Loading [MathJax]/jax/output/HTML-CSS/config.js
Login
Section Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development

Digital Supply Chain Integration in Tofu MSMEs of Rambung Merah Village

Integrasi Rantai Pasokan Digital di UMKM Tahu Desa Rambung Merah
Vol. 26 No. 3 (2025): July:

Vinni Febriana (1), Nur Ahmadi Bi Rahmani (2), Purnama Ramadani Silalahi (3)

(1) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia
(2) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia
(3) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia

Abstract:

General Background: Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) play a pivotal role in Indonesia’s economy, particularly in rural areas. Specific Background: Tofu MSMEs in Rambung Merah Village contribute significantly to the local economy but face persistent operational inefficiencies. Knowledge Gap: Despite existing studies on supply chain practices, limited research addresses digital-driven SCM models in rural MSME contexts. Aims: This study aims to analyze the supply chain management (SCM) practices of tofu MSMEs in Rambung Merah Village and identify strategic opportunities to enhance operational efficiency. Results: Findings indicate that while the current SCM involves structured flows from suppliers to end consumers, it remains traditional and constrained by payment delays, logistical issues, and market competition. Novelty: This research introduces a digital integration model into SCM for rural MSMEs, combining qualitative insights with strategic recommendations for technology adoption. Implications: Implementing digital tools—such as e-commerce and social media—supported by digital literacy and logistics training from local authorities, could significantly improve supply chain efficiency, competitiveness, and sustainability of tofu MSMEs in the digital era.
Highlight :








  1. SCM helps streamline the tofu production and distribution in Rambung Merah.




  2. Challenges include late payments, lost equipment, and limited logistics.




  3. Digital solutions and training can improve MSME efficiency and competitiveness.








 




Keywords : Supply Chain Management, MSMEs, Operational Efficiency, Tofu, Rambung Merah



Downloads

Download data is not yet available.

PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia [1]. Dengan jumlah yang signifikan, UMKM memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi tingkat kemiskinan [2]. Sektor UMKM berkontribusi sebesar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp. 9.580 triliun, serta menyerap hingga 97% dari total tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat sekitar 65,5 juta UMKM yang mencakup 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia [3]. UMKM adalah jenis usaha skala kecil yang dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri [4]. Keunggulan UMKM terletak pada fleksibilitasnya dalam menjalankan usaha, dimana tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti tingkat pendidikan atau keterampilan tertentu. UMKM umumnya dijalankan oleh perseorangan, kelompok, rumah tangga, atau badan usaha kecil [5].

Salah satu sektor UMKM yang berkembang pesat adalah industri pengolahan pangan yang memiliki berbagai macam produk [6]. Menurut Widiantoro (2020), pengembangan industri ini didukung oleh ketersediaan sumber daya alam pertanian, baik nabati maupun hewani, yang mampu menghasilkan berbagai produk olahan. Salah satu industri pengolahan yang cukup potensial adalah pengolahan kedelai menjadi tahu [7]. Menurut Kusumawardhani et al., (2024), tahu merupakan produk pangan berbahan dasar kacang kedelai yang banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia. Sebagai bagian dari pola konsumsi masyarakat, kedelai memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan. Seiring dengan pertumbuhan masyarakat dan meningkatnya kesadaran akan gizi, kedelai semakin banyak diminati sebagai sumber protein nabati utama [9].

Desa Rambung Merah merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Simalungun yang dikenal sebagai sentra produksi tahu. Di desa ini, terdapat sejumlah masyarakat yang mengembangkan usaha di bidang produksi tahu, baik dalam skala kecil maupun menengah. Kegiatan usaha tersebut umumnya berfokus pada pembuatan tahu mentah yang kemudian dipasarkan kepada konsumen atau pedagang untuk diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan.

Dalam menjalankan sebuah usaha, tentunya diperlukan sistem manajemen yang baik untuk mencapai tujuan bisnis secara optimal. Salah satu aspek penting dalam manajemen usaha adalah manajemen operasional. Manajemen operasional mencakup pengelolaan seluruh komponen dalam proses produksi, termasuk tenaga kerja, bahan baku, peralatan, dan mesin. Proses ini bertujuan untuk mengubah input menjadi output dengan nilai tambah yang lebih besar. Menurut Stevenson dan Chuong (2014) dalam Fidiasari [10], manajemen operasional merupakan bagian operasi yang bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau jasa. Salah satu pengembangan dari manajemen operasional adalah manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM), yang berfungsi untuk mengintegrasikan proses produksi dan distribusi secara lebih efektif. SCM bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya operasional, dan mempercepat distribusi produk ke pasar. Supply Chain merupakan jaringan yang terdiri dari beberapa perusahaan yang saling bekerja sama dalam menciptakan serta mendistribusikan produk ke tangan pemakai akhir [11].

Penerapan SCM dalam dunia bisnis berperan dalam menekan biaya bahan baku, persediaan, serta distribusi, sekaligus meningkatkan efisiensi waktu produksi hingga proses pengiriman produk [12]. SCM yang efisien memungkinkan untuk mengurangi kerugian dan meningkatkan laba dengan mengintegrasikan seluruh proses, dari produksi hingga distribusi [13]. Berdasarkan hasil observasi awal, diketahui bahwa beberapa pelaku UMKM tahu di Desa Rambung Merah, seperti usaha milik Pak Misdi dan Pak Amat, menjalankan rantai pasok yang melibatkan sejumlah pihak, mulai dari pemasok bahan baku (kacang kedelai), produsen, pengecer, hingga konsumen. Struktur rantai pasok serupa juga ditemukan pada usaha tahu milik Ibu Iko, meskipun terdapat perbedaan pada pola pengantaran produk. Usaha Pak Misdi dan Pak Amat menggunakan dua pola pengantaran, yaitu produk yang diantar langsung ke konsumen dan produk yang diambil langsung oleh konsumen ke lokasi produksi. Sementara itu, usaha milik Ibu Iko hanya menerapkan pola pengambilan langsung oleh konsumen ke lokasi produksi. Perbedaan ini menunjukkan adanya variasi dalam praktik manajemen rantai pasok antar pelaku UMKM, yang berpotensi mempengaruhi efisiensi operasional masing-masing usaha.

Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pahlepi et al., 2022 [12] mengungkapkan bahwa manajemen rantai pasok pada industri tahu dan tempe di Desa Konda melibatkan beberapa pihak, yaitu pemasok kacang kedelai, produsen, pengecer, dan konsumen akhir. Rantai pasok dalam industri ini terdiri dari dua saluran utama. Saluran pertama mencakup hubungan antara pemasok dan produsen tahu serta tempe, sedangkan saluran kedua melibatkan produsen, pengecer, dan konsumen akhir. Aliran produk dalam rantai pasok ini bergerak dari hulu ke hilir melalui dua mekanisme, yaitu produk yang diantar langsung oleh produsen serta produk yang diambil oleh pengecer. Dari sisi keuangan, transaksi dilakukan dengan dua cara, yakni pembayaran langsung dan melalui sistem perbankan. Sementara itu, aliran informasi dalam rantai pasok berlangsung dua arah, mencakup komunikasi mengenai permintaan dan penawaran produk.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Fidiasari et al., 2022 [10]menunjukkan bahwa sistem rantai pasok pada UMKM Tahu Mbak Maya di Jebres Surakarta telah dikelola dengan baik. Rantai pasokan ini mencakup agen kedelai sebagai pemasok, UMKM Tahu Mbak Maya sebagai produsen, serta konsumen sebagai pengguna akhir. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Ramadhani et al., 2023 [5] , yang mengungkapkan bahwa manajemen rantai pasok di UMKM Tahu Desa Pandau Jaya telah berjalan baik. Seluruh elemen yang terlibat dalam rantai pasok, termasuk agen kedelai, produsen, dan konsumen, memiliki koordinasi yang baik dalam sistem distribusi produk.

Penelitian ini menawarkan model integrasi digital-driven SCM pada level UMKM desa yang belum pernah diujikan pada studi sebelumnya. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mengisi celah kajian ilmiah, tetapi juga memberikan pendekatan inovatif dalam mendukung efisiensi operasional UMKM tahu di Desa Rambung Merah.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan SCM pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah dan mengidentifikasi tantangan dalam implementasinya. Hasilnya diharapkan dapat memberikan kontribusi teoretis bagi pengembangan ilmu manajemen rantai pasok serta rekomendasi strategis untuk peningkatan efisiensi operasional UMKM melalui penerapan SCM yang terstruktur dan adaptif terhadap teknologi.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada sejumlah UMKM penghasil tahu yang berlokasi di Desa Rambung Merah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, pada bulan Mei 2025. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap suatu fenomena atau permasalahan (Rahmani, 2022). Dalam hal ini, pendekatan studi kasus diterapkan dengan fokus pada kasus spesifik yang diamati dan dianalisis secara menyeluruh serta mendalam [15]. Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif terkait penerapan SCM pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah. Penelitian ini melibatkan empat pelaku usaha tahu yang dijadikan sebagai informan utama. Pemilihan informan tersebut didasarkan pada lamanya usaha tahu yang telah mereka jalankan, yang menunjukkan tingkat pengalaman dan pengetahuan yang cukup mendalam terkait proses produksi serta pengelolaan rantai pasok. Adapun data informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Nama Informan/Pemilik Tahun Berdiri Jumlah Karyawan Jumlah Produksi/Hari
1. Bapak Misdi 1995 10 400 kg
2. Bapak Amat 1992 4 50-400 kg
3. Ibu Tika 1995 2 150 kg
4. Ibu Iko 2005 2 80 kg
Table 1. Data Informan Penelitian

Sumber: Data olahan 2025

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yang dilakukan melalui tiga tahapan utama menurut Miles, Huberman, dan Saldana (2014), yaitu:

1.Reduksi data, yaitu proses pemilahan, penyederhanaan, dan pemfokusan data mentah agar lebih terarah;

2.Penyajian data, dalam bentuk narasi deskriptif, matriks, dan tabel untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil temuan;

3.Penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu proses interpretasi terhadap pola-pola temuan serta pembentukan simpulan yang valid berdasarkan data yang telah dikumpulkan.

Validitas data dijaga melalui triangulasi sumber dan teknik, yaitu dengan membandingkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi guna memastikan konsistensi informasi yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum UMKM Tahu di Desa Rambung Merah

Rambung Merah merupakan salah satu nagori yang terletak di Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Dengan luas wilayah sekitar 1,32 km² dan jumlah penduduk mencapai 6.611 jiwa, desa ini bukanlah kawasan yang dikenal sebagai pusat industri besar. Namun demikian, Desa Rambung Merah memiliki potensi ekonomi lokal yang cukup menonjol melalui keberadaan berbagai UMKM, salah satunya adalah UMKM pengolahan tahu. UMKM tahu di Desa Rambung Merah didominasi oleh bentuk home industri atau industri rumahan, yang memproduksi tahu untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, rumah makan, serta penjaja makanan keliling. Aktivitas produksi tahu ini telah berlangsung cukup lama dan menjadi bagian penting dari roda perekonomian masyarakat setempat.

Keberadaan UMKM tahu di Desa Rambung Merah memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain menciptakan lapangan pekerjaan langsung bagi warga, aktivitas ini juga mendorong pertumbuhan ekonomi sektor lain seperti perdagangan di bidang kuliner. Di sisi lain, limbah produksi berupa ampas kedelai juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai pakan ternak, sehingga menambah nilai ekonomi dari kegiatan usaha ini [16]. Adapun data beberapa pengusaha tahu di Desa Rambung Merah dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Nama Pengusaha Alamat
1. Ibu Tika Jalan Cempaka Atas
2. Ibu Iko Jalan Cempaka Bawah
3. Bapak Misdi Jalan Mawar
4. Bapak Amat Jalan Mawar
5. Bapak Aji Jalan Mawar
6. Bapak Jamarik Jalan Mawar
7. Bapak Ian Jalan Mawar
8. Bapak Lingga Jalan Mawar
9. Bapak Yoga Jalan Mawar
10. Bapak Nanang Jalan Mawar
11. Bapak Paimo Jalan Mawar
12. Bapak Mesnan Jalan Mawar
13. Bapak Fajar Jalan Mawar
14. Bpak Riskan Jalan Mawar
15. Bapak Nurwanto Jalan Mawar
16. Bapak Ridwan Jalan Mawar
Table 2. Data Pengusaha Tahu di Desa Rambung Merah

Sumber: Data olahan 2025

B.Alur SCM UMKM Tahu di Desa Rambung Merah

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap empat pemilik UMKM tahu di Desa Rambung Merah, diketahui bahwa seluruh informan memiliki alur SCM yang secara umum sama, yaitu sebagai berikut:

Figure 1. Alur SCM UMKM Tahu di Desa Rambung Merah

Sumber: Data olahan 2025

Dari gambar 1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa rantai pasok pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah terdiri atas empat pelaku utama, yaitu pemasok sebagai penyedia bahan baku kedelai, produsen sebagai pelaku usaha pembuatan tahu, pengecer sebagai distributor, serta konsumen akhir sebagai pengguna produk.

Pemasok merupakan pihak yang menyediakan bahan baku, dalam hal ini kedelai, yang menjadi komponen utama dalam pembuatan tahu [17]. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa Pak Misdi dan Pak Amat memperoleh kedelai dari Pasar Parluasan, tepatnya dari Toko Saragih dan Toko Citra. Seperti yang disampaikan oleh Pak Misdi:

“Ohh...kalau kedelainya beli dari Pasar Parluasan, Toko Saragih namanya. Kalau di Pasar Parluasan lorong dualah tokonya itu. Untuk sekarang harga kedelainya hampir Rp. 11.000/kg, sudah naik lagi. Kemarin sudah sempat turun Rp. 10.000, sekarang naik lagi jadi Rp. 11.000”.

Sementara itu, Ibu Tika dan Ibu Iko memperoleh kedelai dari Ibu Nur, seorang pemasok lokal di Jalan Cempaka dan telah menjadi pemasok kedelai di wilayah tersebut. Ibu Tika menyampaikan:

“Kita beli sama Adik sendiri, itu rumahnya disebelah tidak jauh. Kalau untuk harga kedelainya, sekarang ini 1 kg itu Rp. 11.000”.

Dari data tersebut, terlihat bahwa terdapat beberapa sumber pasokan kedelai yang di peroleh para pelaku UMKM, baik dari pasar besar maupun pemasok lokal. Harga kedelai pun bervariasi tergantung pemasoknya.

Produsen adalah individu atau badan usaha yang mengolah bahan mentah menjadi produk jadi untuk dijual kembali [18]. Keempat informan memproduksi tahu secara rutin setiap hari, dengan volume produksi yang bervariasi. Misalnya, Pak Misdi memproduksi sekitar 400 kg per hari, Pak Amat memproduksi antara 50–400 kg, Ibu Tika sekitar 150 kg, dan Ibu Iko sekitar 80 kg per hari. Pak Amat menyampaikan:

“Iya...Bapak produksi tahu setiap hari, kecuali di hari Minggu tidak produksi. Kalau untuk kebutuhan kedelainya perharinya itu beda-beda, karena Bapak produksi tahunya itu tergantung permintaan pasar atau pelanggan. Biasanya satu hari itu ada yang minta 50 kg, 70 kg, 100 kg, kadang ada juga yang sampai setengah ton”.

Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi produksi dilakukan hampir setiap hari, kecuali hari libur tertentu seperti Minggu atau Jum’at, tergantung kondisi masing-masing produsen. Kebutuhan bahan baku harian bervariasi antara 50 hingga 400 kg kedelai.

Distribusi merupakan kegiatan pemasaran yang berfungsi menyampaikan produk dari produsen kepada konsumen [19]. Dalam konteks UMKM tahu di Desa Rambung Merah, produk tahu didistribusikan ke berbagai lokasi seperti Pasar Parluasan dan Pasar Horas. Pak Misdi menyampaikan:

“Distribusikannya ke Pasar Parluasan, Pasar Horas, lalu ke Porsea, ke Balige, terakhir ke Dolok Sanggul. Mereka ambil biasanya untuk di ecerkan atau dijual lagi”.

Pengecer dalam hal ini adalah pihak yang membeli tahu dari produsen untuk kemudian di jual kembali kepada konsumen akhir [20]. Mayoritas pengecer memperoleh produk melalui dua pola pengantaran, yaitu diantar langsung oleh pelaku UMKM atau mengambil sendiri ke lokasi produksi.

Terkait pola pengantaran, terdapat perbedaan antar pelaku usaha. Tiga UMKM yakni milik Pak Misdi, Pak Amat, dan Ibu Tika menerapkan dua pola pengantaran, yaitu pengantaran langsung oleh produsen ke lokasi konsumen dan pengambilan langsung oleh konsumen ke tempat produksi. Sementara itu, Ibu Iko hanya menggunakan satu pola, yaitu pengambilan langsung oleh konsumen. Ibu Iko menjelaskan:

“Ya...mereka yang langsung datang ambil ke sini (lokasi produksi), jadi kita tidak ada pengantaran gitu”.

Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun alur SCM yang diterapkan oleh seluruh UMKM cenderung serupa, terdapat variasi dalam pola pengantaran produk. Variasi ini disesuaikan dengan kapasitas produksi, ketersediaan sarana transportasi, serta kebiasaan dan kedekatan hubungan dengan pelanggan.

C.Tantangan dalam Penerapan SCM pada UMKM Tahu di Desa Rambung Merah

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diketahui bahwa para pelaku UMKM tahu di Desa Rambung Merah menghadapi tantangan yang berbeda-beda dalam penerapan SCM pada usahanya.

Pak Misdi mengungkapkan bahwa tantangan utama yang ia hadapi meliputi permasalahan tenaga kerja, kehilangan sarana produksi (ember), dan kendala pada sistem pembayaran oleh konsumen. Ia menyatakan:

“Di karyawan, masalah ember dan keuangan sih. Kendala di ember ini yang boros, ember tempat tahunya itukan harus kembali, tapi nanti misalnya diantar 10 ember, yang kembali hanya 6 ember. Satu minggu itu kami mau beli ember 50 biji, kan sayang itu biayanya. Walaupun diminta kesana pun terus ada aja alasannya. Kalau kendala di keuangan ini, kan kami jual tahu itu tidak kontan dek, jadi biasakan seminggu sekali orang yang mesan tf (transfer), sekarang sudah sering terlambat pembayarannya, mereka mau ambil 40 ember, 50 ember gitu, bayarnya sekarang hampir rata-rata terlambat. Jadi, biasanyakan uangnya tidak cash, seminggu dulu dijual baru dibayar, sekarang sudah jadi dua minggu. Sementara itu pengantaran tahunya tetap jalan, itulah kendala kami, repot keuangannya”.

Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa ember sebagai wadah tahu sering tidak kembali dari pengecer, sehingga menyebabkan pemborosan karena harus membeli ember baru dalam jumlah besar. Selain itu, sistem pembayaran yang tidak langsung (tidak tunai) juga menjadi kendala keuangan karena keterlambatan pembayaran dari pelanggan, bahkan hingga dua minggu, padahal distribusi produk tetap berjalan. Permasalahan ini diperparah oleh kurangnya ketetapan kerja dari karyawan, yang sebagian besar merupakan anggota keluarga dan tidak selalu hadir secara konsisten. Mengenai hal ini, Pak Misdi menambahkan:

“Yaa, inilah sekarang ini karyawan yang kerja disini family semua, seperti keponakan. Inilah masih dipikirkan nanti kalau dicari pengganti yang lain nanti merekanya yang tidak kerja, kan pelanggan kita mesen tahu, tidak mungkin kita jawab tidak ada orang yang kerja. Sementara persaingan banyak, inilah yang masih menjadi dilema. Kalau masalah ember ini sudah diperingatin terusnya, cuma kalau bapak bilang perbandingan harga itu tadi sebenarnya sudah bisanya menutupi kekurangan ember itu, tapi kalau ada uang yang disisihkan, inikan kita tidak ada nyisihkan”.

Sementara itu, tantangan yang dihadapi oleh Pak Amat lebih banyak berkaitan dengan aspek teknis produksi dan distribusi. Ia menyatakan:

“Yaa itu tadilah, mesin generator sama mobil pick-up untuk ngantar tahunya ke Pasar Parluasan”.

Masalah teknis seperti kerusakan mesin generator dan gangguan pada kendaraan distribusi (mobil pick-up) menjadi hambatan yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi dan pengantaran tahu. Untuk mengatasi hal ini, Pak Amat telah melakukan upaya mitigasi risiko dengan menyediakan cadangan mesin dan kendaraan. Seperti yang diungkapkannya:

“Kita beli mesin generator cadangan sama satu mobil pick-up cadangan. Jadi, kalau mesin generatornya tiba-tiba rusak waktu giling kedelainya sudah ada mesin generator lainnya. Begitu juga mobil pick-up nya kalau tiba-tiba rusak ada satu mobil pick-up lain”.

Berbeda dengan Pak Misdi dan Pak Amat, tantangan yang dihadapi oleh Ibu Tika lebih berkaitan dengan aspek persaingan usaha. Ia menyampaikan:

“Kalau untuk mesin itu tidak terlalulah. Saingan inilah, adalah nanti yang banting harga. Sekarang pun langganan karena tau dia banyak yang jual tahu juga yakan, nanti dibilanglah “tahumu seperti inilah, itulah” dah nanti pindah ke tempat tahu lain. Itu juganya kendala kita”.

Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persaingan antar produsen tahu di daerah tersebut cukup ketat, terutama dalam hal harga dan kualitas. Pelanggan dengan mudah berpindah ke produsen lain apabila merasa tidak puas, sehingga menuntut pelaku usaha seperti Ibu Tika untuk lebih cermat dalam membina hubungan dengan pelanggan. Ia menambahkan:

“Kalau ngatasi itu ya ada semua itu ada, cuma agak susah juga kita. Kadang dapat langganan yang gampang kita bujuk, kadang dapat yang susah nanti katanya “alah di sana pun samanya tahunya segini, kamu tahumu begini, ini, itu”. Semua itu ada kedalalah, tergantung kita lah pandai-pandai gimana”.

Adapun tantangan yang dihadapi oleh Ibu Iko adalah terkait dengan ketersediaan bahan bakar berupa sekam padi, yang digunakan dalam proses perebusan kedelai. Ia menyampaikan:

“Kendalanya itu dibahan bakar itu ajalah. Bahan bakarnya itukan sekam padi, itu kadang kosong tidak ada. Itu beli satu goni itu Rp. 10.000”.

Kekosongan bahan bakar ini berpotensi menghambat proses produksi tahu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Ibu Iko berinisiatif melakukan stok sekam padi ketika tersedia agar produksi tetap berjalan lancar. Hal ini ditegaskan olehnya:

“Untuk ngatasinya terkadang itu kita stok ajalah sekam padinya itu”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tantangan dalam penerapan SCM pada beberapa UMKM tahu di Desa Rambung Merah sangat beragam, mulai dari aspek operasional, finansial, logistik, hingga persaingan pasar. Setiap pelaku UMKM memiliki pendekatan tersendiri dalam menghadapi tantangan tersebut, meskipun sebagian masih belum memiliki solusi yang sistematis atau berkelanjutan.

Agar urgensi dan dinamika UMKM tahu lebih tergambar secara kuantitatif, berikut adalah beberapa ringkasan data numerik berdasarkan temuan lapangan:

Indikator Nilai Rata-rata Nilai Minimum Nilai Maksimum
Volume Produksi Harian (kg) 170 kg 50 kg 400 kg
Jumlah Karyawan per UMKM 4 orang 2 orang 10 orang
Harga Kedelai per Kilogram Rp11.000 Rp10.000 Rp11.000
Biaya Bahan Bakar (sekam/goni) Rp10.000 Rp10.000 Rp10.000
Frekuensi Produksi 6 hari/minggu 6 hari 6 hari
Table 3. Ringkasan data numerik berdasarkan temuan lapangan

Pada tabel 3 ini memperlihatkan bahwa meskipun UMKM beroperasi dalam skala kecil hingga menengah, terdapat keragaman kapasitas produksi dan sumber daya manusia. Harga bahan baku relatif stabil, tetapi kenaikan harga dan ketergantungan pada pasokan lokal menjadi sumber risiko produksi.

PEMBAHASAN

A.Analisis Alur SCM UMKM Tahu dalam Mendukung Efisiensi Operasional

Supply Chain Management (SCM) merupakan proses terintegrasi yang mencakup seluruh aktivitas mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga penyaluran produk ke tangan konsumen akhir [21]. Berdasarkan hasil wawancara terhadap empat pelaku UMKM tahu di Desa Rambung Merah, alur SCM yang mereka terapkan mencakup empat tahapan, yaitu pemasok, produsen, pengecer (distributor), dan konsumen akhir.

Pada tahap pertama, pemasok berperan sebagai pihak yang menyediakan bahan baku utama, yaitu kedelai. Sesuai dengan pandangan Chopra & Meindl 2016 [22], pemilihan pemasok yang tepat dapat berpengaruh langsung terhadap efisiensi, kontinuitas produksi, dan kualitas hasil akhir. Di Desa Rambung Merah, pelaku UMKM mengandalkan dua jenis sumber pasokan, yaitu dari pasar besar (seperti Pasar Parluasan) dan dari pemasok lokal (seperti Ibu Nur di Jalan Cempaka). Diversifikasi sumber bahan baku ini menjadi strategi penting untuk menjaga keberlanjutan operasional, terutama dalam menghadapi fluktuasi harga atau ketersediaan kedelai.

Tahap kedua adalah produksi, yang dilakukan secara rutin oleh seluruh pelaku UMKM. Volume dan frekuensi produksi yang bergantung pada permintaan pasar, mencerminkan pendekatan demand-driven supply chain. Dalam konteks UMKM, fleksibilitas dalam skala dan waktu produksi merupakan kunci untuk menjaga efisiensi dan menghindari risiko overstocking atau stockout [23]. Sebagai contoh, Pak Amat menyesuaikan jumlah produksi hariannya berdasarkan permintaan pelanggan, yang dapat berkisar antara 50 kg hingga 400 kg per hari. Pendekatan ini menunjukkan bahwa UMKM cukup adaptif dalam mengelola kapasitas produksi secara dinamis.

Tahap ketiga adalah distribusi, yaitu proses penyaluran produk dari produsen kepada pengecer atau konsumen akhir [24]. Seluruh pelaku UMKM menunjukkan pola distribusi yang serupa, tetapi dengan variasi dalam pola pengantaran. Tiga pelaku UMKM, yakni Pak Misdi, Pak Amat, dan Ibu Tika, menerapkan dua pola pengantaran, yaitu pengantaran langsung oleh produsen ke lokasi konsumen dan pengambilan langsung oleh konsumen ke lokasi produksi. Sementara itu, Ibu Iko hanya menerapkan satu pola, yakni pengambilan langsung oleh konsumen. Variasi pola pengantaran ini disesuaikan dengan kondisi internal masing-masing pelaku usaha, seperti kapasitas produksi, ketersediaan kendaraan, serta tingkat kedekatan dan kepercayaan dengan pelanggan.

Keanekaragaman dalam pola distribusi tersebut sejalan dengan teori channel management, yang menyatakan bahwa pemilihan saluran distribusi yang tepat sangat penting untuk mencapai efisiensi dan efektivitas logistik [25]. Dengan menyesuaikan metode pengantaran terhadap kondisi dan sumber daya yang dimiliki, pelaku UMKM mampu menekan biaya distribusi dan mempertahankan kecepatan layanan.

Tahap terakhir adalah konsumen akhir, yaitu pihak yang membeli dan mengonsumsi produk tahu dari pengecer [9]. Hubungan antara produsen dan pengecer dalam rantai pasok UMKM ini terjalin secara informal, namun kuat. Adanya mekanisme pengambilan langsung dan sistem langganan menunjukkan bentuk integrasi vertikal sederhana yang umum terjadi pada rantai pasok UMKM. Dalam hal ini, koordinasi dilakukan secara non-formal berdasarkan kepercayaan, komunikasi langsung, dan pengalaman jangka panjang.

Secara umum, alur SCM pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah berjalan efektif meskipun bersifat konvensional. Seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan baku hingga distribusi, masih dilakukan secara manual dan berbasis pengalaman. Hal ini sejalan dengan temuan Nurhadi 2021 [26], yang menunjukkan bahwa SCM pada sektor UMKM di Indonesia cenderung mengandalkan praktik empiris, jaringan sosial, dan efisiensi berdasarkan kebiasaan. Kendati belum berbasis teknologi modern, sistem ini menunjukkan efisiensi dalam bentuk adaptasi lokal yang relevan dengan kapasitas dan kebutuhan masing-masing pelaku usaha.

B.Strategi Penerapan SCM pada UMKM Tahu di Desa Rambung Merah

Strategi dalam konteks SCM merupakan arah jangka panjang yang mengatur bagaimana seluruh proses rantai pasok dapat berjalan efisien dan responsif terhadap dinamika pasar [27]. Berdasarkan hasil penelitian, strategi SCM pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah berpotensi ditingkatkan melalui pemanfaatan teknologi digital. Transformasi digital ini sejalan dengan pendapat [28], yang menyatakan bahwa digitalisasi bisnis memungkinkan pelaku usaha mikro menjangkau pasar yang lebih luas, menekan biaya distribusi, dan meningkatkan daya saing.

Salah satu strategi utama adalah integrasi media sosial dan platform e-commerce sebagai saluran distribusi tambahan. Platform seperti Instagram, Facebook, Shopee, dan Lazada dapat dimanfaatkan untuk memasarkan produk secara langsung kepada konsumen akhir tanpa melalui pengecer. Model distribusi digital ini mempersingkat rantai pasok dan memungkinkan produsen meningkatkan margin keuntungan melalui penjualan langsung (downstream integration). Selain itu, pola ini memberikan fleksibilitas bagi konsumen untuk mengambil produk langsung dari lokasi produksi, sebagaimana dilakukan oleh Ibu Iko.

Permasalahan logistik yang dihadapi oleh pelaku UMKM, seperti yang dialami Pak Misdi dalam hal kehilangan wadah (ember) saat pengiriman, dapat diminimalkan melalui sistem pengantaran langsung kepada konsumen dengan pemesanan berbasis online. Pengelolaan pesanan melalui aplikasi atau platform daring yang dilengkapi sistem dokumentasi transaksi dan pelacakan logistik akan menciptakan efisiensi pada tahapan last-mile delivery. Di sisi lain, hubungan antara produsen dan konsumen juga akan semakin terbuka melalui komunikasi digital, sehingga meminimalisir kesalahpahaman serta potensi konflik antar pelaku usaha, seperti yang dialami oleh Ibu Tika.

Namun demikian, tantangan penerapan strategi berbasis digital di lingkungan pedesaan cukup besar. Keterbatasan infrastruktur internet dan rendahnya literasi digital menjadi hambatan utama. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan intervensi dari pihak eksternal seperti pemerintah desa, lembaga pelatihan, maupun komunitas UMKM dalam bentuk pelatihan digital marketing, manajemen platform e-commerce, serta pemanfaatan aplikasi logistik. Pemerintah desa juga dapat berperan sebagai fasilitator dalam menyediakan infrastruktur pendukung dan jaringan distribusi.

Dengan strategi yang tepat dan dukungan lintas sektor, UMKM tahu di Desa Rambung Merah dapat bertransformasi dari pelaku usaha tradisional menjadi aktor ekonomi yang kompetitif di era digital. Penerapan SCM digital yang terarah akan meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan pasar, serta memperkuat posisi UMKM dalam menghadapi persaingan yang semakin kompleks. Transformasi ini juga membuka peluang baru dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa alur Supply Chain Management (SCM) pada UMKM tahu di Desa Rambung Merah terdiri dari empat komponen utama, yaitu pemasok, produsen, pengecer, dan konsumen akhir. Masing-masing pelaku memiliki peran yang berkesinambungan dalam mendukung keberlangsungan proses produksi dan distribusi. Pelaku usaha mengandalkan dua sumber bahan baku kedelai, yakni dari pasar besar (Pasar Parluasan) dan pemasok lokal (Ibu Nur). Volume produksi harian bervariasi, mulai dari 50 kg hingga 400 kg, tergantung permintaan pasar. Pola distribusi juga bervariasi, dengan dua model utama, yaitu pengantaran langsung dan pengambilan oleh konsumen, yang disesuaikan dengan kapasitas dan relasi pelanggan.

Meskipun sistem SCM yang diterapkan telah berjalan, namun sifatnya masih konvensional dan belum efisien secara maksimal. Beberapa tantangan nyata di lapangan mencakup keterlambatan pembayaran dari pengecer (hingga dua minggu), kehilangan sarana produksi seperti ember, kendala teknis pada mesin dan kendaraan, fluktuasi pasokan bahan baku (sekam padi), hingga persaingan harga dan pelanggan yang sensitif terhadap kualitas produk. Para pelaku usaha cenderung menyelesaikan permasalahan secara mandiri berdasarkan pengalaman pribadi, tanpa sistem pendukung yang terstruktur.

Penelitian ini menawarkan strategi penguatan SCM melalui pendekatan digital. Pemanfaatan media sosial dan platform e-commerce dapat menjadi solusi untuk memperpendek rantai distribusi, meningkatkan margin keuntungan, dan memperluas jangkauan pasar. Strategi ini juga berpotensi mengurangi risiko kehilangan sarana produksi serta memperkuat hubungan langsung antara produsen dan konsumen. Namun, keberhasilan implementasi digitalisasi memerlukan dukungan dalam bentuk pelatihan literasi digital, infrastruktur teknologi, dan fasilitasi dari pemerintah desa serta komunitas UMKM.

Dengan demikian, penerapan SCM berbasis teknologi digital di UMKM tahu Desa Rambung Merah memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperbaiki sistem distribusi, serta menjawab tantangan produksi dan pasar secara lebih adaptif dan berkelanjutan. Penelitian ini turut memberikan kontribusi dalam mengisi celah literatur mengenai model SCM digital-driven di konteks UMKM desa yang selama ini belum banyak dikaji.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pelaku UMKM tahu di Desa Rambung Merah, khususnya kepada Bapak Misdi, Bapak Amat, Ibu Tika, dan Ibu Iko atas kesediaannya meluangkan waktu dalam proses wawancara. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

References

Kaswinata, I., Harahap, Z. M., Nawawi, Z. M., and Syahputra, A., “Signifikansi Peranan UMKM dalam Pembangunan Ekonomi di Kota Medan dalam Prespektif Syariah,” Tabarru’: Islamic Banking and Finance Journal, vol. 6, no. November, pp. 718–728, 2023.

Ferdiansyah, V., and Nasution, A. I. L., “Strategi UMKM dalam Menghasilkan Produk Ekspor Melalui Peran Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral,” EKOMA: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, vol. 4, no. 2, pp. 3755–3762, 2025.

Kadin, “Dorong UMKM Naik Kelas dan Go Export, Pemerintah Siapkan Ekosistem Pembiayaan yang Terintegrasin,” Ekon, 2023.

Apriliya, L. C., and Hutami, R. R. F., “Supply Chain Management Practices (SCMP) on Sentra Industri Tahu Cibuntu Bandung,” International Summit on Science, Technology, and Humanities, pp. 452–457, 2019.

Ramadhani, I., Nahampun, R. S., and Harmutika, D., “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada UMKM Tahu Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ),” JUTIN: Jurnal Teknik Industri Terintegrasi, vol. 6, no. 4, pp. 1510–1516, 2023, doi: 10.31004/jutin.v6i4.21029.

Ruchiyani, Y., Nurbaiti, and Aisyah, S., “Analisis Implementasi Halal Supply Chain Management Pada Industri Pengolahan Makanan (Studi Kasus: Mumubutikue Medan),” Economics, Business and Management International Journal, vol. 5, no. 2, pp. 157–165, 2023.

Pricilla, C. P., Anggreini, T., and Erlina, Y., “Analisis Strategi Rantai Pasok Industri Pengolahan Tahu di Kelurahan Panarung Kecamatan Pahandut (Studi Kasus: Industri Pengolahan Tahu Citra Puspita),” Jurnal Socio Economic of Agriculture, vol. 16, no. 2, pp. 69–79, 2022, doi: 10.52850/jsea.v16i2.4012.

Kusumawardhani, L. O., Setyadi, T., and Setiawan, R. F., “Supply Chain Analysis of Tofu Products in the FR Tofu Agroindustry Sepande Village,” Jurnal Ilmiah Membangun Desa dan Pertanian, vol. 9, no. 3, pp. 304–311, 2024, doi: 10.37149/jimdp.v9i3.1331.

Nuraenah, S., Ceha, R., and Oemar, H., “Analisis Rantai Pasok di Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Sumedang,” Bandung Conference Series: Industrial Engineering and Science, vol. 2, no. 2, pp. 311–318, 2022, doi: 10.29313/bcsies.v2i2.3882.

Fidiasari, I., Handayani, A., and Sunarso, “Implementasi Manajemen Rantai Pasok pada UMKM Tahu Mbak Maya di Jebres Surakarta,” Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, vol. 22, no. 3, pp. 292–300, 2022.

Yusuf, A. M., and Soediantono, D., “Supply Chain Management and Recommendations for Implementation in the Defense Industry: A Literature Review,” International Journal of Social and Management Studies, vol. 3, no. 3, pp. 63–77, 2022.

Pahlepi, R., Sarinah, and Sakir, “Analisis Rantai Pasok di Industri Tahu dan Tempe di Desa Konda Kecamatan Konda,” Jurnal Teknologi dan Manajemen Industri Pertanian, vol. 3, no. 1, pp. 19–24, 2022.

Putri, M. A. C. K., Murningsih, S., and Sunarso, “Implementation of Supply Chain Management in Tofu Small and Medium Enterprises in Surakarta (Case Study Tahu Mbak Maya),” FEBIC: Faculty of Economics and Business International Conference, no. 18, pp. 329–336, 2024.

Rahmani, N. A. B., Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, 2022.

Fadhullah, A. D., Ekowati, T., and Mukson, “Analisis Rantai Pasok (Supply Chain) Kedelai di UD Adem Ayem Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan,” BISE: Jurnal Pendidikan Bisnis dan Ekonomi, vol. 4, no. 2, pp. 86–95, 2018.

Masyura, E. E., “Hubungan Postur Kerja dan Lama Waktu Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Otot pada Pekerja Pabrik Industri Pembuatan Tahu di Rambung Merah,” Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2024.

Wulandari, A., and Mulyanto, H., Manajemen Rantai Pasokan, Jorong Pale: Yayasan Pendidikan Cendekia Muslim, 2024.

Zulkarnain, I., and H. N. W., “Analisis Perilaku Produsen dalam Mengembangkan Produk Berbasis Kearifan Lokal Tangerang Selatan,” Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen, vol. 6, no. 2, p. 69, 2019, doi: 10.32493/inovasi.v6i2.y2019.p69-79.

Annisa, P. D., Prabaswari, A. D., Arifien, M., and Sutrisno, W., “Strategi Efisiensi Rantai Pasok Melalui Pelatihan Distribution Requirement Planning (DRP) di Lingkungan Perusahaan,” Jurnal Appropriate Technology and Community Service, vol. 5, no. 2, pp. 176–180, 2024, doi: 10.20885/jattec.vol5.iss2.art9.

Irmayani, N. W. D., Wujarso, R., Julyanthry, and Silalahi, M., Buku Ajar Supply Chain Management (In Retail Setting), Purbalingga, 2022.

Chatra, M. A., et al., Manajemen Rantai Pasok, Jambi, 2023.

Chopra, S., and Meindl, P., Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation, 2016.

Christopher, M., Logistics and Supply Chain Management, 2016.

Syarif, R., Awaludin, R., and Mulyana, M., “Tinjauan atas Penerapan Saluran Distribusi pada Taufik Supplier Buah Lokal,” Jurnal Aplikasi Bisnis Kesatuan, vol. 2, no. 1, pp. 31–36, 2022, doi: 10.37641/jabkes.v2i1.1360.

Ramdani, M. R., Nurendah, Y., and Sulistiono, “Implementasi Saluran Distribusi pada PT Surya Donasin,” Jurnal Aplikasi Bisnis Kesatuan, vol. 4, no. 1, pp. 193–204, 2024, doi: 10.37641/jabkes.v4i1.2110.

Rahman, B. T., and Apsari, A. E., “Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada UMKM Roti Lend Deund Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference dan Analytical Hierarchy Process,” Jurnal InTent, vol. 7, no. 1, pp. 23–32, 2024.

Saripah, N. T., “Pengaruh E-Commerce, Sosial Media, Digital Marketing dan Digital Payment terhadap Pendapatan UMKM Fashion di Era Digital (Studi Kasus pada Little Bangkok Pasar Tanah Abang),” Universitas Padjajaran, 2025.

Rusdi, R., Amiani, A., and Murjana, I. M., “Pengaruh Media Sosial, E-Commerce dan Website terhadap Kinerja UMKM pada UMKM Tenun di Lombok Tengah,” Econetica: Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi dan Bisnis, vol. 4, no. 2, pp. 81–92, 2022, doi: 10.69503/econetica.v4i2.312.