Soil Macrofauna Diversity in Gold Mine Tailing Storage Facilities (TSF) Mirah I and TSF Mirah II at PT Kasongan Bumi Kencana
Innovation in Agricultural Science
DOI: 10.21070/ijins.v24i.944

Soil Macrofauna Diversity in Gold Mine Tailing Storage Facilities (TSF) Mirah I and TSF Mirah II at PT Kasongan Bumi Kencana


Keragaman Makrofauna Tanah di Fasilitas Penyimpanan Tailing Tambang Emas (TSF) Mirah I dan TSF Mirah II di PT Kasongan Bumi Kencana.

Universitas Palangkaraya
Indonesia
Universitas Palangka Raya
Indonesia
Universitas Palangka Raya
Indonesia
Universitas Palangka Raya
Indonesia

(*) Corresponding Author

Bioindicators Diversity Index Gold Mine Tailing Soil Microfauna Tailing Storage Facilities

Abstract

This research focuses on the assessment of soil macrofauna in gold mine tailing storage facilities (TSF) at PT Kasongan Bumi Kencana. The study aimed to analyze the physical and chemical properties of the soil, identify soil macrofauna, and evaluate their diversity in TSF Mirah I (7 years old) and TSF Mirah II (1 year old). Using a descriptive-quantitative approach, 38 subplots were established within each TSF, and data on macrofauna were collected, analyzed, and presented through descriptive statistics and species diversity index calculations. The results revealed that both TSFs exhibited low organic matter content. Mirah I TSF harbored 15 families with 172 individuals, primarily dominated by the Trigoniulidae (millipedes) family. In contrast, Mirah II TSF contained 14 families with 120 individuals, mainly dominated by the Formicidae (black ant) family. The diversity index for Mirah I TSF was moderate (H’=1.9911), similar to Mirah II TSF (H’=1.8665). These findings highlight the potential of soil macrofauna as bioindicators for assessing tailing quality in gold mine operations.

Highlights:

  • Examined physical and chemical properties of soil and identified soil macrofauna in two gold mine tailing storage facilities (TSF) at PT Kasongan Bumi Kencana.
  • Utilized a descriptive-quantitative approach and species diversity index to analyze the macrofauna data.
  • Trigoniulidae (millipedes) dominated in Mirah I TSF, while Formicidae (black ant) dominated in Mirah II TSF, with both TSFs showing a moderate diversity index.

Pendahuluan

Tailing merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan, yaitu; pertambangan tembaga, emas, perak maupun mineral lainnya. Tailing berupa limbah yang berlumpur yang didominasi oleh partikel dengan ukuran lanau (butiran antara pasir dan lempung), dipisahkan antara mineral yang berharga dan sisanya merupakan limbah. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini akan berdampak bagi lingkungan baik secara fisik, kimia maupun biologi.

Endapan tailing memiliki ukuran partikel bervariasi, dari kasar hingga halus, kandungan bahan organik dan unsur hara yang sangat sedikit [1]. Tailing pada umumnya memiliki sifat porositas tinggi sehingga kapasitas memegang air (capasity holding) rendah, struktur tidak stabil, bahan organik miskin sampai tidak ada, miskin unsur hara mikro maupun makro serta tidak ada aktivitas mikroba [2].

Mengacu pada beberapa perubahan tersebut, kegiatan reklamasi menjadi salah satu hal penting yang wajib dilakukan oleh perusahaan swasta maupun non swasta yang berkegiatan dalam pertambangan. Salah satu kegiatan reklamasi yang wajib dilakukan perusahan tambang adalah revegetasi, yaitu menanam kembali lahan bekas tambang untuk perbaikan keanekagaman hayati dan pemulihan estetika lanskap, komunitas tumbuhan asli secara berkelanjutan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Selain itu penanaman vegetasi pada tailing akan membantu dalam penyediaan bahan organik yang akan berguna bagi fauna tanah yang hidup di sekitarnya. Fauna tanah dalam ekosistem tanah terdiri dari makrofauna, mesofauna dan mikrofauna.

Makrofauna tanah berperan penting dalam perbaikan sifat fisik,kimia dan biologi tanah yang terjadi pada proses imobilisasi dan humifikasi [3]. [4] Makrofauna tanah dalam kajian ekosistem memiliki peran penting dalam rantai makanan tanah yaitu mempercepat pertumbuhan populasi dan aktivitas mikroorganisme atau mengintensifkan aktivitas populasi mikroba untuk terjadinya mineralisasi dan humifikasi bahan organik serta menyiapkan nutrisi yang tersedia bagi tanaman. Makrofauna tanah juga berperan dalam menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara dan peningkatan aerasi tanah [5] menyatakan bahwa perubahan ekosistem dapat dilihat dari kehadiran dan aktivitas makrofauna tanah. Menurut [6], makrofauna tanah dapat menjadi indikator terhadap perubahan penggunaan lahan sehingga dapat digunakan untuk pendugaan kualitas lahan. Penelitian ini bertujuan menganalisis keberadaan makrofauna pada tailing umur 7 (tujuh) tahun dan 1 ((satu) tahun setelah penambangan yang telah ditumbuhi tanaman pohon hutan balangeran, tumih, kayu putih dan pulai serta rumput Thypa, Cyperus dan lain-lain.

Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di PT Kasongan Bumi Kencana Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah pada areal Tailing Storage Facility (TSF) Mirah I berumur 7 (tujuh) tahun dan TSF Mirah II berumur 1 (satu) tahun setelah penambangan. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Tanaman, Pupuk dan Air (Balittra) Banjarbaru. Identifikasi makrofauna dilakukan di UPT Laboratorium Lahan Gambut Universitas Palangka Raya. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Figure 1.Peta Lokasi Penelitian di PT Kasongan Bumi Kencana

Prosedur Penelitian

1. Sampel tanah untuk analisis sifat fisik 3 fraksi (pasir, liat, debu) dan sifat kimia (pH, C-organik, N total, Kalium dan Phospor) diambil pada kedalaman 0-20 meter pada setiap areal TSF Mirah pada 5 (lima) titik yang dikompositkan. Pengambilan sampel dilakukan sebelum dan sesudah penanaman

2.Sampel tailing yang diambil untuk pengamatan makrofauna tanah. Setelah disortir tanah dikembalikan ke lokasi pengambilan sampel untuk meminimalkan degradasi tanah.

3. Sampel makrofauna dimasukkan ke dalam wadah sampel yang telah diisi cairan alkohol 70%

4. Identifikasi makrofauna tanah dilakukan di UPT Laboratorium Lahan Gambut Universitas Palangka Raya.

Metode Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara statistik deskriptif. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode hand sortir (sortir tangan) dengan membuat kuadran berukuran 25cmx25cmx30cm (monolith) lalu tanah tersebut diletakkan dalam nampan plastik untuk disortir makrofaunanya [7;8;9]. Sampel makrofauna diamati dan diidentifikasi di laboratorium dengan pedoman buku identifikasi “Pengenalan Serangga” [10], Ekologi Hewan Tanah [11]. Data untuk indeks keanekaragaman dianalisis menggunakan rumus indeks keanekaragaman dari Shanon and Wiener [12]. Data makrofauna meliputi klasifikasi makrofauna yaitu kelas, ordo, famili dan jumlah individu.

Hasil dan Pembahasan

Analisis Tanah Tailing Storage Facilities (TSF)

Hasil analisis tanah pada TSF Mirah I dan TSF Mirah II disajikan pada Tabel 1. Sifat fisik pada tekstur fraksi pasir antara kedua tailing sebelum dan sesudah penanaman terjadi perubahan (penurunan) fraksi pasir yang tidak terlalu signifikan, yaitu secara berturut-turut pada TSF I sebesar 89,36 dan 78,13, pada TSF Mirah II sebesar 82,90 dan 78,13. Penurunan fraksi pasir sejalan dengan kenaikan fraksi liat dan debu, yaitu pada TSF Mirah I sebelum penanaman sebesar 9,81 dan sesudah penanaman 19,05 dan fraksi liat sebelum penanaman 0,83 sesudah penanaman 2,83, pada TSF Mirah II fraksi debu sebelum penanaman 14,76 sesudah penanaman 19,06 dan fraksi liat sebelum penanaman 2,34 sesudah penanaman 2,83. Penambahan nilai kandungan fraksi debu dan liat adalah sebagai akibat dari perlakuan penambahan bahan organik berupa kompos pada saat penanaman tanaman pohon, tanah menjadi lebih gembur. Penambahan/perlakuan bahan organic ini juga berdampak pada sifat kimia pada TSF Mirah I dan TSF Mirah II, yaitu pH H2O dan pH KCl meningkat meskipun tidak terlalu signifikan.

Kandungan C organik yang ditemukan pada TSF Mirah I dan TSF Mirah II berada pada kategori rendah baik sebelum maupun sesudah penanaman. [13] Lahan bekas penambangan emas di Monterado, bahwa kandungan N, P dan C termasuk dalam kriteria kesuburan tanah yang sangat rendah. Kegiatan penambangan yang diawali dengan penebangan vegetasi diatasnya menyebabkan hilangnya sumber bahan organik yang menyebabkan kandungan N tanah menjadi rendah. Kandungan K rendah disebabkan pencucian lapisan tanah atas yang mengandung emas sehingga tanah yang mengandung K (Kalium) tertukar dan larut dalam air menyebabkan kandungan K pada tapak tersebut menurun. Kandungan P juga rendah disebabkan oleh kurangnya bahan organik yang ada pada tanah sehingga mikroorganisme dalam tanah belum dapat secara maksimal merombak bahan organik yang mengakibatkan lambatnya tersedia P. Tingkat dekomposisi bahan organik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan P di dalam tanah selain pH, ion Fe dan Al [14].

Lokasi Penelitian Sifat Fisik dan Kimia Tailing Sebelum Penanaman Tailing Sesudah Penanaman Keterangan
TSFMirah I pH H2O 7,06 7,72 Netral
pH KCl 6,93 7,02 Netral
Tekstur (%): Pasir 89,36 78,13 Turun
Debu 9,81 19,05 Naik
Liat 0,83 2,83 Naik
Bahan Organik: (%)C organik 0,28 0,31 Rendah
N total 0,06 0,06 Rendah
C/N 4,66 5,16 Naik
Unsur Makro:
P (tsd) (ppm) 5,47 2,79 Rendah
Kdd (mol+/kg) 0,06 0,06 Rendah
TSF Mirah II pH H2O 7,42 7,31 Netral
pH KCl 7,33 7,02 Netral
Tekstur (%): Pasir 82,90 78,13 Turun
Debu 14,76 19,06 Naik
Liat 2,34 2,83 Naik
Bahan Organik: (%)C organik 0,05 0,18 Rendah
N total 0,06 0,05 Rendah
C/N 0,8 3,6 Naik
Unsur Makro:
P (tsd) (ppm) 3,92 tu*
Kdd (mol+/kg) 0,17 0,11 Rendah
Table 1. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tailing

Sumber: [15]; tu*; tidak terukur

Fauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang berperan penting dalam perbaikan kesuburan tanah. Proses dekomposisi dalam tanah hanya dapat berjalan dengan cepat jika didukung oleh aktivitas makrofauna tanah yang akan menunjang dalam penyediaan unsur hara tanah. Proses dekomposisi oleh makrofauna yaitu dengan meremah-remah substansi nabati yang mati kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran (feses). Butiran kotoran tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran juga, karena kotoran organisme perombak ini akn ditumbuhi bakteri untuk diuraikan lebih lanjut dengan bantan enzim spesifik sehingga terjadi proses mineralisasi. Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan pada TSF Mirah I umur tailiing 7 tahun ditemukan 15 famili 172 individu dengan famili trigoniulidae (kaki seribu) dari ordo Spirobolida yang mendominasi. Pada TSF Mirah II umur tailing 1 tahun ditemukan 14 famili 120 indvidu yang didominasi oleh famili Formicidae (semut hitam) dari ordo Hymenoptera.

Kelas Ordo TSF Mirah I TSF Mirah II H’ TSF I H’ TSF II
Family Ʃ Ind Family Ʃ Ind
Insecta Coleoptera Carabidae 10 Carabidae 3 0,1654 0,0922
Tenebrionidae 5 - 0,1028
Latridiidae 6 - 0,1170
Scarabaeidae - Scarabaeidae 8 0,1805
Coccinelidae 5 - 0,1028
Elateridae - Elateridae 2 0,0682
Hymenoptera Formicidae 40 Formicidae 60 0,3392 0,3465
Hemiptera Hebridae - Hebridae 3 0,0922
Octoridae - Octoridae 4 0,1133
Coryxidae 3 - 0,0706
Orthoptera Gryllidae 5 - 0,1028
Tetrigidae 10 Tetrigidae 3 0,1654 0,0922
Rhapidophoridae - Rhapidophoridae 4 0,1133
Diptera Stratiomycidae 3 Stratiomycidae 2 0,0706 0,0682
Shiponaptera Pullicidae - Pullicidae 3 0,0922
Chillopoda Scolopendrida Scholopendridae 3 Scholopendridae 2 0,0682
Collembola Colembolla Entomobrydae 15 Entomobrydae 7 0,2127 0,16575
Diplopoda Spirobolida Trigoniulidae 60 Trigoniulidae 15 0,3673 0,2599
Arachnida Acarina Tetranycidae 3 - 0,0706
Araneae Araneidae 2 Araneidae 4 0,0517 0,1133
Oligochaeta Haplotaxida Lumbricidae 2 - 0,0517
Total 172 120
Total Famili 15 Famili 14 Famili
Total indeks keanekaragaman 1,9911 1,8665
Table 2. Makrofauna Tanah pada TSF Mirah I dan TSF Mirah II

Kelompok cacing tanah, termite, semut dan milipede atau kaki seribu termasuk makrofauna saprofagus, yaitu makrofauna yang tidak punya peran melapuk bahan organik untuk dirinya sendiri saja tetapi juga melapuk utuk merangsang serangan mikrobia hasil remahan makroorganisme tersebut. Pada TSF Mirah I didominasi oleh kaki seribu kelas Diplopoda, ordo Spirobolida dan famili Trigoniulidae sebanyak 60 individu, kemudian semut hitam (Formicidae) sebanyak 40 individu dan Colembolla dari famili Entomobrydae sebanyak 15 individu sementara jenis lainnya tidak terlalu banyak. Kaki seribu di dalam rantai makanan bersama cacing tanah dan bekicot berperan sebagai detritivor yaitu organisme yang memakan partikel-partikel organik (detritus). Detritvor banyak ditemui dalam serasah daun dan bahan organik lainnya yang bercampur dengan tanah. Detritivor banyak dijumpai di tempat-tempat teduh atau berada di bawah naungan, tanah yang lembab atau di bawah kayu yang lapuk.

Pada TSF Mirah I dengan umur tailing 7 tahun setelah penambangan dapat dikatakan menjadi habitat yang sesuai dengan kehidupan kaki seribu, karena pada lokasi ini telah banyak ditumbuhi rumput Typha, Cyperus serta jenis rumput lainnya. Meskipun status bahan organik yang dihasilkan masih dalam kategori rendah, namun keberadaan makrofauna kaki seribu, semut dan colembolla serta jenis lainnya dapat dikatakan sebagai fauna yang akan mendukung dalam proses dekomposisi tanah selanjutnya dan seiring dengan berjalannya waktu akan terjadi peningkatan status bahan organik tanah. Demikian pula halnya pada TSF Mirah II yang didominasi oleh makrofauna semut (Formicidae) sebanyak 60 individu dan kaki seribu (Trigoniulidae) sebanyak 15 indvidu. Semut merupakan hewan tanah yang berperan dalam perombakan bahan organik dengan cara memakan sisa-sisa organisme yang mati dan membusuk. Semut juga dapat dikatakan sebagai pendekomposer bahan organik, predator dan hama tanaman. Semut merupakan salah satu dari makrofauna yang dapat berperan sebagai ecosystem engineers yaitu makrofauna tersebut dapat menerima makanan dari tanaman dan akan kembali mempengaruhi tanaman perubahan sifat fisik [16]. Makrofauna pada TSF Mirah II lebih sedikit dibanding makrofauna pada TSF Mirah I hal ini dikarenakan TSF Mirah II merupakan tailing yang baru berumur 1 tahun dimana bahan organik yang berasal dari serasah dan tanaman yang tumbuh tidak terlalu banyak dihasilkan. Vegetasi yang tumbuh adalah rumput Typha serta beberapa jenis rumput lain yang tidak terlalu banyak tumbuh. [17] Faktor utama yang mempengaruhi kemunculan makrofauna tanah secara kuantitatif adalah kualitas nutrisi dasar. Jumlah individu makrofauna tanah pada tailing tambang emas TSF Mirah I dan TSF Mirah II disajikan pada Gambar 2.

Figure 2. Grafik Makrofauna Tailing Tambang Emas

Indeks Keanekaragaman Jenis

Hasil identifikasi dari 2 (dua) lokasi penelitian yang berbeda menunjukkan nilai indeks keanekaragaman jenis makrofauna yang berbeda (Tabel 2). Nilai indeks dapat digunakan sebagai indikator kelengkapan dari kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan faktor fisik, kimia dan biologi tanah memiliki keterkaitan satu sama lain. Kategori nilai indeks keanekaragaman (H’) makrofauna tanah mengacu pada kategori [18] yaitu jika besaran H’ < 1,5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1,5 – 3,5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3,5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi. Pada TSF Mirah I (umur tailing 7 tahun) nilai indeks keanekaragaman jenis tergolong sedang (H’ = 1,9911) dan pada TSF Mirah II (umur tailing1 tahun) nilai indeks keanekragaman juga tergolong sedang (H’= 1,8665). Hal ini dikarenakan pada TSF Mirah I dan TSF Mirah II sudah terdapat vegetasi yang tumbuh seperti rumput Typha dan Cyperus yang menghasilkan cukup serasah daun yang menutupi permukaan tanah. Lapisan penutup tanah ini dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi komunitas hewan tanah.Bagi makrofauna tanah lapisan penutup ini juga berfungsi sebagai tempat berlindung dari cahaya matahari langsung maupun dari serangan predator. [19] Diversitas makrofauna tanah berkorelasi negatif dengan tingkat cahaya. Aktivitas makrofauna terhambat dengan cahaya yang berlebihan [20].

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa kandungan bahan organik dalam tailing tambang emas di kedua Fasilitas Penyimpanan Tailing (TSF) Mirah I dan TSF Mirah II masih berada dalam kategori rendah. Kehadiran makrofauna tanah, terutama keluarga Trigoniulidae (kaki seribu) yang mendominasi di TSF Mirah I dan keluarga Formicidae (semut) yang mendominasi di TSF Mirah II, memberikan gambaran penting tentang peran mereka sebagai bioindikator untuk mengevaluasi kualitas tailing dalam operasi pertambangan emas. Indeks keanekaragaman jenis yang diperoleh menunjukkan tingkat keragaman yang sedang di kedua TSF, menegaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan umur di antara mereka, tingkat keanekaragaman makrofauna tetap berada pada kisaran yang serupa. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan keragaman spesies sebagai indikator kualitas lingkungan di lokasi pertambangan tailing. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya perhatian khusus terhadap tingkat degradasi tanah pada fasilitas penyimpanan tailing tambang emas. Perawatan dan manajemen yang tepat diperlukan untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tailing guna memfasilitasi proses dekomposisi dan perbaikan kesuburan tanah. Selain itu, pemantauan secara rutin terhadap populasi makrofauna tanah juga perlu diimplementasikan sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi perubahan kondisi lingkungan. Penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi keragaman dan distribusi makrofauna tanah di fasilitas penyimpanan tailing tambang. Pemahaman yang lebih mendalam tentang peran makrofauna dalam memperbaiki kualitas tanah dan dampaknya terhadap ekosistem lokal akan memberikan wawasan berharga bagi pengembangan strategi restorasi dan rehabilitasi lahan pasca-tambang. Selain itu, penelitian berkelanjutan mengenai pemantauan makrofauna dapat memberikan dukungan data yang kuat untuk mendukung kebijakan dan regulasi lingkungan yang berkelanjutan di industri pertambangan emas.

References

  1. I. A. F. Djuuna, M. Masora, and P. Puradyatmika, "Soil Microorganisms numbers in the Tailing deposition ModADA areas of Freeport Indonesia, Timika, Papua," Biodiversitas, vol. 12, no. 4, pp. 198-203, 2011. doi: 10.13057/biodiv/d120403.
  2. N. D. Purwantari, "Reklamasi area tailing dipertambangan dengan Tanaman pakan ternak; mungkinkah," Jurnal Wartazoa, vol. 17, no. 3, pp. 2007.
  3. C. Wibowo and S. A. Slamet, "Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Jenis Tegakan di Lahan Pasca Tambang Silika di Hutan Pendidikan Holcim, Sukabumi, Jawa Barat," Jurnal Silvikultur Tropika, vol. 08, no. 1, pp. 26-34, 2017.
  4. A. E. Kitamura, R. L. M. Tavares, M. Alves, Z. M. de Souza, and D. S. Siquiera, "Soil macrofauna as an indicator of the recovery of degraded Cerrado soil," Soil Science. Ciencia Rural Santa Maria, v. 50, no. 8, e20190606, 2020. doi: 10.1590/0103-8478cr20190606 ISSN e-ISSN 1678-4596.
  5. J. Jurzenski, M. Albrecht, and W. W. Hoback, "Distribusi dan keanekaragaman genera semut dari ekoregion terpilih di seluruh Nebraska," Naturalis Padang Rumput, vol. 44, no. 1, pp. 17-29, 2012.
  6. L. Rousseau, S. J. Fonte, O. Tellez, R. V. D. Hoek, and P. Lavelle, "Soil Macrofauna as an Indicator of Soil Quality and Land Use Impact in Smallholder Agroecosystems of Western Nicaragua," Ecological Indicators, vol. 27, pp. 71-82, 2013.
  7. M. N. Suin, "Ekologi Hewan Tanah," Bhumi Aksara, Jakarta, 1997.
  8. J. Dangerfield, "Abundance and Diversity of Soil Macrofauna in Northern Botswana," J. Trop. Ecology, pp. 527-538, 1997.
  9. A. Asfaw and S. Zewudie, "Soil Macrofauna Abundance, Biomass, and Selected Soil Properties in the Home Garden and Coffee-Based Agroforestry System at Wondo Genet, Ethiopia," Environmental and Sustainability Indicators, vol. 12, pp. 1-9, 2021.
  10. D. J. Borrow, C. A. Triplehorn, and N. F. Johnson, "Pengenalan Serangga Edisi keenam (terjemahan)," Penerbit Gadjah Mada University Press, 1992.
  11. M. N. Suin, "Ekologi Hewan Tanah," Bumi Aksara, Bandung, 2012.
  12. J. A. Ludwig and J. F. Reynolds, "Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing," Wiley-Interscience Pub., New York, 1988.
  13. U. N. Isnaniarti, W. Ekyastuti, and H. A. Ekamawanti, "Suksesi Vegetasi pada Lahan Bekas Penambangan Emas Rakyat di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang," Jurnal Hutan Lestari, vol. 5, no. 4, pp. 952-961, 2017.
  14. E. Aryanti and N. Hera, "Sifat Kimia Tanah Area Pasca Tambang Emas: (Studi Kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kenegerian Kari Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi)," Jurnal Agroteknologi, vol. 9, no. 2, pp. 21-26, 2019.
  15. P. E. Putir, Wahyudi, S. Winarti, and Sosilawaty, "The effect of compost on the growth of forest plans in the gold mine of PT Kasongan Bumi Kencana Central Kalimantan Indonesia," in International Scientific Conference in Palu Sulawesi Tenggara, 2023.
  16. Y. Purwaningrum, "Perananan Cacing Tanah Terhadap Ketersediaan Hara Di Dalam Tanah," Jurnal Agriland, vol. 1, no. 2, 2012.
  17. K. S. Podgorska, M. Kondras, I. Dymitrysyzn, A. Matracka, M. Cimoch, and E. Z. Zagrodzinska, "Influence of soil macrofauna on soil organic carbon content," Environmental Protection and Natural Resources, vol. 29, no. 4 (78), pp. 20-25, 2018. doi: 10.2478/oszn-2018-0018.
  18. A. E. Magurran, "Ecological Diversity and Its Measurement," Princeton University Press, New Jersey, 1988.
  19. Sugiyarto, "Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tingkat Umur tegakan Sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri," Biodiversitas, vol. 1, no. 2, pp. 47-53, 2000.
  20. A. Buliyansih, "Penilaian Dampak Kebakaran terhadap Makrofauna Tanah dengan Metode Forest Health Monitoring (FHM)," Undergraduate Thesis, Bogor: IPB, 2005.