Enhancing Growth and Yield of Caisim Mustard (Brassica juncea L.) in Hydroponic Cultivation through Trichoderma Consortium and ABmix Combination
Innovation in Agricultural Science
DOI: 10.21070/ijins.v22i.902

Enhancing Growth and Yield of Caisim Mustard (Brassica juncea L.) in Hydroponic Cultivation through Trichoderma Consortium and ABmix Combination


Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Sawi Caisim (Brassica juncea L.) dalam Budidaya Hidroponik melalui Kombinasi Konsorsium Trichoderma dan ABmix

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

ABmix Combination Caisim Mustard Growth Enhancement Hydroponic Cultivation Trichoderma Consortium

Abstract

This research aims to investigate the impact of Trichoderma application, both individually and in combination with ABmix and shrimp pond water, on the growth and yield of caisim mustard plants in a hydroponic system. The study was conducted in Tlocor Village, Jabon District, Sidoarjo Regency, from November to December 2022, using a Randomized Block Design (RBD) with 6 repetitions. The treatments comprised various nutrient combinations: 100% ABmix, Trichoderma and husk dilution, Trichoderma and pond water dilution (one-third of water medium), 50% ABmix with Trichoderma and husk dilution, and 50% ABmix with Trichoderma and pond water dilution. Data were analyzed using variance at 5% and 1% levels, followed by a 5% BNJ test. The findings indicated that a 50% concentration of Trichoderma combined with ABmix significantly increased plant height, leaf count, and leaf area up to 28 days after planting. Furthermore, it enhanced harvested wet weight, harvested dry weight, and harvest index. Notably, Trichoderma applied with one-third shrimp pond water as a planting medium resulted in the highest growth with 9.38 leaves, 109.23 cm2 leaf area, and harvested wet and dry weights of 68.25 and 11.00 g per plant. Overall, the Trichoderma consortium demonstrated the potential to effectively enhance the growth and yield of caisim mustard, offering a promising alternative to chemical nutrients in hydroponic cultivation.

Highlights:

  • Effectiveness of Trichoderma: The study aimed to determine the effect of Trichoderma application and its combination with ABmix and shrimp pond water on the growth and yield of caisim mustard plants in a hydroponic system. Results showed that the application of Trichoderma significantly increased plant height, number of leaves, and leaf area up to 28 days after planting.
  • Optimal Nutrient Combination: The study found that using a combination of Trichoderma and ABmix at a concentration of 50% resulted in the highest increase in harvested wet weight, harvested dry weight, and harvest index. Additionally, using one-third of shrimp pond water for planting media produced the highest growth.
  • Potential of Trichoderma Consortium: The study suggests that Trichoderma has the potential to effectively increase the growth and production of mustard greens in hydroponic cultivation. It could also be a viable substitute for chemical nutrients, promoting environmentally friendly and sustainable farming practices.

PENDAHULUAN

Sawi hijau atau dikenal sebagai caisim merupakan salah satu sayuran yang sering dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tapi juga di banyak negara di dunia. Sayuran jenis ini berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangann, gizi, dan obat bagi masyarakat [1]. Sawi hijau mengandung berbagai macam zat gizi yang diperlukan bagi kesehatan tubuh manusia mengingat selain mengandung protein, lemak, dan karbohidrat, sawi hijau juga kaya akan mineral Ca, P, dan Fe serta aneka vitamin seperti Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C [2]. Sawi dikonsumsi dengan memanafaatka daun-daun yang masih muda.

Tanaman sawi diperkirakan merupakan tanaman yang berasal dari daratan tiongkok dan wilayah Asa Timur lainnya, dibudidayakan di hampir sebagian wilayah tropis dan subtropos. Di Indonesia banyak dibudidayakan di daerah dengan ketinggian pada 1.000 meter dari permukaan laut yang hingga saat ini dikenal sentra-sentra budidaya sawi dengan ketingggi yang kondisi udarannya sejuk seperti di Kawasan Cipanas, Lembang dan Pengalengan (Jawa Barat) serta Malang dan Tosari (Jawa Timur) [3]. Tanaman ini membutuhkan kelembapan air yang cukup untuk itu tanaman sawi hijau dapat ditanam pada penghujung musim penghujan [4], meskipun dapat ditanam dengan penyiraman air yang cukup dan kondisi lingkungan fisik yang mendukung seperti suhu udara rata-rata 27oC dan pH 6-7. Kondisi fisik di bawah optimal akan menyebabkan munculnya gangguan penyakit bengkak akar [5].

Saat ini di Indonesia lahan pertanian semakin menyempit akibat adanya perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman warga, area perumahan bahkan area perkantoran. Untuk itu kita harus bisa memanfaatkan teknologi sebagai metode untuk memanfaatkan lahan sempit sebagai metode pertanian salah satunya adalah hidroponik.

Hidroponik merupakan sistem budidaya tanaman dengan menggunakan media tanam bukan tanah atau mengandalkan sepenuhnya pada nutrisi dalam air atau menggunakan air sebagian sebagai media tumbuhnya. Sistem hidroponi dapat dirancang baik struktur tata letak tanamannya maupun nutrisi yang diberikannya melalalui air sebagai media tumbuhnya, Perancangan sistem hidroponik dapat disesuaikan denagn kondisi tempat. Dengan demikian buddiaya tanaman secara hidroponik dapat dilakukan di halamn rumah pemukiman, Gedung perkantoraran, dan berbagai kondisi lahan sempit lainnya. Budiaya tanaman yang bisa dilakukan tanpa tanah ini membuat pemeliharaan tanaman dan penanganan panen menjadilebih mudah dan bersih sehingga selain dapat memenuhi kebutuha gizi keluarga juga hasilpanen dipastikan bersih; di samping itu pennaganan yang berupa perlindungan terhadap organisme pengganggu tanaman juga lebih mudah dilakukan [6]

Penggunaan metode hidroponik tidak lepas dari nutrisi yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan unsur mikro dan makro tanaman. Salah satu nutrisi yang digunakan dalam hidroponik yaitu penggunaan ABmix. AB mix merupakan larutan hara yang terdiri dari stok A yang berisi unsur hara makro dan stok B berisi unsur hara mikro. Nutrisi yang biasa digunakan dalam teknik hidroponik adalah AB Mix. Permasalahan saat ini adalah nutrisi AB Mix sulit ditemui dan harganya mahal. [7]

Formulasi nutrisi A-B Mix dirancang untuk mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman baik khususnya secara kuantitatif dengan senantiaa mempertimbangkan kesimbangan antara suplai nutrisi hara makro dan hara mikro; dengan demikian penyediaan formula nutrisi ini merupakan salah satu jawaban atas kebutuhan nutrisi tanaman hidroponik [6].

Pengunaan dan ketergantungan pada nutrisi kimia buatan tentunya merupakan suatu titik lemah bagi upaya menciptakan bahan pangan sayur yang sehat dan bebas kimia seperti yang sudah mulai dipoersyaratkan di banyak negara maju dan berkembang di dunia. Untuk itu diperlukan upaya keras untuk mendapatkan alternatif bahan kimia buatan untuk budidaya dengan system hidropinik. Di lain pihak penyediaan pupuk organik cair yang berasal dari dekomposisi bahan organic seringkali meracuni tanaman dan tidak menyediakan unsur makro nutrisi dalam jumlah yang memadai secara berkesinambungan. Untuk itu perlu terobisan dengan memanfaatkan kinerja mikroorganisme yang dapat mengatasiancaman cekaman metabolit yang terkandung dalam media yang diberi bahan organic atau pupuk cair sekaligys menyimbangkan metabolit sekunder yang dapat diserap dan mendorong pertumbuhan tanaman.

Fungi Trichoderma meruakan salah satu jawaban atas kebutuhan pnyediaan nutrisi cair yang aman dalam mekanisme penyerapan nutrisi dan perlindungan cekaman metabolit atau senyawa oragnik bagi perakatan tanaman hidroponik..

Trichoderma sebagai fungi saprofitik bukan saja memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik dalam rangka memnuhi kebutuhan sumber karbon bagi organisme ini, tetapi aktivitasnya dalam rhizosfer dan secara endofitik mampu melindungi tanaman darigangguan fungi pathogen, sehingga sangat menguntungkan bagi tanaman. Trichoderma sp. cenderung cosmopolitan atau dapat dijumapi di berbagai kondisi lahan. Keunggulan pada kemampuan biofertilasi bahan organik dan memberi perlidungan kesehatan bagi tanaman di rhizosfer telah membuktikan kemampuannya mendorong pertumbuhan dan jangkauan perakaran tanaman yang sehat [8]

Di sisi lain dalam kawasan pertanian di pesisir di Indonesia di mana tersebar secara massif kegiatan buddiaya ikan dan udang sesungguh memberikan potensi nutrisi yang data dimanfaatkan bagi tanaman. Aktivitas plankton di air tambak sesungguhnya secara konsisten menghasilan bahan orahnik yang kemudian bersiklus menjadi nutrisi dengan bantuan berbagau mikroba indigen. Sebagai suat habitat aktif, air kolam tambak mengandung berbagai unsur hara makro seperti Nitrogen dan Phosfor yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang potensial dapat menckukupi kebutuhan tanaman [9]. Perkembangan teknologi bioremediasi yang memanfaatkan mikroba untuk memperbaikai kualitas air dan menyediakan nutrisi yang cukup bagi plankton yang sesungguhnya juga pakan alami ikan/udang, maka potensi untuk pengelolaan air limbah tambak udang/ikan yang berbasis memanfaatka n kinerja mikroba efektif merupakan salah satu jawaban bagi upaya pemenuhan kebutuhann utris tanaman termasuk dalam sistem hidroponik. Namun demikian kajian pemanfaatan air tmabkan ikan/udang bagi keperluan peningkatan kesuburan atau pemupukan bagi tanaman budidaya pertanian belum bayak dilakukan peneliti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhi aplikasi konsorsium Trichoderma yang dikombinasikan dengan pemberian AB Mix setengah konsentrasi rekomendasi pada tanaman sawi dalam system hidroponik yang menggunakan air media tanam berasal dari campuran air normal dengan air tambak udang Vanami.

METODE

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Desa Tlocor Kecamatan Jabon Kabupaten sidoarjo dan Laboratorium Media dan Tanah GKB 6 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Pada November – Desember 2022.

Penelitian ini menggunakan percobaan factor tunggal dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang diulang sebanyak 6 kali. Perlakuan yang diberikan adalah N1: 100% ABmix, N2: Pengenceran Trichoderma dan sekam, N3 : Pengenceran Trichoderma dan Air Tambak, N4: 50% ABmix + Pengenceran Trichoderma dan sekam , dan N5 : 50% ABmix + Pengenceran Trichoderma dan Air Tambak.

Pembenihan dilakukan pada rockwoll dengan meletakkan benih diatas rockwoll yang telah dipotong kecil kemudian dibasahi dengan air. Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembapan media semai agar benih dapat tumbuh hingga masa pindah tanam. Persiapan media diantaranya dengan memotong sterofoam sesuai dengan ukuran baki yang digunakan. Kemudian melubangi sterofoam dengan satu baki sebanyak 6 lubang. Pengenceran ABmix dilakukan dengan cara mencampurkan semua komponen pada nutrisi A dengan air sebanyak 5 liter begitu juga dengan nutrisi B. Pengenceran Trichoderma + Sekam dilakukan dengan mengencerkan 1 cawan petri Trichoderma dengan air sebanyak 500ml. Kemudian dicampurkan pada sekam yang telah disterilkan dan air murni dengan perbandingan 1:5:25, dimana 500ml pengenceran Trichoderma dicampur dengan sekam 2,5kg dan air sebanyak 25 liter. Pengenceran Trichoderma + Air Tambak dilakukan dengan mengencerkan 1 cawan petri Trichoderma dengan air sebanyak 500ml. Kemudian dicampurkan dengan air tambak dengan perbandingan 1:1:5. Dimana 1 liter pengenceran Trichoderma dicampur 1 liter air tambak dan 5 liter air murni. Penanaman dilakukan dengan memindah semaian pada media tanam (sterofoam) ketika usia semaian berusia 7 HSS atau ketika sudah muncuk daun sejati. Perawatan dilakukan dengan mengecek kadar nutrisi dalam media, mengendalikan hama dan penyakit tanaman apabila muncul hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan setiap hari sesuai dengan perlakuan pada masing-masing media. Pemanenan dilakukan ketika sawi hijau berusia 35 HST dengan melihat kondisi tanaman apabila sudah cukup layak untuk panen.

Variable yang diamati yaitu Jumlah daun (helai) Pengukuran jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun pada setiap rumpun tanaman sawi hijau. Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung anakan yang sudah memiliki batang berwarna putih. Penghitungan dilakukan 7 hari sekali dilakukan dari usia 7 HST sampai 28 HST. Luas daun (cm2) Pengukuran menggunakan metode Panjang x lebar x konstanta, diukur pada masing- masing sampel tanaman diambil satu daun terluas. Diukur 7 hari sekali pada usia 7 HST sampai 28 HST. Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan mulai tanaman berusia 7 HST hingga 28 HST yang diukur setiap 7 hari sekali. Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga pangkal daun. Penghitungan berat basah ditimbang menggunakan timbangan digital pada masing- masing sampel tanaman pada setiap perlakuan. Penghitungan berat basah ditimbang pada saat panen. Tanaman yang dicabut dari sterofom kemudian ditimbang beserta akarnya. Perhitungan berat kering ditimbang menggunakan timbangan digital pada masing- masing sampel tanaman pada setiap perlakuan. Penghitungan berat kering ditimbang setelah sampel dioven dengan suhu 70ºC selama 2x24 jam pada saat panen setelah penghitungan berat basah. [10]. Indeks panen (IP) dihitung dengan cara membandingkan berat bagian tanaman yang bernilai ekonomis dengan berat bagian tanaman yang kemudian dikonversi menjadi satuan (%). Indeks panen dapat di hitung menggunakan rumus (1) [11].

Figure 1.Rumus Indeks Panen

Dari hasil pengamatan dianalisis dengan analisis agam apabila hasil analisis ragam menujukkan pengaruh nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan Uji BNJ untuk mengetahui perbedaan dari masing- masing perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Tinggi tanaman

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan beberapa nutrisi tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap tinggi tanaman pada umur 7 HST, namun nyata pada 14, 21,dan 28 HST. Rearata pengaruh aplikasi trichodwrma dan kombinasi nutrisi terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1.

Perlakuan 7HST 14 HST 21 HST 28 HST
ABMix 100% (N1) 3,38 7,49 a 9,77 a 12,16 a
Trichoderma-air sekam (N2) 3,66 11,70 b 19,18 bc 25,66 c
Trichoderma-air tambak (N3) 3,76 12,39 b 20,43 c 27,24 c
ABMix 50%-Trichoderma AS ( N4) 3,59 10,24 ab 14,59 ab 18,55 b
ABMix 50%-Trichoderma AT (N5) 4,20 10,78 b 15,06 b 19,16 b
BNJ 5% tn 3,11 5,15 4,78
Table 1.Rata-rata Tinggi Tanaman pada perlakuan beberapa nutrisiKeterangan: AS dan AT masing-masing adalah air sekam dan tambak; angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan beerbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Jumlah daun

Aplikasi Trichoderma dan kombinasi nutrisi dengan ABMix berpengaruh nyata terhadap jumah daun pada 21 dan 28 HST. Rearata jumlah daun pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Perlakuan 7HST 14 HST 21 HST 28 HST
ABMix 100% (N1) 2,917 4,65 5,13 a 5,70 a
Trichoderma-air sekam (N2) 2,875 5,46 7,00 bc 8,63 b
Trichoderma-air tambak (N3) 3,000 5,42 7,88 c 9,38 b
ABMix 50%-Trichoderma AS ( N4) 3,167 5,58 6,50 b 7,68 ab
ABMix 50%-Trichoderma AT (N5) 3,125 5,33 6,42 b 7,25 ab
BNJ 5% tn tn 1,18 2,15
Table 2.Rata-rata Jumlah Daun pada perlakuan beberapa nutrisiKeterangan: AS dan AT masing-masing adalah air sekam dan tambak; angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan beerbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Luas daun

Kecuali pada 14 HST, aplikasi Trichoderma dan kombinasi nutrisi dengan AB Mix berpengaruh nyata terhadappuas daun tanaman sawi hijau yang ditumbuhkan secara hidropnik. Adapun rerata jumlah daun untuk tiapprlakuan tersaji pada Tabel 3.

Perlakuan 7HST 14 HST 21 HST 28 HST
ABMix 100% (N1) 2,775 a 13,601 20,769 a 27,200 a
Trichoderma-air sekam (N2) 3,363 ab 29,755 82,189 bc 102,831 bc
Trichoderma-air tambak (N3) 3,261 ab 31,441 85,505 c 109,298 c
ABMix 50%-Trichoderma AS ( N4) 3,161 ab 23,261 46,668 a 60,779 a
ABMix 50%-Trichoderma AT (N5) 4,473 c 27,476 48,064 ab 65,446 ab
BNJ 5% 1,46 tn 35,48 39,99
Table 3.Rata-rata luas daun pada perlakuan beberapa nutrisi (cm2)Keterangan: AS dan AT masing-masing adalah air sekam dan tambak; angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan beerbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Bobot basah dan kering panen

Pemberian biofertilizer konsorsium Trichoderma dan kombinasinya dengan ABMix berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering panen tanaman sawi hijau, Rerata bobot basah panen dan bobot kering panen tersaji pada Tabel 4.

Perlakuan Bobot basah (g) Bobot kering (g)
ABMix 100% (N1) 17,88 a 2,13 a
Trichoderma-air sekam (N2) 67,00 b 8,75 ab
Trichoderma-air tambak (N3) 68,25 b 11,00 b
ABMix 50%-Trichoderma AS ( N4) 40,50 ab 10,75 b
ABMix 50%-Trichoderma AT (N5) 43,75 ab 8,63 ab
BNJ 5% 26,36 9,28
Table 4.Rata-rata bobot basah dan bobot kering panen pada perlakuan beberapa nutrisiKeterangan: AS dan AT masing-masing adalah air sekam dan tambak; angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan beerbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Indeks panen

Indeks panen dipengaruhi secara nyata oleh aplikasi Trichoderma dan kombinasi nya dengan nutrisi ABMix. Reerata indeks panen untukmasing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 5.

Perlakuan Indeks Panen
ABMix 100% (N1) 0,70
Trichoderma-air sekam (N2) 0,84
Trichoderma-air tambak (N3) 0,81
ABMix 50%-Trichoderma AS ( N4) 0,80
ABMix 50%-Trichoderma AT (N5) 0,81
BNJ 5% 0,08
Table 5.Rata-rata indeks panen pada perlakuan beberapa nutrisiKeterangan: AS dan AT masing-masing adalah air sekam dan tambak; angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan beerbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Pembahasan

Dari penelitian menunjukkan bahwa perlakuan beberapa nutrisi tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap tinggi tanaman pada umur 7 HST. Perlakuan beberapa nutrisi berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap tinggi tanaman pada umur 14 HST. Dan berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap tinggi tanaman pada umur 21 HST dan 28 HST. Dan terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan beberapa nutrisi tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim pada umur 7 HST dan 14 HST. Perlakuan beberapa nutrisi berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap jumlah daun pada umur 21 HST. Dan berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap jumlah daun pada umur 28 HST. Perlakuan beberapa nutrisi tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap luas daun pada umur 14 HST . Dan berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman sawi caisim terhadap luas daun pada umur 21 HST dan 28 HST. Sedangkan pada berat basah dan indeks panen menunjukkan bahwa perlakuan beberapa nutrisi berpengaruh sangat nyata pada hasil tanaman sawi caisim. Tetapi menunjukkan bahwa perlakuan beberapa nutrisi tidak berpengaruh nyata pada hasil tanaman sawi caisim terhadap berat kering.

Perlakuan ABmix mempengaruhi variable jumlah daun pada perlakuan N4 di umur 7 HST dan 14 HST. Hal ini dikarenakan jumlah daun dapat dipengaruhi oleh penyediaan air, nutrisi dan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis[2]. Sedangkan pada luas daun perlakuan ABmix mempengaruhi di umur 7 HST dengan perlakuan N5. Dan di umur 21 HST dan 28 HST perlakuan ABmix berpengaruh pada perlakuan N3 karena pertumbuhan akarnya mampu untuk menyerap nutrisi yang tersedia khususnya pada unsur N yang berperan untuk pembentukan daun sehingga daun tumbuh lebih lebar dan dapat menyebabkan luas daun yang lebih besar[2]. Untuk mendapatkan efisiensi pemberian nutrisi secara optima, nutrisi harus diberikan sesuai kebutuhan tanaman. Apabila tanaman diberikan nutrisi terlalu banyak dapat menyebabkan kurangnya terhadap perkembangan vegetative dan juga menyebabkan keracunan untuk tanaman. Sebaliknya apabila diberikan nutrisi terlalu sedikit maka akan menghambat menghambat perkembangan akar, sehingga mengganggu sarapan nutrisi tanaman, meskipun tanaman tersebut tidak menunjukkan gejala defisiensi secara visual[12].

Perlakuan Trichoderma dan sekam mempengaruhi variable jumlah daun pada perlakuan N4 di umur 7 HST dan 14 HST, juga pada variable indeks panen dengan perlakuan N2 yang menunjukkan hasil tertinggi. Hal ini dikarenakan trichoderma merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman sehingga tidak adanya gangguan pada perakaran sehingga tanaman dapat tumbuh secara normal dan sehat [13]. Bahan organik terutama sekam padi yang bersifat limbah pertanian yang ketersediaannya sangat melimpah dan murah sehingga dapat dimanfaatkan untuk alternative media tumbuh yang sulit tergantikan. Bahan organik sekam padi mempunyai sifat ramah linkungan sehingga udara, air, dan akar mudah masuk dalam fraksi tanah dan bisa mengikat air.[14]

Perlakuan Trichoderma dan air tambak mempengaruhi perlakuan N3 pada variable tinggi tanaman di semua umur, variable jumlah daun pada umur 21 HST dan 28 HST, variable luas daun pada umur 21 HST dan 28 HST, serta variable berat basah dan berat kering. sedangkan pada perlakuan N5 mempengaruhi variable luas daun pada umur 7 HST menunjukkan hasil tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa fungi Trichoderma telah berperan nyata sebagai agen hayati biofertilasi di dalam air. Fungi ini telah mengoptimalkan oksigen yang terlarut di dalam air untuk melakukan serangkaian kegiatan biofertilasi yang merobak bahan organik yang berasal dari plankton mati dan kotoran udang. Hasil perombakan tersebut adalah mineral yang diperlukan bagi tanaman sawi, Sementara itu dalam aktifitasnya Trichoderma juga menghasilkan berbagai senyawa ekstraseluar yang di antaranya berpern sebagai hormone bagi pertumbuhan tanaman sawi yang diserapnya melalui sistem perakarannya. Limbah tambak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman [15].

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi Trichoderma yang dikombinasikan dengan ABMIx konsentrasi 50% memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun hingga 28 hari setelah tanam. Selain itu, penggunaan Trichoderma pada sistem hidroponik yang menggunakan air tambak udang sebagai sepertiga dari media tanam menghasilkan pertumbuhan tertinggi dengan luas daun mencapai 109,23 cm2, serta bobot basah dan kering panen masing-masing sebesar 68,25 g dan 11,00 g per tanaman. Temuan ini menunjukkan potensi Trichoderma sebagai agen biofertilizer yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi caisim dalam sistem hidroponik, terutama ketika dikombinasikan dengan ABMIx. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa penerapan Trichoderma dan penggunaan air tambak udang sebagai media tanam dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk budidaya tanaman yang lebih produktif dan ramah lingkungan. Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami mekanisme interaksi antara Trichoderma dan ABMIx, serta mengoptimalkan dosis dan kombinasi yang paling efektif untuk hasil yang optimal. Selain itu, penelitian lanjutan dapat menguji potensi Trichoderma dalam budidaya tanaman lainnya dan menjelajahi potensinya dalam berbagai skenario pertanian untuk mencapai keberlanjutan pertanian yang lebih luas.

References

  1. I. Istarofah and Z. Salamah, "Pertumbuhan Tanaman Sawi Hijau (Brassica Juncea L.) dengan Pemberian Kompos Berbahan Dasar Daun Paitan (Thitonia Diversifolia) Growth of Mustard Green (Brassica Juncea L.) by Addition Paitan (Thitonia Diversifolia) Leaves Based Compost," Bio-Site, vol. 03, no. 1, pp. 39-46, 2017.
  2. Q. H. Harahap and T. Hidayat, "Interaksi Sistem Pertanaman Hidroponik dengan Pemberian Nutrisi Ab Mix Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica Juncea L)," J. Agrohita, vol. 2, pp. 61-67, 2018.
  3. E. P. Lestari, "Pengaruh Pemberian Air Limbah Tahu terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Caisim," J. Boiologi, vol. 1, 2015.
  4. I. T. Lehalima et al., "Teknik Budidaya Tanaman Sawi Hijau (Brassica Juncea L)," Indones. J. Engagem., vol. 1, no. 3, pp. 140-144, 2021.
  5. V. Elisa, "Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Pagoda terhadap Macam Pupuk Kandang dan Trichoderma," Pertanian, vol. 1, 2022.
  6. Z. Zamriyetti and M. Siregar, "Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi," J. Agrium, vol. 22, no. 1, 2019.
  7. L. Hidayanti and T. Kartika, "Pengaruh Nutrisi Ab Mix terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.) Secara Hidroponik," J. Ilm. Mipa, vol. 16, no. 2, 2019, doi: 10.31851/Sainmatika.V16i1.3214.
  8. N. P. Pandawani, I. K. Widnyana, and I. K. Sumantra, "Efektivitas Isolat Trichoderma sp," Agric. J., vol. 3, no. 1, pp. 38-51, 2020, doi: 10.37637/Ab.V3i1.422.
  9. A. Mukminim and A. Sutanto, "Pemberian Nutrisi Ab Mix pada Limbah Air Kolam dengan Menggunakan Sistem Hidroponik Berpotensi Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea L)," Biolova, vol. 1, no. 1, pp. 39-44, 2020.
  10. A. R. Fera, G. H. Sumartono, and E. W. Tini, "Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) pada Jarak Tanam dan Pemotongan Bibit yang Berbeda The Growth and Yield of Spring Onion (Allium Fistulosum L.) using the Various Plant Spacing and the Seedlings Tuber Cutting," J. Penelit. Pertan. Terap., vol. 19, no. 1, pp. 11-18, 2019.
  11. P. Rosawanti and F. Arfianto, "No Title," Agritech, vol. XXIII, no. 2, pp. 120-128, 2021.
  12. M. Suarsana and I. P. Parmila, "Optimasi Pemanfaatan Pestisida Nabati Ramah Lingkungan sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Ketahanan Pangan Gorontalo," Agro Bali Agric. J., vol. 2, no. 2, pp. 115-120, 2020, doi: 10.37637/Ab.V2i2.413.
  13. H. H. Pratiwi and A. Sudjianto, "Pengendalian Akar Gada pada Sawi Pakcoy dengan Trichoderma, Garam dan Bawang Putih Control of Club Root in Brassica Rapa L. with Trichoderma, Salt and Garlic," Agriekstensia, vol. 18, no. 2, pp. 111-116, 2019.
  14. H. Habiburrohman, "Aplikasi Teknologi Akuaponik Sederhana pada Budidaya Ikan Air Tawar untuk Optimalisasi Pertumbuhan Tanaman Sawi," Agroradix, vol. 1, 2018.
  15. M. Abror and R. P. Harjo, "Efektifitas Pupuk Organik Cair Limbah Ikan dan Trichoderma sp terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kailan (Brassica Oleraceae Sp) pada Sistem Hidroponik Substrat," J. Agrosains dan Teknol., vol. 3, no. 1, p. 1, 2018, doi: 10.24853/Jat.3.1.1-12.