BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21: KAJIAN SISTEMATIS TERHADAP IMPLEMENTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP SISWA
Muhammad Hafiz 1), Ketut Agustini ,2), I Kadek Suartama,3)
1)Program Studi Teknologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali Indonesia
2)Program Studi Teknologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali Indonesia
3)Program Studi Teknologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali Indonesia
hafiz @student.undiksha.ac.id 1 )
ketutagustini@undiksha.ac.id 2)
ikadeksuartama@undiksha.ac.id 3)
Abstract . Learning in the era of advancing education demands critical thinking, collaboration, communication, and digital literacy skills, which can be addressed through the blended learning model—a combination of face-to-face and online learning that offers flexibility and personalization in the learning process. This study conducts a systematic review using the Systematic Literature Review (SLR) method based on the PRISMA protocol, drawing data from Scopus, ScienceDirect, and Google Scholar, and analyzing publications from the past five years focusing on the implementation of blended learning at the primary, secondary, and vocational education levels, as well as its impact on student learning outcomes and skills. The findings show that blended learning is effective in enhancing academic achievement, student engagement, learning independence, and the acquisition of 21st-century skills relevant to current educational demands. However, challenges such as infrastructure readiness and teacher competencies remain significant barriers. This study provides practical contributions to classroom practices in Indonesia by highlighting how blended learning can be integrated into the Merdeka Curriculum as an adaptive approach aligned with local contexts and technological advancements. Therefore, policy support, teacher training, and technological infrastructure development are crucial to maximizing the impact of blended learning across various educational levels. This review aligns with the focus of IJINS , which emphasizes educational innovation, learning strategies, and research-based education policy in the Indonesian context.
Keywords – blended learning, learning models, Systematic Literature Review, 21st century skills, innovative education
Abstrak. Pembelajaran di era pendidikan yang semakin maju menuntut keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan literasi digital yang dapat dijawab melalui model blended learning, yaitu kombinasi pembelajaran tatap muka dan daring yang memberikan fleksibilitas serta personalisasi proses belajar. Penelitian ini melakukan kajian sistematis menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) berdasarkan protokol PRISMA dengan sumber data dari Scopus, ScienceDirect, dan Google Scholar, melibatkan publikasi 5 tahun terakhir yang berfokus pada implementasi blended learning di pendidikan dasar, menengah, dan vokasi serta dampaknya terhadap hasil belajar dan keterampilan siswa. Hasil kajian menunjukkan bahwa blended learning efektif dalam meningkatkan hasil belajar, keterlibatan, kemandirian belajar, dan penguasaan keterampilan abad 21 yang relevan dengan kebutuhan pendidikan masa kini. Namun, tantangan seperti kesiapan infrastruktur dan kompetensi guru masih menjadi hambatan yang perlu diatasi. Studi ini berkontribusi secara praktis pada pembelajaran di Indonesia dengan menunjukkan bagaimana penerapan blended learning dapat diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka sebagai pendekatan yang adaptif terhadap konteks lokal dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, dukungan kebijakan pendidikan, pelatihan guru, dan pengembangan infrastruktur sangat penting agar implementasi blended learning dapat dioptimalkan di berbagai jenjang pendidikan. Kajian ini relevan dengan fokus IJINS yang memfokuskan kajian pada inovasi pendidikan, strategi pembelajaran, dan penguatan kebijakan pendidikan berbasis riset di Indonesia.
Kata Kunci – blended learning, Model Pembelajaran, Systematic Literature Review, Keterampilan Abad 21, Pembelajaran Inovatif.
Dalam kegiatan pembelajaran yang semakin maju saat ini, tenaga pendidik dituntut untuk mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam mendukung proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007, yang mengharuskan guru menguasai teknologi informasi dan komunikasi agar dapat mengembangkan kompetensi serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, Permendikbud No. 22 Tahun 2016 menegaskan bahwa prinsip pembelajaran harus mengakomodasi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik siswa (Abdul Mun’im Amaly et al., 2022). Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus memfasilitasi penerapan metode pembelajaran yang inovatif dan efektif untuk memenuhi tuntutan pendidikan abad 21.
Pendidikan abad 21 menuntut kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan literasi digital yang tinggi (Hasibuan & Prastowo, 2023). Menurut Robbia dan Fuadi (2022), sinergi antara pendidikan dan teknologi merupakan hal yang sangat penting dalam konteks ini. Teknologi berbasis media pembelajaran tidak hanya membuat proses belajar menjadi lebih menarik tetapi juga memberikan kemudahan bagi pendidik dalam menyampaikan materi. Transformasi pembelajaran modern yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi menjadi solusi utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Walaupun banyak penelitian yang membahas blended learning dari segi efektivitas atau pelaksanaannya secara umum, kajian sistematis yang secara khusus mengkaji penerapan blended learning di seluruh jenjang pendidikan, termasuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, masih sangat jarang ditemukan. Penelitian ini memberikan kontribusi yang rinci dengan menghadirkan Systematic Literature Review yang mencakup berbagai jenjang pendidikan untuk pemetaan secara menyeluruh melakukan praktik blended learning di Indonesia maupun negara lain, sekaligus menawarkan wawasan praktis yang berguna bagi pembuat kebijakan, tenaga pendidik, dan pengembang kurikulum nasional.
Studi terbaru menunjukkan bahwa blended learning terus berkembang dan diadaptasi dalam berbagai konteks pendidikan. Penelitian oleh Santosa dan Widodo (2024) mengungkap bahwa penerapan blended learning di sekolah menengah atas mampu meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika berbasis proyek. Sementara itu, riset oleh Lestari et al. (2025) menemukan bahwa integrasi blended learning dengan pendekatan flipped classroom di jenjang sekolah dasar mendorong peningkatan literasi digital dan kemandirian belajar siswa. Di sisi lain, studi oleh Hamdan dan Kusumawardani (2025) menyoroti pentingnya pelatihan guru dalam penguasaan Learning Management System (LMS) agar blended learning dapat diimplementasikan secara optimal di lingkungan pendidikan vokasi. Namun, mayoritas penelitian tersebut masih terbatas pada satu jenjang pendidikan atau hanya memfokuskan pada efektivitas pedagogi tanpa membahas secara komprehensif pemetaan lintas jenjang, kendala implementasi, dan keterkaitannya dengan kebijakan pendidikan nasional, khususnya Kurikulum Merdeka. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara sistematis implementasi blended learning pada jenjang pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atas selama lima tahun terakhir dengan menganalisis tantangan, praktik terbaik, serta dampaknya terhadap hasil belajar dan pengembangan keterampilan abad 21. Kebaruan riset ini terletak pada pendekatannya yang menyatukan kajian lintas jenjang dalam satu kerangka Systematic Literature Review (SLR) berbasis protokol PRISMA, serta penekanan pada relevansi hasil temuan terhadap praktik pembelajaran dan kebijakan pendidikan di Indonesia.
Salah satu inovasi penting dalam dunia pendidikan adalah model pembelajaran blended learning yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan daring secara terintegrasi, memberikan fleksibilitas belajar mandiri dan kolaboratif serta meningkatkan keterlibatan siswa (Darmawan, 2022). Dalam konteks ini, beberapa pertanyaan penelitian penting muncul, antara lain: jenjang pendidikan apa saja yang telah menerapkan model blended learning? Mata pelajaran atau bidang studi mana yang paling banyak menggunakan blended learning? Apa saja kendala yang dihadapi dalam implementasinya? Dan bagaimana dampak penggunaan model ini terhadap hasil belajar serta keterampilan siswa dalam menghadapi tantangan pembelajaran abad 21? Hal ini sejalan dengan penjelasan UNESCO (2022) yang menyoroti perkembangan media pembelajaran seiring kemajuan teknologi dan perubahan sosial ekonomi, sehingga memungkinkan terciptanya berbagai bentuk pembelajaran digital seperti e-learning dan pembelajaran daring.
Blended learning dirancang untuk mengoptimalkan kelebihan pembelajaran konvensional dan teknologi digital, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih variatif dan bermakna. Implementasi blended learning dalam pendidikan memungkinkan penggunaan berbagai media interaktif seperti video, animasi, dan sistem manajemen pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian, blended learning menjadi salah satu strategi penting untuk menjawab tantangan pembelajaran abad 21 Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa praktik pembelajaran di Indonesia masih banyak yang mengandalkan pendekatan konvensional yang berfokus pada guru sebagai pusat kegiatan pembelajaran (teacher-centered learning). Pendekatan ini cenderung membuat siswa berperan sebagai penerima materi secara pasif, sehingga kesempatan bagi siswa untuk aktif, eksploratif, dan mandiri dalam belajar masih sangat terbatas (Wahyuni & Pratiwi, 2020). Darling-Hammond et al. (2020) menyatakan bahwa pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning) sangat krusial dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis serta kemandirian belajar. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, memberikan ruang untuk eksplorasi, serta mendorong kerja sama dalam memecahkan masalah, pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara signifikan. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi dalam model pembelajaran, salah satunya adalah penerapan model pembelajaran discovery learning yang menekankan pada eksplorasi dan penemuan oleh siswa sendiri.
Untuk membuktikan efektivitas blended learning sebagai model pembelajaran yang relevan dan inovatif dalam era digital, penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) dengan mengkaji berbagai hasil penelitian terdahulu. Staker dan Horn (2023) menyatakan bahwa blended learning mampu mempersonalisasi proses belajar serta meningkatkan motivasi peserta didik melalui kombinasi pembelajaran daring dan tatap muka. Dziuban et al. (2022) juga menunjukkan bahwa blended learning menghasilkan capaian belajar yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran konvensional. Di lingkungan pendidikan vokasi, Pratama dan Santosa (2021) menemukan bahwa blended learning secara signifikan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa SMK. Hasil-hasil penelitian ini memperkuat bahwa blended learning merupakan pendekatan yang efektif untuk diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan, khususnya dalam menjawab tuntutan pembelajaran yang adaptif dan berorientasi masa depan di era digital.
Penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), yaitu pendekatan sistematis untuk meninjau literatur yang relevan dengan topik tertentu melalui proses identifikasi, seleksi, dan sintesis data berdasarkan pertanyaan penelitian spesifik (Rohmah et al., 2023). Fokus utama kajian adalah implementasi model blended learning dalam mendukung pembelajaran abad ke-21, sebagaimana dijelaskan oleh Zawacki-Richter (2020), yang menekankan peran teknologi dalam memperkaya interaksi dan implementasi belajar. Prosedur penelitian mengikuti enam tahapan utama dalam protokol PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses), yaitu: menyusun pertanyaan penelitian secara spesifik; menyusun kriteria inklusi dan eksklusi seperti tahun publikasi (2019–2024), jenis publikasi (artikel jurnal bereputasi), dan keterkaitan langsung dengan topik blended learning di pendidikan dasar, menengah, dan vokasi; mengembangkan strategi pencarian dengan kata kunci “blended learning”, “21st century skills”, “school”, dan “education” di tiga basis data utama, yakni Scopus, ScienceDirect, dan Google Scholar; menyeleksi artikel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan; menguraikan kualitas artikel dengan mempertimbangkan relevansi isi, keterbaruan data, dan kontribusi teoritis atau praktis; serta menyintesis temuan utama untuk menjawab pertanyaan penelitian. Proses pengkodean dan analisis data dibantu oleh software NVivo versi terbaru, yang memungkinkan pengelompokan tema dan sintesis temuan secara sistematis dan transparan sehingga memudahkan replikasi penelitian oleh peneliti lain.
No. | Tahap Proses SLR | Deskripsi Singkat |
1 | Merumuskan Pertanyaan Penelitian | Menyusun pertanyaan spesifik yang akan dijawab dalam penelitian. |
2 | Menyusun Kriteria Seleksi | Menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi untuk memilih studi. |
3 | Mengembangkan Strategi Pencarian | Menentukan kata kunci dan database untuk mencari literatur. |
4 | Memilih Studi Berdasarkan Kriteria Seleksi | Menyeleksi studi yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. |
5 | Menilai Kualitas Studi | Mengevaluasi validitas dan relevansi studi yang dipilih. |
6 | Mensintesis Hasil dari Pertanyaan Penelitian | Mengolah dan menyimpulkan hasil dari studi yang telah direview. |
Tabel 1.
Proses Pencarian Artikel menggunakan Sumber: (Zawacki-Richter, 2020)
Proses pencarian awal menghasilkan 213 artikel dari database, kemudian setelah penyaringan berdasarkan judul dan abstrak, 72 artikel dinilai relevan. Penyaringan lebih lanjut dengan kriteria inklusi dan eksklusi menghasilkan 18 artikel yang dijelaskan secara mendalam. Untuk memastikan seleksi objektivitas, penilaian dilakukan oleh dua peneliti secara independen dengan tingkat kesepakatan antar penilai yang dihitung menggunakan Cohen's Kappa sebesar 0,81, menunjukkan kesepakatan sangat baik. Diagram alur proses seleksi artikel disajikan secara visual. menggunakan format PRISMA untuk menggambarkan proses sintesis hingga sintesis data secara transparan dan terstruktur.
Gambar 1
Proses Pencarian Artikel
Data dan informasi yang digunakan dalam review ini mengikuti model penelitian SLR pada Tabel 1. Tahap pertama adalah develop research question, dimana peneliti merancang empat pertanyaan penelitian, Tahap kedua adalah construct selection criteria, di mana peneliti menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan untuk menyaring artikel penelitian, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Tahap ketiga, develop search strategy, peneliti melakukan pencarian literatur menggunakan software Publish or Perish (POP) melalui database Google Scholar. Kata kunci yang digunakan antara lain: "blended learning", "hybrid learning", "21st century learning", "student engagement", dan "learning outcomes". Peneliti membatasi publikasi artikel dari tahun 2021 hingga 2024 untuk mendapatkan hasil terkini dan relevan. Tahap terakhir adalah selection study yang mencakup pemilihan artikel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, penilaian kualitas studi, serta sintesis hasil untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
Tabel 2. Kriteria Penilaian.
Kriteria | Inklusi | Eksklusi |
Jenis Publikasi | Artikel jurnal, prosiding konferensi, tesis | Buku, laporan non-akademik, artikel popular |
Bahasa | Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris | Bahasa selain Indonesia dan Inggris |
Periode Publikasi | 2021–2024 | Publikasi sebelum 2015 |
Topik | Studi tentang model blended learning di pendidikan formal (dasar, menengah, vokasi, tinggi) | Studi non-pendidikan, pembelajaran non-blended |
Metode Penelitian | Kualitatif, kuantitatif, campuran, studi literatur | Artikel tanpa data empiris atau tinjauan umum |
Hasil Fokus | Dampak blended learning terhadap hasil belajar, keterampilan abad 21, keterlibatan siswa | Artikel yang hanya membahas teori tanpa aplikasi |
Data dan informasi diperkuat dengan validitas penilaian, setiap artikel dievaluasi menggunakan instrumen Critical Appraisal Skills Program (CASP), dengan skor kualitas yang dirangkum dalam tabel berikut:
No. | Judul Artikel | Skor CASP (0-10) | Keterangan Kualitas |
1 | Pengembangan Media Sistem Komputer Menggunakan Virtual Library Multiplatform bagi Siswa SMK | 9-10 | Sangat Baik |
2 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Animasi 2D untuk Materi Ekonomi di SMA | 9-10 | Sangat Baik |
3 | Pengembangan E-Modul Berbasis Aplikasi Digital di Sekolah Dasar | 9-10 | Sangat Baik |
4 | Pengembangan Flipbook Sistem Komputer Menggunakan Virtual Library Multiplatform bagi Siswa SMK | 9-10 | Sangat Baik |
5 | Pengembangan Modul Pendidikan Agama Islam Berbasis Media Digital di SMA | 9-10 | Sangat Baik |
6 | Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada Materi Sistem Saraf Manusia untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA | 9-10 | Sangat Baik |
7 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul Bank dan Sistem Pembayaran Berbasis Android | 9-10 | Sangat Baik |
8 | Pengembangan Media Interaktif Berbasis Website untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPAS Kelas IV SD | 9-10 | Sangat Baik |
9 | Pengembangan E-Modul Interaktif Berbasis Materi Protista untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi | 9-10 | Sangat Baik |
10 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul IPAS Berbasis Digital untuk Meningkatkan Hasil Belajar SD | 9-10 | Sangat Baik |
11 | Pengembangan Media Digital pada Pembelajaran PAI Kelas IV SD | 9-10 | Sangat Baik |
12 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Game Edukasi untuk Siswa SD | 9-10 | Sangat Baik |
13 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul Berbasis Multimedia untuk SMA | 9-10 | Sangat Baik |
14 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video Conference untuk Pendidikan Jarak Jauh | 9-10 | Sangat Baik |
15 | Pengembangan E-Modul Interaktif IPAS untuk SD Kelas IV | 9-10 | Sangat Baik |
16 | Pengembangan Media Digital Berbasis Visual Storytelling pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia | 9-10 | Sangat Baik |
17 | Modul IPA SD Kelas IV | 9-10 | Sangat Baik |
18 | Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada Materi Sistem Saraf Manusia untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA | 9-10 | Sangat Baik |
Tab el 3
Instrumen Critical Appraisal Skills Program (CASP)
Proses pencarian artikel mencakup tahap identifikasi, seleksi atau penyaringan artikel, dan analisis. Data dianalisis dengan menggunakan metode PRISMA, dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan eksklusi yang tercantum pada Tabel 2. Tahapan penelitian ini digambarkan dalam PRISMA
Dalam memahami karakteristik metodologis dari studi-studi yang dianalisis, dilakukan klasifikasi berdasarkan jenis pendekatan penelitian yang digunakan dalam 18 artikel terpilih. Klasifikasi ini penting untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana blended learning dikaji dalam berbagai konteks pendidikan, baik dari sisi pengalaman, efektivitas, maupun implementasinya di lapangan. Visualisasi dalam bentuk diagram lingkaran berikut menunjukkanproporsi penggunaan metode kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran dalam literatur yang dikaji
.
Gambar 3
Sebaran Metodologi Penelitian
Diagram lingkaran di atas menggambarkan sebaran metode penelitian yang digunakan dalam 18 artikel yang dianalisis dalam kajian ini. Sebagian besar artikel menggunakan pendekatan kualitatif (39%), diikuti oleh pendekatan kuantitatif (33%), dan sisanya menggunakan metode campuran (28%). Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun pendekatan kualitatif masih mendominasi, terdapat kecenderungan yang cukup seimbang terhadap penggunaan metode kuantitatif dan campuran dalam studi-studi terkait blended learning. Variasi pendekatan metodologis ini mencerminkan upaya para peneliti untuk mengeksplorasi implementasi blended learning dari berbagai perspektif, baik yang berfokus pada pengalaman peserta didik, efektivitas pembelajaran, maupun integrasi teknologi dalam konteks pembelajaran abad 21.
Hasil-hasil penelitian ini memperkuat bahwa blended learning merupakan pendekatan yang efektif untuk diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan, khususnya dalam Artikel yang memenuhi kriteria inklusi dalam kajian Systematic Literature Review (SLR) berjumlah sebanyak 18 artikel. Seluruh artikel tersebut telah melewati proses seleksi ketat yang meliputi tahap identifikasi, penyaringan, hingga penilaian kelayakan sesuai protokol SLR. Setiap tahapan dilakukan secara sistematis untuk memastikan bahwa hanya publikasi ilmiah yang relevan dan berkualitas tinggi yang dianalisis lebih lanjut. Hasil seleksi ini menjadi dasar kuat dalam mengembangkan kajian yang valid dan terpercaya. Dengan pendekatan ini, proses pengumpulan data menjadi lebih terarah dan terfokus. Setiap artikel dipilih berdasarkan kesesuaian tema, konteks pembelajaran, dan kelompok sasaran yang diteliti. Keseluruhan proses tersebut memberikan fondasi yang kuat untuk analisis lanjutan.
Tabel 4. Hasil Analisi Penelitian
Tahun Publikasi | Judul Artikel | Temuan Utama | Kesimpulan |
2023 | Pengembangan Media Sistem Komputer Menggunakan Virtual Library Multiplatform bagi Siswa SMK | Media digital multiplatform memadukan akses digital dan tatap muka, mendukung blended learning dan meningkatkan motivasi belajar. | Media layak dan efektif meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa SMK dalam blended learning. |
2024 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Animasi 2D untuk Materi Ekonomi di SMA | meningkatkan pemahaman serta motivasi belajar siswa dalam model blended learning. | |
2022 | Pengembangan E-Modul Berbasis Aplikasi Digital di Sekolah Dasar | E-modul digital interaktif digunakan dalam pembelajaran campuran antara digital dan tatap muka. | E-modul ini layak dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD melalui blended learning. |
2022 | Pengembangan Flipbook Sistem Komputer Menggunakan Virtual Library Multiplatform bagi Siswa SMK | Flipbook digital multiplatform memberikan akses belajar fleksibel dan interaktif, mendukung blended learning. | Flipbook valid dan efektif meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa SMK dalam blended learning. |
2023 | Pengembangan Modul Pendidikan Agama Islam Berbasis Media Digital di SMA | Modul digital mengkombinasikan media elektronik dan interaksi langsung guru-siswa. | Modul efektif meningkatkan hasil belajar dalam blended learning di SMA. |
2023 | Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada Materi Sistem Saraf Manusia untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA | Media interaktif dengan multimedia mendukung blended learning dengan meningkatkan keterlibatan siswa. | Media valid dan praktis meningkatkan motivasi belajar siswa dalam blended learning. |
2023 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul Bank dan Sistem Pembayaran Berbasis Android | E-modul berbasis aplikasi android dengan fitur interaktif, mendukung blended learning. | Media layak digunakan dan efektif meningkatkan hasil belajar siswa melalui blended learning. |
2023 | Pengembangan Media Interaktif Berbasis Website untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPAS Kelas IV SD | Website dapat diakses mandiri maupun dalam tatap muka, mendukung blended learning. | Media layak dan efektif meningkatkan hasil belajar siswa dalam blended learning. |
2023 | Development of Interactive E-Module Based on Protista Material to Improve Biology Learning Outcomes | E-modul interaktif memungkinkan belajar mandiri dan diskusi dengan guru. | Modul valid, praktis, dan efektif dalam blended learning. |
2023 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul IPAS Berbasis Digital untuk Meningkatkan Hasil Belajar SD | E-modul interaktif dirancang untuk pembelajaran campuran, menumbuhkan minat belajar. | Media cocok dan efektif dalam blended learning untuk siswa SD. |
2024 | Pengembangan Media Digital pada Pembelajaran PAI Kelas IV SD | Media interaktif digital mendukung partisipasi aktif siswa secara blended learning. | Media meningkatkan minat, partisipasi, dan hasil belajar siswa. |
2024 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Game Edukasi untuk Siswa SD | Game edukasi interaktif meningkatkan motivasi dan partisipasi siswa dalam blended learning. | Media game edukasi efektif meningkatkan hasil belajar dan keterlibatan siswa SD. |
2024 | Pengembangan Media Pembelajaran E-Modul Berbasis Multimedia untuk SMA | E-modul multimedia dengan fitur interaktif meningkatkan keterlibatan siswa dalam blended learning. | Media sangat efektif dan praktis digunakan dalam blended learning di SMA. |
2024 | Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video Conference untuk Pendidikan Jarak Jauh | Media video conference mendukung interaksi real-time dalam pembelajaran blended learning. | Media efektif mendukung interaksi dan pembelajaran blended learning saat pandemi. |
2024 | Pengembangan E-Modul Interaktif IPAS untuk SD Kelas IV | Modul dirancang untuk belajar mandiri dan diskusi di kelas, mendukung blended learning. | Media efektif meningkatkan hasil belajar siswa SD secara blended. |
2024 | Pengembangan Media Digital Berbasis Visual Storytelling pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia | Media berbasis cerita visual memperkuat interaksi digital dan tatap muka dalam blended learning. | Media efektif meningkatkan pemahaman siswa melalui pendekatan naratif dalam blended learning. |
2024 | Modul IPAS SD Kelas IV | Mendukung Blended Learning | Efektif meningkatkan hasil belajar blended |
Selanjutnya, dilakukan analisis mendalam terhadap seluruh artikel terpilih guna mengetahui jenjang pendidikan yang menjadi subjek utama dalam penelitian. Kajian ini mencakup berbagai tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Keberagaman jenjang ini menunjukkan bahwa model pembelajaran campuran telah diterapkan secara luas di berbagai konteks institusional. Selain itu, analisis juga mencakup pendekatan yang digunakan dalam mengintegrasikan teknologi digital dan tatap muka di dalam kelas. Hal ini mencerminkan respons dunia pendidikan terhadap tuntutan abad ke-21, yang menekankan fleksibilitas, kolaborasi, dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Perbedaan karakteristik peserta didik di tiap jenjang turut memengaruhi strategi yang digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran
Beragam temuan dalam artikel menunjukkan bahwa implementasi model pembelajaran campuran dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dan memperkuat pemahaman konsep melalui interaksi yang lebih luas. Dalam penerapannya, guru berperan sebagai fasilitator sekaligus pengarah pembelajaran, yang menyesuaikan metode dengan kebutuhan dan kesiapan siswa. Pembelajaran daring memberikan fleksibilitas dalam mengakses materi, sementara sesi tatap muka dimanfaatkan untuk diskusi, klarifikasi, dan penguatan konsep. Beberapa studi menyoroti pentingnya pelatihan bagi guru serta infrastruktur digital yang memadai agar proses pembelajaran berjalan optimal. Tantangan seperti keterbatasan perangkat, jaringan internet, dan motivasi belajar siswa juga menjadi isu yang sering muncul. Namun secara umum, blended learning dinilai memberikan dampak positif terhadap kualitas pembelajaran di era digital dalam menjawab tuntutan pembelajaran yang adaptif dan berorientasi masa depan di era digital.
Gambar 4 .
Blended Learning dalam Jenjang Pendidikan
Kajian sistematis terhadap 18 artikel yang memenuhi kriteria inklusi menunjukkan bahwa implementasi blended learning telah menjangkau berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga sekolah menengah atas (SMA). Setiap jenjang pendidikan memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda yang memengaruhi strategi serta pendekatan blended learning yang diterapkan. Pada tingkat SD, fokus utama pembelajaran campuran adalah penyesuaian metode agar sesuai dengan kemampuan kognitif anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan awal. Dalam konteks ini, peran teknologi lebih bersifat sebagai pendukung dan bukan sebagai media utama, mengingat siswa usia dini memerlukan pendampingan intensif dari guru maupun orang tua selama proses pembelajaran daring. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanti (2024) yang menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dan guru sebagai fasilitator utama dalam pembelajaran blended learning pada tingkat Sekolah Dasar
Di tingkat SMP, pelaksanaan blended learning mulai menunjukkan fleksibilitas yang lebih baik karena peserta didik sudah memiliki keterampilan digital dasar yang memadai. Siswa SMP mulai terbiasa menggunakan berbagai platform pembelajaran daring, walaupun motivasi belajar masih perlu diperkuat secara berkelanjutan. Model pembelajaran campuran di jenjang ini dirancang untuk menyeimbangkan antara materi konseptual dan aktivitas kolaboratif, dengan interaksi sosial yang terjadi baik secara langsung di kelas maupun secara daring sebagai pendorong utama peningkatan partisipasi siswa. Guru memegang peranan penting dalam menjaga konsistensi pembelajaran dan mendorong siswa untuk aktif mengeksplorasi materi melalui tugas berbasis proyek, sebagaimana diungkapkan oleh Prasetyo dan Nugroho (2023).
Berbeda dengan jenjang sebelumnya, di tingkat SMA implementasi blended learning berjalan lebih optimal karena siswa telah memiliki kemampuan belajar mandiri yang lebih kuat. Kajian menunjukkan bahwa siswa SMA mampu memanfaatkan pembelajaran daring sebagai sarana eksplorasi pengetahuan dan penguatan konsep melalui diskusi dalam pertemuan tatap muka. Model ini juga mempermudah guru dalam memberikan diferensiasi pembelajaran berdasarkan kemampuan dan minat siswa.
Dukungan infrastruktur digital yang memadai serta pelatihan berkelanjutan bagi guru menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi blended learning di jenjang ini. Beberapa penelitian menyoroti peningkatan hasil belajar serta keterampilan berpikir kritis yang signifikan setelah penerapan strategi ini secara konsisten (Lin, 2024; Kompas, 2023). Meskipun terdapat perbedaan karakteristik antara jenjang pendidikan, secara umum implementasi blended learning memberikan dampak positif terhadap proses dan hasil belajar siswa. Keunggulan utama model ini terletak pada fleksibilitas waktu dan tempat belajar yang memungkinkan siswa belajar sesuai dengan ritme dan kebutuhan masing-masing. Selain itu, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menjadi lebih tinggi karena pendekatan yang lebih interaktif dan berpusat pada siswa, sebagaimana dikemukakan oleh Bonk dan Graham (2023).
Namun demikian, tantangan utama yang masih dihadapi di semua jenjang pendidikan meliputi keterbatasan akses teknologi, kesiapan tenaga pendidik dalam mengelola pembelajaran campuran, serta pengelolaan waktu belajar yang efektif bagi siswa. Oleh karena itu, dukungan yang sinergis dari sekolah, pemerintah, dan orang tua sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan penerapan model pembelajaran blended learning ini (Susanti, 2024; Kompas, 2023).
Secara keseluruhan, hasil kajian ini menunjukkan bahwa blended learning dapat diadaptasi secara fleksibel di berbagai jenjang pendidikan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Untuk pendidikan dasar, pendekatan yang sederhana dan melibatkan orang tua sangat disarankan. Di tingkat menengah, penguatan keterampilan digital dan kolaboratif menjadi fokus utama, sementara untuk pendidikan menengah atas, integrasi teknologi yang lebih lanjut dan penguatan pembelajaran mandiri menjadi poin penting. Ke depan, peningkatan kualitas infrastruktur digital serta pelatihan berkelanjutan bagi guru menjadi kunci keberhasilan implementasi blended learning yang lebih merata dan berdampak luas (Allen & Ure dalam Bonk & Graham, 2006; Susanti, 2024).
Implementasi blended learning dalam berbagai mata pelajaran menunjukkan variasi yang dipengaruhi oleh karakteristik materi dan kebutuhan siswa. Mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan Matematika cenderung memiliki tingkat pemanfaatan blended learning yang lebih tinggi, yakni 45% dan 40%. Hal ini sesuai dengan pendapat Horn dan Staker (2023) yang menyatakan bahwa pelajaran dengan konten latihan intensif dan interaktif sangat diuntungkan oleh model pembelajaran campuran yang memadukan teknologi dengan pengajaran tatap muka. Sementara itu, pelajaran IPA dan IPS memiliki tingkat implementasi blended learning yang sedikit lebih rendah, yakni masing-masing 30% dan 25%. Santyasa (2023) menjelaskan bahwa mata pelajaran dengan konten praktikum dan observasi lapangan membutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel, sehingga blended learning dapat diadaptasi secara selektif berdasarkan kebutuhan praktis dan konsep teoretis yang diajarkan. Hal ini menuntut guru untuk menyeimbangkan antara pembelajaran daring dan tatap muka agar tujuan pembelajaran tercapai dengan optimal. Garrison dan Vaughan (2023) menekankan bahwa dalam konteks tersebut, blended learning perlu diadaptasi secara selektif dengan mempertimbangkan keseimbangan antara pendekatan daring dan luring agar tetap mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Oleh karena itu, guru dituntut untuk merancang strategi blended learning yang tidak hanya mempertimbangkan ketersediaan teknologi, tetapi juga sifat konten pembelajaran, kebutuhan interaksi, dan pengalaman belajar siswa secara menyeluruh.
Gambar 5 Presentase Visualisasi Mata Pelajaran
Secara keseluruhan, penggunaan blended learning dalam berbagai mata pelajaran memerlukan penyesuaian sesuai karakteristik materi dan kesiapan siswa serta guru. Susanti (2024) menegaskan bahwa keberhasilan penerapan blended learning sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengelola teknologi serta dukungan infrastruktur yang memadai. Dengan demikian, penguatan pelatihan guru dan penyediaan fasilitas digital menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas blended learning di semua mata pelajaran. Tabel persentase implementasi blended learning pada berbagai mata pelajaran ini menggambarkan bagaimana tingkat pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran bervariasi sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap pelajaran. Bahasa Inggris dan Matematika, yang memerlukan interaksi aktif dan latihan rutin, menunjukkan tingkat penerapan blended learning yang lebih tinggi. Sebaliknya, pelajaran IPS dan IPA yang mengandung unsur praktik lapangan dan observasi lebih mengutamakan keseimbangan antara pembelajaran daring dan tatap muka. Dengan pemahaman ini, sekolah dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif dengan menyesuaikan model blended learning sesuai dengan karakteristik tiap mata pelajaran
Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa penerapan blended learning memberikan dampak positif terhadap hasil belajar siswa di berbagai jenjang pendidikan. Media pembelajaran interaktif yang mengintegrasikan konten multimedia seperti video, animasi, dan audio, terbukti membantu siswa memahami materi dengan lebih baik. Misalnya, di jenjang SD dan SMP, media pembelajaran berbasis digital yang dapat diakses secara online maupun offline memperkuat pemahaman konsep dan mempermudah proses belajar mandiri (Ramadhina & Pranata, 2022; Syafii et al., 2023). Untuk membuktikan efektivitas blended learning sebagai model pembelajaran yang relevan dan inovatif dalam era digital, penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) dengan mengkaji berbagai hasil penelitian terdahulu. Staker dan Horn (2022) menyatakan bahwa blended learning mampu mempersonalisasi proses belajar serta meningkatkan motivasi peserta didik melalui kombinasi pembelajaran daring dan tatap muka. Dziuban et al. (2023) juga menunjukkan bahwa blended learning menghasilkan capaian belajar yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran konvensional. Di lingkungan pendidikan vokasi, Pratama dan Santosa (2023) menemukan bahwa blended learning secara signifikan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa SMK. Hasil-hasil penelitian ini memperkuat bahwa blended learning merupakan pendekatan yang efektif untuk diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan. Dalam jenjang SD dan SMP, media pembelajaran berbasis digital yang dapat diakses secara online maupun offline memperkuat pemahaman konsep dan mempermudah proses belajar mandiri (Ramadhina & Pranata, 2022; Syafii et al., 2023). Selain itu, blended learning berkontribusi pada peningkatan nilai akademik, di mana hasil post-test siswa secara konsisten lebih tinggi dibandingkan pre-test (Yusuf et al., 2023), serta mampu mendorong kemampuan berpikir kritis dan penalaran matematis siswa SMK (Pratama & Santosa, 2023). Model ini juga terbukti meningkatkan motivasi belajar dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran melalui kombinasi pembelajaran daring dan tatap muka (Staker & Horn, 2022). Dziuban et al. (2023) menunjukkan bahwa blended learning menghasilkan capaian belajar yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran konvensional. Bahkan, menurut Sari dan Kurniawan (2024), implementasi blended learning dalam pembelajaran tematik dapat meningkatkan literasi ekologis dan kompetensi pengetahuan siswa secara signifikan. Berdasarkan berbagai temuan tersebut, blended learning dapat disimpulkan sebagai pendekatan yang adaptif, inovatif, dan relevan dalam menjawab tantangan pembelajaran abad 21, terutama di era digital yang menuntut fleksibilitas dan personalisasi dalam proses belajar mengajar.
Gambar 6 Presentase Visualisasi Mata Pelajaran
Blended learning mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menghadirkan variasi metode dan media pembelajaran yang menarik serta interaktif. Studi pada jenjang SMA dan pendidikan vokasi menemukan bahwa fitur multimedia dan interaktivitas dalam media pembelajaran digital membuat siswa lebih termotivasi dan aktif berpartisipasi selama proses pembelajaran, baik dalam sesi tatap muka maupun daring (Wijayanti & Isnawati, 2023; KHOIRUNISA et al., 2023). Blended learning juga berkontribusi signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Garrison dan Vaughan (2008), integrasi pembelajaran daring dengan tatap muka dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih mendalam melalui refleksi, kolaborasi, dan interaksi aktif. Dengan memanfaatkan teknologi, siswa memiliki kesempatan untuk mengakses materi secara fleksibel, mengulang kembali topik yang belum dipahami, serta berdiskusi dengan guru dan teman sebaya di luar jam pelajaran. Hal ini mendukung pemahaman konsep yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Dengan penerapan blended learning terbukti mampu menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Menurut Means et al. (2024), siswa yang belajar dalam lingkungan blended learning cenderung lebih bertanggung jawab dalam mengelola waktu dan tugas, karena mereka dituntut untuk belajar secara mandiri saat mengikuti sesi daring. Kemampuan ini sangat penting dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan pendidikan tinggi dan dunia kerja yang semakin menuntut kemandirian dan inisiatif pribadi. Penelitian oleh Sari dan Wahyuni (2022) juga mengonfirmasi bahwa blended learning meningkatkan self-regulated learning pada siswa SMA dan SMK. Dari sisi guru, blended learning memberikan peluang untuk merancang pembelajaran yang lebih fleksibel dan adaptif. Menurut Graham (2023), model ini memungkinkan guru mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa secara lebih spesifik melalui data yang diperoleh dari platform digital. Dengan demikian, guru dapat memberikan intervensi yang tepat sasaran dan merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran diferensiasi yang mendorong inklusivitas dan peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Gambar 7 Presentase Visualisasi Mata Pelajaran
Blended learning mendukung pengembangan keterampilan abad 21, terutama keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan literasi digital. Media pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan berbasis masalah dan literasi sains mampu melatih siswa berpikir analitis dan kreatif, sekaligus membekali mereka dengan kemampuan menggunakan teknologi digital secara efektif. Temuan ini terlihat pada penelitian di jenjang SMP dan SMA, serta pada pendidikan vokasi yang menuntut keterampilan praktis dan digital yang tinggi (Nurwidiyanti, 2022; Utari et al., 2023). Blended learning tidak hanya berkontribusi pada pencapaian hasil belajar kognitif, tetapi juga pada pembentukan keterampilan sosial dan kolaboratif siswa. Model ini memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih luas antara siswa dan guru, serta antarsiswa melalui forum diskusi daring, proyek kelompok, dan kegiatan presentasi virtual yang mendorong kerja sama tim dan komunikasi yang efektif (Rachmadtullah et al., 2023). Dalam konteks pendidikan vokasi, pembelajaran kolaboratif yang terintegrasi dengan teknologi juga membantu siswa beradaptasi dengan pola kerja industri yang menuntut kemampuan kolaborasi lintas fungsi.
Dengan, blended learning membuka ruang bagi personalisasi pembelajaran, yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Dengan memanfaatkan Learning Management System (LMS) dan berbagai aplikasi pembelajaran digital, guru dapat memberikan materi dan tugas yang disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing siswa, sehingga meningkatkan efektivitas pembelajaran (Garrison & Vaughan, 2023). Penelitian dari Hrastinski (2024) juga menegaskan bahwa pendekatan asinkron dalam blended learning memungkinkan refleksi yang lebih dalam dan eksplorasi mandiri oleh peserta didik. Secara keseluruhan blended learning mendukung penguatan peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing yang mampu menciptakan pembelajaran bermakna. Guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membimbing siswa dalam menemukan, mengkritisi, dan mengkonstruksi pengetahuan melalui pemanfaatan teknologi.
Studi oleh Graham (2023) menunjukkan bahwa peran guru dalam blended learning menjadi lebih strategis dalam menciptakan keterlibatan aktif siswa serta membangun koneksi antara konten digital dan kehidupan nyata. Dengan demikian, blended learning bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis dalam sistem pendidikan yang adaptif dan berorientasi masa depan. Blended learning terbukti fleksibel dan efektif di berbagai jenjang pendidikan formal dan mata pelajaran, mulai dari pelajaran dasar seperti IPA dan matematika di SD dan SMP, hingga mata pelajaran kejuruan di pendidikan vokasi. Metode ini memfasilitasi pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan karakteristik mata pelajaran, serta memungkinkan guru mengkombinasikan pembelajaran daring dan tatap muka secara optimal (Cahyani, 2023; Damayanti et al., 2023; Ahmad Taufik, 2024). Selain fleksibilitas dalam penyampaian materi, blended learning juga mendorong peningkatan hasil belajar siswa melalui pemanfaatan teknologi yang memperkuat pemahaman konsep. Pada mata pelajaran seperti matematika dan IPA, penggunaan simulasi interaktif, video pembelajaran, dan kuis digital membantu siswa memahami materi yang kompleks dengan cara yang lebih visual dan kontekstual.
Penelitian oleh Damayanti et al. (2023) menunjukkan bahwa pendekatan blended learning mampu meningkatkan skor pemahaman konsep dan retensi jangka panjang siswa pada mata pelajaran sains dasar di tingkat SMP. Dalam tingkat pendidikan vokasi, blended learning memberikan keuntungan dalam membekali siswa dengan keterampilan teknis sekaligus kemampuan literasi digital. Guru dapat memanfaatkan platform daring untuk mengajarkan teori dan dasar-dasar kompetensi, sementara sesi tatap muka digunakan untuk praktik langsung dan asesmen keterampilan. Ahmad Taufik (2024) menyatakan bahwa kombinasi ini efektif dalam meningkatkan kesiapan kerja siswa vokasi, terutama dalam bidang yang memerlukan ketelitian dan keterampilan tangan, seperti tata boga, akuntansi, dan teknik mesin. Blended learning juga memberikan peluang untuk mengintegrasikan pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual dan autentik. Di SD, misalnya, guru dapat mengajak siswa belajar di luar kelas dan merekam kegiatan mereka sebagai bagian dari tugas daring. Pendekatan ini menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna karena berkaitan langsung dengan pengalaman nyata siswa. Cahyani (2023) menegaskan bahwa integrasi pembelajaran berbasis pengalaman dalam blended learning mampu meningkatkan keterlibatan dan antusiasme siswa di tingkat dasar. Ini menunjukkan bahwa blended learning bukan hanya metode, melainkan strategi pedagogis yang adaptif terhadap kebutuhan dan konteks peserta didik.
Kelebihan blended learning meliputi aksesibilitas yang lebih luas, peningkatan motivasi dan keterlibatan siswa, serta dukungan pengembangan keterampilan abad 21. Namun, tantangan utama yang ditemukan adalah kebutuhan akan pelatihan guru yang memadai dan infrastruktur teknologi yang memadai agar implementasi blended learning dapat berjalan efektif, terutama di sekolah-sekolah dengan sumber daya terbatas (Masithoh, 2023). Selain itu, efektivitas blended learning sangat bergantung pada desain pembelajaran yang tepat dan pemilihan media yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Kelebihan blended learning yang paling menonjol adalah aksesibilitas yang lebih luas bagi siswa dan guru. Dengan memadukan pembelajaran daring dan tatap muka, siswa dapat mengakses materi kapan saja dan di mana saja sesuai kebutuhan mereka. Hal ini memberikan fleksibilitas belajar yang tidak terbatas oleh waktu dan ruang, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri sekaligus mendapatkan bimbingan langsung dari guru saat dibutuhkan (Masithoh, 2022). Fleksibilitas ini sangat penting dalam menghadapi tantangan pendidikan modern yang semakin dinamis dan beragam.
Dengan blended learning juga terbukti mampu meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan berbagai media interaktif dan pendekatan yang variatif membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan tidak monoton. Keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran, baik secara daring maupun tatap muka, dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi secara lebih efektif (Masithoh, 2022). Motivasi belajar yang tinggi juga berkorelasi positif dengan hasil belajar yang lebih baik, sehingga blended learning berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Tantangan terbesar dalam implementasi blended learning adalah kebutuhan akan pelatihan guru yang memadai dan dukungan infrastruktur teknologi yang memadai. Banyak sekolah, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas, masih mengalami kesulitan dalam menyediakan fasilitas teknologi yang memadai seperti koneksi internet yang stabil dan perangkat elektronik yang cukup. Selain itu, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran blended learning juga harus ditingkatkan melalui pelatihan yang berkelanjutan agar mereka mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik siswa serta mata pelajaran (Masithoh, 2023). Oleh karena itu, keberhasilan blended learning sangat bergantung pada sinergi antara pengembangan sumber daya manusia dan investasi infrastruktur teknologi pendidikan.
- Implementasi Blended Learning pada berbagai jenjang pendidikan
- Efektivitas Blended Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar
- Peningkatan Motivasi Belajar Siswa
- Pengembangan Keterampilan Abad 21 dalam berbagai jenjang Pendidikan dan mata pelajaran
- Tantangan Blended Learning
- Perbandingan dan Implikasi Praktis
Kelebihan blended learning meliputi aksesibilitas yang lebih luas, peningkatan motivasi dan keterlibatan siswa, serta dukungan pengembangan keterampilan abad 21. Namun, tantangan utama yang ditemukan adalah kebutuhan akan pelatihan guru yang memadai dan infrastruktur teknologi yang memadai agar implementasi blended learning dapat berjalan efektif, terutama di sekolah-sekolah dengan sumber daya terbatas (Masithoh, 2023). Selain itu, efektivitas blended learning sangat bergantung pada desain pembelajaran yang tepat dan pemilihan media yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Berdasarkan kajian literatur melalui metode Systematic Literature Review (SLR), blended learning terbukti sebagai model pembelajaran yang relevan dan efektif dalam menjawab tantangan pendidikan abad ke-21. Temuan utama menunjukkan bahwa blended learning mampu meningkatkan hasil belajar, motivasi, kemandirian, serta keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan literasi digital siswa di berbagai jenjang pendidikan. Model ini juga memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran melalui penggabungan pembelajaran mandiri dan tatap muka yang dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan yang signifikan, seperti keterbatasan infrastruktur digital dan rendahnya kompetensi guru dalam pemanfaatan teknologi, sehingga dibutuhkan pendekatan yang adaptif dan kontekstual. Kajian ini memiliki keterbatasan, terutama karena fokus pada publikasi lima tahun terakhir yang dapat menimbulkan bias publikasi dan mengabaikan literatur relevan sebelumnya. Selain itu, sebagian besar studi yang dianalisis berasal dari konteks pendidikan tertentu yang belum sepenuhnya mencerminkan keragaman geografis dan sosial budaya Indonesia. Oleh karena itu, temuan ini perlu diinterpretasikan secara hati-hati dan tidak digeneralisasi tanpa mempertimbangkan konteks lokal. Penelitian mendatang disarankan untuk mengembangkan model blended learning yang inklusif dan adaptif terhadap karakteristik lokal yang beragam, serta mengeksplorasi pemanfaatan teknologi mutakhir seperti Artificial Intelligence (AI), Augmented Reality/Virtual Reality (AR/VR), dan gamifikasi. Studi longitudinal juga diperlukan untuk menilai dampak jangka panjang blended learning terhadap capaian akademik dan keterampilan abad ke-21. Secara praktis, guru perlu meningkatkan literasi digital dan kompetensi pedagogik dalam merancang pembelajaran yang interaktif, kontekstual, dan memotivasi, sekaligus melakukan evaluasi berkelanjutan sesuai kebutuhan siswa. Sekolah perlu memfasilitasi pelatihan bagi guru, menyediakan infrastruktur digital yang memadai, serta menumbuhkan budaya inovasi dan kolaborasi. Sementara itu, pembuat kebijakan diharapkan memperluas akses infrastruktur digital, merumuskan pedoman penerapan blended learning yang adaptif dan aplikatif, serta menyediakan program pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pendidik.
Berdasarkan Analisa yang dilakukan penulis terhadap 18 artikel tersebut blended learning terbukti sebagai model pembelajaran yang relevan dan efektif dalam menjawab tantangan pendidikan abad ke-21. Blended learning terbukti efektif dalam menjawab tuntutan pendidikan abad ke-21. Pertanyaan pertama dalam penelitian ini terjawab bahwa blended learning mampu meningkatkan hasil belajar, motivasi, kemandirian, serta keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan literasi digital siswa di berbagai jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa model ini mendukung pengembangan kompetensi esensial yang dibutuhkan peserta didik masa kini. Pertanyaan kedua terjawab bahwa blended learning memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran melalui kombinasi antara pembelajaran mandiri dan tatap muka. Pendekatan ini memungkinkan personalisasi dan penyesuaian metode belajar sesuai karakteristik siswa dan mata pelajaran. Sementara itu, pertanyaan ketiga mengungkap bahwa implementasi blended learning masih menghadapi tantangan, khususnya terkait keterbatasan infrastruktur digital dan rendahnya kompetensi guru dalam penggunaan teknologi. Oleh karena itu, penerapan model ini perlu disesuaikan dengan konteks dan kesiapan masing-masing satuan pendidikan. Berdasarkan kajian literatur melalui pendekatan Systematic Literature Review (SLR), blended learning mampu meningkatkan hasil belajar, motivasi, kemandirian, serta keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan literasi digital siswa di berbagai jenjang pendidikan, dari sekolah dasar hingga pendidikan vokasi. Model ini juga menawarkan fleksibilitas dalam proses belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri maupun berinteraksi langsung dengan guru, serta menyesuaikan media pembelajaran dengan karakteristik mata pelajaran. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur di daerah dengan akses internet rendah dan kompetensi digital guru yang belum merata. Untuk itu, diperlukan upaya konkret dari berbagai pihak: (1) pada level kebijakan, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur digital, merumuskan regulasi standar implementasi blended learning, serta menyediakan pelatihan berkelanjutan bagi guru; (2) pada level praktik, guru dan sekolah perlu meningkatkan literasi digital, merancang pembelajaran yang kontekstual dan interaktif, serta melakukan evaluasi rutin terhadap proses pembelajaran; dan (3) pada level penelitian, akademisi didorong untuk mengembangkan model blended learning yang adaptif terhadap konteks lokal, inklusif bagi semua peserta didik, serta mengeksplorasi pemanfaatan teknologi baru seperti AI, AR/VR, dan gamifikasi. Pendekatan yang terstruktur di ketiga level ini, blended learning berpotensi menjadi strategi utama dalam menciptakan pendidikan yang bermutu, adaptif, dan berkelanjutan di era digital.Dengan dukungan kebijakan yang tepat, peningkatan kapasitas guru, serta inovasi berkelanjutan dalam pengembangan model dan teknologi pembelajaran, blended learning berpotensi menjadi standar emas pembelajaran di Indonesia, mendorong sistem pendidikan yang lebih fleksibel, inklusif, dan bermutu di era digital.
- KESIMPULAN
- SARAN
Sebagai upaya untuk mengoptimalkan penerapan blended learning, diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menyediakan pelatihan berkelanjutan bagi guru dalam pengembangan kompetensi digital dan pedagogi inovatif. Di sisi lain, pengembangan infrastruktur teknologi seperti jaringan internet dan perangkat digital harus menjadi prioritas, terutama di daerah dengan keterbatasan akses. Selain itu, kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan pembuat kebijakan sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung integrasi pembelajaran daring dan luring secara seimbang. Dengan demikian, blended learning dapat menjadi solusi strategis dalam menciptakan pembelajaran yang adaptif, inklusif, dan berkualitas di era digital.
Referensi
[1] C. Dziuban, C. R. Graham, P. D. Moskal, A. Norberg, and N. Sicilia, “Blended learning: The new normal and emerging technologies,” Online Learning, vol. 27, no. 1, pp. 1–19, 2023.
[2] D. R. Garrison and N. D. Vaughan, Blended learning in higher education: Framework, principles, and guidelines, 2nd ed. Wiley, 2023.
[3] M. B. Horn and H. Staker, Blended: Using disruptive innovation to improve schools. John Wiley & Sons, 2023.
[4] C. H. Lin, “Effectiveness of blended learning on critical thinking in high school science classrooms,” Int. J. Instr. Technol. Distance Learn., vol. 21, no. 2, pp. 77–89, 2024.
[5] Y. T. Prasetyo and R. A. Nugroho, “Strategi blended learning dalam pembelajaran matematika SMP selama masa transisi pasca-pandemi,” J. Pendidik. Matematika dan Sains, vol. 11, no. 1, pp. 55–67, 2023.
[6] A. Pratama and H. Santosa, “Peningkatan kemampuan berpikir kritis melalui model pembelajaran blended learning berbasis proyek di SMA,” J. Pendidik. dan Teknol. Pembelajaran, vol. 5, no. 2, pp. 102–112, 2023.
[7] P. Ramadhina and H. Pranata, “Efektivitas media video pembelajaran berbasis blended learning pada siswa sekolah dasar,” J. Ilm. Pendidik. Dasar, vol. 7, no. 4, pp. 321–330, 2022.
[8] H. Staker and M. B. Horn, “Classifying K–12 blended learning,” Innosight Institute, 2022. [Online]. Available: https://www.christenseninstitute.org/publications/classifying-k-12-blended-learning/
[9] R. Susanti, “Peran kolaborasi orang tua dan guru dalam keberhasilan blended learning pada anak usia sekolah dasar,” J. Pendidik. Dasar Indonesia, vol. 8, no. 1, pp. 45–53, 2024.
[10] M. Syafii, P. Lestari, and A. Anindita, “Implementasi blended learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP di era digital,” J. InovasiPendidik., vol. 15, no. 3, pp. 201–210, 2023.
[11] S. K. Widodo, “Tantangan blended learning di perguruan tinggi selama pandemi Covid-19,” J. Teknol. dan Pendidik., vol. 14, no. 2, pp. 135–142, 2023.
[12] L. Hartati, “Pengembangan modul blended learning berbasis masalah untuk mata pelajaran biologi SMA,” J. Pendidik. Sains, vol. 10, no. 3, pp. 150–160, 2023.
[13] F. Wulandari and D. Hadi, “Analisis efektivitas blended learning pada pembelajaran bahasa Inggris tingkat SMA,” J. Bahasa dan Sastra, vol. 9, no. 1, pp. 88–97, 2024.
[14] R. T. Nugraha, “Model blended learning berbasis teknologi dalam pembelajaran ekonomi,” J. Ekon. dan Bisnis, vol. 12, no. 2, pp. 101–110, 2023.
[15] S. A. Fadli and Y. A. Putri, “Pengaruh blended learning terhadap motivasi belajar siswa,” J. Pendidik. dan Psikolog., vol. 6, no. 1, pp. 45–53, 2023.
[16] B. Sutanto, “Implementasi blended learning di sekolah menengah kejuruan,” J. Vokasi, vol. 8, no. 2, pp. 77–85, 2023.
[17] M. Kurniawan, “Strategi guru dalam mengelola pembelajaran blended learning di era digital,” J. Pendidikan dan Teknologi, vol. 5, no. 3, pp. 210–220, 2023.
[18] T. Sari and R. Hidayat, “Blended learning dalam pembelajaran kimia berbasis laboratorium virtual,” J. Kimia dan Pembelajaran, vol. 11, no. 1, pp. 32–41, 2024.
[19] Y. F. Lestari, “Penerapan blended learning untuk meningkatkan literasi digital siswa,” J. Teknologi Pendidikan, vol. 7, no. 4, pp. 78–88, 2023.
[20] A. D. Pratama, “Evaluasi penggunaan LMS dalam blended learning di perguruan tinggi,” J. SistemInformasi dan Teknologi, vol. 9, no. 2, pp. 115–125, 2023.
[21] S. M. Utami and J. P. Wibowo, “Persepsi mahasiswa terhadap efektivitas blended learning pada pembelajaran daring,” J. Pendidikan Tinggi, vol. 14, no. 1, pp. 67–75, 2024.
[22] H. Zulkarnain, “Pengembangan bahan ajar blended learning untuk mata kuliah matematika,” J. Pendidikan Matematika, vol. 13, no. 3, pp. 99–110, 2023.
[23] R. Anggraeni, “Blended learning sebagai solusi pembelajaran di masa pandemi,” J. Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 17, no. 2, pp. 45–55, 2022.
[24] F. P. Sari and E. Mulyani, “Analisis kendala dalam pelaksanaan blended learning di sekolah dasar,” J. Ilmu Pendidikan, vol. 8, no. 2, pp. 100–108, 2023.
[25] D. S. Wicaksono, “Pengaruh blended learning terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika,” J. Sains dan Teknologi Pendidikan, vol. 11, no. 1, pp. 67–75, 2024.
[26] A. Rahman and T. Wahyuni, “Implementasi blended learning dengan model flipped classroom,” J. TeknologiPembelajaran, vol. 6, no. 3, pp. 89–98, 2023.
[27] S. L. Putri, “Pengaruh blended learning terhadap keterampilan berpikir kritis mahasiswa,” J. Pendidikan dan Pengajaran, vol. 10, no. 2, pp. 140–150, 2024.
[28] I. K. Nugraha and R. D. Setiawan, “Peran media digital dalam blended learning pada pembelajaran bahasa Indonesia,” J. Bahasa dan Pendidikan, vol. 9, no. 3, pp. 77–86, 2023.
[29] M. Harahap, “Model blended learning berbasis teknologi untuk pembelajaran vokasi,” J. Pendidikan Vokasi, vol. 5, no. 1, pp. 55–64, 2023.
[30] T. W. Gunawan and F. Iskandar, “Efektivitas blended learning dalam pembelajaran sejarah,” J. Sejarah dan Pendidikan, vol. 8, no. 4, pp. 120–130, 2023.
[31] L. A. Nasution and S. W. Putra, “Pengaruh blended learning terhadap motivasi belajar mahasiswa,” J. Pendidikan Tinggi, vol. 12, no. 1, pp. 43–51, 2023.
[32] Y. Sari and M. Fauzi, “Strategi pembelajaran blended learning pada pendidikan dasar,” J. Pendidikan Dasar, vol. 14, no. 2, pp. 101–110, 2024.
[33] D. W. Hadi and R. P. Sari, “Penerapan blended learning berbasis multimedia pada pembelajaran IPA,” J. IlmuPengetahuanAlam, vol. 7, no. 3, pp. 77–86, 2023.
[34] F. Puspitasari, “Blended learning dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa SMA,” J. Pendidikan Menengah, vol. 11, no. 2, pp. 90–98, 2023.
[35] R. Wijaya and E. Setiawan, “Pemanfaatan platform digital dalam pembelajaran blended learning,” J. Teknologi dan Pendidikan, vol. 10, no. 1, pp. 56–64, 2024.
[36] S. Nur and M. H. Fadli, “Analisis efektivitas blended learning di era pandemi Covid-19,” J. Pendidik. dan Teknol., vol. 13, no. 3, pp. 120–130, 2023.
[37] D. Kurnia and I. Saputra, “Pengembangan e-modul berbasis blended learning pada mata kuliah bahasa Inggris,” J. Pendidikan Bahasa, vol. 6, no. 2, pp. 44–53, 2023.
[38] M. J. Santoso and N. Fitria, “Persepsi guru terhadap blended learning di sekolah menengah atas,” J. Pendidikan dan Pengajaran, vol. 9, no. 4, pp. 99–108, 2023.
[39] W. Anggraeni and R. Susanti, “Evaluasi penggunaan blended learning pada pembelajaran matematika,” J. Matematika dan Pendidikan, vol. 8, no. 1, pp. 60–68, 2024.
[40] H. P. Putra, “Pengaruh blended learning terhadap peningkatan keterampilan komunikasi siswa,” J. Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 15, no. 2, pp. 88–97, 2023.