Institutional Ownership, Managerial Ownership, Audit Committee and Sales Growth Against Financial Distress during the Covid-19 Pandemic Period in Conventional Banking Sector Companies on the IDX 2018-2021
Innovation in Pandemic Mitigation
DOI: 10.21070/ijins.v22i.850

Institutional Ownership, Managerial Ownership, Audit Committee and Sales Growth Against Financial Distress during the Covid-19 Pandemic Period in Conventional Banking Sector Companies on the IDX 2018-2021


Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komite Audit dan Sales Growth Terhadap Financial Distress di Masa Pandemi Covid-19 pada Perusahaan Sektor Perbankan Konvensional di BEI 2018-2021

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Institutional Ownership Managerial Ownership Audit Committee Sales Growth and Financial Distress

Abstract

Conventional banking plays an important role in people's lives with the Covid-19 pandemic as a new challenge for companies engaged in the banking sector. “This study aims to examine the effect of institutional ownership, managerial ownership, audit committee and sales growth on financial distress during the Covid-19 pandemic”. In this study using quantitative techniques through SPSS data processing tools, sampling based on criteria or purposive sampling so that there were 19 companies that were taken as research samples based on 3-year reports so that a sample of 76 financial statements were selected and contained in predetermined criteria so that calculated based on the tabulation of the data obtained. According to the results of the study, it was found that institutional ownership has an effect on financial distress, managerial ownership has an effect on financial distress, the audit committee has an effect on financial distress, sales growth has no effect on financial distress. In this research, the result of the influence of determination is 66.8%

Pendahuluan

Pandemi covid-19 hingga sampai sekarang ini melanda negara Indonesia yang dikenal dengan wabah covid-19 yang pertama kali ada di China tepatnya di kota Wuhan yang terjadi pada akhir tahun, penyebarannya sangat cepat antar manusia hingga menyebar dari negara ke negara yang sampai pada negara indonesia sekitar awal tahun 2020, lebih tepatnya diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020. Berbagai cara dilakukan agar penyebaran pandemic ini tidak menular secara luas hingga penerapan upaya social distancing, work from home, libur sekolah hingga lain sebagainya namun adanya pemberlakuan-pemberlakuan tersebut sebagai upaya menekan penularan virus. Hal tersebut membawa efek yang besar bagi perekonomian yang ada di negara Indonesia banyak perusahaan-perusahaan yang terdampak adanya virus covid 19 perusahaan tersebut beranggapan bahwa sulitnya perusahaan dalam memaksimalkan serta mencapai keuntungan yang mana dalam organisasi tentu bertujuan sama yaitu agar profit atau laba dapat diraih sesuai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan keuntungan dapat diraih secara maksimal. Dalam teori laporan keuangan profitabilitas merupakan ukuran dalam sebuah organisasi pada kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan serta memperoleh laba dengan lebih baik serta lebih besar, tinggi raksa yang dapat dipakai oleh perusahaan sebagai pengukuran kinerja. Perbankan konvensionalmemegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dengan adanya pandemi Covid-19 sebagai tantangan baru bagi perusahaan yang bergerak di sektor perbankan. Di Indonesia, keberadaan sektor perbankan sudah menjadi bagian dari perekonomian yang sangat diterima masyarakat sebagai lembaga keuangan yang membantu dalam hal keuangan. Ruang lingkup perusahaan sektor perbankan yaitu perusahaan yang erat kaitannya secara langsung dalam hubungannya kepada masyarakat. Perbankan memiliki kegiatan dengan sangat dipengaruhi oleh masyarakat luas atau kepercayaan nasabah jika dalam sebuah manajemen perbankan terdapat gejolak maka akan berdampak adanya munculnya reaksi keras dari masyarakat luas. Anggapan dari bank tersebut sebagai penggerak roda perekonomian dalam suatu negara sehingga bank memiliki fungsi yang sangat vital dalam hal keuangan seperti dalam hal menciptakan serta mengedarkan uang supaya kegiatan usaha dalam masyarakat dapat menunjang, melakukan penagihan atau pembayaran, sebagai tempat penyimpanan uang serta masih banyak fungsi perbankan yang lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh [1] memberikan definisinya bahwaperlunya keseimbangan mengenai aset bank dalam bentuk pembiayaan dengan sumber dana dari ekuitas dan nasabah sehingga kesulitan likuiditas tidak dialami oleh perbankan. Apabila terdapat perbankan yang tidak mampu mengatasi kesulitan keuangan, perbankan tersebut akan dinyatakan pailit atau mengalami likuidasi sehingga terjadi kebangkrutan. Perbankan yang mengalami kebangkrutan artinya secara resmi bank tersebut telah ditutup oleh lembaga yang memiliki wewenang serta kegiatan operasional sudah tidak dapat dilakukan lagi oleh perbankan yang mana kegiatan tersebut yaitu memberikan Jasa Keuangan serta menghimpun dana dari masyarakat. Menurut [2] kegiatan perbankan yang berbentuk simpan pinjam terdapat lembaga penjamin yang dinamakan yaitu lembaga penjamin simpanan atau LPS, lembaga tersebut mempunyai tanggung jawab serta menjamin banyak yang yang tersimpan di dalam perbankan dari masyarakat apabila bank tersebut telah dinyatakan likuidasi dengan ketentuan serta peraturan yang berlaku apabila perusahaan memiliki kinerja semakin hari semakin tidak membaik atau mengalami kerugian serta penurunan laba artinya terdapat indikasi bahwa perusahaan sedang mengalami financial distress sehingga apabila terus-menerus perusahaan mengalami financial distress tersebut akan mengalami likuidasi atau kebangkrutan. Gambaran mengenai indikasi financial distress tersebut ditunjukkan oleh pembayaran kewajiban yang tidak mampu dilaksanakan oleh perusahaan yang telah jatuh tempo. Indikasi financial distress sangat memiliki hubungan dengan besarnya laba atau laju arus kas. Sesuai dengan dasar teori keagenan maka harapannya agar mampu memiliki fungsi sebagai alat supaya dapat memperoleh keyakinan kepada para investor yang mana jika pengembalian dari dana yang telah mereka investasikan. Kondisi ini kaitannya mengenai keyakinan dari para investor bahwa manajer selaku pihak yang mengelola akan memberikan untung bagi para investor selaku pihak yang menanamkan saham, namun sebaliknya apabila terdapat laporan keuangan yang buruk dalam laporan arus kas yang dilaporkan. Hal ini dapat mengindikasikan kondisi financial distress tersebut. Tujuan dari dibentuknya perusahaan tersebut tidak lain adalah supaya dapat memperoleh keuntungan yang mana keuntungan tersebut dapat dipakai sebagai upaya dapat mempertahankan kelangsungan usaha [3]. Sehingga dari tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan tersebut maka diharuskan bagi tiap-tiap perusahaan agar mampu melakukan pengelolaan bagian keuangannya dengan sebaik-baiknya supaya kesulitan keuangan tidak dialami oleh perusahaan dan hal-hal buruk tidak terjadi seperti perusahaan kehilangan pemasok atau pelanggan bahkan kehilangan Project baru yang mana hal tersebut akan mengakibatkan adanya kerugian serta kebangkrutan. [4], memberikan definisi bahwa financial distress merupakan penurunan tahap keuangan yang dialami bagi sebuah organisasi financial distress tersebut dialami sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan atau likuidasi. Penyebab perusahaan mengalami gulung tikar yaitu masalah keuangan dialami oleh perusahaan tersebut yang sudah cukup lama dan masalah tersebut tidak langsung segera ditangani. Dalam mengatasi masalah keuangan, beberapa perusahaan mengatasinya salah satunya dengan cara terus berupaya menerapkan pertumbuhan penjualan (saless growth). Keberhasilan mengenai investasi periode masa lalu merupakan salah satu cerminan pertumbuhan penjualan atau sales growth. Dalam memprediksi pertumbuhan perusahaan dimasa mendatang maka dapat digunakan pertumbuhan penjualan. [5] menyatakan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan keuntungan dan mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan. Mendefinisikan bahwa di masa yang akan datang perusahaan yang dapat mempertahankan keuntungan serta mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang maka laju pertumbuhan dapat terpengaruhi. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi sebagai cerminan pendapatan yang diperoleh juga dapat semakin tinggi, oleh karena itu peningkatan pembayaran deviden cenderung diikuti oleh peningkatan keuntungan yang diperoleh dari perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress dapat ditunjukkan oleh kondisi perusahaan yang memiliki laba yang semakin tinggi. Selain itu ada perusahaan yang yang mengambil keputusan yang singkat dengan langsung menutup usahanya. Salah satu penyebabnya karena pendapatan yang didapat perusahaan lebih kecil dibanding biaya yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu terkadang juga terdapat perusahaan yang dengan cepat mengambil keputusan dengan jalan kegiatan usahanya langsung ditutup penyebabnya yaitu biaya yang dikeluarkan lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh, Selain itu pendapatan setiap periodenya tidak diperoleh oleh perusahaan itu sendiri sehingga kewajiban-kewajiban tidak dapat dibayar oleh perusahaan, hal ini akan berdampak pada keputusan investor untuk menghentikan investasinya atau tidak melanjutkan berinvestasi kepada perusahaan terkait [6]. Sehingga dalam berbagai kondisi yang dapat menimbulkan adanya financial distress perusahaan perlu menghindari. Kegagalan perusahaan dapat terlihat dari adanya kebangkrutan dalam mencari keuntungan secara umum kebangkrutan terjadi karena modal yang berkurang dan tidak dapat memanfaatkan adanya sumber daya modal dengan sebaik-baiknya, aktivitas yang dijalankan manajemen tidak efisien serta manajemen tidak dapat memelihara kecukupan uang. Timbulnya keraguan dari pihak kreditor serta investor yaitu ditimbulkan oleh adanya kondisi financial distress sehingga kreditor atau investor enggan untuk mempercayakan investasinya kepada perusahaan tersebut karena tidak adanya kepastian atas pengembalian investasi yang akan diberikan. Sesuai dengan yang didefinisikan [7] menyatakan corporate governance merupakan suatu kunci agar efisiensi ekonomi dapat meningkat seperti misalnya hubungan dengan stakeholder, pemegang saham rumah dewan komisaris serta Manajemen perusahaan dan hubungan yang lainnya yang seiring dengan suatu kegiatan dapat berjalan secara seimbang. Pada dasarnya tata kelola perusahaan memiliki tujuan agar kemajuan dapat diberikan mengenai kinerja perusahaan seperti pengukuran pola perilaku perusahaan melalui struktur pembiayaan, pertumbuhan rumah kinerja serta perlakuan terhadap pemilik saham [8]. Financial distress lebih dapat diprediksi jika informasi akuntansi dilengkapi dengan Corporate Governance. Memberikan pernyataannya bahwa financial distress akan dengan mudah dapat diprediksi apabila informasi akuntansi dapat disajikan secara lengkap melalui tata kelola perusahaan atau corporate governance. Hal ini dikarenakan dengan adanya good corporate governance dapat berfungsi sebagai pengelola hubungan-hubungan serta mampu mencegah adanya kesalahan dalam strategi perusahaan agar kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dan dipastikan serta diselesaikan sehingga tercapainya suatu tujuan perusahaan dengan cepat [9]. Selain itu dalam hasil penelitian yang dilakukan bahwa terdapat hasil penelitian terdahulu yang berbeda dengan ini peneliti melakukan review mengenai hasil penelitian terdahulu dengan hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan [10] hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress, kemudian hasil yang dilakukan oleh [11] memberikan hasil bahwa sales growth tidak mampu mempengaruhi financial distress namun dalam penelitian oleh [12] memberikan hasil bahwa sales growth mampu mempengaruhi financial distress. Agar kondisi financial distress dapat diminimalkan maka tentu hal itu bagi setiap perusahaan bukan perkara yang mudah karena terdapat konflik kepentingan yang timbul dari pihak prinsipal dengan agen atau yang biasa disebut juga dengan kondisi konflik keagenan. Konflik kepentingan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang dialami oleh pemilik saham sebagai bentuk dampak dari tindakan yang dilakukan bagi manajer perusahaan. Perbedaan kepentingan tersebut dapat menyebabkan pemegang saham mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pihak manajer. Sering sekali tindakan yang dilakukan oleh manajer sebagai pihak agent hanya berdasarkan keinginannya saja, tanpa memperhatikan kepentingan pemegang saham sebagai pihak principal [13]. Kesalahan manajer dalam mengambil tindakan merupakan kesalahan besar yang dapat berakibat fatal bagi pihak perusahaan itu sendiri, dikarenakan kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan [14]. Dengan kata lain, timbulnya konflik keagenan dapat menyebabkan semakin besar kemungkinan terjadinya financial distress. Alasan peneliti memilih untuk melakukan penelitian pada perusahaan perbankan yaitu karena sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang dan karena perbankan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran yang cukup besar dalam berkontribusi terhadap pendapatan negara serta melihat dari kegiatan sehari-hari masyarakat tidak terlepas dari jasa yang diberikan oleh perbankan. Financial distress yang dialami oleh perusahaan maka perusahaan akan kehilangan beberapa pihak penting yang mampu membantu dalam mencapai suatu tujuan dalam perusahaan sebagai contoh perusahaan akan kehilangan investor, hal ini disebabkan karena investor memiliki keyakinan bahwa apabila investor menanamkan sahamnya kepada perusahaan tersebut maka dana yang diinvestasikan di dalam perusahaan tersebut akan mengalami financial distress. Kemudian dengan adanya fenomena yang telah mendasari tersebut diatas maka peneliti tertarik mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh Corporate Governance dan Sales Growth terhadap Financial Distress di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Pada Perusahaan Sektor Perbankan Konvensional di BEI Periode 2018-2021”.

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian kuantitatif karena dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan kasual adalah yang terdiri dari variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (variabel yang dipengaruhi) yang digunakan pada penelitian saat ini adalah penelitian yang memiliki dengan bantuan spss for windows version 25. Menurut [15] mendefinisikan “metode penelitian yang mengacu pada filsafat positivisme sehingga dalam penelitian ini yang digunakan dengan objek populasi dan sampel penelitian dengan analisis secara statistik”.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian yang dilakukan adalah pada sektor perbankan konvensional di BEI pada periode 2018-2021. Data diambil dari situs resmi BEI yaitu (www.idx.co.id) melalui gallery resmi milik Bursa Efek Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, berupa laporan keuangan tahunan sektor perbankan konvensional periode 2018-2021.

C. Indikator Variabel

Untuk keperluan pengujan variabel-variabel tersebut agar lebih mudah diaphami maka diuraikan pada tabel indikator-indikator dari variabel adapaun indikator yang dijelaskan dalam penelitian ini pada tabel 1 sebagai berikut:

Variabel Dimensi Indikator Skala Sumber
Kepemilikan institutional .. (X 1 ) K.I % Rasio [16]
Kepemilikan manajerial (X 2 ) K.M % Rasio [17]
Komite audit (X 3 ) K.A 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝐴𝑢𝑑𝑖𝑡 = Jumlah Anggota Komite Audit di Perusahaan Rasio [18]
Sales Growth (X4) S.G Sales Growth : Rasio [19]
Financial Distres (Y) F.D FD= Rasio [20]
Table 1.Indikator VariabelData Diolah, 2022

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek dengan kualitas dan karakteristik tertentu, yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi perbankan syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di sektor perbankan yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun periode 2018-2021. Berjumlah 41 perusahaan perbankan konvensional.

[21] pengertian sampel adalah sebagai berikut: “Sampel adalah bagian dari populasi yang cukup mewakili untuk dapapt dilakukan analisis karena memiliki karakteristik”. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, yaitu:

  1. Perusahaan sektor perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2018-2021.
  2. Perusahaan sektor perbankan yang mempublikasikan laporan keuangannya secara lengkap selama periode 2018-2021.
  3. Perusahaan sektor perbankan yang tidak pernah delisting selama periode 2018-2021 di Bursa Efek Indonesia.
  4. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan ke dalam Rupiah.
  5. Perusahaan yang memenuhi kriteria akan dijadikan sampel.

Sehingga Data yang terpilih menjadi sampel sebanyak 19 perusahaan kemudian total sampel yang dilakukan analisis penelitian sebanyak 76 laporan keuangan dari 19 perusahaan yang masing-masing sebanyak 4 tahun periode.

E. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dari laporan keuangan dari data laporan keuangan perusahaan sektor perbankan yang sudah terdaftar di bursa efek indonesia pada tahun 2018-2021.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu data selain responden dalam penelitian dan merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian, teknik pengumpulan data ini dengan dokumentasi yaitu dengan mendokumentasikan dan menyimpan data sekunder atau laporan keuangan perusahaan sektor perbankan periode 2018-2021.

G. Teknik Analisis

Analisis data merupakan langkah yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Setelah data sudah terkumpul dan sudah lengkap, dalam rangka menguji hipotesis yang telah dirumuskan, analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan bantuan SPSS (Statistical Product Service Solution) ver.25.0 :

1. Uji Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah teknik deskriptif yang memberikan informasi mengenai data yang ada dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis

2. Uji Asumsi Klasik

a) Uji Normalitas

Uji normalitas data mempunyai tujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi, variabel bebas, variabel terikat, dan variabel residual terdapat distribusi secara normal ataupun tidak normal. Dalam suatu model regresi dinyatakan baik jika data tersebut normal ataupun mendekati normal. Apabila data berada disekitar garis diagonal ataupun tersebar dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan normalitas yang diberlakukan.

b) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Jika dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas maka dinyatakan terdapat permasalahan multikolinearitas.

c) Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk mendeteksi apakah dalam model regresi linear terdapat perbedaan dari satu pengamatan dengan pengamatan lain. Cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat pada titiknya pola tertentu pada grafik scaterplot.

d) Uji Autokorelasi durbin Watson

Uji Autokorelasi digunakan untuk melihat adanya korelasi antara anggota sampel. Konsekuensi adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasinya. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dapat dideteksi dengan melihat nilai Durbin-Watson.

3. Analisis Korelasi dan koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur besar kecilnya persentase variabel independen dalam variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dikatakan tepat apabila angka koefisien mendekati angka 1.

H. Uji Hipotesis

Uji statistik T digunakan untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika nilai signifikan t < 0,05 maka artinya variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Analisis

1. Uji Normalitas

Tujuan dari uji normalitas ini adalah untuk mengetahui adanya distribusi data yang tidak normal data dari variabel tersebut adalah variabel dependen dan independen:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N 76
Test Statistic .083
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
Table 2.Uji Kolmogorov-SmirnovOlahan SPSS, 2022

Hasil pengujian kolmogorov smirnov senilai 0,200 hal tersebut melebihi nilai signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 sehingga dalam hasil pengujian normalitas dinyatakan bahwa secara normal data terdistribusi.

2. Uji Multikolinieritas

Dalam sebuah model regresi dapat kita ketahui mengenai korelasi yang dihasilkan dalam suatu variabel hal ini digunakan uji multikolinearitas:

Coefficients a
Model Correlations
Tolerance VIF
1 (Constant)
K.1_X1 .834 1.199
K.M_X2 .189 5.282
K.A_X3 .899 1.113
S.G_X4 .191 5.232
Table 3.Uji MultikolinieritasOlahan SPSS, 2022.

Pada tabel tersebut di atas terlihat bahwa model data yang dilakukan pengujian tidak terjadi multikolinieritas, bahwa besaran VIF yang dihasilkan oleh Kepemilikan Institusional (X1), Kepemilikan Manajerial (X2), Komite Audit (X3) dan Sales Growth(X4) kurang dari angka 10.

3. Uji Autokorelasi

Pengujian untuk menilai adanya autokorelasi yang sering dipakai yaitu dengan memakai biji durbin-watson dengan cara yaitu terdapat patokan antara min 2 hingga + 2 secara umum sehingga nantinya akan dilakukan acuan dalam menilai pengujian autokorelasi durbin watson:

Model Durbin-Watson
1 1.733
Table 4.Uji AutokorelasiOlahan SPSS, 2022

Dari hasil durbin-watson yang ditunjukkan senilai 1.733 nilai tersebut berada di antara -2 dan + 2 artinya bahwa nilai dari pengujian secara durbin watson tersebut dalam penelitian ini tidak ada autokorelasi positif atau negatif sehingga memenuhi kelayakan data.

4. Uji Heterokedastisitas

Perlu diketahui bahwa model regresi yang baik yaitu data tidak terjadi heteroskedastisitas atau posisi data homoskedastisitas. Mengenai hasil dari pengujian pada masing-masing variabel penelitian untuk mengetahui uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar berikut:

Figure 1.Uji HeterokedastisitasOlahan SPSS, 2022

Pada gambar di atas dapat terlihat bahwa penyebaran data terlihat normal dan menyebar sehingga model regresi dalam penelitian ini tidak adanya heterokedastisitas karena nilai titik distribusi tersebar antara nilai distibusi nol.

5. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh peningkatan dari tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikat yang dihasilkan:

Y = 2.374 + 0.339X1 + 0.666 X2 + 0.142 X3 - 0.247 X4 + e

Pada persamaan regresi diatas variabel kepemilikan institusional (X1), kepemilikan manajerial (X2) dan komite audit (X3) memiliki nilai positif hal artinya jika nilai dari variabel bebas tersebut meningkat maka akan mengakibatkan juga kenaikan financial distres.

Variabel sales growth(X4) memiliki nilai negatif hal artinya jika nilai dari variabel bebas tersebut menurun maka akan mengakibatkan a kenaikan financial distres.

6. Analisa Koefisien Determinasi

Determinasi ini dipakai untuk mengukur besaran kontribusi yang dapat dihasilkan oleh variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikatnya. dalam pengujian ini analisis koefisien determinasi dengan menggunakan R2 atau R Square:

Model Summary b
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .817a .668 .649 1.277 1.733
a. Predictors: (Constant), S.G_X4, K.A_X3, K.1_X1, K.M_X2
b. Dependent Variable: F.D_Y
Table 5.Uji Koefisien DeterminasiOlahan SPSS, 2022

Nilai r Square dapat diketahui dan diperoleh 0.668 atau 66.8% dengan sisa 33.2% mampu dikontribusikan oleh variabel bebas di luar dalam penelitian ini sehingga hal ini mengindikasikan yaitu variabel Kepemilikan Institusional (X1), Kepemilikan Manajerial (X2), Komite Audit (X3) dan Sales Growth(X4) mempengaruhi financial distress (Y) sebesar 66.8%, sedangkan sisanya sebesar 33.2% dipengaruhi oleh faktor-faktor variabel lain di luar model.

7. Uji Hipotesis

Dengan menggunakan uji secara parsial atau uji t pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kebenaran hipotesis hasil uji t secara parsial diuraikan yaitu:

Coefficients a
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-order
1 (Constant) 2.374 1.576 1.507 .136
K.1_X1 .339 .075 .341 4.553 .000 .564
K.M_X2 .666 .130 .808 5.144 .000 .698
K.A_X3 .142 .052 .197 2.726 .008 .397
S.G_X4 -.247 .131 -.296 -1.892 .063 .563
Table 6.Uji HipotesisOlahan SPSS, 2022

Dependent Variable: F.D_Y

a) Pengujian Hipotesis 1 “ Pengaruh K epemilikan institutional terhadap financial distress ”.

Untuk menentukan uji hipotesis yang pertama dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Kepemilikan Institusional (X1)yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.000 (0,000 < 0,05) nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel Kepemilikan Institusional (X1)berpengaruh signifikan terhadap financial distress (Y), sehingga hipotesis yang menyatakan “Kepemilikan institutional berpengaruh terhadap financial distress”, Hipotesis Pertama dapat diterima.

b) Pengujian Hipotesis 2 “ Pengaruh Kepemilikan manajerial terhadap financial distress ”.

Untuk menentukan uji hipotesis yang kedua dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Kepemilikan Manajerial (X2)yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.000 (0,000 < 0,05) nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel Kepemilikan Manajerial (X2)berpengaruh signifikan terhadap financial distress (Y), sehingga hipotesis yang menyatakan “Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap financial distress”, Hipotesis Kedua dapat diterima.

c) Pengujian Hipotesis 3 “ Pengaruh komite audit terhadap financial distress ”.

Untuk menentukan uji hipotesis yang ketiga dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Komite Audit (X3)yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.008 (0,008 < 0,05) nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel Komite Audit (X3)berpengaruh signifikan terhadap financial distress (Y), sehingga hipotesis yang menyatakan “Komite Audit berpengaruh terhadap financial distress”, Hipotesis Ketiga dapat diterima.

d) Pengujian Hipotesis 3 “Pengaruh sales growth terhadap financial distress”.

Untuk menentukan uji hipotesis yang keempat dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Sales Growth (X4)yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.063 (0,063 > 0,05) nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05 artinya variabel Sales Growth (X4) tidakberpengaruh signifikan terhadap financial distress (Y), sehingga hipotesis yang menyatakan “Sales Growth berpengaruh terhadap financial distress”, Hipotesis Ketiga tidak dapat diterima.

Pembahasan

Pengaruh Kepemilikan Institutional Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang merupakan dugaan dalam penelitian ini dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi yang diperoleh dari hasil signifikansi sehingga pada perhitungan hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.000 nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap financial distress, hasil dalam riset ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan [22] proksi good corporate governance berdampak pada financial distress. Perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional artinya perusahaan mampu mengindikasikan kemampuan monitor perusahaan [23]. Kepemilikan institusional ini akan mencegah terjadi permasalahan antara pemilik dan manajer. Nilai kepentingan institusional suatu perusahaan dapat mencegah terjadinya terjadinya financial distress. Berdasarkan peneliti [24], adanya Investor institusional suatu perusahaan akan lebih mengawasi manajemen dalam melaksanakan operasi jika adanya kepemilikan institusional. Karena hal itu dapat mastikan kondisi perusahaan terkena financial distress.

Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang merupakan dugaan dalam penelitian ini dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi yang diperoleh dari hasil signifikansi sehingga pada perhitungan hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.000 nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Kepemilikan manajer adalah situasi dalam perusahaan yang mana kepemilikan saham dimiliki oleh manajer pada sebuah perusahaan tersebut artinya Manager merupakan pemegang saham dalam sebuah organisasi tersebut [25]. Kepemilikan manajerial berperan untuk mengurangi masalah keagenan yang ada pada perusahaan yang apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus akan menimbulkan kemungkinan. Dengan hadirnya kepemilikan menajerial suatu perusahaan akan dapat mengatasi permasalahan keagenan manajer. Dengan hal ini perusahaan berharap adanya kepemilikan manajerial dapat mengatasi masalah yang terjadi dalam keagenan. Kepemilikan manajerial tersebut menjadi hal yang menarik apabila berkaitan dengan teori keagenan.

Pengaruh Komite Audit Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang merupakan dugaan dalam penelitian ini dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Komite Audit yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.008 nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 artinya variabel Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Dalam penelitian ini komite audit mampu mempengaruhi financial distress karena dengan adanya komite audit tersebut memiliki fungis dalam membantu serta melaksanakan tugas dan fungsi dewan Komisaris demikian sesuai dengan [26], komite audit adalah suatu komite yang bertugas untuk membantu dewan komisaris untuk mengawasi proses pelaporan keuangan. Komite Audit diperlukan untuk bertindak secara terbuka, independensi komite audit tidak dapat dipisahkan dari kualitas etika yang mendasari keterpercayaannya. Hal ini harus didasarkan pada cara bahwa komite audit adalah pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga menghubungkan kapasitas administratif dari pengawasan dewan komisaris dan internal auditor [27].

Pengaruh Sales Growth Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang merupakan dugaan dalam penelitian ini dengan menentukan nilai probabilitas signifikansi Sales Growth yang diperoleh dari hasil signifikansi dari uji t parsial sebesar 0.063 nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05 artinya variabel Sales Growth tidakberpengaruh signifikan terhadap financial distress. Tingkat sales growth yang tinggi mencerminkan efektifnya perusahaan dalam meningkatkan volume penjualannya. Sehingga dapat disimpulkan profitabilitas mampu memperbaiki kondisi keuangan suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat penjualan meningkat lebih mudah dalam mendapatkan pinjaman dari pihak ketiga maka perusahaan akan mampu menanggung beban disaat terjadinya penurunan kondisi keuangan.Pertumbuhan penjualan (sales growth) mencerminkan penerapan keberhasilan investasi perusahaan pada periode yang lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi untuk pertumbuhan perusahaan di masa depan. Sales growth yang tinggi menunjukkan pendapatan perusahaan yang tinggi sehingga laba perusahaan juga meningkat. Jika laba meningkat maka kemungkinan terjadinya financial distress akan menurun, begitu juga sebaliknya. Secara teoritis pertumbuhan penjualan rendah cenderung mengalami financial distress, faktanya perusahaan walaupun pertumbuhan penjualan rendah namun sebagian besar diantaranya justru tidak mengalami financial distress.

Simpulan

Hasil pengujian dalam uji hipotesis yang telah diuraiakan dari pengujian maka simpulan hasil penelitian adalah : 1) Kepemilikan institutional berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini dikarenakan kepemilikan institusional mampu mengindikasikan kemampuan monitor perusahaan yang dapat mencegah terjadi permasalahan antara pemilik dan manajer. 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap financial distress karena kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah keagenan yang ada pada perusahaan sehingga akan mempengaruhi Financial Distress.3) Komite audit berpengaruh terhadapfinancial distress karena komite audit dapat membantu dewan komisaris untuk mengawasi proses pelaporan keuangan sehingga jika laporan keuangan disusun secara kredibel maka akan mencegah kondisi financial distress. 4) Sales Growth tidak berpengaruh terhadapfinancial distress dikarenakan perusahaan lebih berhati hati dalam melakukan penjualan karena perusahaan perbankan tidak hanya memperhatikan penjualan saja namun juga memperhatikan tingkat resiko kredit yang nanti akan mempengaruhi prospek perusahaan ke depannya.

References

  1. R. Aziz, Ekonomi Islam Metode Hahsim. Sumatera Barat: Balai Insan Cendekia Mandiri., 2020.
  2. Putri dan Susilowati, “Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sakip) Dalam Mewujudkan Good Governance Pada Politeknik Negeri Padang,” J. Akunt. Manaj., vol. 10, no. 2, hal. 51– 59, 2018.
  3. wiwin putri Rahayu dan D. Sopian, “Pengaruh Rasio Keuangan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Food And Beverage Di Bursa Efek Indonesia).,” JIA (Jurnal Ilm. Akuntansi), vol. 9, no. 5, 2017.
  4. E. Natalia dan H. F. Santoso, “Pengaruh Arus Kas Bebas, Pertumbuhan Perusahaan, Rasio Total Utang dan Modal Sendiri, Rasio Laba Bersih dan Total Aset Terhadap Kebijakan Deviden,” J. Akunt., vol. 17, no. 1, 2017.
  5. T. Deitiana, Manajemen Operasional Strategi dan Analisa Services dan Manufaktur. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.
  6. W. Wibowo dan Musdholifah, “Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress Pada Sektor Pertambangan Indonesia,” J. Ilmu Manaj., vol. 5, no. 3, hal. 1–13, 2017.
  7. A. Dianova, “Pengaruh Likuiditas, Leverage, Sales Growth, Dan Good Corporate Governance Terhadap Financial Distress,” Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, 2018.
  8. A. N. Fathonah, “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Financial Distress,” J. Ilm. Akunt., vol. 1, no. 2, 2016.
  9. L. W. A. Pratama dan R. H. Mustamu, “Penerapan Prinsip Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan Keluarga: Studi Deskriptif pada Distributor Makanan,” J. AGORA, vol. 1, hal. 1, 2013.
  10. I. Nilasari, “Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress,” Compet. J. Akunt. dan Keuang., vol. 5, no. 2, hal. 61–68, 2021.
  11. E. R. Prasetya dan R. Oktavianna, “Financial Distress Dipengaruhi Oleh Sales Growth Dan Intellectual Capital,” J. Akunt. Berkelanjutan Indones., vol. 4, no. 2, hal. 170–182, 2021.
  12. R. Rismawanti, E. Sukarmanto, dan Nurhayati, “Pengaruh likuiditas, sales growth dan leverage dalam mempengaruhi kondisi financial,” Pros. Akunt., 2017.
  13. M. Ridwan dan A. Gunardi, “Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan,” Trikonomika, vol. 12, no. 1, hal. 49–60, 2015.
  14. Cinantya dan Merkusiwati, “Pengaruh Corporate Governance , Financial Indicators , dan Ukuran Perusahaan pada Financial Distress,” J. Account., vol. 10, no. 3, hal. 897–915., 2015.
  15. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan Kombinasi (MixedMethods). Bandung: Alfabeta, 2016.
  16. G. Poluan dan P. I. Nugroho, “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Kondisi Financial Distress Terhadap Luas Pengungkapan,” J. Account. Sci., 2015.
  17. Agy Pramunia Saputri, “Pengaruh Corporate Governance dan Financial Distresse Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela,” Skripsi. Semarang Univ. Diponegoro, 2016.
  18. M. A. Effendi, The Power Of Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat, 2016.
  19. G. C. Satriana, “Pengaruh Likuiditas, Petumbuhan Penjualan, Efisiensi Modal Kerja, Dan Leverage Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero),” Universitas Mercu Buana Yogyakarta., 2017.
  20. M. M. Hanafi dan A. Halim, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Keli. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017.
  21. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif. Bandung, 2014.
  22. C. Alexandra, Margaretha, S. Jennefer, William, dan C. Meiden5, “Studi Literatur: Pengaruh Faktor Good Corporate Governance terhadap Financial Distress,” Ris. J. Akunt., hal. 111–122, 2021.
  23. Emrinaldi., “Analisis Pengaruh Praktek Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial Distress) : Suatu Kajian Empiris,” J. Bisnis dan Akunt., vol. 9, no. 2, 2007.
  24. S. R. Parulian, “Hubungan Struktur Kepemilikan, Komisaris Independen dan Kondisi Financial Distress Perusahaan Publik,” Integr. J. Akunt. dan Keuang., vol. 1, no. 3, 2007.
  25. A. Sutedi, Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
  26. D. Widyaningsih, “Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komisaris Independen, Serta Komite Audit Pada Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan CSR sebagai Variabel Moderating dan Firm Size sebagai Variabel Kontrol,” J. Akunt. dan Pajak, no. ISSN 2579-3055, hal. 1–19, 2018.
  27. Thesarani, “Pengaruh Ukuran Komisaris Independen , Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Komite Audit terhadap Struktur Modal Perusahaan,” J. Cakrawala Pendidika, vol. 6, no. 2, 2016.