Login
Section Innovation in Education

Miniature Lamp House Media Innovation Solutions for Elementary School Students' Understanding

Inovasi Media Miniatur Rumah Lampu Solusi Pemahaman Siswa Sekolah Dasar
Vol. 26 No. 3 (2025): July:

Miko Fitri Ana (1), Iin Zaitun (2), Ach. Barizi (3), Erna Yayuk (4)

(1) Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
(2) Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
(3) Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
(4) Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Fulltext View | Download

Abstract:

General Background: Teaching Natural Sciences (IPA) in elementary school often encounters challenges due to the abstract nature of certain concepts, such as electrical energy. Specific Background: Traditional instructional approaches may fail to engage students or provide concrete experiences needed for deep understanding. Knowledge Gap: There is limited research on the effectiveness of hands-on, contextual media in enhancing conceptual comprehension in electricity among elementary students. Aims: This study investigates the effectiveness of a miniature lamp house as an instructional medium to improve students’ understanding of electric circuits and energy flow. Results: Using a descriptive qualitative method with 16 fifth-grade students at SD Muhammadiyah 29 Surabaya, data collected through observation, interviews, and documentation—analyzed via the Miles and Huberman model—showed increased student engagement, enhanced conceptual understanding of electricity, and improved learning outcomes. Novelty: The miniature lamp house not only made abstract content tangible but also fostered collaboration and exploration, offering an innovative, low-cost learning tool aligned with the Merdeka Curriculum. Implications: The findings support the integration of concrete, student-centered media to strengthen basic science literacy and contribute toward achieving SDG 4: Quality Education, especially in promoting inclusive and equitable learning at the elementary level.


Highlights:



  • Enhances understanding of abstract science concepts.

  • Promotes active learning and collaboration.


  • Supports SDG 4 through inclusive, contextual education.




Keywords: Miniature Lamp House, Instructional Media, Elementary Science, Conceptual Understanding, Merdeka Curriculum

Downloads

Download data is not yet available.

Inovasi Media Miniatur Rumah Lampu Solusi Pemahaman Siswa SD [ Miniature Lamp House Media Innovation Solutions for Elementary School Students' Understanding ]

Miko Fitri Ana1), Iin Zaitun 2), Ach Barizi 3), Erna Yayuk 4)

1,2,3,4)Program Studi Mgister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia

*Email Penulis Korespondensi : mikomiko074@gmail.com

Abstract Learning Natural Sciences (IPA) in elementary school presents challenges in conveying abstract concepts such as electrical energy. This study aims to examine the effectiveness of a miniature lamp house media to improve students’ understanding. A descriptive qualitative method was employed with 16 fifth-grade students at SD Muhammadiyah 29 Surabaya. Data collection involved observation, interviews, and documentation, analyzed using the Miles and Huberman model. Results showed improved student activity, understanding of electric flow and sources, and learning outcomes. The media also encouraged collaboration and exploration. This research contributes to the development of basic science literacy through concrete and contextual learning experiences, supporting the implementation of the Merdeka Curriculum. In addition, the findings are relevant to improving instructional practices at the elementary level and align with SDG 4 (Quality Education), particularly in promoting inclusive and equitable quality education.

Keywords - miniature lamp house, media, science, innovation

Miniatur rumah lampu merupakan sebuah alat peraga sederhana yang menampilkan rangkaian listrik dan penggunaannya dalam konteks rumah tangga. Media seperti ini terbukti mampu membantu siswa memahami konsep arus listrik, sumber energi, dan hubungan sebab-akibat dalam sebuah rangkaian [10]. Penggunaan alat peraga ini juga sejalan dengan pendekatan pembelajaran berbasis STEM yang mendorong keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah [11]. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga seperti miniatur rumah atau kit listrik dapat meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa SD pada materi energi listrik [12][13]. Media yang memungkinkan siswa melihat langsung hasil dari penyusunan rangkaian listrik dapat memberikan pengalaman belajar bermakna dan membangun pemahaman konseptual yang lebih kuat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas penggunaan miniatur rumah lampu dalam meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar terhadap sumber dan penggunaan energi listrik. Kebaruan penelitian ini terletak pada pengembangan dan penerapan media miniatur rumah lampu sebagai alat bantu pembelajaran yang tidak hanya mengonversi konsep abstrak menjadi konkret, tetapi juga mendukung literasi sains dasar dan Kurikulum Merdeka secara langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas media miniatur rumah lampu dalam meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar terhadap sumber dan penggunaan energi listrik. Miniatur rumah lampu sebagai media pembelajaran memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana energi listrik bekerja dalam kehidupan nyata, seperti menyalakan lampu dan peralatan rumah tangga lainnya. Media ini juga mendukung pembelajaran berbasis proyek yang menekankan proses eksploratif dan kolaboratif.

Miniatur rumah lampu sebagai media pembelajaran memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana energi listrik bekerja dalam kehidupan nyata, seperti menyalakan lampu dan peralatan rumah tangga lainnya. Media ini juga mendukung pembelajaran berbasis proyek yang menekankan proses eksploratif dan kolaboratif. Berdasarkan hasil penelitian [14] siswa yang belajar menggunakan alat peraga berbasis proyek menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan memahami proses ilmiah serta dalam keterampilan berpikir kritis. Dengan kata lain, media konkret tidak hanya membantu pemahaman kognitif, tetapi juga membangun rasa ingin tahu dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, penggunaan alat peraga seperti miniatur rumah lampu dapat menjadi solusi atas keterbatasan sumber listrik yang bisa diamati secara langsung di kelas. Guru dapat mengarahkan siswa untuk merancang dan menyusun rangkaian listrik sederhana yang mencerminkan sistem kelistrikan dalam rumah. Kegiatan semacam ini mendorong siswa untuk aktif mencoba, memperbaiki kesalahan, dan berdiskusi secara kolaboratif, sesuai dengan prinsip pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning). Hasil studi oleh [15] juga menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga listrik sederhana mampu meningkatkan minat dan hasil belajar siswa SD pada tema energi dan perubahannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan ini dipilih untuk memahami secara mendalam proses pembelajaran energi listrik menggunakan media miniatur rumah lampu di sekolah dasar, serta untuk mendeskripsikan peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep sumber dan penggunaan energi. Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah 29 Surabaya tepatnya di kelas 5. Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas dan peserta didik kelas 5 sebanyak 16 siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan topik energi listrik. Teknik pengumpulan data peneliti observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa yang mencatat indikator seperti keterlibatan, kerja sama kelompok, dan ketepatan dalam merakit rangkaian listrik. Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur kepada guru dan siswa, dengan contoh pertanyaan seperti: "Apa yang paling kamu pahami dari kegiatan merakit rumah lampu?" atau "Bagaimana perasaanmu saat mengikuti pembelajaran ini?". Dokumentasi berupa foto kegiatan, hasil kerja siswa, dan catatan refleksi.. Dokumentasi, berupa foto kegiatan, hasil kerja siswa, dan perangkat pembelajaran yang digunakan selama kegiatan berlangsung. Kredibilitas data dijaga melalui triangulasi teknik (observasi, wawancara, dokumentasi) dan triangulasi sumber (guru dan siswa), serta member-check kepada guru untuk memastikan kesesuaian interpretasi data. Data dianalisis menggunakan model Miles dan Huberman melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Gambar 1. Model Analisis Data Milles and Hubberman

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumen. Reduksi data dilakukan dengan cara memilih dan menyederhanakan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penyajian data dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk narasi deskriptif, tabel, atau gambar untuk mempermudah peneliti dalam memahami gambaran umum hasil penelitian dan menarik kesimpulan sementara. Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan sementara yang kemudian diverifikasi dengan membandingkan berbagai sumber data.

  • Mata pelajaranIlmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan pemahaman dasar tentang gejala-gejala alam melalui pendekatan ilmiah. Dalam Kurikulum Merdeka, pembelajaran IPA diarahkan untuk membangun kompetensi berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kemampuan mengamati secara sistematis [1]. Pembelajaran IPA tidak hanya bertujuan untuk menanamkan pengetahuan faktual, tetapi juga membangun keterampilan ilmiah dan sikap peduli lingkungan [2]. Selain itu, pembelajaran IPA diarahkan agar siswa mampu mengamati, mengeksplorasi, dan mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman langsung. [3] menyatakan pembelajaran IPA menuntut keaktifan dan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran, terutama melalui kegiatan observasi, eksperimen, dan diskusi kelompok. Materi IPA pada jenjang SD mencakup topik-topik mendasar seperti makhluk hidup, benda dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Energi listrik merupakan salah satu topik penting dalam pembelajaran IPA di jenjang SD. Konsep ini termasuk dalam kategori "energi dan perubahannya" yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari dan membutuhkan pendekatan pembelajaran yang konkret agar mudah dipahami siswa. Materi ini tidak hanya mencakup pemahaman tentang sumber energi, tetapi juga pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa perlu mengetahui bagaimana energi listrik dihasilkan, digunakan, serta bagaimana cara menghematnya sejak dini agar tumbuh menjadi individu yang peduli terhadap energi dan lingkungan.
  • Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep energi listrik. Pemahaman siswa terhadap konsep energi listrik masih tergolong rendah, terutama dalam hal menghubungkan teori dengan praktik kehidupan sehari-hari. Konsep seperti arus listrik, sumber energi, dan penggunaan alat-alat listrik cenderung bersifat abstrak dan sulit dipahami hanya melalui penjelasan verbal atau bacaan. Hal ini menjadi tantangan bagi guru untuk menyampaikan materi yang kompleks dengan cara yang menarik dan mudah dimengerti oleh siswa SD [4]. Kurangnya pengalaman konkret dalam melihat atau menyentuh langsung alat dan rangkaian listrik membuat siswa tidak dapat membentuk pemahaman yang bermakna. Energi listrik sebagai salah satu bentuk energi yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia, idealnya dikenalkan sejak dini secara konkret dan kontekstual agar lebih mudah dipahami siswa [5]. Namun, dalam praktiknya, pembelajaran IPA di SD masih banyak yang bersifat teoritis, kurang melibatkan media pembelajaran yang merangsang keterlibatan aktif siswa, serta minim praktik langsung. Hal ini berdampak pada kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep sumber energi dan pemanfaatan energi secara bijak. Pembelajaran energi listrik seharusnya tidak hanya mengandalkan pendekatan ceramah atau buku teks, tetapi juga memerlukan media inovatif yang mendekatkan siswa pada pengalaman belajar yang autentik. Penggunaan media yang bersifat konkrit dan menarik dapat mendorong minat siswa serta meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran. Media tersebut perlu dirancang sesuai dengan karakteristik siswa SD yang masih berada pada tahap operasional konkret, sebagaimana dikemukakan dalam teori perkembangan kognitif Piaget [6]. Selain itu, teori pembelajaran konstruktivistik turut menjadi landasan, yang menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam membangun pemahaman melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial. Dalam pandangan Vygotsky, interaksi sosial memiliki peran sentral dalam proses belajar, di mana siswa mengonstruksi pengetahuan melalui kolaborasi dan dukungan dari teman sebaya, sehingga pembelajaran menjadi proses yang dinamis dan bermakna secara sosial [7].
  • Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan media pembelajaran yang konkret, menyenangkan, dan mudah digunakan di kelas. Penggunaan media pembelajaran dalam IPA memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, terutama dalam menjelaskan konsep-konsep abstrak seperti energi, gaya, atau sistem organ tubuh. Media yang tepat dapat memvisualisasikan konsep-konsep yang sulit dipahami siswa jika hanya disampaikan melalui ceramah atau buku teks. Penelitian oleh [8], penggunaan media konkret dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan pemahaman konsep dan keterlibatan siswa secara aktif, karena siswa dapat melihat langsung hubungan antara teori dan praktik. Media pembelajaran juga terbukti meningkatkan motivasi belajar siswa. Ketika siswa terlibat langsung dalam eksplorasi menggunakan alat peraga atau model, mereka menjadi lebih antusias dan tertantang untuk memecahkan masalah secara mandiri. Penelitian oleh [9] menunjukkan bahwa siswa SD yang belajar menggunakan media eksperimen sederhana menunjukkan peningkatan signifikan dalam minat belajar dan kemampuan berpikir kritis dibandingkan siswa yang hanya menerima pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran bukan hanya membantu pemahaman, tetapi juga mengembangkan sikap ilmiah siswa. Selain itu, media pembelajaran seperti alat peraga mini, simulasi, atau kit IPA juga mendukung pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri dan proyek. Dengan pendekatan ini, siswa dilatih untuk merancang percobaan, mengamati, mencatat hasil, dan menarik kesimpulan. [10] menegaskan bahwa media berbasis proyek sangat efektif dalam membangun keterampilan proses sains siswa sekolah dasar, karena memberikan kesempatan belajar yang lebih aktif, kolaboratif, dan bermakna. Oleh karena itu, penggunaan media seperti miniatur rumah lampu dalam pembelajaran energi listrik merupakan pilihan strategis yang sejalan dengan tuntutan pembelajaran IPA yang modern dan berorientasi pada penguatan literasi sains siswa.
  • Dengan demikian, penting bagi guru untuk mengembangkan dan memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Miniatur rumah lampu menjadi salah satu alternatif media yang tidak hanya menarik dan menyenangkan, tetapi juga relevan secara konsep dan mudah dibuat. Media pembelajaran yang bersifat nyata dan interaktif sangat diperlukan untuk menjembatani abstraksi konsep ilmiah dengan pengalaman konkret siswa. Pendekatan ini tidak hanya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPA, tetapi juga mendukung pembentukan keterampilan proses sains sejak usia dini. Penggunaan miniatur rumah lampu sebagai media peraga merupakan salah satu bentuk strategi pembelajaran IPA yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif dan membantu mereka memahami bagaimana energi listrik bekerja dalam konteks rumah tangga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penggunaan media tersebut dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang sumber dan penggunaan energi listrik, serta untuk memberikan kontribusi terhadap pengembangan pembelajaran IPA yang inovatif dan bermakna di tingkat sekolah dasar.
  • Pembelajaran IPA mengenai sumber dan penggunaan energi listrik di kelas V SD telah dilaksanakan dengan menggunakan media miniatur rumah lampu. Media ini dirancang menyerupai rumah sederhana dari kardus yang dilengkapi rangkaian listrik meliputi baterai, kabel, saklar, dan lampu LED. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan diminta merakit sendiri media yang telah disiapkan. Observasi dilakukan untuk mencatat keaktifan dan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil observasi, seluruh siswa menunjukkan partisipasi aktif.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Modul Ajar (a) Worksheet Lamp House (b) Miniatur Rumah Lampu (c)

Modul ajar dirancang mengacu pada CP (Capaian Pembelajaran) IPA Fase B (kelas V) dalam Kurikulum Merdeka. Modul ini memuat komponen esensial seperti tujuan pembelajaran, pemetaan aktivitas, alur kegiatan, dan asesmen. Dalam modul ini, kegiatan eksploratif dirancang agar siswa melakukan percobaan langsung menggunakan media miniatur rumah lampu untuk memahami konsep aliran energi listrik, sumber energi, dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan worksheet ini terbukti memfasilitasi siswa untuk mencatat, merefleksi, dan menyusun pemahamannya dalam bentuk tertulis. Selain itu, worksheet juga membantu guru dalam melakukan asesmen formatif terhadap penguasaan materi siswa. Hal ini selaras dengan prinsip pembelajaran aktif dan partisipatif dalam Kurikulum Merdeka, yang menekankan pentingnya siswa sebagai subjek utama dalam proses belajar. Integrasi antara media konkret, modul ajar, dan worksheet menjadikan pembelajaran tidak hanya berjalan terstruktur tetapi juga menyenangkan dan bermakna. Pembelajaran menjadi lebih terarah, guru memiliki panduan yang jelas, dan siswa memperoleh pengalaman langsung yang dikaitkan dengan materi sains yang mereka pelajari.

  • Pada tahap perencaan ini guru membuat perencaan berupa modul ajar dan worksheet untuk melakukan kegiatan eksperimen membuat miniatur rumah lampu mulai dari alat bahan yang diperlukan, langkah-langkah pembuatan miniatur rumah lampu, hingga membuat kesimpulan berdasarkan hasil eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan media miniatur rumah lampu, kehadiran modul ajar dan worksheet menjadi bagian penting untuk mendukung keberhasilan proses belajar. Modul ajar berfungsi sebagai panduan sistematis bagi guru dalam mengelola pembelajaran sesuai dengan tujuan kompetensi, sementara worksheet membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas belajar yang terarah dan terstruktur.

Tahap pelaksanaan ini dimulai dari guru melakukan kegiatan observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi, siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi yang sejalan dengan teori Piaget mengenai tahap operasional konkret saat diperkenalkan dengan media miniatur rumah lampu. Mereka tampak penasaran dan termotivasi untuk mengetahui bagaimana lampu-lampu dalam miniatur rumah bisa menyala. Saat kegiatan praktikum dimulai, siswa tampak aktif dan bekerja sama dalam kelompok kecil untuk menyusun komponen seperti baterai, kabel, saklar, dan lampu. Beberapa kelompok berhasil membuat lampu menyala pada percobaan pertama, sementara kelompok lain melakukan beberapa percobaan ulang karena kesalahan sambungan. Dalam proses ini, siswa belajar dari kesalahan dan saling memberi saran, menunjukkan adanya kolaborasi yang positif dan pembelajaran bermakna.

Tabel 1. Aktivitas Pembelajaran Siswa

No Nama Kelompok Jenis Aktivitas
Mengamati media miniatur Merakit rangkaian Bertanya tentang aliran listrik Diskusi dan kerja kelompok
1 Kelompok 1
2 Kelompok 2
3 Kelompok 3 -
4 Kelompok 4

Aktivitas dimulai dengan mengamati struktur miniatur rumah, dilanjutkan dengan merakit rangkaian listrik. Semua kelompok mampu menyusun kabel dan sumber daya sehingga lampu menyala. Aktivitas ini membuktikan bahwa media konkret seperti miniatur rumah lampu dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep aliran listrik. Keaktifan siswa juga tercermin dari keberanian mereka bertanya, menjelaskan fungsi alat, serta berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan teknis pada rangkaian. Untuk mendukung temuan observasi ini, peneliti melakukan pula pengukuran hasil belajar melalui pretest dan posttest.

Wawancara dilakukan kepada guru kelas V dan beberapa siswa setelah proses pembelajaran selesai. Dari hasil wawancara dengan guru, diperoleh informasi bahwa penggunaan media miniatur rumah lampu memberikan dampak positif terhadap keterlibatan dan pemahaman siswa. Guru menyampaikan bahwa sebelumnya siswa cenderung pasif ketika belajar tentang energi listrik karena materi terasa abstrak dan sulit dibayangkan. Namun, saat media miniatur digunakan, suasana kelas menjadi lebih hidup, siswa lebih mudah memahami konsep, dan lebih berani bertanya. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dibawah ini:

Biasanya mereka bingung waktu ditanya kenapa lampu bisa nyala. Tapi setelah pakai miniatur rumah lampu, mereka bisa menjelaskan kalau harus ada kabel, baterai, dan jalur arus tertutup.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa media konkret dapat memfasilitasi keterhubungan antara teori dan praktik, yang penting dalam proses belajar IPA di jenjang sekolah dasar. Sementara itu, wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka merasa senang dan tertarik saat belajar menggunakan miniatur rumah lampu. Salah satu siswa menyatakan:

Seru, soalnya kita bisa nyalain lampunya sendiri. Jadi ngerti listrik itu harus sambung semuanya.

Hasil wawancara ini menggambarkan bahwa pengalaman langsung (learning by doing) meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep aliran listrik, yang sebelumnya hanya mereka hafal tanpa makna. Beberapa siswa juga menyebutkan bahwa belajar seperti ini terasa seperti bermain sambil belajar. Mereka merasa tertantang untuk menyusun kabel agar lampu menyala, dan merasa bangga saat berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media inovatif tidak hanya meningkatkan pemahaman konsep, tetapi juga membangun motivasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Secara keseluruhan, hasil wawancara memperkuat data observasi bahwa penggunaan media miniatur rumah lampu dalam pembelajaran IPA tidak hanya meningkatkan aktivitas belajar, tetapi juga menumbuhkan pemahaman yang lebih bermakna bagi siswa sekolah dasar. Implikasi praktisnya, media ini dapat diterapkan di sekolah dengan keterbatasan akses listrik sebagai simulasi pengganti. Guru dapat membuat alat ini dari bahan sederhana dan memfasilitasi eksplorasi mandiri siswa.

  • Tahap pelaksanaan
  • Tahap Evaluasi

Tahap asesmen dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur untuk mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan media miniatur rumah lampu dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep energi listrik,khususnya dalam mengenal sumber energi, penggunaan energi, dan cara kerja rangkaian listrik sederhana. Asesmen dilakukan dalam dua bentuk utama, yaitu asesmen formatif dan asesmen sumatif. Asesmen formatif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Guru mengamati aktivitas siswa saat bekerja dalam kelompok, saat menyusun rangkaian miniatur rumah lampu, serta saat berdiskusi dan mengisi LKPD. Observasi ini difokuskan pada indikator keterlibatan aktif, kerja sama antar anggota kelompok, ketepatan saat menyusun rangkaian, dan kemampuan menjelaskan fungsi komponen dalam rangkaian. Selain itu, guru juga mencatat respon siswa melalui pertanyaan terbuka dan refleksi singkat di akhir sesi praktikum. Asesmen sumatif digunakan untuk melihat peningkatan pemahaman siswa secara kuantitatif. Dalam hal ini, dilakukan pretest sebelum penggunaan media dan posttest setelah kegiatan pembelajaran selesai. Soal tes berupa pilihan ganda dan isian singkat yang mencakup materi sumber energi listrik, rangkaian seri, dan penerapan energi dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 2. Hasil Pretest dan Posttest Siswa

No Nilai Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3 Siswa 4 Siswa 5 Siswa 6 Siswa 7 Siswa 8 Siswa 9 Siswa 10 Siswa 11 Siswa 12 Siswa 13 Siswa 14 Siswa 15 Siswa 16
1 Pretest 40 35 45 50 60 60 55 70 70 75 50 55 55 60 45 40
2 Posttest 80 85 80 85 80 80 85 90 95 90 85 85 80 85 80 80

Gambar 3. Diagram Hasil Pretest dan Posttest

Pretest diberikan sebelum pembelajaran dimulai untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Hasil pretest menunjukkan bahwa rata-rata siswa masih belum memahami secara utuh konsep energi listrik, dengan nilai rata-rata sebesar 54. Setelah pembelajaran menggunakan media miniatur rumah lampu, dilakukan posttest dengan soal yang sama. Hasilnya, terjadi peningkatan signifikan dengan rata-rata nilai posttest mencapai 84. Hasil pretest menunjukkan rata-rata nilai siswa masih rendah dan berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan nilai posttest mengalami peningkatan signifikan, menunjukkan bahwa penggunaan media memiliki pengaruh positif terhadap pemahaman siswa. Peningkatan skor ini menunjukkan bahwa penggunaan media miniatur rumah lampu berkontribusi positif terhadap peningkatan pemahaman siswa, tidak hanya berdasarkan observasi aktivitas, tetapi juga secara nyata melalui hasil tes. Ini membuktikan bahwa pendekatan pembelajaran yang memadukan eksperimen langsung dan media konkret mampu menciptakan pembelajaran bermakna, sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang cenderung belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing). Selain itu, guru juga melakukan wawancara singkat dengan beberapa siswa sebagai bentuk asesmen kualitatif. Wawancara ini bertujuan menggali pemahaman konseptual siswa dan persepsi mereka terhadap pembelajaran menggunakan media miniatur rumah lampu. Jawaban siswa menunjukkan bahwa mereka lebih mudah memahami konsep listrik ketika dapat melihat langsung proses aliran arus melalui lampu dalam miniatur rumah. Secara keseluruhan, asesmen yang dilakukan bersifat holistik dan memberikan gambaran menyeluruh mengenai ketercapaian tujuan pembelajaran. Hasil asesmen menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa media pembelajaran inovatif ini efektif dalam membantu siswa memahami konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkret dan bermakna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media miniatur rumah lampu dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara signifikan meningkatkan pemahaman konsep energi listrik pada siswa sekolah dasar. Media konkret ini memberikan pengalaman belajar yang bersifat langsung (learning by doing), sehingga membantu siswa dalam menghubungkan konsep abstrak dengan fenomena nyata di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas eksploratif dan kolaboratif mendorong siswa untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah, serta membangun pemahaman secara mandiri. Peningkatan nilai posttest secara signifikan dibandingkan pretest, serta tingginya antusiasme siswa yang tercermin dalam observasi dan hasil wawancara, memperkuat efektivitas media ini sebagai alternatif inovatif dalam pengajaran konsep-konsep sains di jenjang sekolah dasar. Temuan ini mendukung teori konstruktivisme yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam proses belajar. Secara praktis, media ini dapat dijadikan panduan bagi guru dalam merancang pembelajaran sains yang kontekstual dan menyenangkan. Disarankan agar guru mengintegrasikan media serupa ke dalam topik-topik sains lainnya serta mengadaptasi pendekatan ini untuk berbagai kondisi sekolah, termasuk yang memiliki keterbatasan sumber daya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyusunan jurnal ini. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada kepala sekolah, guru, dan peserta didik yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan apresiasi kepada dosen pembimbing dan rekan sejawat atas masukan serta saran yang membangun selama proses penulisan. Semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat dan menjadi kontribusi positif bagi dunia pendidikan, khususnya dalam pengembangan pembelajaran kontekstual untuk pembentukan karakter siswa.

[1]Kemendikbudristek BSKAP, Salinan Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 008/H/KR/2022 Tentang Capaian Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendid, no. 021. 2022. [Online]. Available: Laman litbang.kemdikbud.go.id

[2]Y. Suryani, “E-LKM Berbasis PJBL Terintegrasi Etno-STEM pada Materi IPA dalam Menumbuhkan Karakter Peduli Lingkungan pada Mahasiswa,” Harmon. Media Dan Metod. Dalam Pembelajaran IPA, vol. 99, 2024.

[3]M. Sarumaha et al., “Penggunaan model pembelajaran artikulasi terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA Terpadu,” Aksara J. Ilmu Pendidik. Nonform., vol. 8, no. 3, pp. 2045–2052, 2022.

[4]S. A. Khaq, F. N. Rohmah, M. T. Zain, C. Febiana, and F. S. Hilyana, “Analisis Kesulitan Belajar Ipa Pada Materi Energi Alternatif Kelas IV Sekolah Dasar,” Autentik J. Pengemb. Pendidik. Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 35–41, 2024.

[5]S. ALFIANA PUTRI, “ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMAHAMI KONSEP PERUBAHAN ENERGI PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS III SD,” 2024, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

[6]P. Y. A. Dewi et al., Teori dan aplikasi pembelajaran IPA SD/MI. Yayasan Penerbit Muhammad Zaini, 2021.

[7]T. E. Siregar, N. Luali, R. C. Vinalistyosari, F. Hanurawan, and A. E. Anggraini, “Implementation of Vygotsky’s Constructivism Learning Theory through Project-Based Learning (PjBL) in Elementary Science Education,” Al Qalam J. Ilm. Keagamaan dan Kemasyarakatan, vol. 18, no. 4, p. 2586, 2024, doi: 10.35931/aq.v18i4.3620.

[8]J. Sari, F. Feniareny, B. Hermansah, and M. Prasrihamni, “Pengaruh Media Konkret Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” J. Inov. Pendidik. Dan Pembelajaran Sekol. Dasar, vol. 7, no. 1, pp. 15–24, 2023.

[9]N. S. Rahayu, P. R. Lestari, W. N. Ady, and A. I. Irvani, “Pengenalan Eksperimen Fisika Sederhana Kepada Siswa Kelas VI di SDN 2 Limbangan Timur,” JPM J. Pengabdi. Masy., vol. 1, no. 2, pp. 76–84, 2022.

[10]R. A. K. Dewi, “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS IV UPTD SD NEGERI 1 KARANGKERTA,” Pendas J. Ilm. Pendidik. Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 6477–6492, 2023.

[11]M. Zaid, F. Razak, and A. A. F. Alam, “Keefektifan media pembelajaran augmented reality berbasis STEAM dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di sekolah dasar,” J. Pelita J. Pembelajaran IPA Terpadu, vol. 2, no. 2, pp. 59–68, 2022.

[12]S. Ayub and M. Makhrus, “Kit IPA sebagai Media untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Sekolah Dasar,” J. Pendidikan, Sains, Geol. dan Geofis. (GeoScienceEd Journal), vol. 3, no. 2, pp. 1–5, 2022.

[13]Y. E. Napitupulu, M. J. A. Putra, and G. Witri, “Pengaruh Model Inquiri Terbimbing Berbantuan KIT IPA terhadap Hasil Belajar IPAS SD,” ANTHOR Educ. Learn. J., vol. 3, no. 1, pp. 28–33, 2024.

[14]H. Idris, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Inpres Lanraki 1 Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Skripsi.,” 2023.

[15]N. Istiqomah, “Pengembangan Media Pembelajaran IPA Melalui Eksperimen Langsung pada Materi Rangkaian Listrik Kelas VI di MIS MI NU Al Ishlah Glanggang Beji Kabupaten Pasuruan,” EduSpirit J. Pendidik. Kolaboratif, vol. 1, no. 1, pp. 439–444, 2024.

References

[1] Kemendikbudristek BSKAP, Salinan Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Nomor 008/H/KR/2022 Tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2022. [Online]. Available: https://litbang.kemdikbud.go.id

[2] Y. Suryani, “E-LKM Berbasis PJBL Terintegrasi Etno-STEM pada Materi IPA dalam Menumbuhkan Karakter Peduli Lingkungan pada Mahasiswa,” Harmoni: Media dan Metodologi dalam Pembelajaran IPA, vol. 99, 2024.

[3] M. Sarumaha, S. Pasaribu, and I. R. Simanjorang, “Penggunaan Model Pembelajaran Artikulasi terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Terpadu,” Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, vol. 8, no. 3, pp. 2045–2052, 2022.

[4] S. A. Khaq, F. N. Rohmah, M. T. Zain, C. Febiana, and F. S. Hilyana, “Analisis Kesulitan Belajar IPA pada Materi Energi Alternatif Kelas IV Sekolah Dasar,” Autentik: Jurnal Pengembangan Pendidikan Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 35–41, 2024.

[5] S. Alfiana Putri, “Analisis Kesulitan Siswa dalam Memahami Konsep Perubahan Energi pada Mata Pelajaran IPA Kelas III SD,” S1 Thesis, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, 2024.

[6] P. Y. A. Dewi, A. Santoso, and A. Prasetyo, Teori dan Aplikasi Pembelajaran IPA SD/MI. Banjarmasin: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini, 2021.

[7] T. E. Siregar, N. Luali, R. C. Vinalistyosari, F. Hanurawan, and A. E. Anggraini, “Implementation of Vygotsky’s Constructivism Learning Theory Through Project-Based Learning (PjBL) in Elementary Science Education,” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, vol. 18, no. 4, p. 2586, 2024, doi: 10.35931/aq.v18i4.3620.

[8] J. Sari, F. Feniareny, B. Hermansah, and M. Prasrihamni, “Pengaruh Media Konkret terhadap Pemahaman Konsep Siswa dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, vol. 7, no. 1, pp. 15–24, 2023.

[9] N. S. Rahayu, P. R. Lestari, W. N. Ady, and A. I. Irvani, “Pengenalan Eksperimen Fisika Sederhana kepada Siswa Kelas VI di SDN 2 Limbangan Timur,” JPM: Jurnal Pengabdian Masyarakat, vol. 1, no. 2, pp. 76–84, 2022.

[10] R. A. K. Dewi, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Aktivitas Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV UPTD SD Negeri 1 Karangkerta,” Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 6477–6492, 2023.

[11] M. Zaid, F. Razak, and A. A. F. Alam, “Keefektifan Media Pembelajaran Augmented Reality Berbasis STEAM dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” Pelita: Jurnal Pembelajaran IPA Terpadu, vol. 2, no. 2, pp. 59–68, 2022.

[12] S. Ayub and M. Makhrus, “KIT IPA sebagai Media untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Sekolah Dasar,” GeoScienceEd Journal: Jurnal Pendidikan, Sains, Geologi dan Geofisika, vol. 3, no. 2, pp. 1–5, 2022.

[13] Y. E. Napitupulu, M. J. A. Putra, and G. Witri, “Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Berbantuan KIT IPA terhadap Hasil Belajar IPAS SD,” Anthor: Education and Learning Journal, vol. 3, no. 1, pp. 28–33, 2024.

[14] H. Idris, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Inpres Lanraki 1 Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar,” Skripsi, Universitas Negeri Makassar, 2023.

[15] N. Istiqomah, “Pengembangan Media Pembelajaran IPA melalui Eksperimen Langsung pada Materi Rangkaian Listrik Kelas VI di MIS MI NU Al Ishlah Glanggang Beji Kabupaten Pasuruan,” EduSpirit: Jurnal Pendidikan Kolaboratif, vol. 1, no. 1, pp. 439–444, 2024.