Abstract
This scientific article provides an in-depth analysis of the regulatory framework and legal consequences surrounding online gambling in Indonesia, with a specific focus on the provisions outlined in Law Number 19 of 2016 on Information and Electronic Transactions. The primary goal of this research is to examine the legal mechanisms in place to combat cybercrime, particularly online gambling, and their effectiveness in curbing illicit activities in the digital realm. To achieve this, the study employs a comprehensive legal analysis, scrutinizing Pasal 27(2) and Pasal 45(2) of the aforementioned law, which pertain to penalties for online fraud and the legal implications of such actions. The results of this analysis shed light on the legal consequences that individuals engaging in online gambling may face, emphasizing the seriousness with which Indonesian authorities regard such activities. Moreover, the implications of these findings underscore the need for stricter enforcement of cybercrime legislation, highlighting the importance of a robust legal framework in the digital age to ensure a secure and accountable online environment in Indonesia. This study contributes to the scholarly understanding of the legal aspects of online gambling and provides a foundation for further research and policy development in the field of digital law and cybercrime prevention.
Highlights:
- Stringent Cybercrime Laws: Indonesian legislation (Law No. 19/2016) includes provisions to combat online gambling, emphasizing the severity of cybercrimes and penalties.
- Legal Consequences for Offenders: The study examines Pasal 27(2) and Pasal 45(2) to reveal the potential legal ramifications faced by those engaging in online gambling.
- Call for Strengthened Enforcement: The research underscores the necessity of robust enforcement to maintain a secure digital environment in Indonesia.
Keywords: Online Gambling Regulations, Cybercrime Legislation, Legal Implications, Indonesia's Legal Framework, Digital Law Enforcement
PENDAHULUAN
Disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “Negara Indonesia merupakan negara hukum”, maka dalam hal ini Negara Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum (rechstaat), bukan berlandaskan kekuasaan (machstaat). Pada dasarnya didalam kehidupan social dalam suatu Negara harus menegakan prinsip-prinsip hukum yang telah hidup didalam lingkungan bermasyarajat, hal tersebut dilakukan oleh karena di Indonesia menganut tentang pengertian Negara hukum tersebut.[1]
Negara Indonesia yang berlandaskan Negara Hukum mempunyai tujuan untuk mencapai kedamian dan keharmonisasian dalam kehidupan dilingkungan bermasyarakat. Wirjono Projodikoro menyebutkan tentang definisi sebuah kedamaian yakni, dimana adanya keserasian khusus antara peraturan dengan ketertiban umum. Sehingga dalam tujuan tersebut penerapan system hukum merupakan pencapaian dalam tatanan masyarakat sebagai pemandu ketertiban yang berdasarkan kaidah-kaidah hukum dan sebagai wujud pemberian jaminan atas perlindungan terhadap hak-hak yang melekat pada individu tersebut dikehidupan masyarakat satu dan lainnya dalam suatu Negara.[2]
Dalam proses pencapaian untuk mewujudkan tujuannya, maka perlu menerapkan system hukum untuk membedakan suatu hak dengan kewajiban-kewjiban antara individu satu dan lainnya didalam lingkungan masyarakat. Membedakan antara wewenang dan ikut mengatur tentang bagaimana tahapan untuk memecahkan masalah dan mencari solusi terbaik yang berkaitan dengan aturan hukum, dan sebagai cara untuk tetap menjaga kepastian hukum tersebut.[3] Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan sebagai pemangku kepentingan saat ini sedang tertarik mengenai permasalahan yang terjadi saati ini terkait dengan perjudian, ketertarikan dilakukan dengan mencari tahu tentang segala informasi yang berkaitan mengenai efektifitas yang bersifat koperatif melalui berbagai pendekatan peraturan perundang-undangan lainnya guna meminimalisir tindak kejahatan tersebut.[4]
Sistem Peradilan Pidana (SPP) atau (criminal justice system) adalah sebuah tujuan yang terakhir dari berbagai proses dalam rangka mewujudkan kelancaran penegakan hukum dalam suatu bangsa dan Negara. Dimana dalam hal tersebut, Negara bertanggungjawab penuh jaminan atas tingkatan ketertiban seminimum mungkin. Serta aparat penegak hukum dalam hal ini Polisi adalah salah satu bentuk dari berbagai badan Negara yang memiliki tugas dan fungsi untuk turut mewujudkan tanggungjawab ini.[5]
Semakin berkembangnya zaman, perkembangan teknologi dan informasi kini ikut semakin maju hingga keseluruh dunia. Kini teknologi dan informasi semakin dibutuhkan pada segala aspek dan tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa semakin berkembangnya system informasi dan teknologi saat ini terbukti mampu memberikan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini, perkembangan teknologi dan informasi bukan hanya dapat berdampak positif saja, melainkan juga bisa memberikan suatu dampak yang negatif pada dunia globalisasi saat ini, terbukti dengan semakin meningkatnya angka kejahatan mengenai judi online.[6]
Perkembangan system teknologi dan informasi, berimbang dengan tingkat penggunaan internet di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Namun sangat disayangkan apabila perkembangan tersebut dimanfaatkan dalam hal yang negative oleh beberapa orang untuk melakukan perbuatan jahat dalam sebuah kehidupan digitalisasi (cyber crime).[7] Istilah cyber crime merupakan bentuk kejahatan yang berhubungan dengan memanfaatkan system teknologi dan informasi seluas-luasnya dan mempunyai ciri khas yang sangat dominan yakni dengan melakukan rekayasa dalam teknologi yang kompeten dengan mengedepankan pada tingkatan keamanan cukup tinggi serta keunggulan dari kemajuan teknologi yang dapat dijangkau dan diakses oleh pelanggan internet.
Tindak pidana cyber crime dalam perkembangannya semakin meningkat, dimana tindak kejahatan dalam dunia maya semakin banyak bervariasi yang diakibatkan oleh berbagai modus oprandi yang dikembangkan oleh para pelaku sindikatnya yang saat kini sangat meresahkan dan perlu dilakukan penindakan yang serius. Beberapa kasus dalam tindak kejahatan dalam cyber crime yang semakin meningkat dan terus-menerus berkembang yakni perjudian secara online. Perjudian secara online tersebut merupakan sebuah permainan (games) yang bisa dilakukan dengan mempertaruhkan sejumlah uang (money) dengan bermacam aturan dalam permainan yang sebelumnya terlebih dahulu ditentukan dan disepakati oleh para pelaku sindikat perjudian melalui media online tersbeut dengan memanfaatkan akses internet media sosial elektronik. Permainan judi online adalah penyalahgunaan akses teknologi yang semakin canggih dan berkembang pesat saat ini. Judi online sangat mudah diakses melalui internet dengan memanfaatkan computer atau gadget. Sebuah permainan (games) judi melalui media online tersebut merupakan suatu perbuatan yang telah menyimpang dan melanggar ketentuan hukum pidana di Indonesia yang bisa menjerat para sindikat pelaku pejudian online dengan mudah ditemukan dalam berbagai macam situs, contoh judi bola, judi slot, dan judi casino.[8]
Pada prinsipnya, judi online adalah permainan keberuntungan dengan cara melakukan taruhan uang (money) atau harta berharga yang bisa dinilai dengan nominal rupiah agar mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari jumlah nomial yang ditaruhkan oleh para pelaku judi online tersebut apabila berhasil menang dari permainan judi yang dilakukan. Namun sebaliknya, jika pelaku judi tersebut kalah atau tidak berhasil memenangkan permainan, maka pelaku akan mengalami kerugian berdasarkan nominal yang dipasang (dipertaruhkan) tersebut.[9]
Menurut legal positivisme, hal-hal yang sangat mendasar sering dianggap penting apabila melihat undang-undang adalah bahwa undang-undang dibuat dan dilaksanakan oleh individu-individu tertentu dalam masyarakat yang memiliki otoritas untuk membuat peraturan perundang-undangan. Sekolah ini berpendapat bahwa undang-undang adalah norma yang berasal atau berasal dari kewenangan formal atau informal dari lembaga yang mempunyai tingkat pemerintahan tertinggi dalam suatu masyarakat.[10]
Pemerintah dalam melakukan upaya untuh mencegah dan memberantas perjudian diseluruh wilayah hukum Indonesia memerlukan upaya yang ekstra. Oleh sebab itu, pemerintah dalam ini harus tegas apabila akan memberikan sanksi kepada para pelaku kejahatan tindak pidana judi online tersebut, apalagi jika hal tersebut dilakukan oleh aparatur Negara republic Indonesia.[11] Dimana perbuatan tersebut akan mencoreng marwah dan citra POLRI sebagai salah satu badan penegak hukum pada system peradilan pidana yang ada didalam suatu wilayah hukum Negara Indonesia.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) memiliki peran dan fungsi pemerintahan Negara yang sangat signifikan pada bidang keamanan dan ketertiban didalam lingkungan hidup bermasyarakat. Tugas, fungsi dan kewenangan Polri disebutkan didalam UU Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Kepolisian Republik Indonesia.[12] Dimana dalam hal ini beberapa peran pihak kepolisian yakni melakukan pencegahan kepada para pelaku kejahatan tindak pidana sindikat judi online, bukan justru ikut berperan serta dalam tindakan bisnis haram tersebut.
Positivisme hukum berpendapat bahwa undang-undang adalah sama dengan hukum, atau aturan yang berlaku secara tertulis. Menurut aliran ini, hukum adalah perintah penguasaan dan keinginan dari setiap otoritas dalam suatu negara. Pemikirannya bersumber dari logika, suatu gaya berpikir manusia yang berdasarkan pada teori-teori kemungkinan (menuju suatu kebenaran).[10]
Menurut legal positivisme, setiap undang-undang adalah dasar hukum yang mencakup seluruh peraturan perundang-undangan, sehingga tugas terakhir seorang hakim adalah menerapkan undang-undang tersebut secara mekanis berdasarkan ketentuan untuk upaya dalam hal menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang saat ini terjadi di kalangan masyarakat berdasarkan dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan sebelumnya oleh hukum.[13] Namun paradigma positivisme hukum menempatkan hakim sebagai tahanan hukum, tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjadi lembaga yang dapat mendorong kemajuan masyarakat.
Semakin mudahnya memperoleh informasi tentang situs judi online yang diakibatkan oleh kemudahan saat ini pada akses internet, semakin maraknya judi online saat ini berdampak pada seluruh kalangan, bukan hanya dewasa tetapi juga pada kalangan anak-anak remaja yang jauh dari pengawasan orangtua. Perjudian secara darat (tradisional) dipandang sebagai kegiatan atau kebiasaan orang dewasa sehingga dianggap biasa, terdapat penelitian yang kini berkembang bahwa sebagian besar remaja bukan hanya melakukan judi darat namun juga mendapatkan masalah baru terkait tindak kejahatan perjudian.[14] Meskipun pada dasarnya, pemerintah dalam hal ini Negara telah membuat ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perjudian tersebut, yakni didalam ketentuan Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perjudian biasa, sedangkan didalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo ketentuan didalam Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 menyebutkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan judi online.[15]
Positivisme hukum memiliki tiga prinsip utama. Landasan yang pertama yakni, hukum merupakan suatu perintah terhadap antar manusia satu dnegan yang lainnya dengan membedakan antara hukum (perintah) dengan moral. Kemudian yang kedua yakni, kajian tersebut dilakukan kepada hukum (perintah) yang terpisah dari elemen-elemen baik didalam hukum maupun di luar hukum itu sendiri, sebagai contoh yakni sejarah, sosiologi, serta politik. Dan yang adalah ketiga sistem hukum tersebut merupakan bagian yang logis bersifat tertutup di mana keputusan-keputusan yang dianggap benar bisa diambil dari ketentuan aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan semata-mata karena alasan logis. Kekuatan pandangan yang sangat positivisme sekali memandang bahwa hukum merupakan argumentasinya yang berlandakan kepada penerapan struktur sebagai norma yang positif.[16]
METODE
Untuk menyusun penelitian ini, digunakan jenis penelitian bersifat (legal research) yuridis normatif tentang undang-undang, dengan mempergunakan beberpaa seperti pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, dan komparatif, serta konseptual. Bahan-bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, serta bahan non hukum menjadi sumber penelitian disertasi ini. Penelitian disertasi ini menggunakan metode kepustakaan yang sistematis, mencari dan mengumpulkan data pada dokumen-dokumen yang relevan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Penerapan Saksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perj udi an Melalui Media Online Yang Dilakukan Oleh Aparatur Negara Kepolisian Republik Indonesia (NKRI)
Aturan mengenai perjudian di Indonesia antara lain disebutkan dalam Pasal 303 KUHP dan peraturan perundang-undangan Nomor 11 Tahun 2008 mengatur mengenai ketentuan Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian didalam ketentuan Pasal 303 bis ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa : “(1) Diancam kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah: ke-1 barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan–ketentuan tersebut pasal 303; ke-2 barangsiapa ikut kesertaan dalam permainan (games) perjudian yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun di tempat umum, terkecuali apabila guna dalam pengadaannya, telah berizin dari lembaga yang berwenang. Sementara itu didalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengaturan mengenai perjudian dalam dunia siber diatur dalam Pasal 27, yang menyebutkan bahwa “Setiap orang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.” Sanksi pidana yang diterapkan dari implementasi Pasal di atas yakni termuat dalam ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yakni sanksi pidana penjara selama 6 (enam) tahun serta denda sebanyak Rp 1 milyar.[17]
Ketentuan dalam penerapan sanksi pidana yang diterapkan terhadap seorang terduga melakukan judi online termuat kedalam Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa : “setiap orang yang melanggar peraturan berikut akan menghadapi hukuman penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling tinggi dua puluh lima juta rupiah jika mereka melakukan hal-hal berikut: 1) dengan sengaja menyediakan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menggunakannya sebagai sarana untuk mencari keuntungan atau partisipasi dalam suatu bisnis dengan tujuan untuk melakukan perjudian; 2) dengan sengaja menyediakan atau memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk bermain perjudian atau berpartisipasi dalam suatu perusahaan dengan tujuan; dan 3) Ikut serta dalam permainan (games) perjudian melalui media onlinedengan menjadikannya sebagai matapencarian.[18]
Dalam hukum pidana, tindak pidana merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang melarang dan disertai dengan ancaman (sanksi) berupa hukuman tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.[19] Unsur-unsur dalam perbuatan kejahatan dalam ketentuan pidana menurut Moeljatno yakni :
1. Tindakan dan akibat atas tindakan (perbuatan);
2. Perbuatan penyertaan;
3. Perbuatan yang dapat memberatkan;
4. Unsur-unsur yang bersifat obyektif;
5. Unsur -unsur yang bersifat subyektif.
Pengertian permainan yang tergolong perjudian diatur dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP. Yang disebut dengan permainan judi adalah permainan apa saja yang pada umumnya kemungkinan memperoleh keuntungan tergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih ahli atau lebih baik. ahli. Ini mencakup semua taruhan-taruhan pada hasil kompetisi atau permainan (games) lain yang tidak diadakan antara mereka yang berkompetisi atau bermain, serta semua taruhan yang lainnya. Menurut Pasal 303 KUHP, terdapat unsur keuntungan (profit) dalam permainan judi yang bergantung pada keberuntungan (lucky) atau ketrampilan/kepandaian para pemain-pemainnya. Selain itu permainan perjudian online juga melibatkan taruhan.[20]
Jhon Austin menjelaskan bahwa hukum yang tepat, atau yang pantas disebut, adalah perintah; hukum yang bukan perintah, adalah hukum yang tidak tepat, atau disebut tidak tepat.[21] Menurutnya, hukum merupakan produk kekuasaan pembuat hukum, dan lebih khusus lagi, hukum merupakan produk kedaulatan yang tidak terkekang. Menurut Austin, “hukum adalah perintah pemberi hukum”. Maka sebab itu, teori hukum Austin sering sekali dikatakan sebagai “teori perintah”, karena menurut Bentham, Austin ingin mencari dan menemukan landasan-landasan hukum yang berhubungan dengan kenyataan atau logis, dan melalui suatu “perintah” merupakan jawabannya. Isi dari perintah tersebut dipahami sebagai hal yang menjadi keharusan, disengajakan, atau diinginkan yang datang dari seseorang atau dimaksudkan agar pihak lain dapat bertindak sesuai dengannya.
Judi online adalah regenerasi dari judi darat dengan berpindahnya tata cara permainan menggunakan kemajuan akses internet saat ini menjadi situs-situs yang menjadikan wadah untuk memainkannya secara online melalui media elektronik yakni computer dan gadget, sehingga dengan hal tersebut dapat diakses kapanpun, dimanapun kita berada, hingga dapat diakses oleh siapapun yang ingin mengunjunginya. Pada dasarnya game yang disebut judi online yang sedang berkembang di negara indonesia adalah suatu perbuatan yang telah dilarang karena mempunyai dampak negative yang bisa memberikan pengaruh pada strukturalisasi social dan psikologis setiap orang yang memainkannya, sebagai salah satu contoh yakni dapat memberikan rasa kecanduan untuk memainkan judi online tersebut yang dikhawatirkan pelaku akan berbuat apasaja dengan segala cara untuk dapat memperoleh uang (money) agar bisa memainkan judi tersebut, bahkan bisa menimbulkan niat untuk melakukan tindak kejahatan dan mengganggu tatanan serta keharmonisasian pada system demokrasi di Indonesia.[22]
Efektivitas dalam penerapan sanksi hukum akan ditonjolkan pada tujuan-tujuan yang diinginkan untuk mencapai yaitu efektivitas hukum. Hukum merupakan suatu tindakan yang berasal dari kenyataan hukum itu sendiri dan bisa diketahui jika seseorang mengatakan bahwa peraturan hukum dapat berhasil atau gagal didalam upaya pencapaian tujuannya, sehingga biasanya setelah itu dapat diketahui apakah hasil tersbeut mempengaruhi pengaturan perilaku-perilaku tertentu sehingga dapat selaras dengan tujuan-tujuannya atau tidak. Sanksi, yang dapat berupa sanksi negatif atau positif, biasanya digunakan untuk memastikan bahwa orang mematuhi peraturan.[23]
Hukum memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan setiap manusia, agar kepentingan setiap manusia tersebut dilindungi, maka penegakan hukum harus terus dilakukan. Penegakan hukum timbul diakibatkan karena adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Setiap warga Negara berharap agar dapat menerapkan hukum dalam setiap peristiwa dilingkungannya dengan berlandaskan tujuan hukum yang mempunyai 3 (tiga) unsur yakni: unsur pertama yakni kepastian hukum, kemudian yang keduua adalah manfaat, dan yang ketiga yakni adil. Dalam kepastian hukum setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu akan mendapatkan apa yang telah diharapkan dalam situasi tertentu. Kelompok masyarakat akan memperoleh kepastian hukum agar setiap warga Negara agar bisa lebih taat dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Hukum mempunyai tugas untuk mewujudkan kepastian hukum dikarenakan memiliki tujuan untuk ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak sebaliknya, masyarakat justru menginginkan kemanfaatan didalam sistem peradilan pidana yang dilakukan oleh penegakan hukum. Dimana penegakan hukum tersebut keadilan harus sangat diperhatikan. Dalam melakukan penegakan hukum itu sendiri harus menggunakan toleransi atas 3 (tiga) unsur tersebut diatas agar dapat diperhatian secara berimbang.[24]
b. Akibat hukum Pelaku Perj udi an Melalui Media Online Yang Dilakukan Oleh Aparatur Negara Kepolisian Republik Indonesia (NKRI)
Disampaikan oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo bahwa beliau akan menindak tegas terhadap siapapun anggota kepoliaisannya yang melakukan tindak pidana perjudian, baik itu didarat maupun secara online. Karena sanksi atau akibat hukum atas perbuatan tersebut akan diberikan tanpa memandang jabatan atau pangkat antar anggota yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam permainan judi online tersebut akan tetap dihukum. Dan beliau tidak akan memberikan toleransi apapun terhadap anggotanya yang kedapatan melakukan judi online tersebut, maka akan pejabat tersebut akan langsung dicopot tanpa memerdulikan jabatan yang sedang diemban sekalipun itu Kapolres, Direktur ataupun Kapolda sekalipun. Demikan juga hal tersebut disampaikan dan dipertegas oleh Jendral Listyo Sigit Prabowo selaku Kapolri RI untuk Mabes Polri untuk memperhatikan hal tersebut karena sanksi atau akibat hukum yang akan diterima yakni pencopotan jabatan apabila anggotanya melakukan tindak pidana judi online.[25]
Pasal 30 ayat (1) Perundang-Undangan Republik Indonesia No 2 Tahun 2022 mengatur mengenai Kepolisian RI bahwa setiap Anggota Kepolisian bisa dilakukan pemberhentian secara hormat atau tidak dengan hormat, kemudian didalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) bahwa perbuatan baik sikap ataupun perilaku para pejabat Kepolisian berkaitan dengan Kode Etik Profesi Kepolisian dan didalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap pelanggaran-pelanggaran mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian yang dilakukan oleh para pejabat Kepolisian dapat dibantu dalam penyelesiannya oleh Komisi Kode Etik Kepolisian setempat.[26]
Selanjutnya didalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebutkan bahwa: “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat informasi elektronik atau dokumen-dokumen yang mengandung konten perjudian online yang dapat diakses". Dengan pasal 45 ayat (2), seseorang diancam dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 M (Satu Miliar Rupiah). Dengan demikian, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Pengendalian permainan perjudian serta ketentuan didalam PP No 9 Tahun 1981 mengenai Penyelenggaraan Pengendalian Perjudian mengatur bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan. Ketentuan UU No 7 Tahun 1974 mengatur mengenai sanksi pidana terkait tindak pidana perjudian, antara lain pidana dengan sanksi penjara setidaknya selama 10 tahun atau denda banyak Rp25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah).[27]
Pasal 8 PP No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian menyatakan: 1) Pelanggaran disiplin diberikan dalam bentuk teguran baik lisan ataupun perbuatan fisik, 2) Pelanggaran disiplin pada ayat (1) tidak menghilangkan wewenang para aknum. 1) Peringatan tertulis; 2) Menunda pendidikan kepolisian selama 1 (satu) tahun; 3) Menunda untuk menaikkan gaji secara bertahap; 4) Menunda untuk mempromosikan jabatan selama 1 (satu) tahun; 5) Perubahan emosional; 6) Pengunduran diri dari pekerjaan; dan 7) Menempatkan ditempat yang khusus selama 21 (dua puluh satu) hari.[28]
Tidak hanya akan ada hukuman kriminal untuk setiap individu yang melakukan pelanggaran terhadap sindikat perjudian online yang dilakukan oleh Kepolisian Nasional Republik Indonesia, tetapi juga untuk setiap individu yang melanggar Pasal 20 ayat (2) Kode Etik Profesi Kepolisian, yang menyatakan bahwa: 1) individu yang melakukan pelanggaran melakukan tindakan yang dianggap tercela; 2) individu yang melakukan pelanggaran harus memberikan permohonan maaf baik secara lisan sebelum rapat KKEP atau secara tertulis kepada Ketua, 3) Pelanggar wajib mengikuti pengembangan pengetahuan mental, psikologis, agama, dan profesional selama minimal 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan, 4) dialihkan ke jabatan lain yang mengalami penurunan pangkat paling singkat 1 (satu) tahun, 5) dialihkan ke fungsi lain yang mengalami penurunan pangkat paling singkat 1 (satu) tahun, 6 ) dipindahkan ke daerah lain dengan dasar penurunan pangkat paling singkat 1 (satu) tahun, dan/atau 7) PTDH sebagai anggota. [29]
SIMPULAN
Penerapan sanksi pidana kepada terduga pelaku suatu perbuatan tindak kejahatan pidana perjudian online yang dilaksanakan oleh aparatur negara kepolisian tentang judi online dalam kejahatan siber disebutkan kedalam ketentuan Pasal 27, dengan isinya sebagai berikut : “Setiaporang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat bisa dijangkaunya Informasi atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan perjudian.” Sanksi tindak pidana didalam ketentuan Pasal tersebut yaitu Pasal 45 UU ITE dengan sanksi berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun serta denda sebanyak Rp 1 miliar.
Akibat hukum pelaku sindikat judi online yang dilakukan oleh aparatur negara kepolisian republik indonesia yakni apabila Pelanggaran disiplin dilakukan melalui peringatan lisan atau tindakan fisik, Ankum masih mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman. Untuk pelanggaran yang dilakukan melalui teguran tertulis, pendidikan akan ditunda selama 1 (satu) tahun, kenaikan gaji secara teratur akan ditunda selama 1 (satu) tahun, promosi akan ditunda selama 1 (satu) tahun, pengunduran diri dari jabatan akan ditunda selama 1 (satu) tahun ) tahun. dan ditempatkan pada suatu tempat tertentu selama 21 (dua puluh satu) hari. Kemudian, didalam ketentuan Pasal 45 ayat (2) mengatur ancaman pidana berupa hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda sebanyak Rp. 1 M. Dengan demikian, didalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 mengenai Pengendalian Perjudian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 mengenai Penyelenggaraan Pengendalian Perjudian menetapkan bahwa segala kegiatan perjudian adalah ilegal. Ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 mengatur tindak pidana yang berkaitan dengan perjudian dengan hukuman pidana berupa sanksi penjara selama 10 tahun atau dikenakan denda sebanyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
References
- T. Prasetyo, "Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum (Studi Penelitian Ahli Hukum Sepanjang Zaman)." Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
- W. Projodikoro, "Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia." Bandung: PT Refika Aditama, 2014.
- E. Effendi, "Pokok-Pokok Hukum Pidana." Pekanbaru: Alaf Riau, 2010.
- S. Planzer, H. M. Gray, and H. J. Shaffer, "Associations between national gambling policies and disordered gambling prevalence rates within Europe," Int. J. Law Psychiatry, vol. 37, no. 2, pp. 217–229, Mar. 2014, doi: 10.1016/j.ijlp.2013.11.002.
- R. S. B. Singarimbun, "Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penyediaan Fasilitas Perjudian (Studi Penelitian Di Polsek Pancur Batu)," Kumpul. Karya Ilm. Mhs. Fak. Sos. Sains, vol. 1, no. 1, p. 3, 2019.
- N. K. Sa'diyah, "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Judi Online di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik," Gorontalo Law Rev., vol. 5, no. 1, p. 161, 2022.
- J. C. Siemens and S. W. Kopp, "The Influence of Online Gambling Environments on Self-Control," J. Public Policy Mark., vol. 30, no. 2, pp. 279–293, Sep. 2011, doi: 10.1509/jppm.30.2.279.
- M. J. Arfain, K. Aswadi, and D. Megayati, "Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pihak Ketiga Yang Mempromosikan Judi Online," Unizar R. J., vol. 1, no. 1, p. 23, 2022.
- I. Pratama, N. C. Adam, and H. Kamardi, "Corporate social responsibility disclosure (CSRD) quality in Indonesian public listed companies," Polish J. Manag. Stud., vol. 20, no. 1, pp. 359–371, 2019, doi: 10.17512/pjms.2019.20.1.31.
- S. Usman, "Pokok-Pokok Filsafat Hukum." Serang: CV. SUHUD Sentrautama, 2010.
- Taufiqurakhman, "Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan." Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama (Pers), 2014.
- M. Aswin and J. Jumadi, "Peran Serta Masyarakat Dalam Membantu Kepolisian Demi Menjaga Keamanan Wilayah Kota Makassar," Alauddin Law Dev. J., vol. 2, no. 3, pp. 454–464, Nov. 2020, doi: 10.24252/aldev.v2i3.12278.
- F. Malik, "Tinjauan Terhadap Teori Positivisme Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia," J. Pendidik. Kewarganegaraan Undiksha, vol. 9, no. 1, 2021, doi: https://doi.org/10.23887/jpku.v9i1.31488.
- J. L. Derevensky and S. M. Gainsbury, "Social casino gaming and adolescents: Should we be concerned and is regulation in sight?," Int. J. Law Psychiatry, vol. 44, pp. 1–6, Jan. 2016, doi: 10.1016/j.ijlp.2015.08.025.
- S. Qamar and Tarmizi, "Penerapan Sanksi Pidana terhadap Tindak Pidana Perjudian Melalui Sistem Elektronik di Wilayah Kota Banda Aceh," J. Ilm. Mhs. Bid. Huk. Pidana Fak. Huk. Univ. Syiah Kuala, vol. 2, no. 1, p. 73, 2018.
- V. Prahassacitta, "Pandangan Positivisme Hukum," Binus University Faculty of Humanities, 2019.
- H. S. Manalu, "Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 870/Pid.B/2018/PN.Mdn)," J. Educ. Hum. Soc. Sci., vol. 2, no. 2, pp. 428–539, Dec. 2019, doi: 10.34007/jehss.v2i2.102.
- T. Guntara, "Penegakan Hukum Tindak Pidana Perjudian Online Di Kota Pekanbaru," J. Online Mhs. Fak. Huk., vol. 1, no. 2, p. 10, 2014.
- Moeljatno, "Asas-Asas Hukum Pidana." Jakarta: Rineka Cipta, 2015.
- W. D. K. P. Marbun and I. K. Sudjana, "Tinjauan Yuridis Terhadap Aktivitas Perjudian Online di Indonesia Serta Pengawasan dan Penerapan Sanksi," Kertha Wicara J. Ilmu Huk., p. 4, 2017.
- D. Novianti, W. Nuari, D. Fitriyani, P. Pirdaus, F. R. Amelia, and I. R. Adriansyah, "Konsep Hukuman Menurut John Austin," Nusant. J. Pendidikan, Seni, Sains Dan Sos. Hum., vol. 1, no. 1, 2023.
- H. Sulistyo and L. Ardjayeng, "Tinjauan Yuridis Tentang Perjudian Online Ditinjau Dari UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," J. Din. Huk. dan Masy., vol. 1, no. 2, p. 3, 2018, doi: https://doi.org/10.30737/dhm.v1i1.811.
- A. Ali, "Kesadaran Hukum Mazyarakat Dan Pengaruhnya Bagi Efektivitas Perkembangan Hukum." Bandung: Sinar Baru, 2009.
- Y. Kurniawan, T. Siregar, and S. Hidayani, "Penegakan Hukum Oleh Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidana Judi Online (Studi Pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara)," ARBITER J. Ilm. Magister Huk., vol. 5, no. 1, pp. 85–96, May 2023, doi: 10.31289/arbiter.v5i1.1671.
- F. Kusuma, "Kapolri Akan Langsung Copot Anggota yang Bersalah dan Mencederai Rasa Keadilan Masyarakat," suarasurabaya.net, 2022. [Online]. Available: https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/kapolri-akan-langsung-copot-anggota-yang-bersalah-dan-mencederai-rasa-keadilan-masyarakat/
- S. H. Awaeh, "Pertanggungjawaban Hukum Atas Tindak Pidana Judi Online Di Tinjau Dari Prespektif Hukum Pidana," Lex Soc., vol. 5, no. 5, p. 161, 2017, doi: https://doi.org/10.35796/les.v5i5.17708.
- H. Iskandar, B. Bahreisy, F. Saputra, R. Asmara, Yusrizal, and Hidayat, "Penyuluhan Hukum Terkait Judi Online Bagi Generasi Milenial (Studi di Kota Banda Aceh)," J. Pengabdi. Masy. Darma Bakti Teuku Umar, vol. 4, no. 1, p. 77, 2022.
- A. D. Santoso, "Upaya Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Penindakan Tindak Pidana Perjudian Online (Studi Penelitian di Polres Binjai)," Kumpul. Karya Ilm. Mhs. Fak. Sos. Sains, vol. 1, no. 1, p. 5, 2021.
- M. M. Sitompul, M. Ablisar, M. Hamdan, and J. Leviza, "Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Judi Online yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)," USU Law J., vol. 2, no. 2, pp. 187–200, 2014.