Abstract
This qualitative study investigates the efficacy of group guidance and games-based learning in enhancing the comprehension of students with special needs at SLB PGRI Plosoklaten. Through observation, interviews, and literature review, the research underscores the crucial role of group guidance in facilitating learning and highlights the effectiveness of integrating games-based learning within this framework. Findings suggest that group guidance aids in material delivery and comprehension, while games-based learning optimizes understanding among students with special needs. The study underscores the significance of these strategies for creating inclusive and effective learning environments, offering valuable insights for educators and policymakers alike.
Highlights:
- Guidance Facilitates Learning: Group guidance aids comprehension for special needs students.
- Games Enhance Engagement: Games-based learning boosts understanding and participation.
- Inclusive Education Insights: Findings inform inclusive education practices.
Keywords: Games Based Learning, Group Guidance, Special Needs Education
Pendahuluan
Siswa berkebutuhan khusus merupakan peserta didik yang memiliki berbagai keterbatasan seperti fisik, sosial, emosi, maupun aspek yang lain yang membuat perlu adanya tindakan serta perlakuan khusus dalam proses pembelajaran [1]. Dalam praktik pembelajaran, anak berkebutuhan khusus sering mengalami permasalahan khususnya bagaimana upaya untuk menyerap serta memahami materi yang telah diajarkan secara optimal. Kendala dan hambatan pada siswa berkebutuhan khusus tersebut sejatinya memerlukan upaya berupa metode pembelajaran tertentu sehingga memudahkan siswa berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran [2]. Berbagai upaya terkait dengan metode pembelajaran untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa berkebutuhan khusus perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi [3]. Hal ini penting dilakukan karena siswa berkebutuhan khusus pada umumnya melaksanakan kegiatan pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB merupakan institusi atau lembaga pendidikan yang khusus menyelenggarakan pendidikan bagi siswa atau anak berkebutuhan khusus. SLB juga diharapkan juga dapat mengoptimalkan berbagai inovasi dan kreativitas untuk mengakomodasi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dalam melaksanakan proses pendidikan [4].
Salah satu SLB yang juga berupaya untuk melakukan pembaruan dan mengakomodasi berbagai metode pembelajaran untuk mengoptimalkan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dalam melaksanakan proses pendidikan adalah SLB PGRI Plosoklaten. SLB PGRI Plosoklaten merupakan salah satu SLB di Kabupaten Kediri, Jawa Timur yang menyelenggarakan dan memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus untuk mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan. Meski begitu, berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan penulis, terdapat kendala berupa ketidakoptimalan siswa atau peserta didik dalam memahami yang diberikan oleh guru. Kendala tersebut salah satunya disebabkan oleh metode pembelajaran yang monoton dan membuat peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten menjadi jenuh dan tidak fokus dalam proses pembelajaran. Dari permasalahan tersebut, perlu dilakukan pembaruan dan orientasi untuk melakukan berbagai metode kreatif dalam pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten menjadi lebih aktif dan mudah menerima materi yang disampaikan. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran pada peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran bimbingan kelompok dengan metode games based learning.
Pembelajaran bimbingan kelompok bagi peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten dimaksudkan supaya pembelajaran dapat berlangsung secara aktif dan atraktif sehingga memudahkan peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten dalam menyerap materi yang diberikan [5]. Selain itu, metode games based learning bagi peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten juga diharapkan dapat membuat peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten lebih rileks, santai, serta bahagia karena kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pendekatan berbasis games atau permainan. Penelitian mengenai pendidikan bagi siswa atau peserta didik berkebutuhan khusus sejatinya telah dilakukan oleh ketiga peneliti terdahulu, yaitu: pertama, penelitian yang dilakukan mmebahas penerapan kurikulum merdeka bagi anak berkebutuhan khusus [6]. Kebaruan dalam penelitian yang dilakukan Utama dan Marlina yaitu sekalipun penerapan kurikulum merdeka bagi anak berkebutuhan khusus dijalankan secara optimal, tetapi perlu penyesuaian untuk memfasilitasi perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Penelitian selanjutnya dilakukan [7] fokus pada analisis terkait media pembelajaran Bisindo bagi peserta didik Tuna Rungu [8].
Kebaruan dari penelitian yang dilakukan oleh Driyani, et.al. yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi peserta didik Tuna Rungu dengan bahasa isyarat menjadi meningkat dengan pengoptimalan media pembelajaran Bisindo. Penelitian lebih lanjut dilakukan [9]. mengoptimalkan aplikasi penerjemah bahasa isyarat berbasis long-short term memory [10]. Kebaruan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah, et. al. yaitu penerapan aplikasi penerjemah bahasa isyarat berbasis long-short term memory bagi peserta didik tuna wicara dan tuna rungu dapat berjalan secara efektif dan memudahkan pemahaman. Penelitian lebih lanjut juga dilakukan [11] fokus pada analisis atas games edukasi bagi siswa kelas IV dengan peserta didik Tunagrahita [12]. Kebaruan [13] yaitu terdapat pemahaman secara signifikan peserta didik Tunagrahita terhadap mata pelajaran bangun datar. Penelitian selanjutnya dilakukan [14] membahas berkaitan dengan penggunaan permainan olahraga Bocce bagi peserta didik Tunagrahita [15]. Kebaruan adalah dengan penggunaan permainan olahraga Bocce peserta didik lebih rileks dan fokus terhadap mata pelajaran yang diberikan [16]. Penelitian mengenai pemanfaatan games edukasi juga ditegaskan dalam penelitian [17] yang membahas permainan quarted flash card bagi peserta didik berkebutuhan khusus [18]. Kebaruan yaitu adanya peningkatan pemahaman peserta didik melalui peningkatan nilai kuisioner khususnya setelah diberikan pendekatan permainan berbasis quarted flash card
Dari keenam penelitian terdahulu tersebut, penelitian yang penulis lakukan dengan fokus pada implementasi pembelajaran bimbingan kelompok dengan metode games based learning melalui permainan teka-teki gambar/puzzle di SLB PGRI Plosoklaten sejatinya belum dilakukan penelitian secara komprehensif oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian yang orisinal. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah yaitu, (i) bagaimana urgensi bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten? dan (ii) bagaimana implementasi games based learning dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten?.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mendasarkan pada observasi non-partisipan, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi [19]. Observasi dilakukan pada SLB PGRI Plosoklaten yang terdiri dari observasi pendahuluan dan observasi lanjutan. Yang mana pada observasi pendahuluan peneliti melihat jumlah siswa, jumlah guru, jumlah kelas, melihat materi dan tehnik pembelajaran sebelum peneliti datang. Kemudian pada observasi lanjutan melihat permasalahan dari tehnik pembelajaran seperti apa, faktor-foktor nya seperti apa, solusinya apa, dampaknya seperti apa menggunakan 5W 1H. Wawancara semi-terstruktur dalam penelitian ini dilakukan pada guru atau tenaga pengajar di SLB PGRI Plosoklaten terkait pembelajaran siswa, tehnik pengajaran, dampak dari tehnik yang diberikan, dan lingkungan belajar siswa . Dokumentasi dilakukan dengan melakukan analisis terhadap buku maupun jurnal ilmiah yang relevan kebutuhan pada siswa SLB di Plosoklaten
Hasil dan Pembahasan
A. Urgensi Bimbingan Kelompok dalam Membantu Pemahaman Siswa Berkebutuhan Khusus Di SLB PGRI Plosoklaten
SLB PGRI Plosoklaten merupakan salah satu sekolah yang memfasilitasi siswa atau peserta didik berkebutuhan khusus yang mana sekolah ini memiliki tingkatan sekolah mulai dari SD,SMP,SMA yang berbeda dengan SLB lainnya. Proses pembelajaran siswa atau peserta didik berkebutuhan khusus pada di SLB PGRI Plosoklaten selama ini masih bersifat konvensional dan kurang tertata. Tenaga kerja/guru mengajar hanya rutinitas dan tidak terjadwal untuk matapelajarannya, hal ini menyebabkan minat belajar siswa ABK rendah dan juga dalam pembelajaran sulit untuk berkonsentrasi. Pengelolaan kelas belum sesuai tantanan tingkatan pendidikan. Maksudnya, dalam satu kelas siswanya bercampur SD,SMP,SMA. Model pembelajaran yang biasa dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan siswa pada waktu itu juga, jadi hal ini juga dapat berpengaruh pada rendahnya konsentrasi belajar siswa yang belum maksima [20]. Guru Pendamping Khusus (GPK) jumlahnya hanya empat sehingga pelayanan untuk siswa ABK yang berjumlah 30 siswa tersebar di SD,SMP,SMA sehingga dapat dikatakan belum maksimal. Siswa ABK terutama siswa SMP yang menjadi sasaran layanan program bimbingan dianggap mempunyai daya tangkap cukup rendah terutama dalam konsentrasi belajaranya, siswa juga mudah teralihkan karena kurang aktifnya guru dalam menghidupkankan suasana kelas dan tidak ada metode pembelajaran yang membuat siswa dapat lebih fokus dan bersemangat dalam belajar.
Salah satu upaya yang penulis orientasikan dalam kegiatan pembelajaran di SLB PGRI Plosoklaten adalah dengan mengacu pada aspek pembelajaran secara berkelompok. Wibowo menyatakan bahwa pembelajaran secara berkelompok merupakan cara atau metode pembelajaran yang mengoptimalkan peran kelompok sehingga setiap peerta didik dibagi dalam beberapa kelompok tertentu supaya terjalin interaksi yang aktif antarpeserta didik maupun antara peserta didik dengan guru atau tenaga pengajar [21]. Pembelajaran berbasis bimbingan kelompok sejatinya memiliki beberapa tujuan, diantaranya [22]: pertama, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok menekankan dimensi pembelajaran yang aktif-partisipatif yang artinya bahwa setiap peserta didik diharapkan dapat aktif dan berpartisipasi di masing-masing kelompok terhadap suatu materi atau pembelajaran tertentu. Kedua, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok juga memiliki orientasi untuk meningkatkan kerjasama dan rasa saling peduli antarpeserta didik.
Pada tujuan kedua ini, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok berfokus untuk menjadikan peserta didik dapat bekerja sama serta memiliki kepedulian pada peserta didik lainnya. Hal ini juga diharapkan bahwa masing-masing peserta didik khususnya dalam satu kelompok dapat bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan bersama dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran [23]. Ketiga, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok juga mengharuskan guru atau tenaga pengajar menyampaikan materi pembelajaran secara kreatif dan energik. Pada aspek ini, guru atau tenaga pengajar diharapkan dapat mengoptimalkan berbagai kelompok yang ada supaya terjalin pola pengajaran yang partisipatif yang outputnya dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Keempat, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok diharapkan juga menghadirkan pembelajaran berbasis kontekstual yang artinya bahwa materi pembelajaran dilaksanakan secara santai dan memanfaatkan dinamika kelompok yang terbentuk sehingga sekalipun materi pembelajaran dilaksanakan secara santai tetapi secara substansi materi tetap tersampaikan dan memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang diberikan [24].
Dari keempat tujuan pembelajaran berbasis bimbingan kelompok di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis bimbingan kelompok relevan untuk diterapkan pada peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten. Hal ini sejatinya sesuai dengan kendala yang dialami oleh tenaga pengajar di SLB PGRI Plosoklaten bahwa kendala berkaitan dengan penyampaikan materi adalah kesulitan pemahaman peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten. Pembelajaran berbasis bimbingan kelompok sejatnya juga relevan dikaitkan dengan siswa atau peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten yang merupakan kategori anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus sendiri dalam literatur lain dikenal juga dengan istilah penyandang disabilitas yang memiliki arti sebagai kelompok masyarakat yang tidak memiliki kemampuan atau kapasitas sebagai manusia pada umumnya dalam melaksanakan berbagai aktivitas dan oleh karena itu layak dan patut mendapatkan perlakuan khusus [25].
Istilah lain terkait dengan siswa atau anak berkebutuhan khusus adalah difabel yang bermakna sebagai kelompok masyarakat dengan kemampuan berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya (different-ability). Haring dalam klasifikasinya menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis anak atau siswa berkebutuhan khusus yang meliputi: peserta didik yang terkendala di bidang pendengaran (tuna netra), peserta didik yang mengalami gangguan mental, peserta didik yang mengalami gangguan komunikasi khususnya terkat dengan keterampilan berbahasa dan berbicara (tuna grahita), peserta didik yang mengalami kesulitan atau ketidakmampuan belajar yang tidak berkaitan dengan adanya kecacatan fisik, peserta didik yang memiliki gangguan emosi dan perilaku, serta peserta didik yang secara fisik terganggu atau memiliki kekurangan sehingga mengganggu kegiatan pembelajaran. Dari berbagai jenis peserta didik berkebutuhan khusus sebagaimana ditegaskan oleh Haring di atas, sejatinya pemahaman mengenai peserta didik berkebutuhan khusus adalah lebih luas dari sekadar peserta didik sebagai penyandang disabilitas, hal ini karena klasifikasi mengenai peserta didik berkebutuhan khusus menurut Haring di atas secara komprehensif menegaskan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus adalah semua peserta didik yang memerlukan tindakan dan penanganan khusus supaya dapat mengeyam pendidikan secara optimal sekalipun memiliki hambatan dan kendala-kendala tertentu. Terkait dengan istilah disabilitas maupun difabel yang juga disinggung di atas, pada intinya siswa atau anak berkebutuhan khusus memerlukan upaya dan metode tertentu supaya dapat optimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berbasis bimbingan kelompok jika dilihat pada kebutuhan dan kendala yang dialami oleh peserta didik berkebutuhan khusus sejatinya sangat relevan.
Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat tiga relevansi pembelajaran berbasis bimbingan kelompok pada peserta didik berkebutuhan khusus, yaitu: pertama, dengan pembelajaran berbasis bimbingan kelompok maka tingkat pemahaman materi bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat lebih optimal. Hal ini karena dalam pembelajaran berbasis bimbingan kelompok, pembelajaran tidak hanya dilaksanakan secara satu arah, tetapi melibatkan peran aktif dari peserta didik. Kedua, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian peserta didik terhadap sesama peserta didik. Hal ini dimungkinkan adanya interaksi antarpeserta didik yang mampu mendukung proses pembelajaran. Ketiga, pembelajaran berbasis bimbingan kelompok juga dapat secara efektif dan fokus untuk melakukan evaluasi terhadap materi pembelajaran yang disampaikan. Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa urgensi bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten diperlukan untuk mempermudah penyampaian materi pembelajaran sekaligus dapat meningkatkan pemahaman peserta didik berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten
B. Implementasi Games Based Learning dalam Membantu Pemahaman Siswa Berkebutuhan Khusus di SLB PGRI Plosoklaten
Pada Hasil wawancara penulis dengan salah satu guru atau tenaga pengajar di SLB PGRI Plosoklaten secara substantif menegaskan bahwa salah satu kendala yang dihadapi oleh tenaga pengajar adalah kreativitas mode pengajaran di SLB PGRI Plosoklaten. Kreativitas dalam hal ini berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan kepada peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten yang cenderung monoton dan tidak memiliki berbagai variasi. Kreativitas pengajaran sejatinya merupakan aspek yang penting karena kreativitas atau metode pengajaran bergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana. Dari faktor yang berpengaruh tersebut, maka sejatinya diperlukan suatu metode atau cara mengajar yang efektif, partisipatif, serta tidak memerlukan sarana dan prasarana khusus. Metode atau cara mengajar yang efektif, partisipatif, serta tidak memerlukan sarana dan prasarana khusus bagi SLB PGRI Plosoklaten menurut penulis adalah pembelajaran berbasis Game Based Learning [26].
Game Based Learning yang diberikan kepada siswa-siswi SLB Plosoklaten ada berbagai jenis model permainan yang tentunya dapat melatih motorik halus, koordinasi mata dan tangan, melatih ketangkasan dan fokus konsentrasi. Game tersebut terbagi menjadi tiga jenis yaitu;
1. Merangkai Puzzle/gambar
a. Tahap Pelaksanaan
Peneliti mempersiapkan proses pembuatan gambar yang akan dibuat puzzle. Kemudian para siswa dibuat beberapa kelompok kemudian setiap kelompok diminta untuk mencari beberapa potongan gambar yang telah disembunyikan oleh peneliti. Tampilan puzzle yang akan diberikan berupa gambar alam sekitar,seperti pohon, laut, langit dan sebagainya. Puzzle tersebut cukup sederhana hanya berupa kertas bergambar yang di potong kemudian siswa-siswi dapat menempelkan potongan tersebut pada kertas kosong yang sudah diberikan garis dan angka. Angka ini akan memudahkan siswa-siswi dalam merangkai serta pengenalan dan penghafalan tentang angka. Kemudian kelompok siapa yang paling cepat dalam merangkai puzzle secara cepat dan tepat maka akan di berikan reward [27].
b. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan game based learning dalam permainan puzzle untuk melatih kognitif pada siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten, di laksanakan pada:
Hari/Tanggal : Rabu, 27 September 2023
Tempat : Halaman Sekolahan di SLB PGRI Plosoklaten Waktu : 08.00 – 08.45 ( 45 menit )
Peserta : 6 orang anak berkebutuhan khusus ( 2 tuna grahita, 2 tuna daksa, 2 tuna rungu)
c. Manfaat Game based learning dalam permainan puzzle, Menurut Supartini terdapat 5 manfaat sebagai berikut:
1) Melatih dan membantu keterampilan kognitif
2) Meningkatkan keterampilan motoric halus
3) Meningkatkan keterampilan sosial
4) Merangsang berkembangan kreativitas
5) Meningkatkan perkembangan moral.
2. Membuat seni origami
a. Tahap Pelaksanaan
Di awali dengan peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang kegiatan permainan, kemudian peneliti membagi beberapa kelompok siswa dan setiap ketua kelompok diberikan arahan dan aturan permainan. Selanjutnya peneliti membagikan 8 kertas origami kepada setiap anggota kelompok dan juga para siswa diberikan peralatan seperti; gunting;spidol;lem;dan penggaris. Kemudian para siswa ABK diberikan waktu selama 45 menit untuk mengerjakan sesuai arahan dari peneliti/guru. Setiap kelompok wajib membantu dan mengarahkan anggotanya untuk mengerjakan tugasnya secara bersama-sama. Dalam pembuatan seni origami yang dibentuk seperti matahari kemudian diberikan berbagai macam garis seperti; garis lurus;zig-zag;menggelombang;dua lurus;tiga lurus;segitiga;zig-zag tajam dll. Untuk garis-garis ini nanti akan dipotong menggunakan gunting dan potongannya sesuai dengan garis yang dibuat. Jika dalam waktu 45 menit belum selesai maka diharapkan siswa dapat melanjutkannya dirumah dan dibawa kembali di pertemuan berikutnya.
b. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan game based learning dalam permainan seni origami untuk melatih melatih motorik halus, koordinasi mata dan tangan, melatih ketangkasan dan fokus konsentrasi. pada siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten, di laksanakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 30 September 2023
Tempat : Di ruang kelas SLB PGRI Plosoklaten
Waktu : 08.00 – 08.45 ( 45 menit ) Pesera : 6 orang anak berkebutuhan khusus ( 2 tuna grahita, 2 tuna daksa, 2 tuna rungu)
c. Manfaat game based learning dalam permainan seni origami bagi anak-anak, menurut Pandiangan, yaitu:
a) melatih motorik halus anak sehingga anak dapat menciptakan suatu permainan yang aman dan nyaman;
b) melatih kreativitas anak untuk membuat suatu jenis permainan tertentu yang tidak dijumpai di toko mainan;
c) mengembangkan sikap disiplin dan tekun pada anak khususnya dalam proses pembuatan origami;
d) membantu memperluas imajinasi anak khususnya terkait bentuk mainan seperti apa yang hendak dibuat dalam karya origami; dan
e) melatih anak berpikir proporsional-matematis, yaitu membentuk suatu bidang tertentu dalam origami yang disesuaikan dengan bentuk yang dikehendaki oleh anak.
3. Permainan Tebak Gaya
a. Tahap Pelaksanaan
Peneliti mempersiapkan beberapa gambar,kemudian siswa dibentuk menjadi 3 kelompok setiap anggotanya terdapat 6 peserta dan setiap kelompok diminta untuk maju kedepan memberikan clue hanya dengan gerakan tubuh tanpa berbicara sesuai pada lembar gambar yang diberikan oleh teman anggotanya, gambar yang ditampilkan berupa gambar aktivitas sehari-hari, kemudian kelompok lain berkompetisi untuk menjawab dan diberikan waktu selama 2 menit untuk dapat menjawab. Bagi kelompok yang berhasil mendapatkan poin tertinggi dan berhasil menjawab pertanyaan yang diberikan dari peneliti maka akan diberikan reward. Bagi kelompok lain yang nilainya rendah maka diberikan sanksi menyanyikan sebuah lagu.
b. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan game based learning pada permainan tebak gaya/peraga sebagaimana yang dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Rabu, 01 November 2023
Tempat : Di ruang kelas SLB PGRI Plosoklaten
Waktu : 08.00 – 08.45 ( 45 menit ) Pesera : 6 orang anak berkebutuhan khusus (2 tuna grahita, 2 tuna daksa, 2 tuna rungu)
c. Manfaat game based learning dalam permainan tebak gaya/peraga, menurut Agustin dan Asy’ari dapat meningkatkan pemahaman dan kreativitas peserta didik sekaligus meningkatkan responsivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Game Based Learning tersebut merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan pendekatan berbasis permainan untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Dalam pandangan Annie Pho pada dasarnya Game Based Learning bertujuan supaya siswa atau peserta didik dapat tertarik dengan materi pembelajaran dengan permainan untuk kemudian dari permainan tersebut disisipkan nilai-nilai dalam materi pembelajaran. Pada dasarnya Game Based Learning berorientasi supaya peserta didik menjadi lebih fun, enjoy, dan dapat lebih mudah memahami materi. Mengacu pada pandangan The Learning Counsel, Game Based Learning merupakan media dan sarana yang dianggap lebih efektif untuk menyalurkan ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika ilmu pengetahuan berada pada otak kiri maka games lebih menekankan pada otak kanan dan berorientasi pada kreativitas. Sinergi antara otak kanan dan otak kiri ini dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan.
Terdapat tiga orientasi mengapa pendekatan Game Based Learning tersebut cocok diterapkan di SLB PGRI Plosoklaten tersebut, yaitu: pertama, dengan memahami kendala atau permasalahan yang dihadapi peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten, khususnya terkait dengan minat pembelajaran yang masih rendah maka pendekatan Game Based Learning dapat dianggap tepat untuk diterapkan di SLB PGRI Plosoklaten. Kedua, pendekatan Game Based Learning selain efektif juga dapat mempermudah penyampaian materi pembelajaran karena tidak terasa sambil bermain peserta didik juga dapat melakukan pembelajaran[28]. Ketiga, pendekatan Game Based Learning juga membuat proses pembelajaran menjadi aktif-partisipatif dan berjalan secara dua arah yang mana selain guru atau instruktur mengawali permainan peserta didik juga dapat berpartisipasi aktif dalam permainan tersebut. Berkaitan dengan implementasi atau penerapan metode Game Based Learning berbasis bimbingan kelompok di SLB PGRI Plosoklaten, maka perlu diupayakan beberapa aspek, yaitu: pertama, persiapan dan penentuan game atau permainan apa yang hendak dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Penentuan jenis game atau permainan apa yang hendak dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran seharusnya disesuaikan dengan jenis materi pembelajaran serta kondisi peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten. Kedua, kreativitas dalam pelaksanaan Game Based Learning yang berbasis bimbingan kelompok. Kreativitas dalam hal ini dimaksudkan bahwa jenis permainan harus sering berganti-ganti atau lebih dari satu untuk mengantisipasi adanya kejenuhan atau kebosanan dari peserta didik [28].
Ketiga, dalam pelaksanaan Game Based Learning yang berbasis bimbingan kelompok, guru atau tenaga pengajar di SLB PGRI Plosoklaten juga wajib melakukan evaluasi bagi peserta didik berkaitan dengan tingkat pemahaman siswa. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas penerapan Game Based Learning yang dikaitkan dengan upaya untuk meningkatkan pemahaman peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten. Berdasarkan uraian di atas, implementasi games based learning yang berbasis bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten diperlukan sebagai upaya untuk mengefektifkan kegiatan pembelajaran sekaligus dapat mengoptimalkan pemahaman peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten berkaitan dengan pemahaman suatu materi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam implementasi games based learning yang berbasis bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten yaitu guru atau tenaga pengajar perlu update dan secara kreatif perlu mengupayakan games yang berbeda-beda untuk menarik minat dan antusiasme peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten.
Simpulan
Urgensi bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten diperlukan untuk mempermudah penyampaian materi pembelajaran sekaligus dapat meningkatkan pemahaman peserta didik berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten. Implementasi games based learning yang berbasis bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten diperlukan sebagai upaya untuk mengefektifkan kegiatan pembelajaran sekaligus dapat mengoptimalkan pemahaman peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten berkaitan dengan pemahaman suatu materi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam implementasi games based learning yang berbasis bimbingan kelompok dalam membantu pemahaman siswa berkebutuhan khusus di SLB PGRI Plosoklaten yaitu guru atau tenaga pengajar perlu update dan secara kreatif perlu mengupayakan games yang berbeda-beda untuk menarik minat dan antusiasme peserta didik di SLB PGRI Plosoklaten.
References
- R. Tanjung, Y. Supriani, O. Arifudin, and U. Ulfah, “Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi pada Lembaga Pendidikan Islam,” J. Ilm. Ilmu Pendidik., vol. 5, no. 1, pp. 339–348, 2022, doi: 10.54371/jiip.v5i1.419.
- A. Lestari, F. Setiawan, and E. Agustin, “Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar,” Arzusin, vol. 2, no. 6, pp. 602–610, 2022, doi: 10.58578/arzusin.v2i6.703.
- R. S. A. Widhiati, E. Malihah, and S. Sardin, “Dukungan Sosial dan Strategi Menghadapi Stigma Negatif Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Pendidikan,” J. Paedagogy, vol. 9, no. 4, p. 846, 2022, doi: 10.33394/jp.v9i4.5612.
- B. Baglama et al., “Analysis of Digital Leadership in School Management and Accessibility of Animation-Designed Game-Based Learning for Sustainability of Education for Children with Special Needs,” Sustain., vol. 14, no. 13, p. 5, 2022, doi: 10.3390/su14137730.
- E. Leifler, A. Borg, and S. Bölte, “A multi-perspective study of Perceived Inclusive Education for students with Neurodevelopmental Disorders,” J. Autism Dev. Disord., vol. 1, no. 1, pp. 1–7, 2022, doi: 10.1007/s10803-022-05643-7.
- Avdiu Schabas, “Game-Based Science Learning: What are the Problems with Teachers Practicing It in Class?,” Assyfa Learn. J., vol. 1, no. 2, pp. 91–105, 2023, doi: 10.61650/alj.v1i2.128.
- D. A. Utama and M. Marlina, “Implementasi Kurikulum Merdeka Bagi Anak Berkebutuhan Khusus,” Edukatif J. Ilmu Pendidik., vol. 5, no. 2, pp. 1691–1700, 2017.
- S. Khotijah, J. Juliana, and D. Driyani, “Perancangan Media Pembelajaran Interaktif Bahasa Isyarat Bisindo Untuk Penyandang Disabilitas Tuna Rungu Berbasis Android,” J. Ilm. Multidisiplin, vol. 2, no. 1, pp. 142–149, 2023, doi: 10.59000/jim.v2i1.101.
- S. Nur, A. N. Assyifa, and H. Nurjannah, “Pengembangan Aplikasi Penerjemah Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) Menggunakan Metode Long-Short Term Memory,” Edusaintek J. Pendidikan, Sains dan Teknol., vol. 11, no. 1, pp. 13–30, 2024, doi: 10.47668/edusaintek.v11i1.898.
- Sugiyono, "Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D," 27th ed. Bandung: Alfabeta, 2018.
- U. Shidiq and M. Choiri, "Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan," vol. 53, no. 9. 2019.
- T. M. Laiyan, “Pengembangan Pembelajaran Kreatif Dan Inovatif Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Di Alam Terbuka,” J. Pelayanan Pastor., vol. 3, no. 1, pp. 71–76, 2022, doi: 10.53544/jpp.v3i1.291.
- D. Ishmi, “Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita di Masa Pandemi Covid-19,” Waraqat J. Ilmu-Ilmu Keislam., vol. 6, no. 1, pp. 12–23, 2021, doi: 10.51590/waraqat.v6i1.128.
- P. H. Putra, I. Herningrum, and M. Alfian, “Pendidikan Islam untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Kajian tentang Konsep, Tanggung Jawab dan Strategi Implementasinya),” Fitrah J. Islam. Educ., vol. 2, no. 1, pp. 80–95, 2021, doi: 10.53802/fitrah.v2i1.55.
- N. Laili, Z. Nurfahmawati, and K. Wachidah, “PKM Peningkatan Kompetensi Guru dalam Proses Identifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus di SLB Aisyiyah Porong,” J. Pengabdi. Pada Masy., vol. 7, no. 4, pp. 920–929, 2022, doi: 10.30653/002.202274.173.
- T. Wasyik and I. Syafi’i, “Implementasi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Di Luar Kelas Era Covid-19 Madrasah Aliyah Bilingual Krian Sidoarjo,” Ta’allum J. Pendidik. Islam, vol. 9, no. 1, pp. 1–29, 2021, doi: 10.21274/taalum.2021.9.1.1-29.
- N. Z. Zolkipli, B. Rahmatullah, M. M. Samuri, S. Árva, and V. Pranoto, “‘Leave No One Behind’: a Systematic Literature Review on Game-Based Learning Courseware for Preschool Children With Learning Disabilities,” Southeast Asia Early Child. J., vol. 12, no. 1, p. 79, 2023.
- A. Lawson and A. E. Beckett, “The social and human rights models of disability: towards a complementarity thesis,” Int. J. Hum. Rights, vol. 1, no. 1, no. 1, pp. 348–352, 2020, doi: 10.1080/13642987.2020.1783533.
- M. Nieuwenhuijse, D. L. Willems, J. B. van Goudoever, and E. Olsman, “The perspectives of professional caregivers on quality of life of persons with profound intellectual and multiple disabilities: a qualitative study,” Int. J. Dev. Disabil., vol. 68, no. 2, pp. 190–197. 2022, doi: 10.1080/20473869.2020.1737469.
- W. K. Minsih, Jatin Sri Nandang, “Problematika Pembelajaran Online Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Masa Pandemi Covid-19,” Basicedu, vol. 5, no. 3, pp. 1252–1258, 2021.
- S. Nurfadhillah et al., “Analisis Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme) Di Sekolah Inklusi Sdn Cipondoh 3 Kota,” Bintang J. Pendidik. dan Sains, vol. 3, no. 3, pp. 459–465, 2021.
- N. A. Lafiana, H. Witono, and L. H. Affandi, “Problematika Guru Dalam Membelajarkan Anak Berkebutuhan Khusus,” J. Classr. Action …, vol. 4, no. 2, p. 83, 2022, doi: 10.29303/jcar.v4i1.1686.
- A. Pribadi, "Media dan Teknologi dalam Pembelajaran." Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2017.
- E. S. Hasibuan, “The Role Of Indonesian Police Through ‘Cyber Patrol’ In Preserving And Maintaining Cyber Room Security,” Int. J. Soc. Serv. Res., vol. 7, no. 1, pp. 126–134, 2023, doi: 10.24036/jep/vol7-iss1/741.
- N. N. Maulida, S. Sukadi, and S. Rahayu, “Effectiveness of The Implementation Game-Based-Learning in Increasing Student Learning Outcomes,” J. Penelit. Pendidik., vol. 22, no. 3, pp. 252–265, 2022, doi: 10.17509/jpp.v22i3.50977.
- H. F. Andrew Christian Banjarnahor, “Tinjauan Yuridis Dalam Proses Pembuktian Cyber Pornography Yang Dilakukan Melalui Media Sosial Berdasarkan Hukum Positif Indonesia,” Anal. Huk., vol. 6, no. 1, p. 7, 2023.
- S. E. R. W. Rino Sun Joy, Bruce Anzward, “Peran Aparat Kepolisian Terhadap Penegakan Hukum Dalam Menyikapi Berita Hoax Pemilu Presiden 2019 Di Wilayah Hukum Polda Kaltim,” Lex Suprema, vol. 1, no. 2, p. 8, 2019, doi: 10.26811/didaktika.v6i2.622.
- T. Purwati, “Students’ Perception on Quizizz As Digital Game-Based Learning Tool For Formative Assessments,” JELLE J. English Lit. Linguist. Educ., vol. 3, no. 2, pp. 13–20, 2022, doi: 10.31941/jele.v3i2.2297.