perubahan didasari karena perlakuan yang telah diberikan. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, langkah awal yang dilakukan adalah pemeriksaan asumsi normalitas data guna menjamin keakuratan dan kelayakan analisis lanjutan. Rincian mengenai hasil uji normalitas dari data penelitian ini dapat dicermati pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji normalitas
Tests of Normality | ||||||
Kolmogorov-Smirnova | Shapiro-Wilk | |||||
Statistic | df | Sig. | Statistic | df | Sig. | |
pretest | .263 | 8 | .109 | .798 | 8 | .028 |
postest | .361 | 8 | .003 | .826 | 8 | .054 |
a. Lilliefors Significance Correction |
Untuk mengukur efektivitas layanan, digunakan metode statistik nonparametrik, yaitu uji Wilcoxon SignedRank Test. Penentuan metode ini merujuk pada temuan dari uji normalitas Shapiro–Wilk, yang mengindikasikan bahwa nilai pretest tidak terdistribusi secara normal (p < 0,05). Dengan pertimbangan tersebut, uji Wilcoxon SignedRank Test digunakan sebagai alternatif yang sesuai untuk menganalisis data dengan distribusi tidak normal dan jumlah sampel yang relatif kecil. Selanjutnya, untuk mengetahui signifikansi perbedaan nilai sebelum dilaksanakan layanan dan , sesudah dilaksanakan layanana, dilakukan analisis data dengan bantuan program SPSS.
Tabel 6Hasil Analisis Uji Wilcoxon Signed-Rank Test
Test Statistics a | |
Post-test-pre-test | |
ZAsymp. Sig. (2-tailed) | -2.527b.012 |
a. Wilcoxon Signed Ranks Test | |
b. Based on positive ranks. |
Berdasarkan pengujian hipotesis yang dianalisis dengan metode Wilcoxon SignedRank Test, diperoleh nilai signifikansi (Asymp. Sig. 2tailed) sebesar 0,012, yakni berada di bawah ambang batas 0,05. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor pretest dan posttest. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa penerapan bimbingan kelompok dengan strategi behavioral contract terbukti berpengaruh signifikan dalam menekan tingkat keterlambatan peserta didik SMA Negeri 1 Bangun Purba.
Temuan dari pengolahan data mengungkapkan bahwa implementasi layanan bimbingan kelompok yang memanfaatkan metode behavioral contract terbukti memberikan dampak positif dalam menurunkan intensitas perilaku datang terlambat ke sekolah di kalangan peserta didik SMA Negeri 1 Bangun Purba. Hal ini terlihat dari data pretest, yang menunjukkan bahwa 100% peserta berada dalam kategori tingkat keterlambatan tinggi, sedangkan pada posttest, sebesar 87,5% peserta telah berada dalam kategori tingkat keterlambatan rendah. Temuan ini diperkuat oleh hasil uji Wilcoxon SignedRank Test dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 (< 0,05), yang mengindikasikan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat perilaku terlambat sebelum dan setelah pelaksanaan treatment.
Selain ditunjukkan oleh data statistik, keberhasilan penerapan teknik behavioral contract juga tercermin dari perubahan nyata dalam kebiasaan kehadiran siswa selama proses bimbingan berlangsung. Setelah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, sebagian besar peserta menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal kedisiplinan, yang tercermin dari kehadiran tepat waktu, baik pada setiap sesi bimbingan maupun dalam aktivitas sekolah seharihari. Hal ini menandakan bahwa kontrak perilaku yang telah disepakati mendorong adanya komitmen dan rasa tanggung jawab dari siswa. Meskipun demikian, masih terdapat dua siswa yang belum sepenuhnya konsisten. Siswa dengan inisial GSR tercatat masih mengalami keterlambatan satu kali, sementara siswa dengan inisial GJB datang ketika gerbang sekolah hampir ditutup. Mayoritas anggota kelompok, terdiri dari enam siswa, menunjukkan kedisiplinan yang konsisten, sementara dua siswa lainnya menunjukkan perbaikan meskipun belum sepenuhnya stabil. Hal tersebut semakin memperkuat bukti bahwa pendekatan behavioral contract efektif tidak hanya dalam menurunkan skor keterlambatan, tetapi juga dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya kedisiplinan waktu secara nyata di lapangan.
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pemberian pretest kepada seluruh subjek untuk mengukur tingkat keterlambatan sebelum diberikan perlakuan. Pretest dilakukan menggunakan angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, dengan hasil menunjukkan seluruh peserta berada pada kategori keterlambatan tinggi. Selanjutnya, layanan bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract dilaksanakan melalui empat sesi utama. Sesi pertama berfokus pada identifikasi perilaku bermasalah yang akan diubah, pengenalan konsep kontrak perilaku, serta penyusunan kesepakatan kontrak secara partisipatif antara konselor dan siswa. Sesi kedua mencakup penjelasan prosedur tindak lanjut serta pengaktifan pelaksanaan kontrak melalui penerapan strategi pemantauan dan penguatan. Sesi ketiga digunakan untuk mencatat kemajuan perilaku siswa, mengevaluasi hasil yang telah dicapai, dan memodifikasi isi kontrak jika diperlukan. Pada sesi keempat, dilakukan evaluasi akhir terhadap keseluruhan proses, peninjauan pencapaian target perilaku, serta pemberian apresiasi kepada siswa yang berhasil menunjukkan perubahan positif [13]. Setelah seluruh tahapan layanan selesai, posttest kembali diberikan untuk mengukur perubahan perilaku keterlambatan.
Hasil analisis data yang diperoleh, ditemukan penurunan signifikan pada perilaku keterlambatan siswa setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract. Perubahan ini menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan secara sistematis dalam lima sesi terbukti mampu mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap waktu. Penurunan skor rata-rata dari 89,9 menjadi 35 menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan kedisiplinan yang signifikan. Keberhasilan ini diperkuat oleh keterlibatan aktif siswa dalam penyusunan kontrak perilaku yang membuat mereka merasa memiliki tanggung jawab pribadi terhadap komitmen yang telah dibuat. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar teknik behavioral contract yang menekankan pada pembentukan perilaku adaptif melalui reinforcement yang disepakati bersama.
Meskipun hasil intervensi menunjukkan efektivitas teknik behavioral contract dalam mereduksi keterlambatan siswa, perlu dicermati bahwa keberhasilan ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dukungan keluarga dan lingkungan sosial. Siswa yang mendapat dukungan orang tua misalnya dalam hal pengingat waktu atau dorongan motivasional cenderung lebih konsisten menjalankan kontrak perilaku. Selain itu, keberadaan teman sebaya yang disiplin dan budaya sekolah yang kondusif turut memperkuat perubahan perilaku. Oleh karena itu, keberhasilan intervensi tidak hanya ditentukan oleh faktor internal, tetapi juga memerlukan keterlibatan lingkungan yang mendukung secara berkelanjutan.
Penerapan kontrak perilaku memberikan struktur yang jelas, sehingga siswa lebih mudah memahami konsekuensi dari setiap tindakan mereka. Peningkatan kedisiplinan siswa dalam hal kehadiran tepat waktu menjadi bukti nyata bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik behavioral contract mampu mereduksi perilaku maladaptif secara efektif. Keberhasilan ini diperkuat oleh temuan dari penelitian lain seperti [14], [16], [15] , yang juga menyatakan bahwa teknik ini efektif dalam meningkatkan kedisiplinan dan mengatasi perilaku negatif siswa. Oleh karena itu, penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan behavioral contract layak digunakan sebagai salah satu strategi dalam layanan bimbingan dan konseling sekolah untuk menangani masalah kedisiplinan siswa.
Simpulan
Hasil dan pembahasan memperlihatkan bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok dengan memanfaatkan teknik behavioral contract memberikan efek signifikan meminimalisir kebiasaan terlambat datang hadir ke sekolah. Sebelum perlakuan, seluruh peserta tergolong dalam kategori keterlambatan tinggi. Namun setelah lima sesi bimbingan, sebanyak 87,5% siswa beralih ke kategori rendah, dan hanya 12,5% yang masih berada di kategori sedang. Penurunan rata-rata skor keterlambatan dari 89,9 menjadi 35, serta hasil uji Wilcoxon dengan signifikansi 0,012, memperkuat bahwa perubahan ini bukan kebetulan, melainkan dampak nyata dari intervensi yang terstruktur. Kontrak perilaku yang disepakati bersama mendorong tanggung jawab dan kedisiplinan siswa secara nyata. Pendekatan ini bukan hanya membentuk perilaku positif, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya waktu. Dengan hasil ini, behavioral contract layak dijadikan strategi konseling dalam membentuk karakter disiplin siswa di lingkungan sekolah.
Sebagai implikasi praktis, guru BK dapat mengadopsi teknik ini sebagai bagian dari program bimbingan kelompok rutin, khususnya bagi siswa dengan masalah keterlambatan atau kedisiplinan lainnya. Penerapan kontrak perilaku secara berkelanjutan, yang dikombinasikan dengan pemantauan dan refleksi berkala, dapat memperkuat internalisasi nilai disiplin dalam diri siswa. Integrasi teknik ini dalam sistem pembinaan sekolah juga akan membantu menciptakan budaya sekolah yang lebih tertib dan berorientasi pada perubahan positif.