Rina Yuniati (1), Ansarul Fahrudda (2), Heru Suswojo (3)
Background (General): Prolonged outpatient waiting times remain a persistent challenge affecting patient satisfaction and healthcare service quality. Background (Specific): Although various process improvement strategies have been trialed, most focus solely on technical interventions, overlooking human and organizational factors. Knowledge Gap: There is limited comprehensive evidence synthesizing both technical and non-technical determinants of effective interventions for reducing outpatient waiting time. Aim: This study aims to systematically identify, evaluate, and classify the effectiveness of process improvement interventions in accelerating outpatient services, while also exploring supporting and inhibiting implementation factors. Results: Through a PRISMA-guided Systematic Literature Review (SLR), 17 studies were analyzed and categorized into five intervention groups: lean management, simulation-based algorithms, capacity-based scheduling and triage, IT automation, and hybrid approaches. Novelty: Unlike prior studies, this review integrates technical strategies with contextual human and cultural elements, offering a holistic framework for sustainable change. Implications: The findings emphasize that reducing outpatient waiting time requires not only technological upgrades but also organizational adaptation, leadership support, and patient education. This multidimensional understanding serves as a critical reference for policymakers and hospital administrators in designing more effective and enduring healthcare service improvements.Highlight :
Interventions such as Lean, online appointment systems, and capacity-based triage effectively reduce outpatient waiting times.
Technical approaches must be balanced with human factors and organizational culture for sustainable outcomes.
Key barriers include resistance to change, limited budgets, and lack of integration between service units.
Keywords : Waiting Time, Outpatient Services, Process Improvement, Hospital Information System, Lean Management
Kualitas pelayanan administratif di rawat jalan fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit, merupakan titik kontak awal yang sangat menentukan tercapainya kepuasan pelanggan. Salah satu indikator utama yang sering menjadi sorotan adalah waktu tunggu pelayanan rawat jalan, yakni rentang waktu dari pasien mendaftar hingga mendapatkan layanan medis. Permasalahan waktu tunggu yang panjang dapat menimbulkan ketidakpuasan, penurunan mutu pelayanan, hingga peningkatan risiko klinis[1][2]. Upaya untuk mengurangi waktu tunggu rawat jalan sangat terkait dengan pencapaian indikator mutu dalam manajemen pelayanan kesehatan. Upaya percepatan waktu tunggu melalui intervensi peningkatan proses menjadi fokus strategis dalam pengelolaan layanan rawat jalan. Dengan menerapkan intervensi peningkatan proses, fasilitas kesehatan tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga meningkatkan kepuasan pasien serta mutu pelayanan secara keseluruhan. Tinjauan sistematis atas berbagai studi menunjukkan bahwa intervensi yang berhasil umumnya melibatkan pendekatan multidimensi, baik melalui optimalisasi manajemen alur pasien, pemanfaatan teknologi informasi, penguatan kapasitas sumber daya manusia, hingga reformasi kebijakan internal rumah sakit[3].
Salah satu intervensi yang paling umum digunakan adalah perbaikan manajemen alur pasien (patient flow management). Studi-studi yang dikaji dalam tinjauan sistematis menunjukkan bahwa penerapan sistem triase awal, penjadwalan yang berbasis waktu kedatangan dan jenis layanan, serta pembuatan jalur cepat (fast track) untuk kasus-kasus tertentu secara signifikan mempercepat waktu tunggu. Jalur cepat, misalnya, dapat diberikan kepada pasien dengan penyakit kronis yang hanya memerlukan kontrol rutin dan tidak membutuhkan pemeriksaan tambahan. Intervensi ini tidak hanya meningkatkan kecepatan pelayanan tetapi juga mengurangi beban dokter spesialis yang seringkali kewalahan menangani pasien dengan kasus beragam dalam satu sesi praktik[4].
Teknologi informasi juga menjadi faktor krusial dalam mendukung percepatan waktu tunggu[5] . Sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang terintegrasi telah terbukti membantu mengurangi keterlambatan administratif, seperti input data pasien, pengarsipan hasil laboratorium, dan rujukan internal antar unit . Bahkan, inovasi seperti penggunaan self check-in kiosks, aplikasi pemesanan jadwal secara daring, dan sistem antrean elektronik telah memudahkan pasien serta mengefisienkan proses pelayanan[6]. Tinjauan sistematis memperlihatkan bahwa rumah sakit yang mengadopsi sistem antrean digital menunjukkan penurunan waktu tunggu rata-rata hingga 30-45 menit, dibandingkan dengan metode manual[7]. Teknologi real-time location system (RTLS) memungkinkan tenaga medis mengetahui posisi pasien dan waktu tunggu secara akurat, sehingga dapat mempercepat pemanggilan dan pelayanan[8]. Namun, meskipun banyak studi yang mengkaji berbagai intervensi untuk mempercepat waktu tunggu rawat jalan, sebagian besar fokus hanya pada pendekatan teknis atau pada satu jenis intervensi tertentu, tanpa memberikan gambaran komprehensif mengenai integrasi berbagai pendekatan tersebut. Penelitian-penelitian sebelumnya juga cenderung belum mempertimbangkan sepenuhnya faktor-faktor manusia, budaya organisasi, dan edukasi pasien dalam implementasi intervensi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengisi kekosongan tersebut dengan menyajikan tinjauan sistematis yang tidak hanya mengevaluasi efektivitas intervensi berdasarkan pendekatan teknis, tetapi juga mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang berhubungan dengan aspek manusia dan budaya organisasi. Tinjauan ini unik karena menggabungkan berbagai aspek intervensi, seperti budaya organisasi, teknologi, kebijakan, dan sumber daya manusia, untuk memberikan pemahaman yang lebih luas tentang cara terbaik untuk mempercepat waktu tunggu rawat jalan. Selain itu, penelitian ini juga bermaksud memberikan wawasan mengenai bagaimana pendekatan teknis perlu diseimbangkan dengan perhatian pada aspek manusia dan budaya organisasi. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah bagi pengambilan keputusan manajerial dan perumusan kebijakan layanan kesehatan yang lebih efektif.
Penelitian ini menggunakan Systematic Literature Review (SLR) dengan metode yang digunakan dalam penelusuran sumber data. Pencarian dilakukan untuk mengidentifikasi tinjauan sistematis yang serupa dan relevan yang telah dilakukan sebelumnya berdasarkan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analyze (PRISMA) [9].
Pencarian dilakukan untuk mengidentifikasi artikel atau jurnal publikasi menggunakan kata kunci pencarian. Kata kunci pencarian didasarkan pada pertanyaan terstruktur PICOS. Tiga kelompok kata kunci pencarian digunakan dan kemudian digabungkan menggunakan operator Boolean AND, OR, dan NOT. Semua kata kunci digunakan di setiap basis data. Artikel atau jurnal yang disertakan dalam kriteria inklusi dibatasi oleh tahun dan bahasa yang digunakan sesuai dengan kriteria inklusi. Basis data daring yang dicari meliputi Scopus, ProQuest, dan Pubmed. Referensi yang sesuai dengan tinjauan sistematis digunakan untuk mengidentifikasi studi lebih lanjut. Artikel dan jurnal duplikat dihapus dan penelitian difilter menurut kriteria inklusi dan eksklusi, berdasarkan abstrak dan judul. Teks lengkap untuk semua artikel dan jurnal yang dapat diunduh dan diteliti oleh peneliti menggunakan alat penyaringan untuk mengonfirmasi bahwa penelitian tersebut memenuhi kriteria inklusi.
Studi diharuskan memenuhi kriteria berikut agar layak sebagai systematic review yaitu diterbitkan dalam bahasa Inggris periode Januari 2020 - Desember 2024. Studi dimasukkan dalam tinjauan jika melaporkan penelitian utama tentang intervensi yang dirancang untuk mengurangi waktu tunggu rawat jalan. Studi yang termasuk dalam kriteria inklusi dilihat dari tahun publikasi, desain penelitian yang digunakan, intervensi, partisipan, perubahan data, ukuran hasil. Setelah ekstraksi data dan analisis kualitas, fitur utama dan temuan penelitian dibahas oleh tiga penulis untuk membangun struktur untuk sintesis temuan penelitian.
Figure 1. Diagram PRISMA
Untuk setiap artikel yang disertakan, data yang diekstraksi meliputi nama penulis, tahun publikasi, negara, setting penelitian , desain penelitian, partisipan, jangka waktu, jenis intervensi, dan hasil. Untuk menilai kualitas setiap studi yang disertakan, penilaian kualitas yang cermat dilakukan menggunakan alat Joanna Briggs Institute (JBI). Penilaian JBI mencakup berbagai aspek, termasuk representasi sampel, kesesuaian metodologi studi, validitas dan reliabilitas ukuran yang digunakan, dan kecukupan tingkat respons. Tahapan analisis data dilakukan secara naratif dengan mengelompokkan temuan berdasarkan tiga fokus utama: (1) manfaat intervensi dalam menurunkan waktu tunggu, (2) Tantangan implementasi, dan (3) Dampaknya terhadap kualitas pelayanan rawat jalan. Data dikategorikan dan disintesis secara tematik untuk mengidentifikasi pola dan kesimpulan yang umum.
Waktu tunggu yang panjang dalam pelayanan rawat jalan merupakan salah satu masalah klasik yang berdampak langsung pada kepuasan pasien, efektivitas kerja tenaga kesehatan, serta citra institusi pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai fasilitas kesehatan di berbagai negara telah menerapkan sejumlah intervensi peningkatan proses (process improvement interventions) yang dirancang secara sistematis guna mempercepat alur pelayanan rawat jalan. Intervensi tersebut bersifat multidimensional, mencakup pembenahan sistem antrean, pemanfaatan teknologi informasi, penataan ulang alur pelayanan (workflow), penguatan kapasitas sumber daya manusia, hingga perubahan kebijakan internal rumah sakit. Semua intervensi tersebut bertujuan untuk menciptakan layanan yang lebih efisien, cepat, dan tetap berkualitas tinggi[7].
Figure 2. Persentase penurunan rata-rata waktu tunggu
Donabedian’s Quality Model menilai kualitas pelayanan kesehatan melalui 3 komponen utama: struktur, proses, dan hasil. Pada komponen ini, struktur mengacu pada fasilitas, tenaga kerja, dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pelayanan. struktur dapat mencakup infrastruktur teknologi, sumber daya manusia, dan kebijakan manajerial yang memungkinkan implementasi intervensi untuk mempercepat waktu tunggu rawat jalan. Penggunaan teknologi informasi terintegrasi (Hospital Information System/HIS) merupakan intervensi penting dalam mempercepat proses rawat jalan[10]. HIS memungkinkan berbagai unit kerja di rumah sakit seperti pendaftaran, laboratorium, radiologi, farmasi, dan ruang dokter untuk saling terhubung dan bertukar informasi secara real-time. Dalam sebuah studi didapatkan penggunaan HIS terintegrasi dapat memangkas waktu tunggu untuk pemeriksaan lanjutan dan pengambilan hasil hingga 60%[11]. Teknologi ini juga memungkinkan pengawasan waktu pelayanan untuk mengidentifikasi titik-titik kemacetan dalam alur kerja[12]. Selain itu, integrasi sistem juga memungkinkan pemrosesan resep elektronik yang otomatis terkirim ke bagian farmasi[13]. Hal ini mempercepat proses dari konsultasi hingga pasien mendapatkan obat. Efektivitas HIS bahkan lebih tinggi ketika didukung dengan pelatihan staf serta sistem pemeliharaan yang baik[5].
Intervensi kedua yang semakin populer adalah penerapan sistem antrean elektronik dan reservasi daring (online appointment system). Banyak rumah sakit kini menggantikan sistem antrean manual dengan sistem digital yang terintegrasi. Pasien dapat memilih jadwal kunjungan secara daring melalui aplikasi atau situs resmi, bahkan memilih dokter spesialis yang diinginkan. Sistem ini tidak hanya memberi kemudahan bagi pasien, tetapi juga membantu rumah sakit mengatur beban kerja per hari agar tidak terjadi penumpukan pasien pada waktu tertentu. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan sistem reservasi daring mampu mengurangi waktu tunggu hingga 30–50%[11],[12],[13]. Di India menunjukkan bahwa dengan penerapan online appointment system, waktu tunggu pasien dapat berkurang dari rata-rata 120 menit menjadi hanya 45 menit[11]. Pasien yang datang dengan jadwal yang telah ditentukan lebih tertib dan terdistribusi merata sepanjang jam pelayanan, sehingga beban tenaga medis dan petugas administrasi menjadi lebih seimbang. Sistem antrean digital juga memungkinkan rumah sakit memantau jumlah pasien secara real-time, mengurangi antrean fisik, serta meminimalisir risiko penularan penyakit dalam konteks pandemi[14]. Efektivitas intervensi ini meningkat jika dipadukan dengan sistem notifikasi otomatis, pengingat janji temu, dan akses rekam medis daring[11][15].
Komponen proses berfokus pada bagaimana pelayanan diberikan, termasuk interaksi antara pasien dan penyedia layanan, serta alur kerja di fasilitas kesehatan. Penggunaan Redesain alur pelayanan atau penyederhanaan alur pelayanan pasien adalah salah satu intervensi yang paling banyak diterapkan. Faktor utama yang menyebabkan proses pelayanan rawat jalan berlangsung lama adalah alur pelayanan yang panjang dan kompleks. Rumah sakit melakukan analisis proses bisnis untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non-value added activities), seperti pengulangan pencatatan data, pemeriksaan administrasi ganda, dan proses rujukan internal yang lambat[16][17]. Setelah proses dianalisis, langkah-langkah tersebut kemudian disederhanakan, misalnya dengan mengintegrasikan layanan administrasi dalam satu loket terpadu, atau menyatukan ruang pemeriksaan dan ruang tindakan untuk penyakit tertentu. Intervensi ini terbukti mampu memangkas waktu tunggu signifikan dan mengurangi beban kerja tenaga medis[18][19][14]. Alur pelayanan rawat jalan di beberapa rumah sakit di Timur Tengah menemukan bahwa penyederhanaan proses administrasi dan integrasi fungsi pelayanan berhasil mengurangi waktu tunggu rata-rata hingga 40%. Proses yang sebelumnya melibatkan lima sampai tujuh titik layanan dari pendaftaran, verifikasi asuransi, hingga pengambilan resep disederhanakan menjadi tiga titik utama, tanpa mengurangi kualitas layanan[20].
Penjadwalan berbasis beban kerja (capacity-based scheduling) juga merupakan intervensi yang terbukti efektif. Intervensi ini menganalisis data historis mengenai jumlah kunjungan pasien, waktu rata-rata pemeriksaan, dan kapasitas dokter untuk menentukan jadwal praktik yang ideal[7], [21]. Rumah sakit kemudian menyesuaikan jumlah pasien per sesi berdasarkan kapasitas aktual dokter dan ruang pelayanan, serta menambahkan sesi praktik pada jam-jam tertentu jika diperlukan. Tidak terjadi overbooking yang menyebabkan penumpukan pasien dan waktu tunggu yang panjang. Intervensi ini banyak digunakan di rumah sakit pendidikan yang memiliki jumlah pasien tinggi, dan terbukti meningkatkan efisiensi pelayanan serta mengurangi tekanan kerja pada tenaga medis[22]. Intervensi ini bekerja efektif karena mempertimbangkan beban kerja riil, bukan semata-mata kuota pendaftaran[23][24]. Ketika dikombinasikan dengan real-time dashboard untuk monitoring jumlah pasien, rumah sakit bisa menyesuaikan kapasitas layanan dengan cepat, misalnya dengan membuka ruang tambahan atau menambah sesi praktik[25].
Figure 3. Persentasi Lokasi Penelitian
Komponen hasil merujuk pada efek dari pelayanan terhadap kesehatan pasien, kepuasan pasien, serta dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Beberapa fasilitas kesehatan juga menerapkan jalur cepat (fast track) bagi pasien dengan kondisi medis tertentu, khususnya bagi pasien dengan kunjungan berulang, penyakit kronis, atau hanya memerlukan layanan singkat seperti kontrol obat. Intervensi ini sangat efektif dalam mengurangi waktu tunggu bagi kelompok pasien tertentu sekaligus memperlancar alur pelayanan secara keseluruhan[26]. Penerapan fast track seringkali dipadukan dengan sistem prioritization triage, di mana pasien diklasifikasikan berdasarkan urgensi dan kompleksitas kasus sehingga penanganan menjadi lebih tepat sasaran[2]. Namun, efektivitas jalur cepat sangat bergantung pada sistem triase yang akurat dan petugas yang mampu memilah jenis kunjungan secara cepat dan tepat[27].
Intervensi lainnya adalah pelatihan dan peningkatan kompetensi staf pelayanan. Rumah sakit mengadakan pelatihan layanan prima, penggunaan sistem digital, serta pelatihan komunikasi agar staf lebih responsif dan sigap dalam melayani pasien[28]. Pendekatan task shifting juga digunakan, di mana tugas-tugas tertentu yang sebelumnya hanya dilakukan dokter, dialihkan ke tenaga kesehatan lain yang berkompeten seperti perawat atau asisten dokter, terutama untuk tindakan-tindakan non-invasif atau administratif[1][6][29][30]. Rumah sakit mulai menerapkan sistem monitoring waktu pelayanan real-time, di mana setiap unit mencatat waktu mulai dan waktu selesai layanan. Data ini dianalisis secara rutin untuk mengidentifikasi unit mana yang menjadi titik lambat (bottleneck), lalu dilakukan intervensi khusus seperti penambahan staf, perluasan ruang layanan, atau revisi alur kerja. Hal ini berimplikasi praktis bagi para manajer rumah sakit di Indonesia. Dimana seorang manajer selain memperhatikan aspek teknis juga perlu memperhatikan aspek non teknis seperti koordinasi yang baik antar unit pendaftaran, rekam medis, ruang dokter, dan farmasi sangat menentukan kelancaran proses rawat jalan secara keseluruhan[31].
Pelatihan dan peningkatan kapasitas staf pelayanan juga terbukti memiliki kontribusi signifikan, meskipun sifatnya tidak langsung. Setelah dilakukan pelatihan layanan prima, penggunaan sistem digital, dan komunikasi interpersonal terhadap petugas front office dan perawat rawat jalan, waktu tunggu pasien menurun sebesar 25% secara rata-rata. Rumah sakit yang memberikan pelatihan layanan prima dan penggunaan teknologi baru secara berkala memiliki waktu tunggu yang lebih rendah dan tingkat kepuasan pasien yang lebih tinggi dibandingkan rumah sakit yang hanya fokus pada aspek teknis[32]. Hal ini dikarenakan staf menjadi lebih sigap, tidak panik saat antrean memanjang, serta mampu menyelesaikan proses pelayanan lebih cepat dan efisien. Intervensi ini juga berdampak pada kepuasan pasien yang meningkat karena pelayanan menjadi lebih ramah dan profesional[33]
Dari berbagai jenis intervensi yang telah diterapkan, terlihat bahwa keberhasilan percepatan waktu tunggu rawat jalan sangat dipengaruhi oleh kesesuaian antara karakteristik rumah sakit, ketersediaan sumber daya, serta kemampuan manajerial dalam mengelola perubahan. Tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua situasi, namun rumah sakit yang mengombinasikan beberapa strategi secara holistik umumnya berhasil menciptakan layanan yang lebih cepat, efisien, dan memuaskan bagi pasien. Penting bagi setiap fasilitas kesehatan untuk melakukan evaluasi internal secara berkala, mengidentifikasi titik-titik kritis pelayanan, dan merancang intervensi peningkatan proses yang berbasis data dan kebutuhan nyata di lapangan[30]. Efektivitas intervensi peningkatan proses dalam mengurangi waktu tunggu pasien rawat jalan telah menjadi fokus utama banyak studi di berbagai negara. Setiap intervensi memiliki tingkat efektivitas yang berbeda, bergantung pada pendekatan yang digunakan, kesiapan fasilitas kesehatan, keterlibatan manajemen, dan dukungan sumber daya manusia serta teknologi[34]. Dalam konteks ini, pemahaman terhadap faktor-faktor pendorong dan penghambat menjadi sangat krusial untuk merancang strategi yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Salah satu faktor pendukung utama yang konsisten muncul dalam berbagai studi adalah dukungan manajerial dan kepemimpinan yang kuat[35]. Keberhasilan penerapan sistem antrean elektronik dan penjadwalan daring sangat bergantung pada keterlibatan pimpinan rumah sakit dalam pengambilan keputusan, alokasi anggaran, serta dukungan terhadap perubahan budaya organisasi. Kepemimpinan transformasional juga terbukti mampu memotivasi karyawan untuk menerima inovasi dan terlibat aktif dalam upaya efisiensi pelayanan[36]. Beberapa hambatan signifikan turut tercatat dalam banyak studi. Salah satu hambatan utama adalah resistensi terhadap perubahan, terutama dari tenaga medis dan staf administratif yang sudah terbiasa dengan sistem manual atau prosedur lama. Resistensi ini sering kali muncul karena ketidakpahaman terhadap manfaat sistem baru, ketakutan akan kehilangan pekerjaan akibat digitalisasi, atau merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan perubahan[29]. Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan pendekatan komunikasi yang intensif, pelibatan staf sejak tahap perencanaan, dan pelatihan yang bersifat memberdayakan, bukan sekadar instruktif[37].
Hambatan lain yang sering dijumpai adalah keterbatasan anggaran dan sumber daya. Implementasi intervensi seperti sistem antrean digital, HIS, atau penjadwalan berbasis kapasitas sering kali memerlukan investasi awal yang besar, baik dari sisi perangkat keras, perangkat lunak, maupun pelatihan staf. Rumah sakit di daerah terpencil atau dengan pendanaan terbatas mungkin kesulitan untuk mengadopsi teknologi ini. Selain itu, keterbatasan ruang fisik dan furnitur juga dapat menghambat optimalisasi alur pelayanan, terutama ketika perencanaan intervensi tidak mempertimbangkan kondisi aktual lapangan[38]. Hambatan berikutnya adalah kurangnya integrasi antar unit pelayanan, yang menyebabkan alur pasien menjadi lambat. Misalnya, jika bagian pendaftaran belum terhubung secara sistematis dengan poli dan apotek, maka pasien tetap harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan layanan, yang justru memperpanjang waktu tunggu[39]. Minimnya keterlibatan pasien dalam sistem baru juga menjadi kendala[40]. Sistem reservasi online atau penggunaan aplikasi berbasis ponsel tidak akan efektif jika pasien tidak memahami cara penggunaannya. Kurangnya literasi digital di kalangan pasien usia lanjut atau masyarakat dengan pendidikan rendah menyebabkan banyak pasien tetap datang tanpa janji temu, sehingga antrean kembali menumpuk.
Selain hambatan diatas, ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam studi ini. Bias publikasi dapat memengaruhi temuan karena hanya studi-studi dengan hasil positif yang lebih sering dipublikasikan. Selain itu, sebagian besar studi yang ada didominasi oleh penelitian dari negara-negara Asia Timur, seperti China, Jepang, dan Korea, yang mungkin memiliki konteks dan tantangan berbeda dibandingkan dengan negara lain, seperti Indonesia. Keterbatasan geografis dan budaya ini perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi intervensi di negara-negara dengan sistem kesehatan yang berbeda. Selain itu, meskipun intervensi-intervensi ini sudah terbukti efektif di beberapa negara, belum ada penelitian yang memadai mengenai keberhasilan implementasi intervensi serupa di Indonesia, yang memiliki karakteristik fasilitas kesehatan yang berbeda, seperti keterbatasan infrastruktur dan jumlah tenaga medis.
Berbagai intervensi untuk mempercepat waktu tunggu pelayanan rawat jalan telah diterapkan dengan hasil yang bervariasi, tergantung pada pendekatan yang digunakan dan konteks rumah sakit. Intervensi yang berhasil mengurangi waktu tunggu signifikan meliputi penggunaan teknologi informasi seperti sistem antrean elektronik dan aplikasi pemesanan janji temu daring, yang mengurangi waktu tunggu hingga 30-50%. Sistem manajemen informasi rumah sakit (SIMRS) yang terintegrasi juga berperan penting dalam mempercepat alur pelayanan dengan mengurangi keterlambatan administratif. Selain itu, penjadwalan berbasis kapasitas dan triase berbasis urgensi juga terbukti efektif, karena memastikan bahwa jumlah pasien yang ditangani sesuai dengan kapasitas layanan yang ada, mengurangi penumpukan pasien. Beberapa rumah sakit juga menerapkan sistem jalur cepat (fast track) untuk pasien dengan kondisi medis tertentu, yang terbukti mengurangi waktu tunggu secara signifikan.
Keberhasilan implementasi intervensi ini tidak hanya ditentukan oleh faktor teknis, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh aspek manusia, budaya organisasi, dan edukasi pasien. Beberapa hambatan utama yang sering dijumpai meliputi resistensi terhadap perubahan, keterbatasan anggaran, dan kurangnya koordinasi antar unit layanan, yang dapat menghalangi efektivitas intervensi. Oleh karena itu, penerapan pendekatan kolaboratif dan adaptif menjadi sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan jangka panjang dari intervensi tersebut. Penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan konteks lokal serta karakteristik khusus rumah sakit di Indonesia sangat dibutuhkan guna mengevaluasi efektivitas dan keberlanjutan intervensi ini dalam jangka panjang.
[1] C. Chen et al., "Evaluating Different Strategies on the Blood Collection Counter Settings to Improve Patient Waiting Time in Outpatient Units," Laboratory Medicine, vol. 59, no. 6, pp. 1–8, 2022, doi: 10.1177/00469580221095797.
[2] S. Fu, X. Wu, L. Zhang, L. Wu, Z. Luo, and Q. Hu, "Service Quality Improvement of Outpatient Blood Collection by Lean Management," Patient Preference and Adherence, 2021, doi: 10.2147/PPA.S320163.
[3] K. Fajrin, Haeruddin, and R. A. Ahri, "Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Pasien di RSUD Kota Makassar," Windsor Public Health Journal, vol. 2, no. 5, pp. 827–835, 2021, doi: 10.33096/woph.v2i5.280.
[4] A. Nurfadillah and S. Setiatin, "Pengaruh Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan Terhadap Kepuasan Pelayanan Pendaftaran di Klinik X Kota Bandung," Cerdika Jurnal Ilmiah Indonesia, vol. 1, no. 9, 2021, doi: 10.36418/cerdika.v1i9.194.
[5] M. J. Mwanswila, H. A. Mollel, and L. D. Mushi, "Outcome Evaluation of Technical Strategies on Reduction of Patient Waiting Time in the Outpatient Department at Kilimanjaro Christian Medical Centre—Northern Tanzania," BMC Health Services Research, pp. 1–17, 2024, doi: 10.1186/s12913-024-11231-5.
[6] K. E. Harding et al., "Sustainable Waiting Time Reductions After Introducing the STAT Model for Access and Triage: 12-Month Follow-Up of a Stepped Wedge Cluster Randomised Controlled Trial," BMC Health Services Research, pp. 1–9, 2020.
[7] H. Lee, E. K. Choi, K. A. Min, E. Bae, H. Lee, and J. Lee, "Physician-Customized Strategies for Reducing Outpatient Waiting Time in South Korea Using Queueing Theory and Probabilistic Metamodels," International Journal of Environmental Research and Public Health, vol. 19, no. 4, 2022, doi: 10.3390/ijerph19042073.
[8] S. Dewi, R. Machmud, and Y. Lestari, "Analisis Waktu Tunggu Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Achmad Darwis Suliki Tahun 2019," Jurnal Kesehatan Andalas, vol. 8, no. 4, 2020, doi: 10.25077/jka.v8i4.1137.
[9] D. Moher, A. Liberati, J. Tetzlaff, and D. G. Altman, "Guidelines and Guidance Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses: The PRISMA Statement," PLOS Medicine, doi: 10.1371/journal.pmed.1000097.
[10] O. Meila, J. Pontoan, and D. N. Illian, "Evaluasi Waktu Tunggu Pelayanan Obat di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS X," Sainstech Farma, vol. 13, no. 1, 2020.
[11] G. B. B. Subburaman et al., "Managing Outpatient Cycle Times in Hospitals Using Integrated Closed-Loop Approaches," Health Services Insights, vol. 16, 2023, doi: 10.1177/11786329221145858.
[12] E. E. Amiruddin, V. Alfreda, and N. Meilani, "Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Resep Rawat Jalan di Puskesmas Betoambari," Jurnal Keperawatan Profesional, vol. 4, no. 2, 2023, doi: 10.36590/kepo.v4i2.694.
[13] M. Al Nemari and J. Waterson, "The Introduction of Robotics to an Outpatient Dispensing and Medication Management Process in Saudi Arabia: Retrospective Review of a Pharmacy-Led Multidisciplinary Six Sigma Performance Improvement Project," JMIR Human Factors, vol. 9, no. 4, pp. 1–16, 2022, doi: 10.2196/37905.
[14] A. Igoe et al., "Implementing Person-Centred Lean Six Sigma to Transform Dermatology Waiting Lists: A Case Study from a Major Teaching Hospital in Dublin, Ireland," BMJ Open Quality, pp. 1–21, 2024.
[15] V. A. R. Damayanti and E. Ernawaty, "Analisis Waste Alur Pelayanan Rawat Jalan RS Mata Undaan Surabaya Sebagai Upaya Peningkatan Capaian Waktu Tunggu," Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, vol. 10, no. 3, 2022, doi: 10.14710/jmki.10.3.2022.228-230.
[16] A. E. Maharani and N. Mutmainah, "Hubungan Antara Waktu Tunggu dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Instalasi Farmasi RSUD Pandan Arang Boyolali," Usadha Journal of Pharmacy, 2022, doi: 10.23917/ujp.v1i1.2.
[17] Y. Nina and I. M. Hakim, "Lean Hospital Approach for Improving the Process of Taking Drug Services in Outpatient Pharmacy Installations," IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 2020, doi: 10.1088/1757-899X/1003/1/012105.
[18] S. Hammoudeh et al., "The Impact of Lean Management Implementation on Waiting Time and Satisfaction of Patients and Staff at an Outpatient Pharmacy of a Comprehensive Cancer Center in Jordan," Hospital Pharmacy, vol. 56, no. 6, pp. 737–744, 2021, doi: 10.1177/0018578720954147.
[19] A. Pierce et al., "Using Lean Six Sigma in a Private Hospital Setting to Reduce Trauma Orthopedic Patient Waiting Times and Associated Administrative and Consultant Caseload," Healthcare, vol. 11, no. 19, 2023, doi: 10.3390/healthcare11192626.
[20] W. S. Y. Wong et al., "Reducing Wait Times and Medical Costs for Patients: The Physiotherapy-Led Spine Triage and Rehabilitation (STAR) Clinic," BMJ Open Quality, pp. 1–7, 2024, doi: 10.1136/bmjoq-2023-002670.
[21] H. J. Jin et al., "Effect and Satisfaction of Outpatient Services by Precision Valuation Reservation Registration," World Journal of Clinical Cases, vol. 9, no. 26, pp. 7750–7762, 2021, doi: 10.12998/wjcc.v9.i26.7750.
[22] E. D. M. Sari, K. I. Wahyuni, and P. R. Anindita, "Evaluasi Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Anwar Medika," Journal of Pharmacy Science and Technology, vol. 2, no. 1, 2021, doi: 10.30649/pst.v2i1.100.
[23] F. Agustina et al., "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Waktu Tunggu terhadap Pasien Rawat Jalan," Malahayati Nursing Journal, vol. 5, no. 9, pp. 3211–3228, Sep. 2023, doi: 10.33024/MNJ.V5I9.7471.
[24] J. R. Munavalli et al., "An Intelligent Real-Time Scheduler for Out-Patient Clinics: A Multi-Agent System Model," Health Informatics Journal, vol. 26, no. 4, pp. 2383–2406, 2020, doi: 10.1177/1460458220905380.
[25] J. R. Munavalli, "Integral Patient Scheduling in Outpatient Clinics Under Demand Uncertainty to Minimize Patient Waiting Times," Health Informatics Journal, 2020, doi: 10.1177/1460458219832044.
[26] A. Moura, "A Scheduling Optimization Approach to Reduce Outpatient Waiting Times for Specialists," Journal of Healthcare Engineering, pp. 1–14, 2025.
[27] R. Nugraheni, "Gambaran Waktu Tunggu Pasien dan Mutu Pelayanan Rawat Jalan di Poli Umum UPTD Puskesmas Pesantren 1 Kota Kediri Tahun 2017," Jurnal Wiyata, vol. 4, no. 2, 2017.
[28] D. I. Permana and L. Noor, "Tinjauan Waktu Pemberian Pelayanan Keperawatan di Rawat Jalan di Puskesmas Duren Sawit Jakarta," Journal of Innovation Research and Knowledge, vol. 1, no. 9, 2022.
[29] N. Fernanda, E. Yoshida, and S. D. Wulandari, "Analisis Iklim Kerja Perawat Terhadap Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih," Jurnal Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia, vol. 7, no. 4, 2023, doi: 10.52643/marsi.v7i4.3560.
[30] E. Ernawati, E. Pertiwiwati, and H. Setiawan, "Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan Tingkat Kepuasan Pasien (Studi Penelitian di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya)," Nerspedia, vol. 1, no. 1, 2019.
[31] A. Pujihastuti, "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pendaftaran di TPPRJ," Indonesian Journal of Health Information Management, vol. 1, no. 2, 2021, doi: 10.54877/ijhim.v1i2.13.
[32] T. Amalia and D. K. Ramadhan, "Evaluasi Waktu Tunggu Pelayanan Resep Rawat Jalan Berdasarkan PMK Nomor 129 Tahun 2008 di Rumah Sakit X," Prosiding Seminar Nasional UNIMUS, vol. 4, 2021.
[33] T. Torry, M. Koeswo, and S. Sujianto, "Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Kesehatan Kaitannya dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Iskak Tulungagung," Jurnal Kedokteran Brawijaya, vol. 29, no. 3, pp. 252–257, 2016, doi: 10.21776/ub.jkb.2016.029.03.3.
[34] N. Sholihah and S. K. Parinduri, "Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Terhadap Kepuasan Pasien BPJS di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Islam Bogor Tahun 2019," Promotor, vol. 3, no. 6, 2021, doi: 10.32832/pro.v3i6.5565.
[35] W. Purnomo, T. Hariyanti, and W. Prastowo, "Analisa Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan di RS Universitas Brawijaya," Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan, vol. 5, no. 4, 2021, doi: 10.24912/jmbk.v5i4.6904.
[36] K. Supriyati and I. Kusumaningsih, "Analisis Faktor Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan: Literature Review," Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia, vol. 6, no. 12, pp. 2371–2380, 2023, doi: 10.56338/mppki.v6i12.4174.
[37] P. Wardani, "Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di Klinik Bintang Meditama," Cerdika Jurnal Ilmiah Indonesia, vol. 1, no. 11, pp. 1551–1558, Nov. 2021, doi: 10.36418/cerdika.v1i11.229.
[38] D. D. Lestari, S. K. Parinduri, and R. Fatimah, "Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam RSUD Kota Bogor Tahun 2018–2019," Promotor, vol. 3, no. 3, 2020, doi: 10.32832/pro.v3i3.4172.
[39] Y. Zhao and J. Gu, "Multi-Objective Layout Optimization of Hospital Outpatient Clinics Based on NSGA II," Scientific Reports, vol. 15, no. 1, pp. 1–17, 2025, doi: 10.1038/s41598-025-98388-z.
[40] A. Y. Wowor and S. Siswati, "Tinjauan Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien BPJS Rawat Jalan Klinik Saraf," Jurnal Kesehatan Tambusai, vol. 3, no. 1, pp. 120–126, Mar. 2022, doi: 10.31004/jkt.v3i1.3823.