Pendahuluan
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa lebih dari 16% kematian global setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit ini, menjadikannya sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat.[1] Penyakit jantung koroner terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner yang bertugas menyuplai darah ke otot jantung. Penyempitan ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu penumpukan plak yang terdiri dari lemak, kolesterol, dan zat-zat lain di dalam dinding pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah ke jantung berkurang, menyebabkan berbagai komplikasi mulai dari angina pectoris (nyeri dada) hingga serangan jantung mendadak.[2]
Di Indonesia, tren kejadian penyakit jantung koroner juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia terus meningkat, dengan jumlah kasus yang semakin tinggi setiap tahunnya.[3] Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi PJK antara lain pola makan tidak sehat yang tinggi lemak dan gula, rendahnya tingkat aktivitas fisik, kebiasaan merokok, serta peningkatan angka kejadian penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Selain itu, faktor usia juga memainkan peran penting, di mana semakin bertambahnya usia seseorang, semakin besar risiko terkena PJK akibat proses degeneratif pada pembuluh darah.[4] Meskipun telah tersedia berbagai terapi yang efektif untuk mengendalikan penyakit jantung koroner, keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang diberikan.[5] Kepatuhan minum obat adalah salah satu faktor paling krusial dalam mencegah komplikasi dan meningkatkan harapan hidup pasien dengan PJK.[6] Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasien yang disiplin dalam menjalankan terapi memiliki risiko lebih rendah mengalami serangan jantung ulang, gagal jantung, hingga kematian mendadak. Sayangnya, banyak pasien yang tidak sepenuhnya mematuhi regimen pengobatan yang diberikan oleh dokter.
Tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan penyakit kronis, termasuk PJK, masih tergolong rendah. WHO memperkirakan bahwa lebih dari 50% pasien dengan penyakit kronis tidak mengikuti terapi sesuai dengan rekomendasi medis.[7] Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari rendahnya pemahaman pasien mengenai pentingnya terapi jangka panjang, efek samping obat yang tidak diinginkan, hingga kesulitan dalam mengingat jadwal minum obat. Selain itu, faktor sosial ekonomi seperti keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, biaya obat yang mahal, serta kurangnya dukungan dari keluarga juga berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kepatuhan pasien.[8] Rendahnya kepatuhan ini tentu membawa dampak negatif, baik bagi pasien maupun sistem kesehatan secara keseluruhan. Pasien yang tidak patuh berisiko mengalami perburukan kondisi, meningkatkan angka perawatan kembali di rumah sakit (readmission rate), serta meningkatkan beban finansial bagi sistem kesehatan akibat biaya pengobatan yang semakin tinggi.[9] Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi farmakologinya, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi digital dalam bidang kesehatan.
Perkembangan teknologi digital dalam bidang kesehatan (e-health) telah membuka peluang baru dalam pengelolaan penyakit kronis seperti PJK. E-health mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam memberikan layanan kesehatan, baik dalam bentuk aplikasi seluler, telemedicine, maupun sistem informasi medis berbasis internet.[10] Dalam konteks pengelolaan PJK, aplikasi e-health dapat digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi pengobatan mereka.[11] Berbagai aplikasi e-health telah dikembangkan untuk membantu pasien dalam mengelola kondisi mereka, dengan menyediakan fitur-fitur seperti pengingat minum obat, pencatatan riwayat kesehatan, edukasi medis, serta layanan konsultasi daring dengan tenaga kesehatan. Aplikasi ini memungkinkan pasien untuk menerima notifikasi secara otomatis mengenai jadwal minum obat, sehingga dapat mengurangi kemungkinan kelupaan atau ketidakteraturan dalam konsumsi obat. Selain itu, pasien juga dapat mengakses informasi medis yang relevan dengan kondisi mereka, sehingga meningkatkan pemahaman mereka terhadap pentingnya kepatuhan terapi.[12]
Di Indonesia, pemanfaatan teknologi e-health masih dalam tahap perkembangan dan belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Beberapa aplikasi kesehatan telah dikembangkan baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, namun adopsinya oleh masyarakat masih relatif rendah.[13] Salah satu penyebabnya adalah rendahnya literasi digital di kalangan pasien, terutama bagi mereka yang berusia lanjut atau memiliki keterbatasan dalam menggunakan teknologi. Selain itu, akses terhadap perangkat teknologi seperti smartphone dan internet masih menjadi kendala bagi sebagian masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan terpencil.[14] Tantangan lainnya adalah kurangnya regulasi yang jelas mengenai penggunaan aplikasi e-health dalam layanan kesehatan formal. Meskipun aplikasi ini menawarkan berbagai manfaat, keabsahan data yang disimpan serta perlindungan privasi pasien masih menjadi perhatian utama.[15] Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih komprehensif dalam mengatur penggunaan e-health agar dapat diterapkan secara luas dengan tetap mengedepankan aspek keamanan dan privasi pengguna.
Di sisi lain, perkembangan e-health di Indonesia juga membuka peluang besar dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Dengan semakin banyaknya pengguna internet dan smartphone, potensi penggunaan aplikasi e-health semakin besar.[16] Selain itu, pandemi COVID-19 telah mempercepat adopsi layanan kesehatan digital, termasuk telemedicine dan aplikasi pengingat obat, sehingga semakin banyak masyarakat yang mulai terbiasa dengan layanan berbasis teknologi ini. Jika dimanfaatkan dengan baik, e-health dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan PJK serta mengurangi beban sistem kesehatan secara keseluruhan.[17] Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Efektivitas Penggunaan Aplikasi E-Health terhadap Kepatuhan Minum Obat bagi Pasien Jantung Koroner: A Systematic Review”. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yakni:
1. Bagaimana efektivitas penggunaan aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner berdasarkan hasil studi yang telah dipublikasikan?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan aplikasi e-health untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner menurut temuan penelitian sebelumnya?
Metode
Penelitian ini menggunakan metode systematic review, yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mensintesis hasil dari berbagai penelitian terdahulu [18] terkait efektivitas aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner. Pemilihan metode ini didasarkan pada kebutuhan untuk memahami sejauh mana aplikasi berbasis teknologi kesehatan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Dengan systematic review, penelitian ini dapat menyajikan gambaran yang lebih luas dan berbasis bukti mengenai efektivitas intervensi digital dalam pengelolaan penyakit jantung koroner. Systematic review dilakukan secara terstruktur melalui beberapa tahapan utama. Tahap pertama adalah perumusan pertanyaan penelitian, yang mengacu pada framework PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome). Dalam penelitian ini, populasi yang dikaji adalah pasien jantung koroner, intervensi yang ditinjau adalah penggunaan aplikasi e-health, perbandingan dapat berupa kelompok tanpa intervensi atau dengan metode kepatuhan lain, dan hasil yang diukur adalah tingkat kepatuhan minum obat. Setelah perumusan pertanyaan penelitian, tahap selanjutnya adalah pencarian dan seleksi literatur, yang bertujuan untuk mengidentifikasi penelitian relevan yang telah dipublikasikan di berbagai database ilmiah.
Bahan penelitian dalam systematic review ini terdiri dari berbagai sumber ilmiah yang kredibel, termasuk jurnal penelitian, laporan ilmiah, dan artikel dari database seperti PubMed, ScienceDirect, Scopus, dan Google Scholar. Studi yang dikaji adalah penelitian primer yang meneliti efektivitas aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner. Untuk memastikan kualitas dan relevansi sumber yang digunakan, penelitian ini menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi. Studi yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah yang secara spesifik membahas efektivitas aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien jantung koroner, dipublikasikan dalam rentang waktu tertentu (misalnya 2015–2024), menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif, serta tersedia dalam bahasa Inggris atau Indonesia. Sebaliknya, penelitian yang tidak secara eksplisit membahas topik ini, berupa opini atau editorial, serta memiliki kualitas metodologi yang rendah akan dikecualikan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pencarian literatur sistematis menggunakan kata kunci yang telah dirancang berdasarkan istilah yang relevan dengan penelitian ini.[19] Beberapa kata kunci yang digunakan mencakup "e-health application AND medication adherence AND coronary heart disease", "mobile health AND compliance with medication AND cardiovascular disease", serta "aplikasi kesehatan digital AND kepatuhan minum obat AND penyakit jantung koroner". Selain pencarian melalui database, penelitian ini juga menerapkan teknik snowballing, yaitu dengan menelusuri daftar referensi dari artikel yang telah ditemukan untuk mengidentifikasi studi lain yang relevan. Setelah artikel dikumpulkan, seleksi awal dilakukan berdasarkan abstrak, kemudian penelitian yang sesuai akan dianalisis lebih lanjut berdasarkan teks lengkapnya. Setelah proses seleksi, data dari penelitian yang terpilih akan diekstraksi dan disusun dalam format tabel ekstraksi data untuk memudahkan analisis. Informasi yang diekstrak meliputi judul dan penulis artikel, tahun publikasi, desain penelitian, populasi dan sampel, jenis aplikasi e-health yang digunakan, hasil utama terkait kepatuhan minum obat, serta kelebihan dan keterbatasan studi. Penggunaan tabel ini memungkinkan perbandingan yang lebih sistematis terhadap temuan dari berbagai penelitian yang dikaji.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan narrative synthesis, yaitu metode yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola, kesamaan, serta perbedaan dalam hasil penelitian yang telah dikaji.[20] Tahapan analisis meliputi pengelompokan studi berdasarkan kategori, penilaian kualitas penelitian, perbandingan hasil penelitian, serta identifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan aplikasi e-health terhadap kepatuhan minum obat. Studi yang memiliki kesamaan dalam metode dan populasi akan dibandingkan untuk melihat apakah ada pola konsisten dalam efektivitas aplikasi e-health. Selain itu, penelitian ini juga menilai faktor-faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan intervensi berbasis teknologi serta kendala yang mungkin dihadapi pasien atau tenaga kesehatan dalam penggunaannya. Dengan pendekatan systematic review ini, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memahami efektivitas aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner. Selain itu, penelitian ini juga dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung keberhasilan implementasi aplikasi kesehatan digital, sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi pengembang aplikasi, tenaga medis, serta pembuat kebijakan dalam bidang kesehatan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan dan inovasi teknologi yang lebih efektif dalam mendukung pengelolaan penyakit kronis, khususnya penyakit jantung koroner.
Hasil dan Pembahasan
A. Efektivitas Penggunaan Aplikasi E-Health dalam Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Jantung Koroner
Penggunaan aplikasi e-health telah menjadi inovasi penting dalam upaya meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien dengan penyakit jantung koroner.[21] Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi berbasis teknologi ini, dengan hasil yang beragam namun cenderung positif. Melalui tinjauan sistematis terhadap literatur yang ada, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai dampak aplikasi e-health terhadap kepatuhan pengobatan pada pasien jantung koroner.
Salah satu studi yang relevan adalah penelitian yang berjudul "Pengaruh Smartphone-Based Application terhadap Kepatuhan Pengobatan Pasien Penyakit Jantung Koroner" yang dipublikasikan di Jurnal Ilmiah Keperawatan (JIK). Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimental dengan pendekatan pretest-posttest dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skor kepatuhan pengobatan antara kelompok perlakuan yang menggunakan aplikasi berbasis smartphone dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan skor kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan nilai p sebesar 0,035 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi aplikasi berbasis smartphone berpengaruh positif terhadap peningkatan kepatuhan pengobatan pada pasien penyakit jantung koroner.[22]
Selain itu, sebuah artikel yang dipublikasikan di ResearchGate dengan judul "Efektivitas Edukasi Berbasis Multimedia terhadap Peningkatan Kepatuhan dalam Pengobatan dan Perawatan Diri pada Pasien Pasca Percutaneous Coronary Intervention (PCI)" juga memberikan wawasan penting. Penelitian ini merupakan tinjauan literatur yang bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas metode edukasi multimedia dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan dan perawatan diri pada pasien pasca PCI. Hasilnya menunjukkan bahwa edukasi berbasis multimedia, seperti penggunaan video edukasi dan aplikasi interaktif, efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan perawatan diri. Hal ini menunjukkan potensi aplikasi e-health dalam mendukung manajemen penyakit kardiovaskular secara umum, termasuk jantung koroner.[23]
Penelitian lain yang relevan adalah "Perubahan Perilaku Hidup Sehat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner melalui Intervensi Berbasis Aplikasi Game Smartphone" yang dipublikasikan di Jurnal Kesehatan. Studi ini meneliti pengaruh intervensi berbasis aplikasi game smartphone terhadap perubahan perilaku hidup sehat pada pasien penyakit jantung koroner. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan elemen game dalam perawatan kardiovaskuler dapat meningkatkan pengalaman dan kepatuhan pasien, serta berpengaruh positif terhadap perubahan perilaku hidup sehat yang bermanfaat bagi kesehatan fisik maupun mental.[24]
Selain itu, sebuah tinjauan literatur yang dipublikasikan di Jurnal Skala Kesehatan dengan judul "Efektivitas Telenursing dalam Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi" menyoroti bahwa intervensi telenursing, seperti pengingat melalui telepon dan pesan teks, efektif dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien dengan penyakit kronis, termasuk hipertensi. Meskipun fokus utamanya pada pasien hipertensi, temuan ini dapat memberikan wawasan mengenai potensi intervensi serupa pada pasien dengan penyakit jantung koroner.[25]
Secara keseluruhan, bukti yang ada menunjukkan bahwa aplikasi e-health memiliki potensi yang signifikan dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Namun, efektivitasnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk desain aplikasi, kemudahan penggunaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan individu pasien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi elemen kunci yang menentukan keberhasilan intervensi e-health dan untuk memastikan bahwa aplikasi tersebut dapat diakses dan digunakan secara efektif oleh berbagai populasi pasien. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan tantangan yang mungkin timbul dalam implementasi aplikasi e-health, seperti keterbatasan akses teknologi, literasi digital pasien, dan privasi data. Pendekatan yang komprehensif dan inklusif diperlukan untuk memastikan bahwa manfaat dari aplikasi e-health dapat dirasakan oleh semua pasien, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi mereka.
Dalam konteks Indonesia, di mana prevalensi penyakit jantung koroner cukup tinggi, penerapan aplikasi e-health dapat menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan, pada akhirnya, hasil kesehatan pasien. Namun, adaptasi terhadap konteks lokal, termasuk bahasa, budaya, dan infrastruktur teknologi, sangat penting untuk memastikan keberhasilan intervensi ini.[26] Secara keseluruhan, meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi berbagai tantangan dan memastikan efektivitas aplikasi e-health dalam berbagai konteks, bukti yang ada menunjukkan bahwa intervensi ini memiliki potensi besar dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Dengan pendekatan yang tepat, aplikasi e-health dapat menjadi alat yang berharga dalam manajemen penyakit kronis dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penerapan Aplikasi E-Health untuk Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Salah satu aspek krusial dalam pengelolaan penyakit ini adalah kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat secara teratur.[27] Sayangnya, tingkat kepatuhan pasien terhadap terapi obat sering kali rendah, yang dapat berdampak pada peningkatan risiko komplikasi dan rawat inap kembali. Seiring dengan perkembangan teknologi, aplikasi e-health mulai diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Aplikasi ini dirancang untuk memberikan informasi edukatif, mengingatkan jadwal minum obat, serta memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis.[28] Namun, penerapan aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien PJK tidak selalu berjalan lancar. Berbagai faktor pendukung dan penghambat dapat memengaruhi efektivitas implementasi teknologi ini.
Salah satu faktor pendukung utama dalam penerapan aplikasi e-health adalah peningkatan pengetahuan pasien mengenai penyakit jantung koroner dan pentingnya kepatuhan terhadap terapi obat. Edukasi kesehatan yang diberikan melalui aplikasi e-health dapat membantu pasien memahami manfaat terapi, mekanisme kerja obat, serta konsekuensi dari ketidakpatuhan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Poli Jantung Rumah Sakit Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa pasien yang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang penyakitnya cenderung lebih patuh dalam mengonsumsi obat yang diresepkan. Aplikasi e-health dapat menyediakan informasi yang mudah dipahami dalam berbagai format, seperti teks, video, dan infografis, sehingga pasien lebih termotivasi untuk mematuhi jadwal pengobatan mereka.[29]
Selain itu, perencanaan pemulangan pasien atau discharge planning yang efektif juga menjadi faktor pendukung yang signifikan dalam penerapan aplikasi e-health. Setelah pasien keluar dari rumah sakit, mereka sering kali menghadapi kesulitan dalam mengingat dan memahami regimen pengobatan mereka. Aplikasi e-health dapat membantu dengan menyediakan fitur pengingat minum obat, jadwal kontrol, serta informasi mengenai pola hidup sehat yang harus dijalani. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menemukan bahwa discharge planning yang diberikan melalui media digital mampu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan mereka. Dengan adanya aplikasi e-health, pasien dapat terus mendapatkan informasi dan dukungan tanpa harus selalu datang ke fasilitas kesehatan.[30]
Faktor lain yang mendukung penggunaan aplikasi e-health adalah efisiensi waktu dan kemudahan akses. Melalui aplikasi ini, pasien dapat dengan mudah memantau jadwal minum obat, berkonsultasi dengan dokter secara daring, serta mendapatkan informasi terkait kondisi kesehatan mereka tanpa harus melakukan kunjungan fisik ke rumah sakit atau klinik. Hal ini sangat membantu bagi pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas atau tinggal di daerah terpencil dengan akses terbatas ke fasilitas kesehatan. Sebuah penelitian di Puskesmas Gamping menunjukkan bahwa efisiensi waktu merupakan salah satu faktor yang mendorong pasien untuk menggunakan aplikasi mobile health (mHealth). Dengan memanfaatkan teknologi ini, pasien dapat lebih fleksibel dalam mengatur jadwal pengobatan mereka tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari.[31]
Selain manfaat yang diperoleh langsung oleh pasien, aplikasi e-health juga dapat meningkatkan keterlibatan keluarga dalam proses perawatan. Dukungan dari keluarga memainkan peran penting dalam kepatuhan pasien terhadap terapi obat. Dengan adanya aplikasi e-health, anggota keluarga dapat turut serta memantau jadwal pengobatan pasien dan memberikan pengingat secara langsung. Beberapa aplikasi bahkan memiliki fitur berbagi informasi yang memungkinkan keluarga atau pengasuh untuk mendapatkan notifikasi terkait kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Dengan cara ini, pasien tidak merasa sendirian dalam menjalani terapi mereka dan lebih termotivasi untuk mematuhi anjuran medis.[32]
Namun, meskipun memiliki banyak keuntungan, penerapan aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien PJK juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan akses terhadap teknologi dan konektivitas internet. Tidak semua pasien memiliki perangkat yang kompatibel atau akses ke jaringan internet yang stabil, terutama di daerah pedesaan atau wilayah dengan infrastruktur telekomunikasi yang masih terbatas. Masalah ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penggunaan aplikasi e-health, sebagaimana ditemukan dalam penelitian di Puskesmas Gamping yang menunjukkan bahwa masalah konektivitas dapat mengurangi efektivitas implementasi mHealth.[31] Selain itu, faktor ekonomi juga dapat menjadi penghalang dalam penggunaan aplikasi e-health. Meskipun beberapa aplikasi tersedia secara gratis, biaya untuk membeli perangkat yang sesuai dan berlangganan internet tetap menjadi kendala bagi beberapa pasien, terutama mereka yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Pasien dengan keterbatasan finansial mungkin lebih memilih metode tradisional dalam mengelola pengobatan mereka daripada mengandalkan aplikasi digital yang membutuhkan biaya tambahan.[33]
Kurangnya literasi digital juga menjadi tantangan dalam penerapan aplikasi e-health. Tidak semua pasien, terutama mereka yang berusia lanjut, memiliki keterampilan yang cukup untuk mengoperasikan aplikasi kesehatan dengan baik. Pasien yang tidak terbiasa dengan teknologi digital mungkin mengalami kesulitan dalam menavigasi fitur-fitur aplikasi, memahami informasi yang disajikan, atau bahkan merasa enggan untuk menggunakannya. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan atau pendampingan bagi pasien agar mereka dapat menggunakan aplikasi e-health dengan efektif.[34] Selain kendala teknis dan ekonomi, kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan data juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam adopsi aplikasi e-health. Pasien sering kali khawatir bahwa data medis mereka dapat diakses oleh pihak yang tidak berwenang atau disalahgunakan. Oleh karena itu, penting bagi pengembang aplikasi untuk memastikan bahwa sistem yang digunakan telah dilengkapi dengan protokol keamanan yang memadai serta mematuhi regulasi terkait perlindungan data pasien.[35]
Resistensi terhadap perubahan juga dapat menghambat adopsi aplikasi e-health. Beberapa pasien mungkin merasa lebih nyaman dengan cara pengobatan konvensional dan enggan untuk mencoba teknologi baru. Mereka mungkin meragukan keandalan aplikasi atau merasa bahwa interaksi langsung dengan dokter lebih efektif dibandingkan dengan konsultasi daring. Untuk mengatasi hambatan ini, tenaga kesehatan perlu memberikan edukasi mengenai manfaat penggunaan aplikasi e-health serta meyakinkan pasien bahwa teknologi ini dirancang untuk mendukung, bukan menggantikan, perawatan medis konvensional.[36] Kurangnya regulasi yang jelas terkait penggunaan aplikasi e-health juga menjadi faktor penghambat yang perlu diperhatikan. Saat ini, belum semua negara memiliki kebijakan yang mengatur standar dan akreditasi aplikasi kesehatan digital. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian bagi tenaga kesehatan maupun pasien mengenai validitas informasi yang diberikan oleh aplikasi serta aspek hukum terkait perlindungan data dan tanggung jawab medis. Oleh karena itu, pemerintah dan otoritas kesehatan perlu mengembangkan regulasi yang jelas untuk memastikan bahwa aplikasi e-health dapat digunakan secara aman dan efektif.[37]
Untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut, diperlukan strategi yang komprehensif. Salah satu solusi adalah meningkatkan infrastruktur telekomunikasi, terutama di daerah yang masih memiliki keterbatasan akses internet.[38] Selain itu, pengembang aplikasi e-health dapat bekerja sama dengan pemerintah atau lembaga kesehatan untuk menyediakan versi aplikasi yang lebih ringan dan dapat diakses tanpa koneksi internet yang kuat.[39] Program subsidi atau bantuan finansial juga dapat diterapkan untuk memastikan bahwa aplikasi e-health dapat digunakan oleh pasien dari berbagai latar belakang ekonomi.[40] Edukasi mengenai literasi digital juga menjadi langkah penting dalam meningkatkan adopsi aplikasi e-health.[14] Pelatihan dan pendampingan bagi pasien, terutama kelompok usia lanjut, dapat membantu mereka memahami cara penggunaan aplikasi serta manfaat yang dapat diperoleh.[41] Selain itu, pengembang aplikasi perlu merancang antarmuka yang lebih ramah pengguna agar mudah dioperasikan oleh berbagai kelompok usia.[42]
Dalam hal keamanan data, perlu adanya regulasi yang lebih ketat dan transparan mengenai perlindungan data pasien.[43] Pengembang aplikasi harus memastikan bahwa informasi pasien dilindungi dengan enkripsi yang kuat dan bahwa hanya pihak berwenang yang memiliki akses terhadap data tersebut.[43] Dengan jaminan keamanan yang lebih baik, pasien akan lebih percaya dalam menggunakan aplikasi e-health sebagai bagian dari perawatan mereka.[44] Secara keseluruhan, aplikasi e-health memiliki potensi besar dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner. Namun, untuk mencapai efektivitas yang maksimal, perlu adanya upaya untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada. Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk tenaga kesehatan, pengembang teknologi, dan pemerintah, aplikasi e-health dapat menjadi alat yang lebih inklusif dan bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung koroner.
Simpulan
Penggunaan aplikasi e-health terbukti efektif dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner, sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai studi yang telah dipublikasikan. Studi quasi-eksperimental yang diterbitkan di Jurnal Ilmiah Keperawatan menemukan bahwa pasien yang menggunakan aplikasi berbasis smartphone menunjukkan peningkatan signifikan dalam kepatuhan pengobatan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p = 0,035). Selain itu, penelitian lain mengungkapkan bahwa edukasi berbasis multimedia dan aplikasi interaktif, termasuk elemen gamifikasi, turut berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan perubahan perilaku hidup sehat. Meskipun demikian, efektivitas aplikasi e-health dipengaruhi oleh faktor seperti desain aplikasi, kemudahan penggunaan, dan aksesibilitas bagi berbagai kelompok pasien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut serta adaptasi terhadap konteks lokal guna memastikan bahwa aplikasi e-health dapat secara maksimal mendukung manajemen penyakit jantung koroner dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penerapan aplikasi e-health dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien jantung koroner didukung oleh beberapa faktor utama, seperti peningkatan pengetahuan pasien melalui edukasi digital, fitur pengingat minum obat, kemudahan akses layanan kesehatan secara daring, serta dukungan keluarga dalam pemantauan terapi obat. Studi menunjukkan bahwa pasien yang lebih memahami penyakitnya cenderung lebih patuh terhadap pengobatan, sementara fitur aplikasi yang interaktif dan mudah diakses dapat meningkatkan keterlibatan pasien. Namun, beberapa hambatan juga ditemukan, termasuk keterbatasan akses teknologi dan internet, kurangnya literasi digital, faktor ekonomi, kekhawatiran terhadap privasi data, serta resistensi pasien terhadap perubahan metode perawatan. Selain itu, kurangnya regulasi yang jelas terkait penggunaan aplikasi e-health dapat menghambat adopsinya secara luas. Oleh karena itu, diperlukan strategi komprehensif seperti peningkatan infrastruktur digital, edukasi literasi teknologi bagi pasien, regulasi perlindungan data yang ketat, serta perancangan aplikasi yang lebih inklusif agar manfaatnya dapat dirasakan oleh lebih banyak pasien.