Pendahuluan
Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu pondasi utama dalam pembangunan sosial yang berkelanjutan dan inklusif. Dalam berbagai pertemuan nasional maupun internasional, termasuk dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di angkat menjadi prioritas global [1]. Hal ini menegaskan bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai objek pembangunan, melainkan pelaku utama yang memiliki potensi besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan keluarga, serta mendorong perubahan sosial yang positif. Di Indonesia, meskipun upaya pemberdayaan perempuan terus ditingkatkan, berbagai tantangan di tingkat desa masih menjadi hambatan signifikan dalam mencapai kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan [2].
Peran pimpinan desa sebagai kendaraan utama pembangunan di tingkat masyarakat sangatlah krusial dan tidak bisa diabaikan. Sebagai ujung tombak pemerintahan yang paling dekat dengan warga, pimpinan desa memiliki kapasitas untuk menginisiasi, memimpin, serta mendorong perubahan sosial di wilayahnya [3]. Dalam konteks pemberdayaan perempuan, motivasi dan kompetensi pimpinan desa menjadi faktor penentu dalam pelaksanaan kebijakan dan program secara efektif. Motivasi berperan dalam meningkatkan antusiasme dan rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas yang diemban. Oleh sebab itu, pemberian motivasi memegang peranan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Dengan adanya motivasi, karyawan akan merasa lebih bersemangat dan puas, sehingga mereka dapat bekerja dengan performa yang lebih baik[4]. Pimpinan desa yang memiliki motivasi tinggi dalam mendorong kesetaraan gender cenderung lebih aktif membuka peluang partisipasi perempuan, mengalokasikan dana untuk pelatihan, serta membangun kerja sama dengan berbagai pihak terkait. Menurut penelitian motivasi bukan sekadar dorongan untuk bekerja, melainkan energi positif yang menumbuhkan kebahagiaan dan secara langsung mempengaruhi sikap serta perilaku kerja yang diinginkan. Untuk mengukur motivasi kerja, digunakan beberapa indikator, seperti motivasi berprestasi, motivasi pengembangan karier, dan motivasi sosial [5].
Disisi lain, kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan manajerial, serta kemampuan komunikasi sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan program pemberdayaan tersebut. Penelitian ini mengacu pada indikator kompetensi, yang terdiri dari enam aspek utama, yaitu: minat (interest), sikap (attitude), nilai (value), kemampuan (skill), pemahaman (understanding), dan pengetahuan (knowledge). Pengetahuan diartikan sebagai kesadaran kognitif individu dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi [6]. Pemahaman menunjukkan tingkat kedalaman kognitif seseorang dalam memahami karakteristik dan kondisi pekerjaan secara efektif dan efisien. Kemampuan adalah kapasitas yang diperoleh melalui pembelajaran baik secara teori maupun praktik langsung, dan dikembangkan secara individu. Nilai merupakan pedoman perilaku yang dianut oleh seseorang, sedangkan sikap menggambarkan respon emosional individu terhadap rangsangan dari lingkungan. Sementara itu, minat mencerminkan ketertarikan seseorang terhadap aktivitas atau pekerjaan tertentu [7].
Secara umum, kompetensi meliputi perilaku-perilaku utama yang sangat penting untuk melaksanakan tugas pekerja dengan optimal dan meraih hasil yang memuaskan.
Faktor kepemimpinan memiliki pengaruh besar terhadap pemberdayaan masyarakat, termasuk perempuan [8]. Motivasi ialah dorongan dari dalam diri yang memengaruhi perilaku seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam peran pimpinan desa, motivasi untuk memberdayakan perempuan dapat terlihat memalui komitmen dalam menjalankan program pelatihan, advokasi hak perempuan, serta penguatan kelompok usaha mikro. Selain itu, kompetensi pimpinan desa yang meliputi kemampuan dalam merencanaan, melaksanakan, dan mengevaluasi program sangat berperan dalam keberhasilan pemberdayaan yang berkelanjutan.
Namun, pada kenyataannya di lapangan, masih banyak pimpinan desa yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pemberdayaan perempuan. Sebagian besar dari mereka masih melihat peran perempuan hanya sebatas urusan rumah tangga, sehingga program-program desa belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kebutuhan dan potensi perempuan[9]. Oleh sebab itu, penelitian ini dianggap penting untuk mengeksplorasi sejauh mana motivasi dan kompetensi pimpinan desa berpengaruh terhadap upaya pemberdayaan perempuan, khususnya di Desa Belawan Bahagia.
Desa Belawan Bahagia, yang terletak di wilayah pesisir Kota Medan, memiliki karakteristik sosial dan ekonomi yang khas. Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor informal seperti nelayan, pekerja pelabuhan, dan perdagangan kecil. Dalam situasi ini, perempuan memiliki peran ganda dalam keluarga, yaitu mengurus rumah tangga sekaligus mencari penghasilan tambahan. Namun, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan publik, program pemberdayaan desa, serta akses terhadap pelatihan keterampilan masih tergolong rendah. Kurangnya dukungan dari struktur pererintahan dan kapasitas institusi desa yang terbatas dalam mendukung perempuan menjadi hambatan utama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pemberdayaan perempuan.
Desa Belawan Bahagia dipilih sebagai lokasi penelitian karena kondisi sosialnya mencerminkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pemberdayaan perempuan di desa-desa pesisir Indonesia. Selain itu, terdapat perbedaan dalam kinerja dan sikap pimpinan desa terkait isu pemberdayaan gender. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran empiris mengenai hubungan antara motivasi dan kompetensi pimpinan desa dengan tingkat pemberdayaan perempuan, baik dalam aspek partisipasi sosial, ekonomi, maupun pengambilan keputusan [10].
Seorang pemimpin memiliki pengaruh besar terhadap moral, kepuasan kerja, loyalitas, rasa aman, serta kualitas lingkungan kerja karyawan, terutama dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif harus mampu mengarahkan seluruh anggota tim agar tujuan bersama dapat tercapai. Tanpa kepemimpinan yang baik, hubungan antara individu dan tujuan organisasi bisa menjadi tidak jelas. Gaya kepemimpinan mencerminkan cara seorang pemimpin memengaruhi dan membimbing bawahannya untuk mencapai target organisasi. Dengan pendekatan ini, pemimpin dapat memotivasi dan meyakinkan orang lain agar bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Secara teoritis, penelitian ini berlandaskan pada teori kepemimpinan transformasional dan teori pemberdayaan [11].
Kepemimpinan transformasional menekankan pentingnya visi, inspirasi, dan motivasi dari dalam diri untukmendorong perubahan sosial. Sedangkan teori pemberdayaan fokus pada proses peningkatan kemampuan individu atau kelompok dalam mengendalikan kehidupan mereka melalui akses terhadap informasi, partisipasi aktif, dan pengelolaan sumber daya. Dengan menggabungkan kedua pendekatan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis dalam memahami dinamika pemberdayaan perempuan di tingkat lokal [12].
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran motivasi dan kompetensi pimpinan desa terhadap pemberdayaan perempuan di Desa Belawan Bahagia.
Metode
Penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian asosiatif. Pendekatan kuantitatif dipilih karena fokusnya adalah mengukur pengaruh dua variabel independen, yaitu motivasi dan kompetensi pimpinan desa, terhadap variabel dependen, yaitu pemberdayaan perempuan. Berdasarkan riset ini yang berupa eksplanatif memiliki tujuan penting untuk memaparkan suatu korelasi antara variabel satu serta variabel lainnya dalam pengumpulan dan analisis data numerik [13].
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Belawan Bahagia, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih secara purposive karena memiliki karakteristik sosial yang relevan dengan isu pemberdayaan perempuan. Penelitian dilakukan selama bulan Mei hingga Juli 2025.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan usia produktif (18–55 tahun) yang tinggal di Desa Belawan Bahagia dan aktif dalam kegiatan sosial, ekonomi, atau organisasi masyarakat desa. Berdasarkan data dari kantor desa, jumlah populasi yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 133 orang.
Penarikan sampel dilakukan menggunakan teknik probability sampling, khususnya metode simple random sampling. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan (e) sebesar 5%:
n = N/(1+N(e^2))= 133/(1+133(5^2))=99,81 = 100 Orang
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner tertutup berbasis skala Likert dengan jawaban 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3 (Normal), 4 (Setuju), 5 (Sangat Setuju) kepada 133 responden perempuan di Desa Belawan Bahagia. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 26. Analisis dimulai dari uji validitas dan reliabilitas, dilanjutkan dengan uji asumsi klasik seperti uji normalitas dan heteroskedastisitas. Kemudian dilakukan uji koefisien determinasi, analisis regresi linear berganda untuk menguji pengaruh motivasi dan kompetensi pimpinan desa terhadap pemberdayaan perempuan. Uji hipotesis dilakukan melalui uji t (parsial) dan uji F (simultan) dengan tingkat signifikansi 5%.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Uji Validitas
Variabel | Item 1 | Item 2 | Item 3 | Item 4 | Item 5 |
---|---|---|---|---|---|
Motivasi | 0,757 | 0,619 | 0,620 | 0,665 | 0,727 |
Kompetensi | 0,711 | 0,662 | 0,646 | 0,669 | 0,729 |
Pemberdayaan Perempuan | 0,716 | 0,599 | 0,616 | 0,604 | 0,699 |
R tabel | 0,1966 | 0,1966 | 0,1966 | 0,1966 | 0,1966 |
Kesimpulan | Valid | Valid | Valid | Valid | Valid |
Berdasarkan hasil uji validitas terhadap instrumen penelitian yang meliputi variabel motivasi, kompetensi, dan pemberdayaan perempuan, diperoleh nilai korelasi rhitung untuk masing-masing item lebih besar dari r tabel sebesar 0,1966. Pada variabel motivasi, nilai rhitung berkisar antara 0,619 hingga 0,757; variabel kompetensi memiliki nilai rhitung antara 0,646 hingga 0,729; dan variabel pemberdayaan perempuan menunjukkan nilai rhitung antara 0,599 hingga 0,716. Karena seluruh nilai rhitung pada tiap item lebih besar daripada rtabel, maka semua item pada ketiga variabel dinyatakan valid. Artinya, setiap pertanyaan dalam kuesioner dapat digunakan untuk mengukur variabel yang dimaksud karena telah memenuhi syarat validitas instrumen. Validitas yang baik ini memastikan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian mampu menangkap data yang akurat dan sesuai dengan konsep yang ingin diukur.
2. Uji Reliabilitas
Variabel | Reliabilitas |
---|---|
Motivasi | 0,704 |
Kompetensi | 0,711 |
Pemberdayaan Perempuan | 0,651 |
Reliabilitas | 0,60 |
Kesimpulan | Reliabilitas |
Hasil uji reliabilitas pada masing-masing variabel dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semua instrumen yang digunakan memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Nilai reliabilitas untuk variabel motivasi sebesar 0,704, kompetensi sebesar 0,711, dan pemberdayaan perempuan sebesar 0,651. Seluruh nilai tersebut berada di atas batas minimum reliabilitas sebesar 0,60, yang berarti ketiga variabel tersebut memenuhi kriteria reliabel. Oleh sebab itu, instrumen penelitian ini dapat dikatakan stabil dan mudah dipercaya dalam menentukan setiap variabel secara berulang. Reliabilitas yang baik ini memperkuat kepercayaan terhadap hasil penelitian karena menunjukkan bahwa data yang diperoleh stabil dan tidak dipengaruhi oleh kesalahan pengukuran.
3. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test | ||
---|---|---|
Unstandardized Residual | ||
N | 100 | |
Normal Parametersa,b | Mean | 0,0000000 |
Std. Deviation | 2,93281577 | |
Most Extreme Differences | Absolute | 0,060 |
Positive | 0,043 | |
Negative | -0,060 | |
Test Statistic | 0,060 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | .200c,d | |
a. Test distribution is Normal. | ||
b. Calculated from data. | ||
c. Lilliefors Significance Correction. | ||
d. This is a lower bound of the true significance. |
Hasil pengujian normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test terhadap residual tidak terstandarisasi, diperoleh nilai statistik uji sebesar 0,060 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0,200. Karena nilai signifikansi tersebut melebihi dari 0,05, disimpulkan bahwa data residual berdistribusi normal. Hal ini membuktikan bahwa asumsi normalitas dalam model regresi telah terlaksana, sehingga hasil analisis regresi dapat dipercaya dan valid untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Selain itu, rata-rata residual adalah 0 dan standar deviasi sebesar 2,933, yang juga mendukung bahwa distribusi residual sesuai dengan asumsi regresi linier.
4. Uji Heteroskedastisitas
Coefficients a | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Standardized Coefficients | t | Sig. | |||
Beta | ||||||
1 | (Constant) | 3,868 | 1,238 | 3,124 | 0,002 | |
Motivasi | 0,145 | 0,060 | 0,270 | 2,422 | 0,017 | |
Kompetensi | 0,063 | 0,061 | 0,116 | 1,038 | 0,002 | |
a. Dependent Variable: Abs_RES |
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas menggunakan analisis regresi dengan variabel residual absolut (Abs_RES) sebagai variabel dependen, diperoleh nilai signifikansi (Sig.) untuk variabel Motivasi sebesar 0,117 dan untuk variabel Kompetensi sebesar 0,202. Kedua nilai signifikansi ini lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05, yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan dari variabel bebas terhadap nilai residual. Dengan kata lain, model regresi ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas, sehingga asumsi klasik mengenai homogenitas varians residual telah terpenuhi.
5. Uji Koefisien Determinasi
Model Summary | ||||
---|---|---|---|---|
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .457a | 0,609 | 0,193 | 2,963 |
a. Predictors: (Constant), Kompetensi, Motivasi |
Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,609 menunjukkan bahwa variabel motivasi dan kompetensi secara bersama-sama menyumbang 60,9% variasi atau perubahan dalam pemberdayaan perempuan. Artinya, 60,9% variasi pemberdayaan perempuan dapat diprediksi oleh kedua variabel tersebut, sedangkan sisanya sebesar 39,1% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model yang tidak dimasukan ke dalam model penelitian ini. Nilai R Square yang relatif tinggi ini menegaskan bahwa model regresi ini memiliki kemampuan penjelas yang baik dalam mengkaji hubungan antara motivasi, kompetensi, dan pemberdayaan perempuan.
6. Uji Regresi Berganda
Coefficients a | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Standardized Coefficients | t | Sig. | |||
Beta | ||||||
1 | (Constant) | 9,330 | 2,029 | 4,598 | 0,000 | |
Motivasi | 0,285 | 0,098 | 0,297 | 2,911 | 0,004 | |
Kompetensi | 0,230 | 0,100 | 0,235 | 2,306 | 0,023 | |
a. Dependent Variable: Pemberdayaan Perempuan |
Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu motivasi (X1) dan kompetensi (X2) terhadap variabel dependen yaitu pemberdayaan perempuan (Y). Hasil pengolahan data menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 9,330 + 0,285X1 + 0,230X2
Penjelasan dari persamaan regresi tersebut adalah:
a. Angka 9,330 merupakan konstanta, yang berarti jika motivasi dan kompetensi bernilai nol, maka nilai dasar pemberdayaan perempuan adalah sebesar 9,330.
b. Koefisien regresi 0,285 untuk variabel motivasi (X₁) akan meningkatkan bahwa pemberdayaan perempuan sebesar 0,285 satuan, dengan syarat variabel kompetensi dan faktor lain dianggap konstan.
Koefisien regresi 0,230 pada variable skor kompetensi (X₂) akan meningkatkan bahwa setiap peningkatan satu satuan dalam kompetensi akan meningkatkan pemberdayaan perempuan sebesar 0,230 satuan, dengan asumsi variabel motivasi dan faktor lain tetap tidak berubah.
7. Uji t
Coefficients a | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Standardized Coefficients | t | Sig. | |||
Beta | ||||||
1 | (Constant) | 9,330 | 2,029 | 4,598 | 0,000 | |
Motivasi | 0,285 | 0,098 | 0,297 | 2,911 | 0,004 | |
Kompetensi | 0,230 | 0,100 | 0,235 | 2,306 | 0,023 | |
a. Dependent Variable: Pemberdayaan Perempuan |
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel motivasi memiliki nilai thitung sebesar 2,911, sedangkan ttabel sebesar 1,29007. Karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan perempuan. Selain itu, nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,004 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%), yang memperkuat bahwa pengaruh motivasi terhadap pemberdayaan perempuan adalah signifikan secara statistik. Artinya, semakin tinggi motivasi yang dimiliki pimpinan desa, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap pemberdayaan perempuan.
Untuk variabel kompetensi, nilai thitung sebesar 2,306 juga lebih besar dari ttabel 1,29007. Dengan demikian, kompetensi pimpinan desa juga berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan perempuan. Nilai signifikansi sebesar 0,023 berada di bawah batas 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh kompetensi terhadap pemberdayaan perempuan adalah signifikan. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi pimpinan desa, maka semakin besar kemampuannya dalam memberdayakan perempuan di desa.
8. Uji f
ANOVAa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |
1 | Regression | 225,301 | 2 | 112,650 | 12,832 | .000b |
Residual | 851,539 | 97 | 8,779 | |||
Total | 1076,840 | 99 | ||||
a. Dependent Variable: Pemberdayaan Perempuan | ||||||
b. Predictors: (Constant), Kompetensi, Motivasi |
Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar 12,832 dengan nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,000. Karena nilai Fhitung (12,832) lebih besar dari nilai Ftabel (3,09) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang melibatkan variabel motivasi dan kompetensi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan perempuan. Dengan kata lain, kedua variabel tersebut secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dalam pemberdayaan perempuan secara signifikan, sehingga model regresi yang digunakan layak untuk memprediksi variabel dependen.
B. Pembahasan
Pimpinan desa, sebagai ujung tombak pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, memegang peranan strategis dalam menginisiasi, memimpin, serta mendorong perubahan sosial di wilayahnya [14]. Khususnya dalam konteks pemberdayaan perempuan, motivasi dan kompetensi pimpinan desa menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kebijakan dan program-program pemberdayaan secara optimal [15]. Pimpinan desa yang memiliki motivasi tinggi untuk mendorong kesetaraan gender cenderung lebih aktif membuka ruang partisipasi perempuan, mengalokasikan sumber daya seperti anggaran untuk pelatihan, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait [16]. Hal ini sejalan dengan temuan da Cruz Carvalho dkk. [17] yang menyatakan bahwa motivasi tidak hanya sebatas keinginan bekerja, melainkan merupakan energi positif yang menumbuhkan kebahagiaan dan berpengaruh langsung terhadap sikap serta perilaku kerja yang diharapkan.
Selain motivasi, kompetensi pimpinan desa juga memiliki peran krusial dalam mendukung efektivitas program pemberdayaan perempuan. Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan manajerial, dan kemampuan komunikasi akan memperkuat pelaksanaan program secara lebih terstruktur dan berdaya guna [18]. Dalam penelitian ini, kompetensi diukur berdasarkan enam indikator utama yang diadaptasi dari Sutrisno [19], yaitu minat, sikap, nilai, kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan. Pengetahuan didefinisikan sebagai kesadaran kognitif dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, sedangkan pemahaman menggambarkan kedalaman kognitif individu dalam mengenali karakteristik dan kondisi pekerjaan secara efektif dan efisien. Kemampuan merupakan kapasitas yang diperoleh melalui teori dan praktik yang dikembangkan secara pribadi. Nilai berfungsi sebagai pedoman perilaku, sikap merupakan reaksi emosional terhadap rangsangan eksternal, dan minat mencerminkan ketertarikan individu terhadap aktivitas tertentu. Keseluruhan indikator ini membentuk fondasi kompetensi pimpinan desa yang kuat, yang tidak hanya mendukung pelaksanaan tugasnya, tetapi juga memungkinkan pencapaian hasil kerja yang memuaskan dan berkelanjutan [20].
Dengan demikian, penelitian ini menguatkan bahwa keberhasilan pemberdayaan perempuan di desa sangat bergantung pada sejauh mana pimpinan desa mampu memadukan motivasi yang tinggi dengan kompetensi yang memadai. Kombinasi kedua faktor tersebut menjadi kunci utama dalam menciptakan kebijakan yang responsif, pelaksanaan program yang efektif, serta mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan desa. Hal ini menegaskan bahwa pengembangan kapasitas pimpinan desa harus menjadi perhatian utama dalam upaya memperkuat pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari pembangunan sosial dan ekonomi di tingkat desa.
Simpulan
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel motivasi memiliki nilai thitung sebesar 2,911, sedangkan ttabel sebesar 1,29007. Karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan perempuan. Selain itu, nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,004 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%), yang memperkuat bahwa pengaruh motivasi terhadap pemberdayaan perempuan adalah signifikan secara statistik.
Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 12,832 dengan nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,000. Karena nilai Fhitung (12,832) lebih besar dari nilai Ftabel (3,09) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang melibatkan variabel motivasi dan kompetensi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan perempuan.