Safeguarding Traditional Cultural Expressions: Legal Regulations for Intellectual Communal Wealth
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v25i.974

Safeguarding Traditional Cultural Expressions: Legal Regulations for Intellectual Communal Wealth


Melindungi Ekspresi Budaya Tradisional: Peraturan Hukum untuk Kekayaan Komunal Intelektual

Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Bali
Indonesia
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Bali
Indonesia

(*) Corresponding Author

Cultural Heritage Protection Communal Intellectual Wealth Legal Regulations Traditional Cultural Expressions Intellectual Property Rights

Abstract

This study examines the potential reformation of features representing traditional cultural expressions as communal intellectual wealth and the regulatory role of law in safeguarding and promoting this positive orientation. Employing normative legal methodology, existing legal frameworks are analyzed. The research reveals that the reformulation of features embodying traditional cultural expressions is pivotal in preserving their cultural continuity as shared intellectual assets. This process entails safeguarding cultural heritage through intellectual property rights, crafting guidelines, cultural education promotion, empowering local communities, preventing intellectual property abuse, international cooperation, and nurturing local creative industries. Legal regulations play a crucial role in protecting and advancing this positive reformation, encompassing Intellectual Property Rights (IPR) protection, registration and identification of traditional cultural elements, cultural policy formulation, community participation rights and consultation, law enforcement, international collaboration, and public education and awareness. These facets collaboratively ensure that traditional cultural heritage is respected, safeguarded, and judiciously utilized, allowing it to persist, evolve, and contribute positively to national identity and global intellectual wealth.

Highlight:

  • Preservation of Cultural Continuity: The study emphasizes the pivotal role of reformulating traditional cultural expressions in maintaining their cultural heritage's continuity as a shared intellectual asset.

  • Multi-Faceted Regulatory Approach: The research underscores the comprehensive legal measures, including Intellectual Property Rights (IPR) protection, cultural policy formulation, and community participation rights, aimed at safeguarding and promoting positive reformation.

  • Global Impact: By ensuring the respectful and judicious utilization of traditional cultural heritage, the study highlights its contribution not only to national identity but also to the broader realm of global intellectual wealth.

Keyword: Cultural Heritage Protection, Communal Intellectual Wealth, Legal Regulations, Traditional Cultural Expressions, Intellectual Property Rights.

Pendahuluan

Kebudayaan tradisional adalah warisan tak ternilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Ekspresi kebudayaan tradisional mencerminkan nilai-nilai, keyakinan, dan identitas komunitas yang melekat pada masyarakat yang menghasilkannya.[1] Kaya akan keragaman, ekspresi kebudayaan tradisional ini memainkan peran penting dalam mempertahankan akar budaya sebuah komunitas, sekaligus memberikan fondasi bagi identitas dan keberlanjutan budaya tersebut. Seiring dengan perubahan zaman dan globalisasi, kekayaan budaya tradisional sering kali menghadapi tantangan yang serius. Pemikiran-pemikiran modern, teknologi, dan pengaruh budaya luar yang kuat dapat mengancam eksistensi dan integritas budaya tradisional.

Kehidupan budaya tradisional mencerminkan identitas dan warisan budaya suatu masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan budaya tradisional yang sangat beragam. Dari seni pertunjukan hingga kerajinan tangan, dari musik tradisional hingga kuliner, ekspresi budaya tradisional Indonesia mencerminkan akar-akar budaya yang dalam.[2] Namun, melindungi ekspresi budaya tradisional dari pelecehan atau penyalahgunaan adalah tantangan yang semakin mendesak

Sebagai landasan hukum, Indonesia telah mengadopsi berbagai peraturan yang relevan untuk melindungi ekspresi kebudayaan tradisional. Salah satu peraturan yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-Undang ini memberikan perlindungan yang lebih jelas terhadap kekayaan intelektual, termasuk ekspresi budaya tradisional, dengan mengakui hak moral dan ekonomi yang melekat pada pemilik ekspresi tersebut. Yang mencakup perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang mencakup seni pertunjukan, musik, tari, dan bentuk-bentuk budaya lainnya.

Pentingnya melindungi ekspresi budaya tradisional tidak hanya berdasarkan pada aspek kebudayaan, tetapi juga dari perspektif ekonomi dan sosial. Dalam era globalisasi, ekspresi budaya tradisional sering kali menjadi daya tarik pariwisata yang kuat dan sumber ekonomi lokal.[3] Oleh karena itu, perlindungan ekspresi budaya tradisional juga mencakup masalah ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan landasan hukum bagi pengembangan ekonomi lokal melalui promosi kebudayaan tradisional.

Namun, melindungi kebudayaan tradisional tidak semata-mata tentang hukum dan peraturan semata. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya melindungi kebudayaan tradisional, banyak organisasi internasional seperti UNESCO telah memainkan peran penting dalam mengangkat isu ini ke tingkat global. Konvensi UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keberagaman Ekspresi Budaya diadopsi pada tahun 2005 untuk mendorong pelestarian ekspresi budaya tradisional di seluruh dunia. Indonesia telah menjadi negara anggota Konvensi ini, menunjukkan komitmen negara untuk melestarikan dan menghormati keanekaragaman budaya.[4]

Pelaksanaan undang-undang dan konvensi ini masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu tantangan utama adalah pemahaman yang rendah tentang hak kekayaan intelektual di kalangan komunitas budaya tradisional, serta kurangnya akses mereka terhadap sumber daya hukum yang diperlukan untuk melindungi ekspresi budaya mereka. Selain itu, permasalahan hukum lintas batas dan kebijakan yang inkonsisten dapat menghambat upaya perlindungan yang efektif.

Untuk mengatasi tantangan ini, penelitian ini akan mengeksplorasi potensi reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual komunal. Reformulasi ini akan mencakup peningkatan pemahaman tentang hak-hak kekayaan intelektual di kalangan komunitas budaya tradisional, pengembangan mekanisme untuk memfasilitasi pendaftaran dan perlindungan ekspresi budaya tradisional, serta perbaikan kebijakan yang mendukung perlindungan yang lebih efektif. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan komunitas budaya tradisional akan menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional dalam menjaga eksistensi dan orientasi kekayaan intelektual komunal. Dalam konteks ini, penelitian ini akan mengidentifikasi strategi dan praktik terbaik yang dapat digunakan untuk mendukung reformulasi kebudayaan tradisional, serta menganalisis dampaknya terhadap komunitas dan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, penelitian ini juga akan mengevaluasi efektivitas peraturan perundang-undangan yang ada dalam melindungi hak-hak komunitas terhadap eksploitasi yang tidak sah.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:

  1. Bagaimana proses reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional berkontribusi pada menjaga eksistensi budaya tersebut sebagai kekayaan intelektual komunal?
  2. Apa peran regulasi hukum dalam melindungi dan mempromosikan orientasi positif dalam reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual?

Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami dan mempromosikan ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual komunal di Indonesia. Melalui analisis mendalam terhadap aspek-aspek hukum, kebijakan, dan praktik terbaik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan praktis bagi pemangku kepentingan untuk melindungi dan mempromosikan ekspresi budaya tradisional yang berharga ini. Selain itu, penelitian ini juga dapat berpotensi menjadi landasan bagi pembahasan lebih lanjut tentang pentingnya melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya tradisional di era modern yang serba cepat dan global.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode hukum normatif sebagai pendekatan utama dalam analisisnya. Metode ini akan digunakan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang relevan dalam konteks perlindungan kekayaan intelektual komunal terkait dengan ekspresi kebudayaan tradisional. Metode ini akan memungkinkan kita untuk menganalisis kerangka hukum yang ada dan mengevaluasi sejauh mana peraturan-peraturan tersebut mampu melindungi dan mendukung orientasi reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional. Dalam penggunaan metode hukum normatif, pendekatan perundang-undangan akan menjadi fokus utama. Kami akan mengidentifikasi dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang relevan, termasuk Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Warisan Budaya Takbenda di tingkat nasional. Pendekatan ini akan memungkinkan kami untuk memahami kerangka hukum yang mengatur hak-hak komunitas terhadap ekspresi kebudayaan tradisional dan bagaimana peraturan-peraturan ini dapat diperkuat atau ditingkatkan untuk melindungi kekayaan intelektual komunal.

Sumber bahan penelitian akan mencakup dokumen-dokumen hukum, literatur hukum, dan kebijakan yang berkaitan dengan kebudayaan tradisional dan hak kekayaan intelektual. Selain itu, peneliti juga akan memanfaatkan studi kasus dan dokumentasi terkait upaya reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional yang dilakukan oleh komunitas-komunitas budaya. Data akan diperoleh melalui penelusuran dokumen hukum, analisis teks perundang-undangan, serta studi literatur terkait. Selain itu, peneliti juga akan melakukan wawancara dengan pakar hukum, anggota komunitas budaya, dan pemangku kepentingan terkait untuk mendapatkan pandangan yang lebih mendalam tentang implementasi peraturan-peraturan tersebut dalam konteks kebudayaan tradisional.

Analisis data akan menggabungkan pendekatan kualitatif dan konseptual. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan merinci isi peraturan-peraturan yang relevan dan mencari pola-pola dan hubungan antara norma-norma hukum yang ada. Selain itu, data kualitatif dari wawancara akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi untuk mengidentifikasi tema-tema utama dan temuan-temuan yang muncul dari percakapan dengan responden. Kesimpulan dan rekomendasi akan dihasilkan dari hasil analisis ini, memberikan wawasan tentang perlindungan dan pengembangan kekayaan intelektual komunal dari ekspresi kebudayaan tradisional dalam konteks hukum dan perundang-undangan.

Hasil dan Pembahasan

Reformulasi Ciri Ekspresi Kebudayaan Tradisional Berkontribusi pada Penjagaan Eksistensi Budaya sebagai Kekayaan Intelektual Komunal

Reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional adalah sebuah proses penting dalam menjaga eksistensi budaya tersebut sebagai kekayaan intelektual komunal. Kebudayaan tradisional adalah warisan berharga yang memengaruhi identitas, nilai-nilai, dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.[5] Reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional adalah suatu pendekatan yang memungkinkan budaya tersebut untuk tetap relevan dalam konteks modern, sambil tetap mempertahankan akar budaya yang dalam. Hal ini melibatkan berbagai upaya untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkan unsur-unsur budaya tradisional agar tetap relevan dalam konteks modern, sambil menghormati hak-hak pemilik budaya tersebut.

Dalam pembahasan ini, dijelaskan bagaimana reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional berkontribusi pada menjaga eksistensi budaya tersebut sebagai kekayaan intelektual komunal, dengan merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan.

a. Melindungi Warisan Budaya Melalui Hak Kekayaan Intelektual

Melindungi Warisan Budaya Melalui Hak Kekayaan Intelektual adalah pendekatan yang efektif dalam menjaga keberlanjutan budaya tradisional.[6] Banyak negara memiliki peraturan perundang-undangan yang relevan dalam hal ini. Di Indonesia, sebagai contoh, Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi ekspresi budaya tradisional. Undang-undang ini mengakui bahwa ekspresi budaya tradisional dapat dianggap sebagai karya cipta yang dilindungi, selama kriteria hak cipta terpenuhi. Hal ini memberikan komunitas budaya tradisional insentif hukum untuk merawat dan mengembangkan warisan budaya mereka.

Selain itu, dalam hukum merek dagang, peraturan juga berlaku untuk produk-produk budaya tradisional yang memiliki nilai komersial. Penggunaan merek dagang dapat memberikan komunitas hak eksklusif atas produk mereka, sehingga melindungi mereka dari pemalsuan atau penyalahgunaan.[7] Di samping itu, perjanjian internasional seperti Perjanjian TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) dari World Trade Organization memberikan kerangka kerja yang lebih luas untuk melindungi hak kekayaan intelektual, termasuk budaya tradisional, di tingkat internasional.

b. Penyusunan Pedoman dan Panduan

Penyusunan pedoman dan panduan memainkan peran penting dalam mendukung reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional. Pemerintah dan organisasi budaya seringkali bertanggung jawab atas pembuatan pedoman ini untuk memberikan arahan yang jelas bagi komunitas budaya tradisional. Pedoman ini berfungsi sebagai alat untuk menjaga keberlanjutan budaya tradisional tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Di berbagai negara, peraturan perundang-undangan telah menetapkan kerangka kerja untuk penyusunan pedoman ini. Contohnya, Undang-Undang Perlindungan Kepentingan Masyarakat Adat No. 6 Tahun 2012 di Indonesia memberikan landasan hukum untuk penyusunan pedoman mengenai pengelolaan kekayaan budaya tradisional oleh masyarakat adat. Pedoman tersebut dapat mengatur cara penggunaan, pemanfaatan, dan pelestarian budaya tradisional sesuai dengan nilai-nilai dan kearifan lokal.

Selain itu, instrumen internasional seperti Konvensi UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya Tradisional dan Berbasis Lokal juga mendorong negara-negara untuk mengembangkan pedoman yang memastikan partisipasi komunitas dalam proses reformulasi budaya mereka.[8] Pedoman ini dapat membantu mencegah penyalahgunaan budaya tradisional dan memastikan bahwa penggunaannya dalam konteks kontemporer adalah sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip hak intelektual yang lebih luas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Merek Dagang yang berlaku di banyak negara.

c. Promosi Pendidikan Budaya

Mengintegrasikan unsur-unsur budaya tradisional ke dalam sistem pendidikan memiliki peran kunci dalam reformulasi budaya. Banyak negara telah mengadopsi undang-undang yang mewajibkan pendidikan budaya tradisional sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah.[9] Hal ini bertujuan untuk menghasilkan sejumlah dampak positif yang signifikan. Salah satu contoh peraturan perundang-undangan yang relevan adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Undang-Undang ini mengamanatkan integrasi unsur-unsur budaya lokal dan nasional ke dalam kurikulum sekolah, termasuk pelajaran tentang seni, budaya, dan tradisi lokal. Hal ini membantu memastikan bahwa generasi muda di Indonesia dapat terhubung dengan warisan budaya mereka dan menghargainya.

Pendidikan budaya tradisional juga mendukung tujuan UNESCO dalam mempromosikan pelestarian keanekaragaman budaya. Program pendidikan yang memasukkan unsur-unsur budaya tradisional membantu mempertahankan dan memperkuat identitas budaya, bahasa, dan praktik-praktik tradisional yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Selain itu, integrasi budaya tradisional dalam pendidikan dapat memitigasi risiko kepunahan budaya. Dengan memperkenalkan generasi muda pada nilai-nilai budaya tradisional, pengetahuan dan keterampilan yang unik akan diwariskan dan dipertahankan.

d. Pemberdayaan Komunitas Lokal

Pemberdayaan komunitas lokal memegang peran penting dalam menjaga keberlanjutan budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual komunal. Berbagai peraturan perundang-undangan telah diterapkan untuk mendukung inisiatif pemberdayaan ini, memberikan dukungan dalam bentuk program-program, pelatihan, dan bantuan teknis.[10] Salah satu contoh yang relevan adalah Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (No. 6 Tahun 2012 di Indonesia). Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, yang sering kali menjadi pemegang tradisi budaya tradisional. Hal ini memungkinkan komunitas untuk secara aktif mengelola, merawat, dan mengembangkan warisan budaya mereka tanpa campur tangan yang merugikan.

e. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Apropiasi Budaya

Perlindungan hak kekayaan intelektual terhadap apropiasi budaya adalah aspek penting dalam menghormati dan memelihara keberlanjutan budaya tradisional. Praktik apropiasi budaya terjadi ketika elemen-elemen budaya tradisional digunakan tanpa izin atau penghargaan yang pantas kepada komunitas asal. Untuk mengatasi ini, beberapa negara telah mengadopsi undang-undang yang bertujuan untuk melarang dan menghukum pelaku apropiasi budaya.[11] Contoh yang relevan adalah Undang-Undang Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Lokal (TKG) di Indonesia. Undang-undang ini memiliki tujuan utama untuk melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya lokal dari apropiasi yang tidak sah. Hal tersebut memberikan pengaturan bahwa penggunaan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya lokal harus didasarkan pada izin atau persetujuan dari pemilik asli, dan pelanggaran dapat dikenai sanksi hukum.

Selain itu, dalam skala internasional, Konvensi UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya Tradisional dan Berbasis Lokal juga mengakui pentingnya melindungi ekspresi budaya tradisional dari apropiasi yang merugikan. Konvensi ini mengarahkan negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan melawan apropiasi budaya yang dapat merugikan komunitas budaya tradisional. Selain Undang-Undang TKG di Indonesia dan Konvensi UNESCO, beberapa negara lain juga memiliki undang-undang dan peraturan yang serupa untuk melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya lokal.[8] Tujuan dari regulasi ini adalah untuk menghormati hak-hak komunitas budaya tradisional, mempromosikan penghargaan terhadap warisan budaya mereka, dan mencegah eksploitasi yang merugikan.

f. Kerja Sama Internasional

Kerja sama internasional memegang peran yang krusial dalam menjaga eksistensi budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual komunal. UNESCO, sebagai salah satu organisasi utama dalam pelestarian budaya, telah menciptakan sejumlah perjanjian dan konvensi yang mendukung pelestarian dan promosi keanekaragaman budaya tradisional di seluruh dunia.[12] Contohnya adalah Konvensi UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya Tradisional dan Berbasis Lokal. Konvensi ini mendorong negara-negara anggota untuk mengambil tindakan untuk melindungi dan mempromosikan budaya tradisional. Selain itu, negara-negara juga dapat melakukan pertukaran budaya dan berkolaborasi dalam menjaga keberagaman budaya dunia.

Beberapa peraturan perundang-undangan internasional mengatur aspek-aspek ini. Misalnya, Perjanjian TRIPS di bawah World Trade Organization memungkinkan negara-negara untuk mengadopsi langkah-langkah yang mendukung pelestarian budaya tradisional dalam konteks hak kekayaan intelektual. Selain itu, perjanjian bilateral dan multilateral antara negara-negara dapat menciptakan kerangka kerja untuk kerja sama dalam pelestarian budaya tradisional.[13] Kerja sama internasional adalah kunci untuk memastikan bahwa budaya tradisional tidak hanya terlindungi di tingkat nasional tetapi juga di tingkat internasional. Dengan berbagi pengetahuan, sumber daya, dan pengalaman, negara-negara dapat lebih efektif dalam mempromosikan keberagaman budaya dan melindungi hak-hak komunitas budaya tradisional.

g. Pengembangan Industri Kreatif Lokal

Pengembangan industri kreatif lokal adalah salah satu pendekatan yang kuat untuk mendorong reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional.[14] Hal ini memungkinkan komunitas untuk mengintegrasikan unsur-unsur budaya tradisional ke dalam produk-produk dan karya seni kontemporer, yang pada gilirannya dapat menciptakan sumber pendapatan baru yang mendukung pemeliharaan budaya mereka. Regulasi hukum memainkan peran penting dalam memberikan kerangka kerja untuk perkembangan industri kreatif lokal ini. Di banyak negara, peraturan tentang perlindungan kekayaan intelektual seperti hak cipta dan merek dagang dapat digunakan untuk melindungi produk-produk dan karya seni yang menggabungkan elemen budaya tradisional. Hal ini memastikan bahwa komunitas yang berpartisipasi dalam industri kreatif lokal memiliki hak eksklusif atas kreasi mereka dan dapat mendapatkan manfaat ekonomi dari karya-karya ini.

Selain itu, kerjasama antara komunitas budaya tradisional, pemerintah, dan sektor swasta dapat didorong melalui regulasi hukum yang memfasilitasi kemitraan dan inisiatif bersama. Misalnya, perjanjian kontrak yang memastikan bahwa komunitas budaya tradisional mendapatkan manfaat yang adil dari karya-karya yang dihasilkan dapat diatur secara hukum. Dengan adanya regulasi yang tepat, pengembangan industri kreatif lokal dapat menjadi sarana yang efektif untuk mendorong reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional. Hal ini tidak hanya menciptakan peluang ekonomi bagi komunitas budaya tradisional, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian dan promosi warisan budaya yang berharga ini.[15]

Dalam rangka menjaga eksistensi budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual komunal, peraturan perundang-undangan ini harus diterapkan dengan cermat dan harus ada kerja sama antara pemerintah, komunitas budaya, dan sektor swasta. Dalam banyak kasus, konsultasi dengan pemilik budaya dan masyarakat lokal adalah langkah penting dalam merumuskan kebijakan yang sesuai. Sebagai contoh, kita dapat merujuk pada Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, yang memberikan kerangka kerja global untuk pelestarian budaya tradisional. Banyak negara telah mengadopsi konvensi ini dalam undang-undang nasional mereka untuk melindungi dan merayakan budaya mereka.

Dalam kesimpulan, reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional adalah proses yang penting untuk menjaga eksistensi budaya tersebut sebagai kekayaan intelektual komunal. Dengan bantuan peraturan perundang-undangan yang relevan, pedoman, pendidikan budaya, pemberdayaan komunitas, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan kerja sama internasional, kita dapat melestarikan keanekaragaman budaya dunia dan memastikan bahwa budaya-budaya tradisional terus hidup dan berkembang dalam dunia yang terus berubah.

Peran Regulasi Hukum dalam Melindungi dan Mempromosikan Orientasi Positif dalam Reformulasi Ciri Ekspresi Kebudayaan Trafisional sebagai Kekayaan Intelektual

Regulasi hukum memainkan peran yang sangat penting dalam melindungi dan mempromosikan orientasi positif dalam reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual. Hal ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan budaya tradisional, menghormati hak-hak pemilik budaya, serta mendorong pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan dari kekayaan intelektual tersebut. Berikut peran regulasi hukum dalam konteks ini:

a. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah salah satu fondasi hukum yang krusial dalam melindungi ekspresi kebudayaan tradisional. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, peraturan perundang-undangan yang relevan menjadi landasan untuk menjaga hak-hak intelektual atas budaya tradisional. Di Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 memberikan perlindungan terhadap karya-karya yang melibatkan ekspresi budaya tradisional, seperti seni rupa, musik tradisional, dan literatur lisan. Hak cipta memberikan pemiliknya hak eksklusif untuk mengontrol penggunaan dan penyebaran karya tersebut, termasuk karya yang berasal dari budaya tradisional.[2] Selain itu, Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 juga memiliki relevansi dalam melindungi budaya tradisional. Meskipun lebih terfokus pada merek dagang, undang-undang ini dapat digunakan untuk melindungi produk-produk atau karya yang terkait dengan budaya tradisional, terutama jika produk tersebut memiliki nilai ekonomi yang signifikan.

Penggunaan hak paten juga dapat menjadi instrumen penting dalam melindungi penemuan atau inovasi yang berhubungan dengan budaya tradisional. Namun, penggunaan hak paten harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang relevan dan harus mempertimbangkan hak-hak komunitas budaya tradisional dalam prosesnya. Dalam konteks melindungi ekspresi kebudayaan tradisional, penting untuk memahami bahwa hak kekayaan intelektual harus diterapkan dengan bijak.[6] Ini harus mempertimbangkan hak-hak komunitas budaya tradisional dan mendorong penggunaan yang adil dan berkelanjutan dari kekayaan intelektual tersebut.

b. Pencatatan dan Identifikasi

Pencatatan dan identifikasi elemen-elemen budaya tradisional adalah langkah penting dalam melindungi dan mempromosikannya. Ini membantu mengidentifikasi elemen-elemen budaya yang perlu dilindungi, serta mendokumentasikan pengetahuan dan praktik yang melekat pada budaya tersebut.[16] Di Indonesia, Badan Warisan Budaya Nasional (BWN) memiliki peran utama dalam melaksanakan tugas ini, sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Warisan Budaya. Melalui pencatatan dan identifikasi, BWN dapat mengumpulkan data dan informasi terkait elemen budaya tradisional, seperti seni pertunjukan, pengetahuan tradisional, dan praktik budaya lainnya. Pencatatan ini dilakukan dengan berbagai cara, termasuk wawancara dengan komunitas budaya tradisional, pengamatan lapangan, dan penelitian arsip.

Perlindungan elemen budaya tradisional ini dapat mencakup pengakuan resmi dalam bentuk status warisan budaya takbenda, yang diatur oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2010. Selain itu, identifikasi dan pencatatan juga memungkinkan untuk mengembangkan program-program pendidikan dan kesadaran untuk masyarakat luas. Ini sejalan dengan tujuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 yang mengamanatkan promosi keanekaragaman ekspresi budaya tradisional.[17] Dalam konteks internasional, pencatatan dan identifikasi elemen budaya tradisional juga mendukung implementasi Konvensi UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda, yang telah diadopsi oleh banyak negara termasuk Indonesia. Konvensi ini mendorong negara-negara untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan melindungi warisan budaya takbenda mereka, dengan tujuan untuk menjaga keragaman budaya global.

c. Pembentukan Kebijakan Kultural

Pembentukan kebijakan kultural merupakan langkah krusial dalam melindungi dan mempromosikan budaya tradisional. Regulasi hukum memainkan peran penting dalam proses ini, dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang relevan.[18] Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kebudayaan menjadi landasan untuk pembentukan kebijakan kultural. Undang-Undang ini memberikan landasan hukum untuk perlindungan, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan, termasuk budaya tradisional. Salah satu poin penting dalam Undang-Undang Kebudayaan adalah pengakuan hak-hak komunitas budaya tradisional dalam menjaga, mengembangkan, dan menggunakan warisan budaya mereka. Selain itu, undang-undang ini juga menetapkan kewajiban pemerintah untuk mendukung kegiatan pelestarian budaya tradisional. Hal ini mencakup alokasi anggaran dan sumber daya untuk proyek-proyek pelestarian, serta penciptaan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas pelestarian budaya tradisional.

Selain Indonesia, banyak negara juga memiliki peraturan serupa yang menegaskan komitmen mereka terhadap pelestarian budaya tradisional. Misalnya, di India, Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual Tradisional Pengetahuan dan Pengetahuan Lokal (TKDL) bertujuan melindungi pengetahuan tradisional India dari eksploitasi yang tidak sah. Dengan adanya regulasi hukum seperti Undang-Undang Kebudayaan di Indonesia, negara-negara dapat membentuk kebijakan kultural yang mendukung keberlanjutan budaya tradisional. Ini memberikan dasar hukum yang kuat untuk memastikan bahwa budaya tradisional dihormati, dijaga, dan dimanfaatkan secara adil oleh masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan budaya tersebut. Sebagai akibatnya, budaya tradisional dapat tetap hidup, berkembang, dan berkontribusi positif terhadap identitas nasional dan kekayaan intelektual dunia.[2]

d. Hak Partisipasi dan Konsultasi

Hak partisipasi dan konsultasi komunitas yang memiliki kebudayaan tradisional adalah aspek penting dalam regulasi hukum yang berfokus pada perlindungan dan promosi kekayaan budaya ini. Hal ini sejalan dengan komitmen internasional. Di tingkat internasional, Konvensi ILO No. 169 tentang Masyarakat Hukum Adat dan Suku Bangsa di Negara-Negara Merdeka juga menegaskan hak-hak partisipasi dan konsultasi masyarakat hukum adat dalam isu-isu yang relevan bagi mereka. Konvensi ini memberikan kerangka kerja hukum yang kuat untuk memastikan komunitas budaya tradisional memiliki suara dalam keputusan yang memengaruhi warisan budaya mereka. Regulasi hukum yang mempertimbangkan hak partisipasi dan konsultasi komunitas budaya tradisional menciptakan kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi dalam merumuskan kebijakan dan tindakan yang memengaruhi warisan budaya mereka.[3] Hal ini tidak hanya menciptakan keseimbangan dalam perlindungan kekayaan budaya, tetapi juga menghormati hak-hak dasar komunitas untuk memiliki kendali atas warisan budaya yang menjadi bagian integral dari identitas mereka.

e. Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang efektif merupakan salah satu aspek kunci dalam melindungi dan mempromosikan hak kekayaan intelektual dan pelestarian budaya tradisional.[19] Peraturan perundang-undangan harus menyediakan kerangka kerja yang kuat dan sanksi yang tegas untuk menjaga integritas budaya tradisional. Beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan dalam konteks penegakan hukum ini meliputi Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Merek Dagang, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Salah satu aspek penegakan hukum yang penting adalah penindakan terhadap pelanggaran hak kekayaan intelektual. Undang-Undang Hak Cipta, misalnya, memungkinkan pemilik hak untuk mengajukan gugatan hukum terhadap individu atau entitas yang menyalahgunakan karya budaya tradisional mereka tanpa izin. Sanksi yang tegas, seperti denda dan hukuman pidana, dapat diberlakukan terhadap pelanggaran ini untuk memberikan insentif yang kuat agar orang-orang tidak merusak atau mengeksploitasi budaya tradisional.

Selain itu, Undang-Undang Merek Dagang dapat digunakan untuk melindungi merek dan simbol budaya tradisional. Dengan melarang penggunaan merek yang meniru atau menyalin simbol-simbol budaya tanpa izin, undang-undang ini memberikan perlindungan tambahan terhadap eksploitasi yang tidak sah terhadap budaya tradisional.[13] Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga memiliki peran penting dalam penegakan hukum. Ini dapat digunakan untuk melindungi konsumen dari produk atau layanan yang menggunakan budaya tradisional secara salah atau menyesatkan. Dengan demikian, konsumen dapat terhindar dari penipuan yang berkaitan dengan produk atau layanan yang menggunakan elemen budaya tradisional dengan cara yang merugikan.

f. Kerja Sama Internasional

Kerja sama internasional memainkan peran kunci dalam melindungi dan mempromosikan kekayaan budaya tradisional di era globalisasi. Perjanjian-perjanjian internasional seperti Konvensi UNESCO tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya Tradisional dan Berbasis Lokal adalah contoh konkret bagaimana komunitas internasional berupaya untuk melindungi budaya tradisional. Konvensi ini mengakui pentingnya melindungi dan mempromosikan ekspresi budaya tradisional serta mendorong kerja sama antarnegara dalam hal tersebut.[20] Selain itu, Perjanjian TRIPS di bawah World Trade Organization (WTO) juga memainkan peran penting dalam melindungi aspek-aspek hak kekayaan intelektual yang terkait dengan budaya tradisional. TRIPS menetapkan standar internasional untuk perlindungan hak cipta, merek dagang, dan paten, yang berdampak pada cara kekayaan budaya tradisional dapat diakui dan diperdagangkan di pasar global.[21]

Dalam konteks perdagangan internasional, beberapa negara juga telah mencantumkan ketentuan terkait kekayaan budaya tradisional dalam perjanjian perdagangan mereka. Misalnya, beberapa perjanjian perdagangan regional mengandung pasal-pasal yang mengakui pentingnya perlindungan dan promosi kekayaan budaya tradisional. Pentingnya kerja sama internasional dalam hal ini adalah agar budaya tradisional dapat dihormati secara global, dan penyalahgunaan atau eksploitasi yang tidak sah dapat dicegah. Dengan bekerja sama secara internasional, negara-negara dapat saling mendukung dalam membangun regulasi hukum yang kuat dan efektif untuk melindungi kekayaan budaya tradisional dan memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan berkelanjutan di era globalisasi.

f. Pendidikan dan Kesadaran

Pendidikan dan kesadaran merupakan aspek penting dalam melindungi dan mempromosikan budaya tradisional.[22] Pemerintah dapat memainkan peran yang signifikan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang nilai budaya tradisional melalui berbagai inisiatif pendidikan dan kesadaran. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memasukkan materi tentang warisan budaya tradisional ke dalam kurikulum sekolah. Dengan cara ini, generasi muda akan belajar tentang kekayaan budaya mereka sejak dini. Di banyak negara, undang-undang pendidikan nasional dapat digunakan untuk mengatur integrasi pendidikan budaya tradisional ke dalam sistem pendidikan formal. Contohnya, di Indonesia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 mencakup pendidikan tentang budaya dan kebudayaan Indonesia.

Selain itu, program pendidikan masyarakat juga dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya budaya tradisional.[22] Pemerintah dapat mendukung lokakarya, seminar, dan aktivitas lain yang memungkinkan masyarakat untuk belajar lebih banyak tentang warisan budaya mereka. Pemerintah juga dapat berkolaborasi dengan tokoh budaya tradisional dan pemimpin komunitas untuk mengorganisir kegiatan pendidikan. Dalam konteks regulasi hukum, pendidikan dan kesadaran juga dapat membantu masyarakat memahami hak-hak mereka terkait dengan budaya tradisional. Ini mencakup hak-hak kekayaan intelektual dan hak-hak komunitas budaya tradisional. Pemerintah dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada, seperti undang-undang hak cipta dan undang-undang perlindungan budaya tradisional, dalam program pendidikan ini.

Dalam kesimpulan, regulasi hukum memegang peran sentral dalam melindungi dan mempromosikan orientasi positif dalam reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual. Melalui pengaturan yang tepat, pengakuan, perlindungan, dan pemanfaatan budaya tradisional dapat berjalan seiring dengan penghormatan terhadap hak-hak komunitas yang membawanya. Perlindungan dan promosi kekayaan budaya tradisional adalah investasi jangka panjang dalam keberlanjutan dan kekayaan budaya suatu bangsa.

Simpulan

Reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional adalah proses penting dalam menjaga eksistensi budaya tersebut sebagai kekayaan intelektual komunal. Ini melibatkan langkah-langkah seperti melindungi warisan budaya melalui hak kekayaan intelektual, menyusun pedoman dan panduan, mempromosikan pendidikan budaya, memberdayakan komunitas lokal, melindungi hak kekayaan intelektual dari apropiasi budaya, berkolaborasi secara internasional, dan mengembangkan industri kreatif lokal. Melalui peraturan perundang-undangan yang relevan, kerja sama antara pemerintah, komunitas budaya, dan sektor swasta, serta penghargaan terhadap kearifan lokal, kita dapat menjaga keberlanjutan budaya tradisional dalam konteks modern yang terus berubah.

Regulasi hukum memainkan peran yang sangat penting dalam melindungi dan mempromosikan orientasi positif dalam reformulasi ciri ekspresi kebudayaan tradisional sebagai kekayaan intelektual. Ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan budaya tradisional, menghormati hak-hak pemilik budaya, serta mendorong pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan dari kekayaan intelektual tersebut. Peran regulasi hukum dalam konteks ini mencakup perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), pencatatan dan identifikasi elemen-elemen budaya tradisional, pembentukan kebijakan kultural, hak partisipasi dan konsultasi komunitas, penegakan hukum, kerja sama internasional, dan pendidikan serta kesadaran masyarakat. Semua aspek ini bekerja sama untuk memastikan bahwa kekayaan budaya tradisional dihormati, dijaga, dan dimanfaatkan dengan bijak, sehingga budaya tradisional dapat tetap hidup, berkembang, dan berkontribusi positif terhadap identitas nasional dan kekayaan intelektual dunia.

References

  1. I. B. Y. D. Putra and I. W. Wiryawan, “PENGUASAAN NEGARA ATAS EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF HAK CIPTA DI INDONESIA,” J. Kertha Negara, vol. 9, no. 4, pp. 305–315, 2021.
  2. R. B. B. Perangin-angin, R. Nababan, and P. G. Siahaan, “Perlindungan Pengetahuan Tradisional sebagai Hak Konstitusional di Indonesia,” J. Konstitusi, vol. 17, no. 1, p. 178, May 2020, doi: 10.31078/jk1718.
  3. B. Wedhitami and B. Santoso, “UPAYA PERLINDUNGAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DENGAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH,” LAW REFORM, vol. 9, no. 2, p. 32, Jan. 2014, doi: 10.14710/lr.v9i2.12444.
  4. Z. Makkawaru, Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Upaya Pengelolaan Aset Kekayaan Intelektual Bangsa. Sukabumi: Farha Pustaka, 2019.
  5. K. Roisah, “PERLINDUNGAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM SISTEM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL,” J. Masal. Huk., vol. 43, no. 3, 2014, doi: https://doi.org/10.14710/mmh.43.3.2014.372-379.
  6. S. Rongiyati, “Hak Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional,” J. Negara Huk. Membangun Huk. untuk Keadilan dan Kesejaht., pp. 213–238, 2011.
  7. J. J. Sumanti, M. E. Kalalo, and R. Mamengko, “AKIBAT HUKUM PEMAKAIAN MEREK YANG MEMILIKI PERSAMAAN PADA POKOKNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS,” Lex Priv., vol. 10, no. 2, 2022.
  8. L. Diana and A. Tiaraputri, “PERLINDUNGAN HUKUM WARISAN BUDAYA TAK BENDA DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU,” Procceding Call Pap. Natl. Conf. Law Stud. Pembang. Huk. Menuju Era Digit. Soc., no. 1284–1299, 2020.
  9. A. F. Nisa, “IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI SD NEGERI JARAKAN PANGGUNGHARJO SEWON BANTUL,” J. Inspirasi Manaj. Pendidik., vol. 5, no. 1, 2017.
  10. A. Atsar, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGETAHUAN DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN DAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA,” LAW REFORM, vol. 13, no. 2, p. 284, Sep. 2017, doi: 10.14710/lr.v13i2.16162.
  11. R. S. S. Turnip, “PENTINGNYA PERLINDUNGAN TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA DALAM NEGARA YANG KAYA AKAN BUDAYA,” DHARMASISYA J. Progr. Magister Huk. Fak. Huk. Univ. Indones., vol. 1, no. 4, 2021.
  12. D. P. B. Asri, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEBUDAYAAN MELALUI WORLD HERITAGE CENTRE UNESCO,” J. Huk. Ius Quia Iustum, vol. 25, no. 2, pp. 256–276, May 2018, doi: 10.20885/iustum.vol25.iss2.art3.
  13. C. Ramadhan, F. Y. D. Siregar, and B. F. Wibowo, BUKU AJAR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Medan: Universitas Medan Area Press, 2023.
  14. M. Rakib, “STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PENUNJANG DAYA TARIK WISATA,” J. Kepariwisataan, vol. 1, no. 2, pp. 54–69, 2017.
  15. R. S. Astuti, H. Warsono, and A. Rachim, Collaborative Governance dalam Perspektif Administrasi Publik. Semarang: Universitas Diponegoro Press, 2020.
  16. A. Wibowo, “Review Sistematik: Elemen-Elemen Utama dalam Membangun Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit,” J. Adm. Rumah Sakit Indones., vol. 3, no. 3, Jun. 2017, doi: 10.7454/arsi.v3i3.2227.
  17. D. I. Susanti, R. I. M. Sudhiarsa, and R. Susrijani, EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Malang: Kementerian Ristek dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2019.
  18. Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, Memperkuat Peradaban Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2019.
  19. E. V. T. Senewe, “EFEKTIVITAS PENGATURAN HUKUM HAK CIPTA DALAM MELINDUNGI KARYA SENI TRADISIONAL DAERAH,” J. LPPM Bid. EkoSosBudKum, vol. 2, no. 2, 2015.
  20. L. Arizpe Schlosser, “Culture and Conviviability,” 2019, pp. 159–210. doi: 10.1007/978-3-642-41602-6_7.
  21. N. Xia, “Intellectual property protection for traditional medical knowledge in China’s context: a round peg in a square hole?,” Med. Law Rev., vol. 31, no. 3, pp. 358–390, Aug. 2023, doi: 10.1093/medlaw/fwad006.
  22. H. M. . Nahak, “UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA INDONESIA DI ERA GLOBALISASI,” J. Sosiol. Nusant., vol. 5, no. 1, pp. 65–76, Jun. 2019, doi: 10.33369/jsn.5.1.65-76.