Navigating E-Government Realities: Insights from Rural Administration in Central Maluku, Indonesia
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v26i1.990

Navigating E-Government Realities: Insights from Rural Administration in Central Maluku, Indonesia


Melintasi Realitas E-Government: Wawasan dari Administrasi Desa di Maluku Tengah, Indonesia

Universitas Pattimura, Ambon
Indonesia
Universitas Pattimura, Ambon
Indonesia
Universitas Pattimura, Ambon
Indonesia

(*) Corresponding Author

E-Government Rural Administration Technology Infrastructure Community Engagement Implementation Strategies

Abstract

This qualitative and descriptive study delves into the implementation of E-Government in Banda Subdistrict, Central Maluku, Indonesia. Utilizing purposive sampling, data was gathered through field observations, documentation, and interviews. The research aims to comprehend the significance of E-Government in Banda Subdistrict, evaluating the benefits, challenges, stages, and strategies involved in its implementation. Emphasis is placed on the observation that despite the presence of websites in many villages, only a few remain active and visited by the community. Success in E-Government for village administrative services is influenced by factors such as technological infrastructure, community understanding of technology, and the readiness of human resources. This study underscores the need for a comprehensive approach to address these factors, enhancing the effectiveness of E-Government initiatives in rural areas.

Highlights:

  • Strategic Evaluation: Assessing the benefits, challenges, and implementation strategies of E-Government in Banda Subdistrict provides insights into its overall effectiveness.

  • Community-Centric Approach: Highlighting the importance of community engagement, the study underscores that successful E-Government relies on the understanding and active participation of the local population.

  • Technological Foundations: Emphasizing the role of technology infrastructure, the research identifies it as a critical factor influencing the success of E-Government initiatives, particularly in rural administrative settings.

Keywords: E-Government, Rural Administration, Technology Infrastructure, Community Engagement, Implementation Strategies

Pendahuluan

E-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk meningkatkan akses publik terhadap informasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterbukaan, akuntabilitas, dan keterlibatan pemerintah, sehingga masyarakat dapat menganalisis komitmennya dengan baik dan bertindak sebagai pemeriksa atas kebijakan dan aktivitasnya. Untuk memenuhi pertumbuhan TI yang semakin meningkat, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003. Instruksi ini menguraikan niat pemerintah untuk memperluas layanan pemerintah yang terkomputerisasi.

Tujuan mendasar dari e-government adalah untuk memudahkan akses masyarakat terhadap layanan pemerintah melalui platform online, sekaligus mengurangi bahaya korupsi, menghemat waktu, dan menurunkan biaya. Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku sedang mengimplementasikan Inisiatif E-Government. Studi ini dilakukan untuk mengatasi hambatan yang masih ada dalam penerapan E-Government. Meskipun demikian, kemajuan teknologi informasi telah berdampak pada penerapan tata kelola pemerintahan desa [1].

Oleh karena itu, tujuan dari studi ini adalah untuk menyelidiki pentingnya E-Government di Kecamatan Banda dan menganalisis infrastruktur E-Government yang ada di wilayah tersebut dalam hal manfaat, kekurangan, potensi, dan risikonya. Terlepas dari dampak pertumbuhan TI pada pemerintah desa, masih ada hambatan dalam adopsi E-Government.

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pentingnya E-Government di kecamatan Banda dan untuk menilai implementasi E-Government di daerah dalam hal manfaat, masalah, tingkat, dan teknik. Investigasi ini juga mengindikasikan bahwa, meskipun banyak pemerintah kota yang memiliki situs web, hanya sebagian kecil dari mereka yang secara efektif melibatkan pengguna. Keberhasilan E-Government dalam layanan administrasi desa tergantung pada faktor-faktor seperti infrastruktur teknologi, literasi teknologi masyarakat, dan persiapan sumber daya manusia.

Metode

Data berasal dari catatan lapangan, rekaman, dan narasumber yang dipilih dengan menggunakan teknik sampel bertujuan; penelitian ini bersifat deskriptif dan kualitatif. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dikenal sebagai triangulasi, dan melibatkan wawancara, dokumentasi, dan observasi. Di Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, khususnya di desa-desa yang memiliki situs web, situs web yang tidak aktif, dan tidak memiliki situs web sama sekali, metode analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, memeriksa kembali data, dan menarik kesimpulan. memberikan beberapa pemikiran karena hal ini memainkan peran penting dalam meringkas implementasi Pemerintah Desa berbasis E-Governance di Kecamatan Banda.

Tahapan analisis data ini adalah Mereduksi data. Reduksi data adalah proses dimana peneliti memilih dan memprioritaskan aspek-aspek kunci dari data lapangan untuk mengidentifikasi tema dan pola. Hal ini dilakukan secara bertahap sejak data dikumpulkan hingga tahap di mana hasilnya dilaporkan. Langkah kedua adalah menyajikan data dengan memisahkan dan mengaturnya sesuai dengan klasifikasi topik. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan mempermudah penggunaan data. Selama mengerjakan tugas ini, kami memeriksa kembali data yang telah diklasifikasikan untuk memastikan bahwa data tersebut sudah lengkap. Menentukan hasil.

Pembahasan

Kabupaten Maluku Tengah di Provinsi Maluku memiliki Kepulauan Banda Neira sebagai salah satu kecamatannya. Berbatasan dengan Selat Seram di sebelah utara, Kepulauan Teon Nila Serua di sebelah selatan, serta Laut Banda di sebelah timur dan barat, letak geografis kecamatan ini berada di antara 5'43 dan 6'31 Lintang Selatan serta 129'44 dan 130'04 Bujur Timur. Meskipun sebagian besar wilayah Kecamatan Banda adalah pegunungan dan perbukitan, namun sebagian besar pemukiman di kecamatan ini terletak di sepanjang pantai. Dari sebelas pulau yang membentuk Kepulauan Banda Naira, tujuh di antaranya berpenghuni: Neira, Banda Besar, Ay, Rhun, Hatta, Sjahrir (juga dikenal sebagai Pulau Pisang), dan Gunung Api. Empat pulau lainnya tidak berpenghuni: Nailaka, Manukang, Batu Kapal, dan Karaka. Dari 18 negeri atau desa yang membentuk Banda Neira, enam di antaranya berada di Pulau Neira (Nursantara, Dwiwarna, Merdeka, Kampung Baru, Tanah Rata, dan Rajawali), sembilan di Pulau Banda Besar (Lonthoir, Waling Spanciby, Selamon, Boiyauw, Combir, Waer, Uring Tutra, Lautang, dan Dender), masing-masing satu di Pulau Ay, Rhun, dan Hatta ]2]. Naira merupakan ibukota kecamatan Kepulauan Banda Naira, yang merupakan bagian dari Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Sejumlah komunitas masyarakat Indonesia di kecamatan Banda Naira mulai menerapkan program-program pelayanan publik yang inovatif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi terkini. Dalam hal ini, pemanfaatan tersebut berupa situs web desa. Dengan adanya website desa, pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dengan lebih efisien. Kecamatan Banda Naira memiliki delapan belas desa: Nusantara, Dwiwarna, Merdeka, Rajawali, Kampung Baru, Tanah Rata, Walling Spanciby, Boiyauw, Lonthoir, Combir Kasestoren, Selamon, Dender, Lautang, Waer, Uring Tutra, Ay, Hatta, dan Rhun. Meskipun terdapat beberapa desa di kecamatan Banda Naira, hanya beberapa desa - Nusantara, Dwiwarna, Merdeka, Tanah Rata, Boiyauw, Lonthoir, dan Lautang - yang memiliki situs web desa. Dari 18 desa di Kecamatan Banda Neira, 6 desa telah memiliki situs web desa yang berfungsi dengan baik dan memiliki berbagai fungsi, seperti untuk mengelola urusan desa dan menyebarkan berita-berita yang potensial. Empat desa memiliki situs web yang berfungsi tetapi tidak aktif menggunakannya karena alasan seperti ketidakmampuan operator, keterbatasan anggaran, keterbatasan jaringan, atau perpanjangan situs web yang sedang berlangsung. Terakhir, 8 desa tidak memiliki situs web desa sama sekali [3].

Pemanfaatan Website Desa

Membangun dan mengoperasikan e-government, atau layanan publik yang dapat diakses secara online, tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Hal ini membutuhkan upaya khusus yang didukung oleh sumber daya yang memadai dan memerlukan niat yang serius. Dalam hal penerapan egovernment di berbagai bidang layanan publik, baik di tingkat federal, negara bagian, maupun lokal - atau bahkan di desa tempat kita tinggal - tidak selalu bergerak lebih jauh dari tahap curah pendapat atau konseptualisasi. Namun demikian, beberapa di antaranya berhasil mencapai tahap pengembangan dan implementasi. Namun, ada juga masalah pada tahap ini. Dalam hal layanan online pemerintah desa, kami sering melihat kurangnya perhatian terhadap hal-hal detail. Hal ini mencakup hal-hal seperti memperbarui data dan konten, menciptakan inovasi baru untuk meningkatkan layanan, dan memelihara sistem online. Akibatnya, situs web desa sering kali tidak terawat dengan baik. Selain itu, kualitas layanan situs web desa tidak berubah. Dari pengamatan ini, terlihat jelas bahwa beberapa situs web desa berada pada tingkat keterlibatan dan yang lainnya terjebak pada tahap publikasi informasi. Layanan publik yang dapat diakses secara daring melalui media apa pun, termasuk situs web, berusaha untuk menyederhanakan, mengurangi biaya, dan membuat layanan lebih mudah digunakan. Agar layanan online dapat berkembang menjadi pusat interaktif, langkah logis selanjutnya adalah transaksi [4]. Dengan menggunakan konsep tahapan implementasi e-government dari Indrajit [5], yaitu informasi, interaksi, dan transaksi, berikut ini adalah gambaran kondisi pemanfaatan situs web dalam pelayanan publik yang diperoleh dari hasil analisis penerapan situs web desa di Kecamatan Banda yang hanya terdiri dari enam desa:

Desa Boiyauw

Website Desa Boiyauw saat ini hanya menampilkan informasi-informasi berupa sejarah desa, struktur organisasi pejabat desa, dan beberapa kegiatan yang dilakukan di Desa. Namun demikian sebagaimana disampaikan di awal, datanya sejauh ini tidak pernah dapat diupdate lagi. Terahir diperbaharui pada tahun 2020 (2 tahun yang lalu), sehingga banyak sekali datanya yang sudah tidak relefan, Keberadaan website desa di Desa Boiyauw () dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, serta surat menyurat.

Website juga tidak memiliki informasi secara lengkap dan akurat tentang pelayanan seperti jenis-jenis pelayanan, persyaratan pelayan, prosedur pelayanan. Berdasarkan gambaran kondisi tersebut, dan berdasarkan hasil analisis terhadap website Desa Boiyauw dapat dipastikan bahwa tahap ketiga pengembangan e-government seperti terlihat pada gambar 1

Figure 1.Tampilan Website Desa Boiyauw

Adanya fiture transaksi belum tersedia, dimana masyarakat seharusnya dapat mengakses layanan secara lengkap bahkan sampai dengan hasil atau ouput pelayanan dapat diterima secara langsung dan cepat, sehingga dapat memangkas waktu dan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Rata-rata pengunjung website desa Boiyauw di angka 100-120 kunjungan per hari namun angka ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masih sangat kurang.

Desa Dwiwarna

Website desa di Desa Dwiwarna () sudah terbentuk dan dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, serta surat menyurat. Di dalam website desa Dwiwarna terdapat beragam menu yang bertujuan untuk mempermudah pelayanan publik bagi masyarakat, menu yang tersedia pada Websitemeliputi Surat online, potensi desa, data desa, lembaha desa, BUMDES Desa dan Galeri desa, dari sekian banyak menu tersebut terdapat 3 manu yang bersisikan sub menu yaitu, Profil desa yang berisikan sejarah desa, ruang lingkup dan kewilayaan, aspek ekonomi dan pelayanan, struktur organisasai pemerintahan desa, Peta desa dan profil kepala desa. Menu kelembagaan berisikan informasi tentang lembaga-lembaga yang ada didesa dwiwarna dan Galeri yang berisikan fota dan video desa.

Figure 2.Tampilan Website Desa Dwiwarna

Kekurangan lain yang di dapati pada website desa Dwiwarna yaitu masih terdapat beberapa menu yang ketika di buka lamannya belum tersedia dan tidak adanya operator yang lebih fokus untuk menangani website desa Dwiwarna serta selama ini penanganan website di desa ini masih dirangkap oleh perangkat desa di bidang lain.

Desa Lautang

Website desa di Desa Lautang () sudah terbentuk dan dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, serta surat menyurat.

Figure 3.Tampilan Website Desa Lautang

Di dalam website desa Lautang terdapat beragam menu yang bertujuan untuk mempermudah pelayanan publik bagi masyarakat, diantaranya informasi pembangunan, profil desa, potensi desa, dan kepentingan administrasi desa. Kekurangan yang di dapati pada website Desa Lautang yaitu kurangnya peng-update-an data statistik penduduk di mana data di tahun 2020 belum diupdate sampai tahun 2022. Tetapi jika dibandingkan dengan desa lain web desa Lautang sudah mempunyai vitur-vitur yang lebih lengkap, selain mengisi data penduduk, ektifitas masyarakat maupun pemerintahan, tetapi juga ada informasi pengelolaan dana Desa dan potensi pariwisata.

Desa Merdeka

Website desa di Desa Merdeka () sudah terbentuk sejak 2018 dan dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, dana desa serta surat menyurat. Di dalam website desa Merdeka terdapat beragam menu yang bertujuan untuk mempermudah pelayanan publik bagi masyarakat, diantaranya informasi publik, profil desa, potensi desa, dan kepentingan administrasi desa. Tetapi kekurangan yang di dapati pada website desa Merdeka, ketika di buka lamannya tidak tersedia.

Figure 4.Tampilan Website Desa Merdeka

Desa Nusantara

Website desa di Desa Nusantara () sudah terbentuk sejak 2019 dan dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, dana desa serta surat menyurat.

Figure 5.Tampilan Website Desa Lautang

Di dalam website desa Nusantara terdapat beragam menu yang tentunya bertujuan untuk mempermudah pelayanan publik bagi masyarakat, diantaranya lembaga masyarakat, profil desa, data desa, potensi desa, dan kepentingan administrasi desa. Menyangkut pemanfatan oleh masyarakat, masyarakat lebih cenderung berurusan langsung ke kantor desa dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan IT untuk mengakses Website Desa dan mengingat jangkauan kantor desa yang dekat dengan rumah masyarakat.

Desa Tanah Rata

Website desa di Desa Tanah Rata () sudah terbentuk sejak 2019 dan dimanfaatkan untuk memposting terkait berita desa, laporan, proposal, dana desa serta surat menyurat.

Figure 6.Tampilan Website Desa Tanah Rata

Di dalam website desa Tanah Rata terdapat beragam menu yang tentunya bertujuan untuk mempermudah pelayanan publik bagi masyarakat, diantaranya lembaga masyarakat, profil desa, data desa, potensi desa, dan kepentingan administrasi desa. Menyangkut pemanfatan oleh masyarakat, masyarakat lebih cenderung berurusan langsung ke kantor desa dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan IT untuk mengakses Website Desa dan mengingat jangkauan kantor desa yang dekat dengan rumah masyarakat.

Di Kecamatan Banda Neira terdapat 4 desa yang Website Desanya ada tetapi tidak aktif, diantaranya Desa Kampung Baru, Desa Lonthoir, Desa Rajawali, dan Desa Selamon. Ketidakaktifan Website Desa pada 4 desa ini, dikarenakan masih dalam proses perpanjangan, peng-upgrade-an, tidak adanya operator yang lebih fokus untuk menangani website desa, penanganan website yang masih dirangkap oleh perangkat desa di bidang lain serta panjangnya jalur birokrasi untuk pelaporan laporan secara manual ke tingkat Kabupaten walaupun sudah dilakukan pelaporan via online. Menyangkut pemanfaatan oleh masyarakat, masyarakat lebih cenderung berurusan langsung ke kantor desa karena jangkauannya dekat dari pada menggunakan website, kendala keterbatasan jaringan juga menjadi salah satu faktor kurangnya pemanfaatan website desa oleh masyarakat. Terdapat 8 desa yang website desanya tidak ada, diantaranya Desa Cumbir Kasestoren, Desa Dender, Desa Pulau Ay, Desa Pulau Hatta, Desa Pulau Rhun, Desa Uring Tutra, Desa Waer dan Desa Walling Spanciby. Ketiadaan website desa pada 8 desa ini, dikarenakan biaya pengaktifan website yang mahal dan alokasi dana desa tidak mampu untuk menganggarkan sebab dari kementrian untuk dana desa sendiri sudah di bagi-bagi untuk setiap program atau kegiatan, jadi kalau ada sisa dari dana desa baru bisa dianggarkan untuk program atau kegiatan lain. Sebenarnya dari kabupaten sudah memprioritaskan untuk pembuatan website desa, tapi karena mengingat keuangan desa yang kurang memadai maka tidak lagi diprioritaskan. Kendala lain yang dihadapi dalam pembuatan website desa adalah jaringan, fasilitas penunjang, ketersedian dan pembiayaan untuk operator desa yang belum ada [6].

Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara kepada perangkat desa, diperoleh informasi bahwa permasalahan website tersebut diantaranya disebabkan karena beberapa hal berikut [7]: pertama, pembuatan website desa tersebut tidak melalui perencanaan yang matang dan menyesuaikan dengan kebutuhan serta pertimbangan kemampuan sumber daya yang dimiliki desa.. Kedua, pengembangannya tidak melibatkan perangkat desa secagai user secara langsung, sehingga fiture-fiture yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat. Ketiga , tidak dilakukan pendampingan dalam hal penggunaan atau pemanfaatan website tersebut, misalnya adanya transver of knowladege dengan melatih operator yang berasal dari perangkat desa tersebut, sehingga menjamin keberlanjutan updating data serta perawatannya

Informasi yang berbasis pada pelayanan Masyarakat

Pemanfaatan TIK oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan disebut dengan e-Government [8]. Istilah e-Government di Indonesia pertama kali diperkenalkan dalam pelayanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Informasi dan Teknologi Komunikasi. Keputusan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung tata pemerintahan yang baik. Sistem e-Government yang dimaksudkan untuk mengatasi Pelayanan informasi ke wilayah Indonesia yang luas, namun justru kurang mendapat perhatian dari masyarakat di pedesaan misalnya, karena minimnya sarana, keterampilan, dan pengetahuan untuk menggunakan sistem e-Government [8].

Secara konseptual, konsep dasar dari e-Government sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan melalui elektronik (e-service), seperti melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer, serta multimedia, melalui pengembangan e-Government ini, dilakukan pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam penunjang pelayanan publik [10].

E-Government merupakan pemanfaatan media berbasis internet oleh pemerintah untuk menyampaikan dan memberikan pelayanan publik atau pesan pembangunan kepada masyarakat yang lebih luas dan mendapatkan umpan balik lebih cepat. Sistem e-Government di Indonesia berawal dari keinginan pemerintahan untuk mengimplementasikan e-Government yang telah dituangkan dalam Inpres RI Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, dan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kepmen) Nomor 57/Kep/M.Kominfo/12/2003 tentang Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan e-Government.

No Nama Desa Link Desa Kondisi Web Desa
1 Lonthoir https://www.lonthoir.desa.id/ Tidak Aktif
2 Selamon Ada Tidak Aktif
3 Kampung Baru Ada Tidak Aktif
4 Dwiwarna https://www.dwiwarna.desa.id/ Aktif
5 Rajawali Ada Tidak Aktif
6 Merdeka https://merdeka.desa.id/ Aktif
7 Nusantara https://nusantara.desa.id/ Aktif
8 Tanah Rata https://www.tanahrata.desa.id Aktif
9 Lautang https://www.lautang.desa.id/ Aktif
10 Walling – Spanciby Ada Tidak Aktif
11 Boiyauw https://boiyauw.desa.id Aktif
Table 1.Jumlah Pengakses website di Kecamatan Banda

Dari tabel 1 memperlihatkan bahwa, ada 7 desa yang website ada dan aktif yaitu desa Dwi Warna, Merdeka, Nusantara, Tanah Rata, lautang dan Boiyauw, sementara ada desa yang website ada tapi tidak aktif yaitu; desa Lonthoir, Selamon, Kampung Baru, Rajawali dan Walling – Spanciby. Hasil penelitian pemerilihatkan bahwa tampilan website telah sesuai untuk jenis website pemerintahan pada tahap awal perkembangan, dan sesuai dengan kondisi jaringan internet yang lemah. Jenis informasi dalam website telah meliputi informasi kegiatan pembangunan desa dan potensi desa, namun masih kurang untuk informasi profil dan statistik desa. Interaksi dengan pengakses website belum efektif melalui kolom komentar pada website. Peran internet opinion leader belum terlihat adanya dinamika yang interaktif, yaitu menyebarkan (sharing) tautan (link) informasi pembangunan dari website, dan membangun interaksi yang lebih personal dengan pengakses website melalui chatting.

Kemampuan masyarakat untuk mengakses website desa di Kecamatan Banda Neira masih masih rendah, hal ini dapat dilihat dari angka kunjungan masyarakat ke website desa pada masing-masing desa cukup fluktuatif tapi masih rendah.

No Nama Desa Link Desa Angka KunjunganRata-rata Per Hari( 9 agustus 2022)
1 Dwiwarna https://www.dwiwarna.desa.id/ 112
2 Merdeka https://merdeka.desa.id/ 137
3 Nusantara https://nusantara.desa.id/ 142
4 Tanah Rata https://www.tanahrata.desa.id 128
5 Lautang https://www.lautang.desa.id/ 165
6 Boiyauw https://boiyauw.desa.id 182
Table 2.Jumlah Kunjngan Website

Dari tabel 2 memperlihatkan bahwa angka kunjungan masyarakat ke website desa terlihat pada waktu penelitian pertanggal 9 agustus 2022 desa Boiyaue yang tertinggi yaitu 182 kunjungan, kemudian desa Lautang di angka 165, dan desa Nusantara di angka 142 kunjukan perhari, kemudian di dsa Merrdaka di angka 137, desa Tanah Rata 128 dan terakhir desa Dwi Warna Di angga 112 kunjungan perhari. Walapun ada kunjungan masyakat perhari ke wibsite desa, namun tidak diikuti dengan pemanfaatan vitur-vitur layanan yang tersedia di website desa.

Faktor Operasionalisasi, Sarana dan Prasarana

Semakin banyak lembaga pemerintah yang mengandalkan TIK untuk merampingkan operasi dan memfasilitasi komunikasi di antara para pekerja, kontraktor, dan penduduk. Masalah dengan program e-Government yang terputus-putus adalah bahwa mereka tidak bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat [11]. Akibatnya, banyak pemerintah yang menyadari bahwa mereka perlu mengadopsi strategi yang lebih menyeluruh untuk melayani penduduk mereka dengan lebih baik. Kami menemukan bahwa hanya sedikit dari program elektronik pemerintah utama di dunia yang telah mencapai tujuan awal mereka setelah melakukan penelitian ekstensif terhadap inisiatif-inisiatif ini. Beberapa dari program-program ini bahkan telah membentuk organisasi e-government khusus untuk mewujudkan transformasi yang mereka bayangkan.

Namun, bukan berarti tidak ada proyek e-government yang mampu menyediakan layanan elektronik yang bermanfaat bagi warga. Sebaliknya, kami mengamati bahwa banyak prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menyediakan layanan pemerintah telah berevolusi karena otomatisasi dan digitalisasi sebagian besar program e-Government [12]. Peluncuran Situs Web Layanan Informasi Pembangunan di Desa Jika dibandingkan dengan daerah perkotaan dan regional di sekitarnya, infrastruktur teknologi komunikasi di desa masih sangat kurang. Karena medan yang tidak rata, terkadang hanya ada satu jaringan di lokasi tertentu. Dan jika satu jaringan tersebut mati, maka layanan masyarakat juga akan mati. Karena memanfaatkan teknologi membutuhkan lebih banyak uang, biaya tambahan untuk membangun infrastruktur teknologi situs web cukup besar. Banyak orang masih belum memahami cara kerja jaringan internet. Beberapa hal mempengaruhi seberapa baik layanan administrasi desa yang berbasis teknologi informasi (TI) bekerja dengan e-Government [13].

Cendekiawan sepakat bahwa sistem layanan e-Government perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut: Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana dan Prasarana, Kelembagaan, Anggaran, Layanan TI, dan Standar Layanan Administrasi Desa. Masih terdapat kekurangan dalam kesiapan SDM untuk layanan TI di pemerintahan desa. Di antara sekian banyak tantangan yang dihadapi adalah belum meratanya distribusi SDM yang berkualitas dan kapasitas SDM untuk menjadi ahli di bidang teknologi informasi. Bisa dikatakan bahwa tingkat keahlian TI di Kecamatan Banda masih rendah [14-15].

Baik desa yang memiliki maupun tidak memiliki situs web dapat membuktikan hal ini dengan melihat bagaimana websitedesa dijalankan. Ada delapan desa di Kecamatan Banda yang tidak memiliki situs web aktif dan empat desa yang tidak memiliki situs web sama sekali. Karena operator aplikasi saat ini terbatas pada perangkat yang terlatih, pemerataan kemampuan aparat menjadi kendala. Aparat pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang mereka wakili, dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat adalah inti dari pelayanan publik. Agar dapat terus melayani masyarakat dengan baik, pegawai negeri harus cukup gesit dalam merespon perkembangan teknologi baru.

Persoalan internal manajemen, sumber daya manusia, kompetensi aparatur Pemerintah Kelurahan/Desa, manajemen, penggunaan teknologi administrasi yang masih ketinggalan, dan manajemen birokrasi merupakan beberapa tantangan yang dihadapi Desa dalam mengoptimalkan kegiatan Pemerintahan Desa. Dinamika masyarakat dan perkembangan isu yang ada merupakan contoh faktor eksternal yang dapat menimbulkan masalah . Aparat pelayanan tidak efisien, kurang responsif, kurang informatif, kurang mudah diakses, kurang terkoordinasi, birokratis, dan kurang menerima kekhawatiran, rekomendasi, dan ambisi masyarakat [16].

Oleh karena itu, sumber daya manusia masih menjadi kendala dalam penerapan TI di Kecamatan Banda. Untuk memaksimalkan pelayanan melalui penerapan TI, setiap aparatur pelayan publik harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsipnya. Pernyataan teoritis yang menyoroti kekurangan aparatur pelayanan konsisten dengan hasil empiris. Kapasitas aparat desa/kelurahan untuk merencanakan pertumbuhan dan memberikan layanan berkualitas tinggi kepada masyarakat sangat penting untuk mengatasi tantangan tersebut [17].

Sarana dan Prasarana

Untuk dapat diklasifikasikan sebagai berbasis TI atau tidak, sebuah layanan harus menggunakan sarana dan prasarana TI. Semua fasilitas yang mengandalkan teknologi informasi, serta mekanisme yang memastikan ketersediaan fasilitas tersebut, dianggap telah digunakan. Setiap komunitas memiliki distribusi fasilitas TI yang unik. Selain itu, E-Governmet telah diadopsi oleh masyarakat di Kecamatan Banda. Meskipun ada beberapa variasi, infrastruktur teknologi informasi di setiap desa cukup memadai untuk memfasilitasi peluncuran situs web lokal. Sebagai contoh, Pulau Hatta, Pulau Ai, dan Pulau Run merupakan beberapa komunitas terpencil di Kecamatan Banda yang tidak memiliki koneksi internet dan jaringan listrik [18]. Kemampuan penyedia layanan publik untuk menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai menjadi pertimbangan utama dalam penerapan SPM. Menurut ayat (2) huruf "e" Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, pembentukan desa harus memenuhi standar Sarana dan Prasarana Pemerintahan. Menurut Kepmenpan No. 63 tahun 2003, untuk memberikan pelayanan, sarana dan prasarana tertentu harus tersedia. Layanan teknologi informasi (TI) berpusat pada fasilitas teknologi dan orang-orang yang mendukungnya; seiring dengan meningkatnya kecanggihan fasilitas TI, begitu pula dengan layanan yang dapat ditawarkan kepada masyarakat. Sayangnya, tidak semua desa sampel memenuhi kriteria yang ditetapkan [19] untuk layanan e-publik, yang menyatakan bahwa semua teknologi penyedia layanan harus mampu mencakup semua karakteristik yang disebutkan. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat memiliki fasilitas komputasi yang memadai; satu-satunya infrastruktur tambahan yang perlu diperhatikan adalah jaringan internet yang harus didistribusikan secara merata.

Anggaran

Mengalokasikan dana untuk layanan publik, terutama yang melibatkan teknologi informasi, akan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjalankan E-Government. Kebutuhan akan tanggung jawab yang ketat membuat penganggaran menjadi masalah yang krusial. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD-Desa) digunakan oleh desa untuk mengelola layanan aplikasi [20].

Sejauh mana komitmen keuangan dan sumber daya manusia sejalan dengan rencana e-Government, serta jumlah pembiayaan, dievaluasi melalui kegiatan penyelarasan operasional. Sebagai bagian dari prosedur, Anda harus memikirkan hal-hal berikut: 1. Dana atau anggaran tertentu telah tersedia untuk implementasi Strategi e-Government. 2. Rencana strategis investasi inisiatif e- Government untuk masa depan. 3. Realokasi anggaran untuk pembiayaan inisiatif e-Government. 4. Model yang diterapkan atau digunakan untuk mengukur kebutuhan keuangan dalam pembiayaan inisiatif e-Government. 5. Analisis survei biaya manfaat dan kepuasan pelanggan telah dilakukan untuk menentukan dampak pada biaya pelayanan [21].

Meskipun masih ada kendala anggaran di setiap daerah karena tingginya biaya pengembangan sistem, beberapa komunitas memiliki rencana untuk mengadopsi layanan berbasis TI dalam upaya merealisasikan anggaran mereka.

Simpulan

Pengembangan situs web desa di Kecamatan Banda menghadapi tantangan yang signifikan karena perencanaan yang kurang memadai, ketidaksesuaian dengan kebutuhan lokal, dan terbatasnya keterlibatan aparat desa dalam prosesnya. Kekurangan ini mengakibatkan fitur-fitur yang ada tidak memenuhi kebutuhan layanan masyarakat dan kurangnya pelatihan bagi operator, sehingga menghambat transfer pengetahuan dan pemeliharaan situs web. Rendahnya pemanfaatan situs web ini oleh masyarakat juga mencerminkan masalah-masalah tersebut. Selain itu, kesenjangan sumber daya, infrastruktur, dan pendanaan di seluruh desa, terutama di daerah terpencil seperti Pulau Hatta, Pulau Ai, dan Pulau Run, telah menghambat implementasi model e-government yang efektif di tingkat desa. Tidak adanya alokasi anggaran untuk pengembangan situs web dan distribusi infrastruktur TI yang tidak konsisten memperparah masalah ini. Studi ini menyiratkan adanya kebutuhan mendesak untuk pelatihan komprehensif dalam teknologi informasi bagi aparat desa dan menyarankan penelitian lebih lanjut mengenai strategi pemerataan sumber daya dan pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan implementasi e-government di daerah pedesaan.

References

  1. Beig, L., Montazer, G. A., and Ghavamifar, A., "Adoption A Proper Tool For E-Readiness Assessment In Developing Countries (Case Studies: Iran, Turkey And Malaysia)," Journal of Knowledge Economy & Knowledge Management, vol. II, no. I, pp. 54–69, 2007.
  2. Sajogyo and Pudjiwati Sajpgyo, Sosiologi Pedesaan Jilid I. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press, 1991.
  3. Sajogyo, Sosiologi Pedesaan, Kumpulan Bacaan. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press, 1996.
  4. Anwar, Khoirul, Sistem Informasi Pemerintahan. Malang, Indonesia: Penerbit Ilmu Pemerintahan, 2005.
  5. Aprizal and Purba, J. R. T., "Akuntabilitas Pelayanan Publik dalam Pelaksanaan E-Procurement di Kota Pangkalpinang," JKAP (Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik), vol. 17, no. 1, pp. 15–28, 2013.
  6. Creswell, J. W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar, 2013.
  7. Fasial, Sanapiah, Penelitian Kualitatif, Dasar – Dasar dan Aplikasinya. Malang, Indonesia: Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.
  8. Alaaraj, H., and Ibrahim, F. W., "An Overview and Classification of E-Readiness Assessment Models," International Journal of Scientific and Research Publications, vol. 4, no. 12, pp. 1–5, 2014. Available: http://www.ijsrp.org/research-paper-1214.php?rp=P363500
  9. Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta, Indonesia: PT Grasindo Gramedia, 2007.
  10. Kurniasih, D., Fidowaty, T., and Sukaesih, P., "Pengaruh Implementasi Kebijakan E-Government Terhadap Kinerja Aparatur Kota Cimahi," Sosiohumaniora, vol. 15, no. 1, pp. 6–14, 2013.
  11. Sosiawan, Edwi Arief, "Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi E-Government di Indonesia", 2012. Available: http://edwi.upnyk.ac.id/Tantangan%20egov.pdf
  12. Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh. Jakarta, Indonesia: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
  13. Heeks, R., "Understanding E-Governance for Development," I-Government Working Paper Series, pp. 1–25, 2001. Available: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/NISPAcee/UNPAN015484.pdf
  14. Kodarisman, R., and Nugroho, E., "Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) di Pemerintah Kota Bogor," JNTETI, vol. 2, no. 2, pp. 24–32, 2013.
  15. Kurniawan, Teguh, "Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia," 2011. Available: http://teguh-urniawan.web.ugm.ac.id/publikasi/PaperKNSI06TK_TK.pdf
  16. Rahman, A., "Evaluasi Kesuksesan E-Government Studi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Tulungagung," Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia, vol. 15, no. 2, pp. 190–203, 2011.
  17. Rahmawati, R., and Firman, F., "Analisis Impelementasi Kebijakan Aplikasi Qlue Di Wilayah Jakarta Utara," Aristo, vol. 5, no. 2, pp. 386–404, 2017. https://doi.org/10.24269/aristo.v5i1.2017.10
  18. Indrajit, Richardus Eko, Electronic Government Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Andi Yogyakarta, 2002.
  19. Sukarso, P., Rokhman, A., and Rosyadi, S., "Faktor yang Berpengaruh terhadap Kesiapan BPK RI Sulawesi Tenggara dalam 'E-Audit'," MIMBAR, Jurnal Sosial Dan Pembangunan, vol. 31, no. 2, pp. 283, 2017. https://doi.org/10.29313/mimbar.v31i2.1352
  20. Susanto, A., "Analisis Citizen E-Readiness Dalam Pengembangan Desa Berbasis Teknologi Informasi," Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi Dan Komunikasi, vol. 2, no. 1, pp. 61–74, 2011. Retrieved from https://mti.kominfo.go.id/index.php/mti/article/view/19/18
  21. Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial. Bandung, Indonesia: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.
  22. Wijaya, S. W., and Surendro, K., "Kajian Teoritis : Model E-Government Readiness Pemerintah," in Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006), pp. 25–28, 2006. https://doi.org/1907-5022