Differential Effects of Organic Fertilizers on Mustard Pakcoy
Innovation in Agricultural Science
DOI: 10.21070/ijins.v22i.881

Differential Effects of Organic Fertilizers on Mustard Pakcoy


Efek Diferensial Pupuk Organik pada Tanaman Sawi Pakcoy

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Liquid Organic Fertilizer Goat Manure LOF Bamboo Root PGPR LOF Mustard Pakcoy Growth Fertilizer Concentration

Abstract

This study investigates the interplay between different types of liquid organic fertilizer (LOF) and their concentrations on the growth and yield of mustard pakcoy plants, aiming to optimize LOF application for enhanced agricultural outcomes. The research was conducted at a rice field in Seloliman Village, Mojokerto using a factorial randomized design encompassing two types of LOF - goat manure and bamboo root PGPR - applied at concentrations of 10, 20, 30, and 40 ml/l. Data were subjected to ANOVA and BNJ tests. Results indicated that goat manure LOF at 20 ml/l significantly influenced plant height, leaf count, leaf area, and wet weight, but exerted no substantial impact on dry weight and harvest index. In contrast, the use of bamboo root PGPR LOF at 30 ml/l markedly affected root length. The findings underscore the importance of selecting appropriate LOF types and concentrations for specific crop growth parameters, providing valuable insights for agricultural practices and research.
Highlights:

  1. The application of goat manure LOF at 20 ml/l significantly enhanced various growth parameters of mustard pakcoy plants.
  2. The bamboo root PGPR LOF, when used at a concentration of 30 ml/l, notably influenced the root length of the plants.
  3. The study underscores the crucial role of LOF type and concentration selection in optimizing specific crop growth metrics.

Keywords: Liquid Organic Fertilizer, Goat Manure LOF, Bamboo Root PGPR LOF, Mustard Pakcoy Growth, Fertilizer Concentration

 

 

Pendahuluan

Tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman jenis sayur-sayuran yang termasuk keluarga Brassicaceae, tanaman pakcoy ini berkerabat dekat dengan sawi. Pemanfaatan utama pada tanaman sawi pakcoy ini terletak bagian daunnya, kandungan yang terdapat pada tanaman sawi pakcoy sangat baik untuk tubuh manusia [1]. Kandungan zat-zat pada tanaman pakcoy yaitu vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, kalori, karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fasfor, besi, vitamin C dan serat. Sawi pakcoy ini masih jarang ditemukan dikeseharian, ada namun tidak banyak seperti sawi putih dan sawi hijau, maka kesempatan ini dapat digunakan sebagai ladang usaha bagi kita yang ini melakukan budidaya sawi pakcoy, karena belum banyak yang membudidayakan [2].

Produksi tanaman sawi pakcoy di Indonesia ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 sebesar 6.275.978 ton, tahun 2018 sebesar 6.359.813 ton, tahun 2019 sebesar 6.527.228 ton, tahun 2020 sebesar 6.674.730 ton, dan tahun 2021 sebesar 7.274.670 ton [3]. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan sayuran dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia maka diperlukannya upaya peningkatkan produktivitas tanaman sawi untuk kebutuhan pangan dengan penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan.

Pupuk organik terdiri dari pupuk organik padat dan pupuk organik cair, keunggulan penggunaan pupuk organik adalah dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mampu menyediakan hara secara cepat [4]. Pupuk organik cair adalah pupuk yang bahan dasarnya terbuat dari sisa-sisa tumbuhan atau hewan yang telah mengalami fermentasi. Kelebihan pupuk cair adalah kemampuan untuk memberikan unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman, pengaplikasian pupuk cair dapat lebih merata serta kepekatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman karena setiap jenis tanaman memerlukan konsentrasi POC yang berbeda [5]. Pupuk cair dapat mengatasi defensiasi unsur hara lebih cepat, jika dibandingkan dengan pupuk padat. Karena pupuk cair bentuknya yang cair sehingga mudah diserap oleh tanaman dan tanah [6]. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik cair beragam hingga lengkap baik unsur makro dan mikro esensial N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik [7].

Salah satu pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman sawi pakcoy serta mengurangi penggunaan pupuk anorganik yaitu dengan memanfaatkan kotoran kambing dan PGPR akar bambu. Kotoran kambing yang padat lebih banyak digunakan oleh masyarakat secara langsung sebagai pupuk organik untuk tanaman, karena kotoran kambing memiliki struktur yang keras, padat dan lama diuraikan oleh tanah, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara maksimal [8]. Kotoran kambing adalah bahan organik yang meningkatakan ketersediaan fosfor, nitrogen, kalium, kalsium, serta unsur-unsur mikro seperti magnesium, belerang dan boron dan mengurangi pengaruh dari aluminium. Pupuk kotoran hewan sebagian besar unsur haranya harus mengalami dekomposisi terlebih dahulu sebelum diserap oleh tanaman [9]. Alternatif pengolahan kotoran padat kambing dengan diolah menjadi Pupuk Organik Cair (POC), diperlukan cara untuk mempercepat penggunaan kotoran kambing dengan cara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme yang dapat menguraikan kotoran terebut dengan cara merendam dengan air dan ditambahkan dengan gula ataupun molases. Penggunaan pupuk organik cair lebih efisien dan dapat disimpan dalam kurun waktu yang relatif lama [10].

Akar bambu mengandung bakteri bermanfaat bagi tanaman dan tanah serta dapat melindungi serangan hama dan penyakit, bahkan dapat menyuburkan tanaman yang dibudidayakan seperti tanaman pangan maupun hortikultura [11]. PGPR bermanfaat bagi tanaman karena meningkatkan perkecambahan biji, pertumbuhan tanaman, toleransi tanaman terhadap tekanan abiotik, penekanan penyakit, menghasilkan hormon tanaman, dan meningkatkan ketersediaan nutrisi [12].Ketersediaan akar bambu di sekitar lingkungan tempat tinggal, dengan pemanfaatan akar bambu untuk Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang berfungsi memacu proses pertumbuhan tanaman, merupakan peluang untuk peningkatan produktivitas tanaman sawi pakcoy dengan pembuatan pupuk organik cair PGPR. PGPR dapat menjadi salah satu solusi untuk peningkatan produktivitas tanaman [13].

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh macam POC dan konsentrasi yang sesuai untuk digunakan dalam budidaya tanaman sawi pakcoy, diharapkan dapat menjadi acuan dalam peningkatan produksi tanaman sawi pakcoy dan sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2022 di lahan sawah, Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gelas ukur, tong bekas, penggaris, pH meter, timbangan analitik, kamera handphone, label, alat tulis, ember, dan oven. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih tanaman sawi pakcoy varietas Nauli F1, bioaktivator EM4, air, pupuk organik cair dari kotoran kambing dan pgpr dari akar bambu.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Faktor pertama adalah macam POC terdiri atas 2 macam dan faktor kedua konsentrasi POC terdiri atas 4 taraf, sehingga didapatkan 8 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah macam POC (T) yang terdiri dari POC kotoran kambing (T1) dan POC PGPR akar bambu (T2). Faktor kedua adalah konsentrasi POC (P) yang terdiri dari P1 10 ml/l; P2 20 ml/l; P3 30 ml/l dan P4 40 ml/l. Dari kedua faktor tersebut didapatkan 8 kombinasi perlakuan dan 24 satuan percobaan.

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pembuatan POC kotoran kambing dan PGPR akar bambu. Menurut [10] menunjukkan pembuatan pupuk kotoran kambing terdiri dari kotoran kambing 5 kg dimasukkan kedalam karung, lalu isi drum dengan air sebanyak 10 liter, EM4 10 cc dan gula pasir ataupun gula merah 250 gr dilarutkan dengan air 1 liter, kemudian karung yang telah terisi kotoran kambing dilubangi beberapa bagian lalu masukan pada drum dan masukan larutan EM4, air, gula tadi ke dalam drum dan aduk hingga tercampur merata. Setalah itu drum ditutup dan di fermentasi selama 14 hari. Untuk pembuatan pupuk PGPR akar bambu menurut [14] menyatakan pembuatan pupuk PGPR akar bambu yang dilakukan yaitu mengumpulkan akar bambu sebanyak 100 gram, kemudian akar bambu direndam selama 3 hari, setalah 3 hari gula merah, terasi, dedak direbus dalam panci berisi 20 liter air hingga mendidih kemudian dinginkan. Setalah dingin masukkan dalam drum tertutup dan dibuka setiap hari, setelah 14 hari PGPR akar bambu siap digunakan.

Penyemaian benih menyiapkan tempat media penyemaian berupa tanah yang telah di campur pupuk kandang, tabur benih sawi pakcoy secara merata dan permukaan pernyemaian dibasahi dengan air hingga lembab, lakukan penyiraman untuk menjaga kelembapan pada media penyemaian. Setelah berumur 14 hari bibit sawi pakcoy dapat ditanam pada bedengan. Persiapan pengolahan lahan sebelum ditanami lahan digemburkan dengan cara dicangkul serta penambahan pupuk dasar dengan pupuk kandang organik. Tanah dibiarkan selama 3 hari untuk proses penguapan. Setelah 3 hari tanah diolah dengan menggunakan cangkul lalu dibuat bedengan dengan ukuran 1 × 1 m, tinggi bedengan 20 cm dengan jarak antar ulangan 20 × 20 cm. Penanaman dilakukan saat bibit telah siap tanam pada umur 14 hari (2 minggu), setiap bedengan ditanami 25 bibit tanaman pakcoy. Setelah penanaman lakukan penyiraman. Aplikasi pupuk organik cair kotoran kambing dan PGPR akar bambu, pemupukan dilakukan seminggu sekali dengan cara dikocor. Pemeliharaan tanaman terdiri atas penyulaman, penyiraman, penyiangan dan pengendalian hama tanaman. Masa panen pada tanaman pakcoy dilakukan pada umur 35 HST.

Pengamatan dan pengambilan data meliputi variabel pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), luas daun (cm), berat basah (gram), berat kering (gram), panjang akar (cm), dan indeks panen. Data hasil pengamatan diuji menggunakan analisis sidik ragam, kemudian apabila terdapat pengaruh nyata terhadap variabel maka dilakukan uji BNJ.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pengamatan

Tinggi Tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa variabel pengamatan tinggi tanaman pada umur 7 HST dan 14 HST tidak memberikan pengaruh maupun interaksi antara macam POC dan konsentrasi pemupukan pada tanaman sawi pakcoy.

Perlakuan 7 HST 14 HST
POC kotoran kambing (T1) 6,78 8,13
POC PGPR akar bambu (T2) 6,82 8,03
BNJ 5% tn tn
Konsentrasi 10 ml/l (P1) 6,75 7,69
Konsentrasi 20 ml/l (P2) 6,94 8,37
Konsentrasi 30 ml/l (P3) 6,88 8,44
Konsentrasi 40 ml/l (P4) 6,63 7,81
BNJ 5% tn tn
Table 1.Rata-Rata Tinggi Tanaman Sawi Pakcoy Pada Perlakuan Macam POC dan Konsentrasi Yang Berbeda Pada Umur 7 HST dan 14 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Peralkuan UMUR 21 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 9,75 a A 13,84 b B 11,78 a AB 12,26 b AB 3,031
T2 12,94 b B 11,02 a AB 12,06 a AB 9,75 a A
BNJ 2,236
Table 2.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Rata-Rata Tinggi Tanaman Pada Umur 21 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi anatara macam POC dan kosentrasi yang berbeda terhadap tinggi tanaman umur 21 HST. Pada perlakuan macam dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda sangat nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan tanaman tertinggi, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan tanaman tertinggi dari T1. Pada P3 semua menghasilkan tinggi tanaman yang sama, namun pada T1 perlakuan P4 menghasilkan tanaman tertinggi dari T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 2).

Perlakuan UMUR 28 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 13,45 a A 17,59 a B 15,84 a AB 14,83 a AB 3,451
T2 16,88 b A 15,27 a A 16,69 a A 13,88 a A
BNJ 2,546
Table 3.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Rata-Rata Tinggi Tanaman Pada Umur 28 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap tinggi tanaman umur 28 HST dan 35 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan tanaman tertinggi, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan tanaman tertinggi dari T1. Pada T1 perlakuan P3 dan P4 menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 3).

Perlakuan UMUR 35 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 14,74 a A 18,53 b B 16,06 a AB 16,92 a AB 2,801
T2 17,21 b A 16,43 a A 17,92 a A 15,73 a A
BNJ 2,067
Table 4.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Rata-Rata Tinggi Tanaman Pada Umur 35 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap tinggi tanaman umur 28 HST dan 35 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan tanaman tertinggi, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan tanaman tertinggi dari T1. Pada T1 perlakuan P3 dan P4 menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan T2. Hasil uji BNj disajikan pada (Tabel 4).

Jumlah Daun

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa variabel pengamatan jumlah daun pada umur 14 HST dan 21 HST tidak memberikan pengaruh maupun interaksi antara macam POC dan konsentrasi pemupukan pada tanaman sawi pakcoy.

Perlakuan 14 HST
POC kotoran kambing (T1) 4,85
POC PGPR akar bambu (T2) 4,88
BNJ 5% tn
Konsentrasi 10 ml/l (P1) 4,58
Konsentrasi 20 ml/l (P2) 5,19
Konsentrasi 30 ml/l (P3) 5,06
Konsentrasi 40 ml/l (P4) 4,61
BNJ 5% tn
Table 5.Rata-Rata Jumlah Daun Pada Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang BerbedaKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%
Perlakuan UMUR 7 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 3,32 a AB 4,33 a C 3,24 a A 3,89 a BC 0,639
T2 3,73 a A 4,08 a A 4,06 b A 3,67 a A
BNJ 0,472
Table 6.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Jumlah Daun Pada Umur 7 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah daun umur 7 HST. Padea perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda menmberikan hasil yang nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan daun terbanyak, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan daun terbanyak dari T1. Namun pada T2 perlakuan P3 menghasilkan daun terbanyak dari T1 dan P4 semua menghasilkan jumlah daun yang sama. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 6).

Perlakuan UMUR 28 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 5,22 a A 6,89 b D 6,22 a AB 6,56 b C 0,196
T2 6,33 b B 6,22 a B 6,33 a B 5,61 a A
BNJ 0,168
Table 7.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Jumlah Daun Pada Umur 21 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah daun umur 21 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda sangat nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan daun terbanyak, sedangkan pada perlakuan T2 perlakuan P1 menghasilkan daun terbanyak dari T1. Namun pada perlakuan P3 semua menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda jauh, dan perlakuan T1 perlakuan P4 menghasilkan jumlah daun terbanyak dari T2.

Perlakuan UMUR 28 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 7,39 a A 10,19 a B 8,87 a AB 9,46 a B 1,897
T2 8,83 b A 8,93 a A 9,73 a A 8,42 a A
BNJ 1,400
Table 8.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Jumlah Daun Pada Umur 28 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah daun umur 28 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan daun terbanyak, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan daun terbanyak dari T1. Namun pada perlakuan P3 dan P4 semua menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 8).

Perlakuan UMUR 35 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 8,44 a A 12,00 a C 9,78 a AB 10,56 a BC 2,197
T2 10,44 b A 10,44 a A 10,78 a A 9,33 a A
BNJ 1,621
Table 9.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Jumlah Daun Pada Umur 35 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah daun umur 35 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan daun terbanyak, sedangkan pada T2 perlakuan P1 menghasilkan daun terbanyak dari T1. Namun pada T1 perlakuan P3 dan P4 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda dengan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 9).

Luas Daun

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa variabel pengamatan luas daun pada umur 14 HST tidak memberikan pengaruh maupun interaksi antara macam POC dan konsentrasi pemupukan pada tanaman sawi pakcoy.

Perlakuan 14 HST
POC kotoran kambing (T1) 10,83
POC PGPR akar bambu (T2) 10,73
BNJ 5% tn
Konsentrasi 10 ml/l (P1) 9,65
Konsentrasi 20 ml/l (P2) 11,74
Konsentrasi 30 ml/l (P3) 11,53
Konsentrasi 40 ml/l (P4) 10,20
BNJ 5% tn
Table 10.Rata-Rata Luas Daun Tanaman Sawi Pakcoy Pada Perlakuan Macam POC dan Konsentrasi Yang BerbedaKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%
Perlakuan UMUR 21 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 15,97 a A 30,59 a B 22,99 a AB 27,50 b AB 12,69
T2 27,90 b A 21,49 a A 27,24 a A 18,10 a A
BNJ 9,36
Table 11.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Luas Daun Pada Umur 21 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap luas daun umur 28 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berebda memberikan hasil yang sangat nyata. Perlakuan T1 pada perlakuan P2 menghasilkan luas daun terlebar, sedangkan pada perlakauan T2 pemberian pada P1 menghasilkan luas daun terlebar dari T1. Pada perlakuan P3 dan P4 perlakuan T1 menghasilkan luas daun terlebar dibandingkan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada Tabel 10 dan 11.

Perlakuan UMUR 28 HST BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 31,03 a A 50,61 a B 37,22 a AB 42,21 a AB 15,69
T2 46,17 b A 39,38 a A 46,55 a A 31,86 a A
BNJ 11,57
Table 12.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Luas Daun Pada Umur 28 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap luas daun umur 28 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berebda memberikan hasil yang sangat nyata. Perlakuan T1 pada perlakuan P2 menghasilkan luas daun terlebar, sedangkan pada perlakauan T2 pemberian pada P1 menghasilkan luas daun terlebar dari T1. Pada perlakuan P3 dan P4 perlakuan T1 menghasilkan luas daun terlebar dibandingkan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 12).

Perlakuan UMUR 35 HST
P1 P2 P3 P4 BNJ 5%
T1 37,55 a A 56,54 a B 42,23 a AB 48,34 a AB 15,01
T2 51,67 b A 46,03 a A 49,73 a A 42,17 a A
BNJ 11,07
Table 13.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Luas Daun Pada Umur 35 HSTKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan terjadi pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap luas daun umur 21 HST dan 35 HST. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang nyata, perlakuan T1 pada perlakuan P2 menghasilkan luas daun terlebar, sedangkan perlakuan T2 pada perlakuan P1 menghasilkan luas daun terlebar dari T1. Pada perlakuan T2 perlakuan P3 menghasilkan luas daun terlebar dari T1 dan perlakuan T1 pada perlakuan P4 menghasilkan luas daun terlebar dibandingan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 13).

Berat Basah

Perlakuan BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 28,44 a A 61,94 b A 36,44 a AB 48,11 a AB 26,76
T2 48,61 a A 42,28 a A 47,72 a A 31,06 a A
BNJ 19,75
Table 14.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC Dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Berat BasahKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap berat basah. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan berat basah terberat, sedangkan pada perlakuan T2 perlakuan P1 menghasilkan berat basah terberat dari T1. Namun pada T1 perlakuan P3 dan P4 menghasilkan berat basah tidak berbeda dengan T2. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 14).

Berat Kering

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap berat kering. Macam POC dan konsentrasi yang berbeda memberikan hasil tidak beda nyata terhadap berat kering tanaman.

Perlakuan
POC kotoran kambing (T1) 14,56
POC PGPR akar bambu (T2) 14,58
BNJ 5% tn
Konsentrasi 10 ml/l (P1) 11,39
Konsentrasi 20 ml/l (P2) 15,28
Konsentrasi 30 ml/l (P3) 17,06
Konsentrasi 40 ml/l (P4) 14,56
BNJ 5% tn
Table 15.Rata-Rata Berat Kering Tanaman Sawi Pakcoy Pada Perlakuan Macam POC dan Konsentrasi Yang BerbedaKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%

Panjang Akar

Perlakuan BNJ 5%
P1 P2 P3 P4
T1 8,27 a A 11,79 a B 10,01 a AB 9,99 a AB 2,892
T2 11,20 b AB 9,39 a A 12,07 a B 10,60 a AB
BNJ 2,133
Table 16.Interaksi Antara Perlakuan Macam POC dan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Panjang AkarKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Hasil uji BNJ menunjukkan pengaruh interaksi antara macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap panjang akar. Pada perlakuan macam POC dan konsentrasi yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan T2 perlakuan P3 menghasilkan panjang akar terpanjang, sedangkan pada perlakuan T1 perlakuan P2 menghasilkan akar terpanjang dari T2. Pada perlakuan T2 perlakuan P1 menghasilkan akar terpanjang dari T1, dan perlakuan P4 semua menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda. Hasil uji BNJ disajikan pada (Tabel 16).

Indeks Panen

Perlakuan
POC kotoran kambing (T1) 0,93
POC PGPR akar bambu (T2) 0,92
BNJ 5% tn
Konsentrasi 10 ml/l (P1) 0,92
Konsentrasi 20 ml/l (P2) 0,92
Konsentrasi 30 ml/l (P3) 0,93
Konsentrasi 40 ml/l (P4) 0,92
BNJ 5% tn
Table 17.Rata-Rata Indeks Panen Tanaman Sawi Pakcoy Pada Perlakuan Macam POC dan Konsentrasi Yang BerbedaKeterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama atau huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNJ 5%.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis ragam dikatakan macam POC dan konsentrasi yang berbeda terhadap variabel pengamatan yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, berat basah, berat kering, dan indeks panen tidak berpengaruh semua variabel yang diamati. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan pupuk organik cair (POC) dan konsentrasi yang berbeda kurang begitu efisien, hanya satu konsentrasi yang dapat dijadikan acuan untuk pemupukan pada tanaman sawi pakcoy. [15],menyampaikan hal ini juga disebabkan karena rata-rata pupuk organik kadar mineralnya rendah dan masih memerlukan pelapukan sebelum dapat diserap tanaman. Prosese pertumbuhan tanaman dipengaruhi adanya tingkat kesuburan tanah, salah satu cara untuk peningkatkan kesuburan tanah adalah pemupukan, supaya tanaman tumbuh dengan baik dan hasil panen terpenuhi [16]. Pemupukan merupakan salah satu komponen yang berkaitan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan merupakan salah satu faktor dari lingkungan yang berpengaruh dalam kecepatan dan perkembangan tanaman, karena adanya perbaikan hara sehingga adanya perbaikan hara, maka masa panen dapat dipercepat [17].

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh POC terhadap tanaman sawi pakcoy berpengaruh tidak nyata terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman umur 7 HST dan 14 HST, jumlah daun umur 14 HST dan 21 HST, luas dauan umur 14 HST, berat kering dan indeks panen. Berat kering tanaman adalah acuan untuk mengetahui pengaruh pemberian POC terhadap kualitas tanaman. Menurut [18] bahwa peningkatan signifikan dalam seluruh pertumbuhan tanaman berdasarkan peningkatan efisiensi fotosintesis. Fotosisntesis yang optimal dapat menghasilkan peningkatan hasil tanaman. [9] menyatakan bahwa hampir 90% berat kering tanaman berasal dari hasil proses fotosintesis.

Hasil uji BNJ menunjukkan bahwa perlakuan POC kotoran kambing dengan perlakuan konsentrasi 20 ml/l memberikan hasil terbaik terhadap tinggi tanaman umur 21 HST, 28 HST dan 35 HST, jumlah daun umur 7 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, luas daun umur 21 HST, 28 HST dan 35 HST, dan berat basah. Hal ini disebabkan bahwa POC kotoran kambing memiliki kandungan unsur hara yang terdiri dari 69% H2O, 0,95% N, 0,35% P, dan 1,00% K adanya penambahan EM4 yang merupakan aktivator yang berperan untuk mempercepat proses pengomposan serta meningkatkan unsur hara POC. Pengaplikasian POC kotoran kambing dapat menyediakan unsur hara N, P, dan K berperan untuk pertumbuhan tanaman [8]. Unsur hara N memiliki peran untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, unsur P berperan untuk mendorong pertumbuhan perakaran tanaman sedangkan unur K berperan untuk memperkuat tubuh tanaman [19].

Perlakuan pemberian POC kotoran kambing dengan konsentrasi 20 ml/l menghasilkan pengaruh yang sangat nyata pada umur 21 HST dengan rata-rata tanaman tertinggi 13,84 cm, demikian juga pada umur 28 HST dan 35 HST menghasilkan pengaruh berebeda nyata dengan tinggi tanaman 17,59 cm dan 18,53 cm. Sedangkan pada variabel pengamatan jumlah daun dengan perlakuan POC kotoran kambing dengan konsentrasi yang sama 20 ml/l menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata pada umur 7 HST, 28 HST dan 35 HST rata-rata daun terbanyak 4,33 helai, 10,19 helai dan 12,00 helai, dan berpengaruh sangat nyata pada jumlah daun umur 21 HST dengan rata-rata daun terbanyak sebanyak 6,89 helai. Menurut [20] pemberian POC terbukti memberikan pengaruh dan hasil yang berbeda pada variabel jumlah daun. Karena semakin tinggi konsentrasi POC yang ditentukan maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi pakcoy akan semakin baik. Jumlah daun berbanding terbalik dengan tinggi tanaman, semakin tinggi tanaman maka semakin banyak daun yang dihasilkan.

Variabel pengamatan luas daun menunjukkan bahwa perlakuan POC kotoran kambing dengan konsentrasi 20 ml/l menghasilkan pengaruh sangat nyata rata-rata daun terlebar 30,59 cm pada umur 21 HST, pada umur 28 HST menghasilkan luas daun 50,61 cm dan pada pengaruh berbeda nyata pada umur 35 HST menghasilkan luas daun 56,54 cm. Hal ini dikarenakan pupuk kotoran kambing memiliki nilai kandungan unsur hara N yang tinggi, nitrogen adalah salah satu unsur hara esensial serta unsur penyusun asam-asam amino, protein dan enzim. Kesuburan daun cepat tumbuh dan berkembang tunas baru karena adanya penyerapan hara N yang membuat pembentukan dan pertumbuhan daun pada tanaman baru. Tanaman yang memiliki luas daun lebih besar dan efisien dalam penyerapan sinar matahari yang bermanfaat untuk proses fotosintesis akan memberikan pengaruh pada berat basah tanaman [21].

Variabel pengamatan berat basah menunjukkan POC kotoran kambing pada perlakuan konsentrasi 20 ml/l menghasilkan rata-rata berat sampel terberat 61,94 gram, sedangkan berat sampel terendah 28,44 gram terjadi pada perlakuan konsentrasi 10 ml/l. Menurut [22]berat basah dipengaruhi jumlah daun tanaman, berat basah tanaman menunjukkan banyaknya kandungan air yang terkandung pada jaringan tanaman yang merupakan akumulasi berat fotosintat dengan bentuk biomasaa tanaman dan kandungan air pada daun. Semakin berat suatu tanaman proses metabolisme yang terjadi berjalan dengan baik. Daun pada tanaman sayuran adalah organ yang mengandung banyak air, dengan jumlah daun yang semakin banyak maka kadar air tanaman akan tinggi dan menyebabkan berat basah tanaman menjadi tinggi pula.

Pemberian POC PGPR akar bambu dengan konsentrasi 30 ml/l menghasilkan interaksi yang berbeda nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman dengan rata-rata panjang akar sebesar 12,07 cm, sedangkan panjang akar terendah sebesar 8,27 cm pada perlakuan POC kotoran kambing dengan konsentrasi 10 ml/l. PGPR adalah kelompok bakteri aktif yang mengkolonisasi akar tanaman yang memiliki peran penting untuk meningkatkan kesuburan lahan, pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh [14], aplikasi PGPR dengan konsentrasi 10 ml/L, 20 ml/L, 30 ml/L pada tanaman pakcoy dengan dosis 30 ml/L air, menunjukkan bahwa perlakuan terbaik. Dengan adanya interaksi yang menguntukan melalui pengembangbiakan bakteri yang terdapat pada akar bambu berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan tanaman maka tersedianya nutrien untuk bakteri PGPR yang akan mengkoloni akar tanaman hingga dapat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. PGPR dapat memproduksi fitohormon yaitu IAA yang berfungsi meningkatkan perkembangan sel, merangsang pembentukan akar, memacu pertumbuhan, merangsang pembungaan serta meningkatkan aktifitas enzim [23]. Menurut Saputra et al., 2016 akar yang baik adalah akar yang panjang, lebar dan tebal dengan diameter kecil [24]. Pemberian PGPR dengan konsentrasi 30 ml/l dapat menghasilkan kualitas akar sawi pakcoy yang baik, dalam kondisi tersebut memungkinkan tanaman menyerap nutrisi dengan lebih baik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain, perlakuan macam dan konsentrasi POC terjadi interaksi yang nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman umur 28 HST dan 35 HST, jumlah daun 7 HST, 28 HST, dan 35 HST, luas daun umur 35 HST dan berat basah pada perlakuan POC kotoran kambing dengan konsentrasi 20 ml/l. Perlakuan macam dan konsentrasi POC terjadi interaksi yang sangat nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun umur 21 HST, dan luas daun pada umur 21 HST dan 28 HST pada perlakuan POC kotoran kambing dengan konsentrasi 20 ml/l. Pada perlakuan POC PGPR akar bambu dengan konsentrasi 30 ml/l menghasilkan panjang akar terbaik.

References

  1. T. P. Intera, Petani Pemula Pakcoy: Tips dan Trik Bertani. Karanganyat: INTERA, 2021.
  2. E. Susilo, Petunjuk Praktis Budidaya Sawi Pakcoy Cepat Panen. Jogjakarta: Zahara Pustaka, 2017.
  3. A. D. Syam, “Manfaat dan Hambatan dalam Pelaksanaan Sistem Informasi Keperawatan,” Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, vol. 4, no. 2, Jul. 2019, doi: http://dx.doi.org/10.30651/jkm.v4i2.2203.
  4. M. Sugara, “Pengaruh Penambahan Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Rapa L.) Pada Berbagai Waktu Aplikasi,” Diploma Thesis, Politeknik Negeri Jember, 2021.
  5. N. N. Hanum and S. Jazilah, “Pengaruh Konsentrasi dan Interval Pemberian POC Morinsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kale (Brassica oleracea var. Acephala),” Biofarm J. Ilm. Pertan., vol. 17, no. 1, p. 14, 2021, doi: 10.31941/biofarm.v17i1.1436.
  6. A. A. Surya, N. A. S. Ramli, P. I. Saputri, Rahmatia, and S. R. Yunus, “Pembuatan pupuk organik menggunakan kotoran kambing,” J. Lepa-lepa Open, vol. 1, no. 1, pp. 103–106, 2021.
  7. D. Prasetyo and R. Evizal, “Pembuatan dan Upaya Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair,” J. Agrotropika, vol. 20, no. 2, p. 68, 2021, doi: 10.23960/ja.v20i2.5054.
  8. A. D. Safitri, R. Linda, and Rahmawati, “Aplikasi Pupuk Organik Cair (POC) Kotoran Kambing Difermentasikan Dengan EM4 Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescents L.) Var. Bara,” J. Protobiont, vol. 6, no. 3, pp. 182–187, 2017, [Online]. Available: https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jprb/article/view/22473
  9. T. Setiawati, E. Karimah, and T. Supriatun, “Aplikasi Pupuk Kotoran Hewan (Kohe) Kambing dan Mulsa Serasah Daun Bambu untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Seledri (Apium Graveolens L. var. Secalinum Alef.),” J. EduMatSains, vol. 2, no. 1, pp. 29–42, 2017.
  10. M. Lalla and S. Said, “Aplikasi Air Kotoran Ikan Lele Dan Rendaman Kotoran Kambing Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L.),” J. Agercolere, vol. 2, no. 1, pp. 24–29, 2020, doi: 10.37195/jac.v2i1.94.
  11. B. Ichwan and H. Malini, “Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria Alami dan Pupuk Kandang Ayam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah,” vol. 4, no. 2, pp. 1–10, 2021.
  12. P. Wulandari, W. E. Murdiono, and K. Koesriharti, “Pengaruh Dosis Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Selada Merah (Lactuca sativa L.),” Jurnal Produksi Tanaman, vol. 7, no. 2, Aug. 2019.
  13. A. Adnan, Z. Mora, and S. Syardiansah, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Plant Growth Promoting Rhizobacteria Berbahan Dasar Akar Bambu,” J. Empower., vol. 2, no. 2, p. 183, 2022, doi: 10.35194/je.v2i2.1641.
  14. R. Rachmat, S. Bororing, R. Ramli, and A. A. H., “Pengaruh Pemberian Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Akar Bambu Pada Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.),” J. Agrisistem, vol. 17, no. 1, pp. 19–24, 2021, doi: 10.52625/j-agr.v17i1.186.
  15. Y. Ibrahim and R. Tanaiyo, “Respon Tanaman Sawi (Brasicca juncea L.) Terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair (Poc) Kulit Pisang Dan Bonggol Pisang,” Agropolitan, vol. 5, no. 1, pp. 63–69, Aug. 2018.
  16. M. A. Kuruseng, Kaharuddin, and Supoyo, “Aplikasi Pupuk Organik Cair Limbah Sayuran Terhadap Pertumbuhan dan Produkis Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.),” J. Agrisistem, vol. 13, no. 2, pp. 122–128, 2017.
  17. O. Mulyanto, R. M. Hartati, and E. N. Kristalisai, “Pengaruh Macam Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus),” J. Agromast, vol. 3, no. 1, 2018.
  18. N. F. M. Fitri, D. Okalia, and T. Nopsagiarti, “Uji Konsentrasi Pgpr (Plant Growth Promoting Rhizobakteri) Asal Akar Bambu Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung ( Zea mays L) Pada Tanah Ultisol,” J. Green Swarnadwipa, vol. 7, no. 8, pp. 1–15, 2020.
  19. G. Manullang, A. Rahmi, and P. Astuti, “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan,” J. Agrifor, vol. 13, no. 1, pp. 33–40, 2014.
  20. M. D. Alfian and Muhardi, “Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa. L) Dengan Pemberian Pupuk Organik Cair Pada Sistem Hidroponik,” j. Agrotekbis, vol. 7, no. 4, pp. 407–414, 2022.
  21. N. Indriyani, T. Wardiyati, and M. Nawawi, “Pengaruh Macam Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Brassica rapa L. Dan Brassica juncea L.,” J. Produksi Tanam., vol. 6, no. 2, pp. 324–330, 2018.
  22. K. T. Dewi, “Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)Varietas Nauli F1 Dengan Pemberian Pupuk Organik Cair,” J. Agrorektan, vol. 6, no. 2, pp. 77–92, 2019.
  23. N. Rohaeni and A. Mariani, “Efektivitas Dosis Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Akar Bambu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.),” COMSERVA J. …, vol. 2, no. 1, pp. 3–5, 2022, doi: 10.36418/comserva.v2i1.212.
  24. U. Aiman, A. Iswantoro, and B. Sriwijaya, “Potensi PGPR Bioferti Pada Pertumbuhan dan Hasil Sawi Pagoda (Brassica rapa Var. Narinosa),” Agropross, pp. 139–146, Jul. 2021, doi: 10.25047/agropross.2021.216.