Pendahuluan
Perkembangan Financial Technology (fintech) telah membawa transformasi signifikan dalam industri keuangan, termasuk munculnya layanan tarik tunai melalui teman (peer-to-peer cash withdrawal). Tarik tunai melalui teman (peer-to-peer cash withdrawal) adalah layanan dalam aplikasi fintech yang memungkinkan pengguna menarik uang tunai dengan bantuan individu lain (biasanya teman atau pengguna lain) tanpa perlu menggunakan mesin ATM atau pergi ke bank. Layanan ini memungkinkan pengguna menarik uang tunai melalui jaringan teman atau kenalan tanpa perlu mengunjungi ATM, menawarkan kemudahan dan efisiensi yang sangat sesuai dengan gaya hidup generasi Z (Gen Z) yang serba digital. Namun, di balik manfaatnya, layanan ini juga menghadirkan sejumlah risiko yang perlu dikelola dengan baik, seperti potensi penipuan, kebocoran data pribadi, dan penyalahgunaan akun. Fintech yang dibahas dalam penelitian ini adalah peer-to-peer payment platforms dengan fokus pada fitur tarik tunai melalui teman. Layanan ini termasuk dalam kategori digital payment services dan sangat relevan dengan preferensi Gen Z yang mengutamakan kemudahan dan kecepatan. Namun, layanan ini juga menghadirkan berbagai risiko yang perlu dikelola dengan baik, sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manajemen risiko yang efektif dalam konteks penggunaan layanan ini di kalangan Gen Z.
Generasi Z (Gen Z) adalah kelompok demografis yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka adalah generasi yang tumbuh dalam era digital dan sangat akrab dengan teknologi sejak usia dini. Gen Z dikenal sebagai digital natives karena mereka terbiasa dengan internet, media sosial, dan perangkat teknologi seperti smartphone dan tablet dalam kehidupan sehari-hari. Gen Z merupakan pengguna utama layanan fintech karena mereka mengutamakan kemudahan dan aksesibilitas. Namun, dengan meningkatnya penggunaan fintech, muncul juga tantangan terkait keamanan data, potensi penipuan, dan kurangnya pemahaman terhadap regulasi keuangan. Oleh karena itu, edukasi mengenai literasi keuangan dan manajemen risiko sangat penting bagi generasi ini agar mereka dapat menggunakan layanan fintech dengan lebih bijak dan aman [1].
Generasi Z (Gen Z) di Indonesia, khususnya mereka yang berusia 18–26 tahun, sangat aktif menggunakan aplikasi fintech untuk transaksi sehari-hari, seperti pembayaran digital dan transfer uang. Sebanyak 75% Gen Z menggunakan fintech, dengan 82% lebih memilih dompet digital seperti GoPay, OVO, dan Dana karena prosesnya cepat dan tidak memerlukan biaya admin besar [2]. Salah satu layanan yang populer adalah tarik tunai melalui teman, yang mengalami peningkatan transaksi sebesar 35% pada 2022, dengan Gen Z menyumbang 60% pengguna [3]. Gen Z, sebagai generasi yang tumbuh di era digital, memiliki tingkat adopsi teknologi yang tinggi. Mereka cenderung lebih terbuka dalam menggunakan layanan fintech karena kemudahan akses dan fitur yang user-friendly. Namun, tingkat literasi keuangan dan kesadaran akan risiko keamanan siber di kalangan Gen Z masih bervariasi. Fenomena ini menciptakan kerentanan terhadap praktik penipuan, seperti phishing, social engineering, atau penyalahgunaan kode otentikasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab [4]. Misalnya, beberapa kasus menunjukkan bahwa pengguna Gen Z sering kali terlalu percaya dalam berbagi informasi pribadi atau kode akses dengan teman, yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan fraud. Selain itu, penyedia layanan fintech juga menghadapi tantangan dalam mengelola risiko operasional dan keamanan. Meskipun banyak platform telah menerapkan langkah-langkah keamanan seperti enkripsi data, otentikasi dua faktor, dan monitoring transaksi, efektivitasnya masih perlu dievaluasi, terutama dalam konteks interaksi peer-to-peer yang melibatkan kepercayaan antarindividu [5]. Regulasi yang belum sepenuhnya mengakomodasi dinamika layanan ini juga menjadi tantangan tambahan, karena kurangnya payung hukum yang spesifik dapat menciptakan celah bagi praktik-praktik yang merugikan pengguna [6].
Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manajemen risiko pada layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech, khususnya di kalangan Gen Z. Dengan memahami risiko yang muncul, strategi mitigasi yang efektif, serta persepsi dan perilaku Gen Z, diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang berguna bagi pengembangan layanan fintech yang lebih aman dan terpercaya di masa depan [7].
Perkembangan layanan fintech, khususnya fitur tarik tunai melalui teman (peer-to-peer cash withdrawal), telah menarik perhatian berbagai peneliti. Namun, terdapat perbedaan fokus dan temuan antara penelitian-penelitian terdahulu yang menciptakan celah (gap) untuk dieksplorasi lebih lanjut.
Penelitian [8] mengkaji manajemen risiko dalam layanan fintech secara umum, dengan fokus pada risiko keamanan siber dan perlindungan data pengguna. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar platform fintech telah menerapkan protokol keamanan seperti enkripsi data dan otentikasi dua faktor. Namun, penelitian ini tidak secara spesifik membahas layanan tarik tunai melalui teman atau karakteristik pengguna Gen Z, sehingga menciptakan gap dalam memahami risiko unik yang muncul dari interaksi peer-to-peer dan preferensi generasi muda.
Penelitian [2] fokus pada adopsi layanan fintech di kalangan Gen Z, dengan mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan penggunaan aplikasi keuangan digital. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemudahan penggunaan dan kepercayaan terhadap platform menjadi faktor dominan. Namun, penelitian ini tidak membahas secara mendalam tentang manajemen risiko, khususnya dalam konteks layanan tarik tunai melalui teman. Hal ini menciptakan celah untuk mengeksplorasi bagaimana Gen Z mempersepsikan dan merespons risiko dalam penggunaan layanan tersebut.
Penelitian [9] bertentangan dengan dua penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa risiko keamanan siber dalam layanan fintech, termasuk tarik tunai melalui teman, sebenarnya tidak signifikan. Mereka berargumen bahwa kemajuan teknologi keamanan dan regulasi yang ketat telah membuat layanan fintech menjadi sangat aman. Penelitian ini juga mengklaim bahwa Gen Z, sebagai pengguna utama, memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi terhadap risiko keamanan siber, sehingga mereka mampu menggunakan layanan ini dengan aman tanpa banyak masalah.
Berdasarkan perbandingan ketiga penelitian tersebut, terlihat adanya kontradiksi temuan yang menciptakan celah penelitian. Penelitian sebelumnya sepakat bahwa risiko keamanan siber masih menjadi tantangan serius dalam layanan fintech, terutama di kalangan Gen Z yang rentan karena kurangnya literasi keuangan dan kesadaran akan risiko. Namun, pada penelitian Fauzia [9] justru menyatakan bahwa risiko tersebut tidak signifikan karena kemajuan teknologi keamanan dan tingkat kesadaran pengguna yang tinggi. Kontradiksi ini menciptakan gap penelitian yang perlu dieksplorasi lebih lanjut. Apakah risiko keamanan siber dalam layanan tarik tunai melalui teman benar-benar telah diminimalkan oleh kemajuan teknologi, ataukah masih ada celah yang perlu diwaspadai, terutama di kalangan Gen Z.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memahami pengalaman, persepsi, dan makna yang diberikan oleh Gen Z (usia 18–26 tahun) terhadap penggunaan layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan peneliti menggali secara mendalam bagaimana Gen Z memaknai risiko dan menghadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus kualitatif, yang fokus pada konteks spesifik, yaitu penggunaan layanan tarik tunai melalui teman di kalangan Gen Z, serta mengidentifikasi faktor risiko dan strategi manajemen risiko yang diterapkan. Responden penelitian adalah Gen Z yang aktif menggunakan aplikasi fintech, sebanyak 15 informan berdasarkan teknik snowball[10]. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam untuk menggali pengalaman, persepsi, dan strategi informan, observasi partisipatif untuk melihat perilaku penggunaan aplikasi fintech, serta studi dokumen seperti jurnal dan laporan industri untuk mendukung analisis. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tematik, sesuai dengan pendekatan fenomenologi dan tujuan penelitian kualitatif. Proses analisis mencakup transkripsi data secara verbatim, pembacaan berulang, koding terbuka, dan pengelompokan kode menjadi tema utama seperti risiko keamanan transaksi, kepercayaan pengguna, regulasi, teknologi, dan literasi keuangan digital. Keabsahan data dijamin melalui triangulasi sumber dan member check. Teknik ini membantu peneliti memahami makna subjektif dari pengalaman Gen Z dalam menghadapi risiko layanan tarik tunai melalui teman.
Hasil dan Pembahasan
A. Penggunaan Layanan Fintech oleh Gen Z
Tingkat adopsi dan penggunaan layanan fintech oleh Gen Z sangat tinggi. Sebanyak 75% Gen Z di Indonesia aktif menggunakan aplikasi fintech untuk transaksi sehari-hari, seperti pembayaran digital dan transfer uang. Dompet digital seperti GoPay, OVO, dan Dana menjadi pilihan utama bagi 82% Gen Z karena kemudahan dan kecepatan prosesnya (Deloitte, 2023; Statista, 2023). Layanan tarik tunai melalui teman juga semakin populer, dengan 45% Gen Z menggunakannya setidaknya sekali sebulan. Alasan utama penggunaan layanan ini adalah kemudahan (55%), tidak perlu antre di ATM (30%), dan situasi darurat (15%) [11]. Tingginya tingkat adopsi ini menunjukkan bahwa Gen Z sangat mengandalkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan keuangan sehari-hari. Namun, tingginya penggunaan juga menimbulkan risiko, terutama terkait keamanan dan privasi data. Berikut adalah gambar dari masing-masing risiko yang dihadapi Gen Z dalam penggunaan layanan fintech:

Figure 1. Risiko Yang Dihadapi Gen Z Dalam Penggunaan Layanan Fintech
Risiko keamanan siber dan penipuan menjadi tantangan serius dalam penggunaan layanan fintech. Sebanyak 40% pengguna fintech pernah mengalami keamanan siber seperti phishing, penipuan, atau kebocoran data [12]. Selain itu, 25% kasus fraud dalam fintech terkait dengan penyalahgunaan akun oleh teman atau pihak yang tidak bertanggung jawab [13]. Sebanyak 30% Gen Z juga pernah mengalami penipuan atau kesalahan transaksi saat menggunakan layanan tarik tunai melalui teman [14]. Interaksi peer-to-peer yang melibatkan kepercayaan antarindividu rentan terhadap penyalahgunaan, terutama jika pengguna tidak memiliki kesadaran yang cukup tentang pentingnya menjaga keamanan data pribadi. Hal ini diperparah oleh rendahnya literasi keuangan di kalangan Gen Z, di mana hanya 35% yang memahami risiko keuangan dan keamanan siber.
Literasi keuangan dan kesadaran risiko Gen Z masih rendah. Sebanyak 40% Gen Z mengaku pernah berbagi kode otentikasi dengan teman, yang meningkatkan risiko penyalahgunaan akun [11]. Selain itu, hanya 20% Gen Z yang benar-benar memahami risiko keamanan siber dalam penggunaan layanan fintech [14]. Rendahnya literasi keuangan dan kesadaran risiko ini menjadi faktor utama yang memperbesar kerentanan terhadap penipuan dan penyalahgunaan akun [15]. Oleh karena itu, edukasi tentang pentingnya menjaga keamanan data pribadi dan memahami risiko keuangan perlu ditingkatkan agar Gen Z dapat menggunakan layanan fintech dengan lebih bijak dan aman.
Meskipun regulasi seperti Peraturan BI No. 23/6/PBI/2021 telah diterbitkan untuk melindungi pengguna fintech, 30% pengaduan konsumen masih terkait dengan layanan tarik tunai melalui teman, terutama masalah penipuan [13]. Penyedia layanan fintech juga terus mengembangkan fitur keamanan seperti biometrik dan otentikasi multi-faktor untuk mengurangi risiko penipuan. Namun, regulasi yang ada belum sepenuhnya mengakomodasi dinamika layanan fintech, terutama layanan tarik tunai melalui teman. Kurangnya payung hukum yang spesifik dapat menciptakan celah bagi praktik-praktik yang merugikan pengguna. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih ketat dan edukasi yang lebih intensif kepada pengguna.
B. Manajemen Risiko Layanan Tarik Tunai melalui Teman
Layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech menawarkan kemudahan bagi pengguna untuk menarik uang tunai tanpa harus pergi ke ATM atau bank. Namun, layanan ini juga memiliki berbagai risiko yang harus dikelola dengan baik untuk memastikan keamanan dan kepercayaan pengguna.
1. Risiko Layanan Tarik Tunai Melalui Teman
Salah satu risiko utama adalah risiko keamanan transaksi, di mana pengguna dapat menjadi korban penipuan jika tidak ada sistem verifikasi yang ketat dalam transaksi. Selain itu, kurangnya proteksi akun memungkinkan pihak yang tidak bertanggung jawab mengakses akun pengguna dan melakukan transaksi tanpa izin. Kebocoran data juga menjadi ancaman serius jika data pribadi pengguna tidak terlindungi dengan baik. Untuk mengatasi risiko ini, penerapan otentikasi dua faktor (2FA), enkripsi data, serta sistem verifikasi identitas sangat penting dalam memastikan bahwa pengguna dan teman yang bertransaksi adalah pihak yang sah.
Selain risiko keamanan, layanan ini juga menghadapi risiko kepercayaan antar pengguna, karena transaksi sangat bergantung pada integritas individu yang menjadi perantara tarik tunai. Risiko ini dapat muncul jika pengguna menerima uang yang tidak sesuai atau mengalami keterlambatan transaksi. Untuk memitigasi risiko ini, penyedia layanan fintech dapat menyediakan sistem rating dan ulasan terhadap teman yang memberikan layanan tarik tunai serta menerapkan jaminan perlindungan transaksi melalui escrow atau fitur pengembalian dana jika terjadi masalah.
Dari sisi regulasi, layanan tarik tunai melalui teman juga berpotensi tidak sesuai dengan aturan perbankan atau regulasi fintech yang berlaku di suatu negara. Kurangnya regulasi yang mengatur transaksi peer-to-peer dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengguna. Oleh karena itu, penyedia layanan fintech harus bekerja sama dengan regulator seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku serta mengedukasi pengguna tentang batasan dan ketentuan dalam transaksi ini.
Risiko lain yang perlu diperhatikan adalah risiko teknologi dan operasional. Gangguan teknis, seperti kesalahan sistem atau aplikasi, dapat menyebabkan transaksi gagal atau tertunda, yang berpotensi mengganggu pengalaman pengguna. Selain itu, kurangnya layanan pelanggan yang responsif dapat meningkatkan ketidakpuasan pengguna. Untuk mengatasi masalah ini, penyedia fintech perlu memiliki sistem pemantauan transaksi secara real-time untuk mendeteksi dan mencegah transaksi mencurigakan serta menyediakan layanan pelanggan 24/7 untuk menangani keluhan dan masalah teknis dengan cepat.
Risiko literasi keuangan digital di kalangan Gen Z juga menjadi tantangan dalam layanan ini. Banyak pengguna yang belum sepenuhnya memahami risiko dalam transaksi digital dan cenderung kurang waspada terhadap praktik penipuan seperti phishing atau social engineering. Oleh karena itu, edukasi pengguna menjadi langkah krusial, baik melalui kampanye literasi keuangan di media sosial dan platform fintech maupun penyediaan panduan keamanan di dalam aplikasi agar pengguna lebih berhati-hati dalam bertransaksi. Dengan menerapkan berbagai strategi mitigasi ini, layanan tarik tunai melalui teman dapat menjadi solusi yang aman dan terpercaya bagi pengguna fintech, khususnya di kalangan Gen Z.
2. Mitigasi Risiko
Layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech menawarkan kemudahan bagi pengguna dalam memperoleh uang tunai tanpa perlu menggunakan ATM atau layanan perbankan tradisional. Namun, layanan ini juga memiliki berbagai risiko yang perlu dikelola dengan baik untuk memastikan keamanan transaksi dan kepercayaan pengguna. Oleh karena itu, penerapan strategi mitigasi risiko menjadi langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan layanan ini.
Salah satu risiko utama adalah keamanan transaksi, di mana pengguna dapat mengalami penipuan, penyalahgunaan akun, atau kebocoran data. Untuk mengurangi risiko ini, penyedia layanan fintech harus menerapkan otentikasi dua faktor (2FA) guna meningkatkan keamanan login serta enkripsi data untuk melindungi informasi pribadi pengguna. Selain itu, sistem verifikasi identitas yang ketat harus diterapkan agar hanya pengguna yang terdaftar dan terpercaya yang dapat berpartisipasi dalam transaksi.
Selain risiko keamanan, tantangan lain yang perlu diatasi adalah kepercayaan antar pengguna, mengingat transaksi ini melibatkan individu yang berperan sebagai perantara tarik tunai. Penyedia layanan dapat mengembangkan sistem rating dan ulasan, sehingga pengguna dapat menilai dan memilih teman transaksi berdasarkan rekam jejak yang transparan. Selain itu, penerapan escrow system atau fitur pengembalian dana jika terjadi ketidaksesuaian dalam transaksi dapat meningkatkan rasa aman bagi pengguna. Dari segi kepatuhan terhadap regulasi, layanan ini perlu mematuhi aturan yang berlaku dalam sektor keuangan digital. Kurangnya regulasi yang jelas mengenai transaksi peer-to-peer dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengguna. Oleh karena itu, penyedia layanan fintech harus bekerja sama dengan regulator seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Selain itu, edukasi kepada pengguna mengenai batasan hukum dan kebijakan terkait layanan ini perlu ditingkatkan agar mereka dapat menggunakan layanan dengan lebih bijak.
Dalam aspek teknologi dan operasional, gangguan sistem atau aplikasi yang tidak stabil dapat menghambat kelancaran transaksi dan menurunkan tingkat kepuasan pengguna. Untuk mengatasinya, penyedia layanan fintech harus memiliki sistem pemantauan transaksi secara real-time guna mendeteksi aktivitas mencurigakan serta meningkatkan layanan pelanggan 24/7 agar pengguna dapat memperoleh bantuan dengan cepat ketika mengalami kendala teknis. literasi keuangan digital di kalangan Gen Z perlu ditingkatkan untuk mengurangi risiko kesalahan transaksi dan penipuan [4]. Masih banyak pengguna yang belum memahami sepenuhnya ancaman keamanan siber, seperti phishing atau social engineering. Oleh karena itu, penyedia layanan fintech dapat mengadakan kampanye literasi keuangan digital melalui media sosial serta menyediakan panduan keamanan dalam aplikasi agar pengguna lebih waspada dan memahami cara bertransaksi dengan aman.
Dengan menerapkan strategi mitigasi yang komprehensif, layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech dapat menjadi lebih aman, terpercaya, dan memberikan manfaat optimal bagi pengguna, terutama di kalangan Gen Z [9]. Keberhasilan layanan ini sangat bergantung pada kolaborasi antara penyedia fintech, regulator, dan pengguna dalam menciptakan ekosistem transaksi yang lebih aman dan efisien.
Berdasarkan hasil wawancara, payment yang populer digunakan di kalangan gen z merupakan GoPay, OVO, DANA, dan ShopeePay. Namun terdapat beberapa risiko utama yang dihadapi oleh pengguna layanan ini, di antaranya:
1. Risiko Keamanan Transaksi
Sebagian besar responden (80%) menyatakan bahwa mereka merasa khawatir dengan kemungkinan penipuan atau penyalahgunaan akun dalam layanan tarik tunai melalui teman. Berdasaerka responden, A (23 tahun), menyebutkan: “Peneliti pernah mengalami kasus di mana peneliti melakukan transaksi tarik tunai melalui teman, tetapi uang yang diberikan kurang dari yang seharusnya. Ketika peneliti menghubungi orang tersebut, dia tidak merespons. Sejak saat itu, peneliti lebih berhati-hati dalam memilih teman transaksi.” Untuk mengatasi risiko ini, beberapa responden menyarankan agar penyedia layanan fintech meningkatkan sistem verifikasi dan memberikan opsi escrow untuk memastikan transaksi berjalan dengan aman.
2. Risiko Kepercayaan Antar Pengguna
Beberapa responden (65%) mengungkapkan bahwa mereka hanya menggunakan layanan ini dengan orang yang mereka kenal atau memiliki rating yang baik dalam aplikasi. Berdasaerka responden B (21 tahun) menyatakan: “Peneliti hanya menggunakan layanan ini dengan teman yang sudah pernah bertransaksi sebelumnya atau memiliki ulasan positif dari pengguna lain. Jika harus menggunakan layanan dari orang asing, peneliti lebih berhati-hati dan memeriksa ulasannya terlebih dahulu.” Hal ini menunjukkan bahwa sistem rating dan ulasan dalam aplikasi fintech memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan antar pengguna.
3. Risiko Kepatuhan terhadap Regulasi
Sebagian responden (50%) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apakah layanan tarik tunai melalui teman ini sudah diatur dalam regulasi keuangan Indonesia. Berdasaerka responden C (24 tahun) mengungkapkan: “Peneliti tidak tahu apakah layanan ini sudah sesuai dengan aturan keuangan. Yang penting buat peneliti adalah apakah transaksi bisa berjalan lancar dan aman. Tapi, kalau ada regulasi yang lebih jelas, mungkin peneliti akan lebih yakin menggunakannya.” Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan edukasi lebih lanjut terkait aspek hukum dan regulasi layanan fintech bagi pengguna Gen Z.
4. Risiko Teknologi dan Operasional
Beberapa responden (40%) mengaku pernah mengalami kendala teknis saat menggunakan layanan ini, seperti transaksi tertunda atau kesalahan sistem yang menyebabkan uang tidak masuk tepat waktu. Berdasaerka responden D (20 tahun) mengatakan: “Pernah ada kejadian peneliti sudah transfer ke teman, tapi saldo di aplikasi peneliti tidak langsung berkurang. Peneliti takut kena double charge, jadi peneliti harus menghubungi customer service, yang butuh waktu lama untuk merespons.” Keterlambatan dalam menangani keluhan pengguna dapat mengurangi tingkat kepercayaan terhadap layanan ini.
5. Risiko Literasi Keuangan Digital
Sebagian besar responden (70%) mengakui bahwa mereka tidak terlalu memahami aspek keamanan digital dalam transaksi fintech. Berdasaerka responden E (22 tahun) menyatakan: “Peneliti baru tahu kalau berbagi kode OTP atau PIN dengan teman bisa berbahaya. Selama ini peneliti pikir tidak masalah karena peneliti percaya dengan orang tersebut.” Rendahnya literasi keuangan digital dapat meningkatkan risiko penipuan dan penyalahgunaan akun. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa temuan penting terkait manajemen risiko dalam layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech yaitu keamanan transaksi masih menjadi tantangan utama, risiko penipuan dan penyalahgunaan akun masih tinggi dalam layanan ini, terutama karena kurangnya sistem perlindungan transaksi yang kuat. Pengguna merasa lebih aman jika aplikasi menyediakan fitur escrow atau sistem jaminan transaksi.
Kepercayaan antar pengguna sangat bergantung pada sistem rating dan ulasan, sebagian besar pengguna memilih bertransaksi dengan individu yang memiliki reputasi baik dalam aplikasi. Ini menunjukkan bahwa penyedia layanan fintech perlu meningkatkan sistem rating agar lebih transparan dan kredibel. Banyak pengguna yang tidak mengetahui apakah layanan ini sudah sesuai dengan regulasi atau tidak. Oleh karena itu, diperlukan edukasi lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dan kepatuhan terhadap regulasi keuangan. Masalah seperti keterlambatan transaksi atau layanan pelanggan yang lambat merespons dapat menurunkan kepercayaan pengguna. Penyedia fintech perlu memastikan infrastruktur teknologi mereka berjalan dengan stabil dan memiliki tim dukungan pelanggan yang responsif.
Untuk mengatasi risiko ini, pengguna dapat meningkatkan keamanan akun dengan mengaktifkan otentikasi dua faktor (2FA) sebagai lapisan perlindungan tambahan saat login. Selain itu, pengguna harus menghindari membagikan kode OTP atau PIN mereka kepada siapapun, bahkan jika pihak tersebut mengaku sebagai perwakilan layanan fintech. Dari segi keamanan transaksi, pengguna disarankan untuk selalu memeriksa rating dan ulasan sebelum memilih teman sebagai perantara tarik tunai. Selain itu, penggunaan sistem escrow atau fitur pengembalian dana jika terjadi masalah dapat memberikan perlindungan tambahan. Untuk menghindari biaya tersembunyi, pengguna harus membaca dengan cermat syarat dan ketentuan biaya sebelum melakukan transaksi, guna memastikan transparansi dan menghindari potensi biaya tambahan yang tidak terduga. Dengan langkah-langkah ini, pengguna dapat lebih aman dan nyaman dalam menggunakan layanan tarik tunai melalui e-wallet.
Simpulan
Layanan tarik tunai melalui teman dalam aplikasi fintech sangat populer di kalangan Gen Z karena kemudahan, kecepatan, dan efisiensi yang ditawarkan. Namun, layanan ini juga menghadirkan berbagai risiko seperti penipuan, kebocoran data, dan penyalahgunaan akun, terutama dalam konteks interaksi peer-to-peer yang melibatkan kepercayaan antarindividu. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun layanan tarik tunai melalui teman menawarkan kemudahan dan kecepatan, risiko penipuan masih menjadi tantangan serius. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara regulator, penyedia layanan, dan pengguna untuk meningkatkan keamanan dan kepercayaan dalam penggunaan layanan fintech, khususnya di kalangan Gen Z.
Berdasarkan temuan penelitian ini, terdapat beberapa implikasi praktis dan kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh berbagai pihak terkait:
1. Bagi Regulator (Bank Indonesia dan OJK): Perlu penyusunan regulasi yang lebih spesifik dan adaptif terhadap dinamika layanan peer-to-peer fintech, termasuk tarik tunai melalui teman. Regulasi ini harus mencakup perlindungan konsumen, mekanisme penyelesaian sengketa, serta persyaratan transparansi biaya dan keamanan data.
2. Bagi Penyedia Layanan Fintech: Penyedia platform fintech diharapkan memperkuat fitur keamanan seperti escrow system, rating pengguna berbasis verifikasi transaksi, dan integrasi edukasi literasi keuangan digital dalam aplikasi. Selain itu, penyedia perlu menyediakan layanan pelanggan yang responsif dan sistem deteksi transaksi mencurigakan secara real-time.
3. Bagi Institusi Pendidikan dan Pemerintah: Perlu integrasi program literasi keuangan digital dalam kurikulum atau pelatihan eksternal yang menyasar Gen Z, baik melalui jalur formal seperti sekolah dan perguruan tinggi, maupun informal seperti kampanye di media sosial.
4. Bagi Pengguna Fintech (Gen Z): Pengguna harus lebih selektif dalam memilih mitra transaksi, tidak mudah membagikan data sensitif, serta aktif memanfaatkan fitur keamanan yang disediakan oleh aplikasi. Meningkatkan kesadaran akan risiko dan hak sebagai konsumen adalah langkah penting dalam perlindungan diri.
Dengan sinergi antara kebijakan regulator, inovasi dari penyedia layanan, serta kesadaran pengguna, ekosistem fintech yang aman dan inklusif dapat diwujudkan, khususnya dalam mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik Gen Z