Commodification of Culture in Marjan Syrup
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v21i.817

Commodification of Culture in Marjan Syrup


Komodifikasi Budaya dalam Iklan Sirup Marjan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Semiotic Commodification Advertising Culture

Abstract

This study examines how Marjan raised the folklore culture of Lutung Kasarung and Purbasari in his advertisements. This study uses the theory of semiotic analysis of Roland Barthes and the commodification of Vincent Mosco. The purpose of this study was to determine the commodification of culture in Marjan syrup advertisements in the month of Ramadan, the version of Kutukan Lutung Kasarung and Purbasari by using Roland Barthes Semiotics Analysis of Marjan Syrup Advertisements. The research method used is qualitative. By using Roland Barthes Semiotics as an analytical knife of this research. The results showed that using Roland Barthes' semiotic analysis, it was found that there was a commodification of culture in the Marjan syrup advertisement. The actual use of the folklore culture of Lutung Kasarung and Purbasari has absolutely nothing to do with industry or products. However, it is used as an exchange rate whether in an economic concept or not. Marjan brought the folklore of Purbasari into his advertisement because what Purbasari felt was very suitable with the circumstances we face in fasting. From the initial feeling of joy, then getting a big obstacle to getting back with patience, just like when we run fasting, welcome with joy, run with many trials after successfully being able to feel the day of victory.

Pendahuluan

Di era modernisasi saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu pesat. Hal ini data dilihat pada med i a massa yang memiliki fungsi informatif, edukatif dan hiburan. Dari media massa dibedakan menjadi dua yaitu media massa elektronik dan media cetak. Salah satu contoh dari media massa cetak yakni, surat kabar sedangkan salah satu contoh dari media massa elektronik yaitu televisi . Televisi merupakan sarana untuk memperoleh informasi dengan cara melihat foto dan mendengarkan secara virtual. Didalam t ele v isi memili ki program yang kenal sebagai iklan untuk media promosi dan meningkatkan pendapatan.

Iklan adalah wadah atau sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, dengan tujuan memperkenalkan, mengundang, dan membujuk masyarakat agar tertarik dengan undangan tersebut. Iklan ditayangkan melalui media yang bersifat satu arah. Iklan juga tidak hanya terkait dengan kata atau kalimat, tetapi dapat muncul sebagai gambar dan suara. Kombinasi gambar, suara dan teks dapat ditemukan dalam iklan. Teks iklan dimedia elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan iklan di media cetak. Salah satu produk yang menggunakan iklan adalah produk sirup Marjan.

Sirup Marjan menggunakan iklan sebagai sarana memasarkan produknya bertujuan untuk menarik konsumen. Sirup Marjan menghadirkan iklan yang selalu berbeda disetiap konsep yang diambil, guna menarik perhatian dari audiens televisi. Sirup Marjan selalu mengangkat kejadian sosial atau seringkali mengangkat budaya ke dalam iklannya, yang membuat iklan sirup Marjan di nanti. Di tahun 2020 sirup Marjan kembali mengeluarkan iklan dengan mengangkat cerita Rakyat Lutung Kasarung dan Purbasari yang dimodifikasi sehingga cerita rakyat ini bisa sesuai dengan tujuan dari produk sirup Marjan.

Budaya merupakan perilaku yang dipelajari anggota atau kelompok [1]. Budaya sebagai realitas yang membentuk pikiran, rasa dan perlakuan. Budaya yang juga dapat menciptakan dunia salah satunya dengan komunikasi yang merupakan cara untuk memelihara dan membangun salah satu unsurnya yaitu cerita rakyat. Cerita rakyat tidak lepas dari budaya lisan sebagai budaya yang telah berkembang lama di Nusantara. Di setiap daerah pasti memiliki cerita rakyat yang berbeda, dikarenakan otentitas masyarakat dan mencerminkan dari perilaku budaya setempat yakni berupa legenda, mitos atau hanya sekedar dongeng belaka. Salah satu cerita rakyat yang sangat terkenal adalah cerita rakyat Lutung Kasarung dan Purbasari. Cerita rakyat Lutung Kasarung dan Purbasari yang diangkat ke dalam iklan ini seperti cerita aslinya, hanya saja ditambah beberapa adegan yang sesuai untuk diselipkan produk sirup Marjan tersebut.

Pada dunia pertelevisian banyak menjadikan cerita rakyat sebagai objek hiburan dan edukasi kepada masyarakat, dengan menghadirkan alur cerita yang dibuat seakan-akan dramatis, hal ini dapat membuat alur cerita yang asli dapat berubah nilai makna yang ada didalamnya, atau bahkan nilai makna tersebut dapat diterima dengan sangat baik oleh para pemirsa. Tanpa disadari pula, budaya cerita rakyat dalam iklan sirup marjan ini telah menjadi objek komodifikasi karena cerita rakyat ini bebas dari nilai dagang dan berubah menjadi nilai komoditi serta menjadikan nilai budaya menjadi objek yang bisa dikomersilkan.

Komodifikasi merupakan salah satu bentuk komoditas yang menggunakan konten pesan dalam industri media untuk membuat pesan dari data yang dikumpulkan menjadi produk yang dapat dijual [2]. Dalam konsep komodifikasi menyebutkan bahwa komunikasi adalah lingkup yang memiliki kemampuan dalam terjadinya komodifikasi, dikarenakan komunikasi merupakan komoditas yang sangat berpengaruh. Namun tidak hanya komoditas yang memperoleh nilai lebih, melainkan informasi yang disampaikan mengandung simbol dan gambar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran penerimanya. Sehingga komodifikasi dapat diartikan sebagai suatu hal yang tidak memiliki harga berubah menjadi suatu yang memiliki harga, meskipun didalam konsepnya menyebutkan bahwa komodifikasi merupakan sarana bagi kapitalis untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menggunakan nilai lebih untuk menghasilkan bahan atau barang yang mengandung nilai guna dan nilai tukar [3].

Komoditas adalah salah satu faktor utama dalam mengatur kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat kapitalis. Dalam melakukan tindakan sosial di masyarakat dapat diatur oleh mekanisme pasar yang berupa sarana pertukaran yang dominan misalnya uang dan komoditas [4]. Sehingga, komoditas sebagai faktor yang mengatur segala bentuk kehidupan sosial pada masyarakat kapitalis, dengan merubah nilai guna yang ada menjadi nilai tukar yang ditandai dengan harga pembelinya. Nilai tukar barang yang disajikan dalam konteks komoditi ini cukup menarik, karena kemampuan menangani barang tersebut telah melahirkan hubungan produk yang sejalan dengan dimensi kelas baik secara nasional maupun spesial. Peneliti lebih memfokuskan pada komodifikasi konten atau isi, dikarenakan yang menjadi kontruksi dalam iklan sirup Marjan. Untuk dapat melihat komodifikasi yang terdapat dalam iklan sirup Marjan, penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

Semiotika merupakan salah satu model ilmu sosial yang memahami dunia sebagai sistem relasional dengan memiliki unit-unit dasar yang disebut simbol. Untuk itu semiotik mempelajari hakikat dari keberadaan suatu tanda [5]. Semiotika merupakam ilmu yang berkaitan tentang tanda-tanda, serta mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang mungkin tanda-tanda tersebut memiliki arti Preminger. Semiotik juga membahas yang berkaitan dengan fenomena sosial, masyarakat dan kebudayaan. Semiotika merupakan upaya untuk menemukan makna [6]. Didalam semiotika memliki tiga unsur yaitu denotasi, konotasi dan mitos. Denotasi merupakan deskripsi tanda objek. Konotasi adalah simbol. Sedangkan mitos adalah unit rangkaian makna [7].

Peneliti memilih analisis semiotika Roland Barthes dikarenakan untuk memahami iklan sebagai produksi tanda dan pembangun mitos, atau pembongkar mitos dalam iklan dengan memperlihatkan aspek kesejajaran. Sehingga terlihat tidak alamiah makna yang muncul dari tanda dalam iklan. Ketidak alamiahan makna dalam tanda iklan tersebut berupa korelasi dari budaya Indonesia cerita rakyat Lutung Kasarung dan sirup Marjan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjelaskan secara rinci teori-teori mengenai Semiotika Roland Barthes, hanya saja yang berkaitan dengan komodifikasi sangatlah sedikit.

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Sumber penelitian ini adalah Iklan Versi Kutukan Lutung Kasarunng dan Purbasari, sedangkan untuk objek penelitiannya yaitu komodifikasi Budaya dalam Iklan Marjan Versi Kutukan yang dialami Lutung Kasarung dan Purbasari. Iklan sirup Marjan yang bertema “Kutukan yang Dialami Lutung Kasarung dan Purbasari” disiarkan melalui televisi pada bulan Ramdhan tahun 2020. Penelitian ini menggunakan analisis semitika Roland Barthes, yang mana Barthes menjelaskan bahwa makna tahap pertama adalah hubungan antara penanda dan tanda dengan realitas ekstrenal. Barthes juga menyebutkan demotasi yag erupakan makna tanda yang paling jelas. Sementara konotasi memiliki istilah yang biasa digunakan oleh Bartes untuk menunjukkan makna tahap kedua. Jadi menggambarkan interkasi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca serta ilia-nilai budaya. Konotasi memiliki makna subjektif. Oleh karena itu, denotasi adalah penggambaran objek melalui simbol, dan konotasi adalah cara menggambarkannya [8].

Dalam analisis data, yang pertama adalah peneliti mengumpulkan objek daripenelitian yaitu versi iklan sirup Marjan kutukan yang dialami oleh Lutung Kasarung dan Purbasari. Kemudian menentukan literature yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya, mengidentifikasi objek penelitian dengan memilih adegan yang terdapat tanda-tanda dari iklan Marjan yang telah mengkomodifikasi budaya tersebut. karena tuuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mencari komodifikasi budaya yang terdapat dalam iklan sirup Marjan. Kecuali adegan-adegan yang brekaitan dengan onjek yang dikumpulkan pada saat tu, setiap adegan akan diidentifikasi menggunakan metode semiotika Roland Barthes untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi, bahkan makna mitos yang terkandun dalam iklan Marjan yang didasarkan pada menarik kesimpulan tentang hasil penelitian

Hasil dan Pembahasan

Komodifikasi Budaya Dalam Sirup Marjan

Dalam komodifikasi isi, proses komodifikasi dimulai pada pelaku media mengubah pesan melalui teknologi yang ada menjadi sistem interpretasi yang penuh makna hingga menjadi pesan yang menjual atau marketable. Isi atau pesan yang disampaikan oleh Sirup Marjan melalui iklan tersebut sangat nyata dan jelas [9]. Diawal video iklan mereka telah menampilkan moment inti dari cerita rakyat yang diangkat. Dari panjangnya cerita yag diambil untuk awalan langsung moment penyerahan mahkota, yang setelahnya menampilkan kebahagian yang dirasakan oleh semua orang dengan diawali adegan mengambil minuman yang terdpat produk dari Marjan tersebut. Produk Sirup Marjan selalu ditampilkan pada scane-scane kebahagian yang mana semua merasakan senang dan menikmati bersama. Marjan sangat memperhatikan hal ini dengan teliti. Selain itu, ekspresi, gesture, serta bloking yang dilakukan oleh para talent tersebut melihatkan ekspresi yang benar-benar dibuat sangat menikmati. Dengan demikian yang diakukan para kru pembuat iklan bekerja keras untuk mendapatkan hasil terbaik yang sesuai dengan yang mereka inginkan.

Semiotika Roland Barthes

Penganalisisan adegan dalam iklan Sirup Marjan menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Teori ini diperoleh oleh Roland Barthes yang mengatakan bahwa suatu metode memperdalam pemahaman terhadap bahasa, sastra dan masyarakat [10]. Secara khusus, Barthes memfokukan pada tanda-tanda non-verbal. Peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian. Adapun hasil tersebut sebagai berikut:

  1. Iklan sirup Marjan versi Kutukan yang dialami Lutung Kasarung Dan Purbasari di Bulan Ramadhan adalah iklan mengangkat cerita rakyat yang dimodifikasi sedemikian hingga seperti pada iklan yang ada. Dengan mengangkat makna dari cerita rakyat yang ada yaitu kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Dari makna yang diambil sangat mirip dengan keadaan saat ini, karena banyak kebaikan yang disalah gunakan atau dimanfaatkan tetapi kebaikan tetap akan mengalahkan niat jahat.
  2. Dalam iklan sirup Marjan ini mulai dari pengambilan gambar sampai narasi yang dimainkan menjadi satu kesatuan simbol atas pengambaran dari kehidupan sehari-hari yang tidak jauh dari kebaikan dan kejahatan entah kepada sesame manusia atau kepada makhluk hidup lainnya. Gambaran mengenai hal diatas sangat jelas dalam iklan. Termasuk tanda yag terdapat pada iklan dari alur cerita hingga property untuk memperkuat penggambaran.
  3. Alur cerita dalam iklan sirup Marjan ini mempunyai relevansi dengan keadaan sosial pada saat ini yaitu banyak dari kebaikan yang disalah gunakan, dimanfaatkan oleh orang lain demi untuk mendapatan keuntungan yang mana sampai mengkibatkan hal yang berahaya. Dari makna cerita rakyat yang dianngkat menjadi iklan Marjan mengingatkan kita bahwa harus tetap berbuat baik kepada orang lain, walaupun kita mendapatkan perlakuan tidak baik. Semua akan ada balasannya sendiri, dan jika kita tetap berbuat baik kita juga akan mendapatkan balasan yang baik juga.

Dari hasil penelitian diatas peneliti menunjukkan bahwa Marjan mengangkat cerita Lutung Kasarung dan Purbasari ke dalam iklannya, karena dirasa memiliki keterkaitan dengan bulan Ramadhan. Dari video yang berdurasi 3 (tiga) menit dan dibagi dalam tiga bagian (sebelum puasa, saat puasa dan sesudah puasa. Pada part pertama video menjelaskan cerita dalam iklan yang mana disetiap ada moment pasti ada perayaan yang dilakukan. Sama seperti ketika menyambut bulan Ramadhan yang suci, kita semua menyambutnya dengan suka cita. Lalu untuk part kedua menceritakan, akan ada cobaan yang menghampiri dan datang saat menjalankan ibadah puasa, hal ini dijelaskan dalam alur iklan yang mana Purbasari setelah senang mendapatkan tahta lalu mendapat cobaan yaitu kutukan yang membuat wajahnya menjadi buruk rupa dan membuat rakyat memalingkan wajah darinya, tidak hanya itu Purbasari melarikan diri ke dalam hutan. Sedangkan dalam part ketiga Marjan mengangkat cerita ke dalam iklannya, Purbasari yang dibantu Lutung kasarung menghadapi kekuatan jahat dan berhasil mengalahkannya. Dari cerita yang diangkat ini menjelaskan bahwa dalam menjalankan ibadah puasa kita memang dihadapkan dengan berbagai cobaan yang ada, akan tetapi kita harus bisa melewati dan menghadapinya dan sebagai hadiahnya kita dapat merasakan hari kemenangan.

Marjan mengangkat Purbasari ke dalam iklannya karena dirasa yang dirasakan oleh Purbasari sangat cocok dengan keadaan yang kita hadapi dalam menjalankan ibadah puasa. Yang awalnya kita senang dapat bertemu dengan bulan Ramadhan hingga merayakannya, akan tetapi dalam menjalankannya juga kita mendapat cobaan yang besar jika kita dapat melewati kita akan merasakan atau bertemu dengan hari kemenangan. Seperti yang dialami Purbasari, ia mendapatkan tahta dan merasa senang, tetapi semua itu mendapat cobaan dari sang kakak yang mengajak penyihir, tetapi semua dapat Purbasari hadapi dengan dibantu Lutung Kasarung karena kesabaran.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini Komodifikasi budaya dalam iklan sirup Marjan versi kutukan yang dialami Lutung Kasarung dan Purbasari pada penelitian ini adalah pemanfaatan cerita rakyat Lutung Kasarung dan Purbasari sendiri karena alur cerita yang dialami Purbasari sama dengan konsep yang diangkat Marjan. Dengan beberapa hal yang terdapat dalam iklan tersebut tetapi sedikit diubah menjadi modern. Banyak sekali realitas yang ditemukan dalam iklan ini sehingga beberapa kali terlihat produk sirup Marjan sengaja dimasukkan ke dalam beberapa scane yang ada. Untuk hasil analisis semiotika Roland Barthes denotasi, konotasi dan mitos yang ada pada iklan sirup Marjan sebagai berikut : pertaman, Denotasi pada iklan ini adalah perebutan harta dapat merusk hubungan darah atau persaudaraan. Kedua, Konotasia pada iklan ini merupakan rasa iri hati dan dengki data mengubah segalanya menjadi buruk. Ketiga, mitos pada iklan ini adalah memiliki hati yang bersih dan tulus untuk dapat menerima segala kekurangan orang lain dan dapat menerima dengan lapang dada dan bersyukur apapun kondisi yang dimiliki dan yang diberikan kepada kita. Dan juga harus selalu berusaha untuk melawan kejahatan dengan kebaikan.

References

  1. S. J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media Dan Budaya, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2012.
  2. Y. Hareyah, “Komodifikasi Budaya Lokal Dalam Iklan: Analisis Semiotika Pada Iklan Kuku Bima Energi Versi Tari Sajojo,” In: Prosedding Seminar Nasional Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal, p. 14, 2012.
  3. I. S. Ibrahim dan B. A. Akhmad, Komunikasi Dan Komodifikasi: Mengkaji Media Dan Budaya Dalam Dinamika Globalisasi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.
  4. D. Hariyanto, “Commodification Of Umroh Worship In Capitalism Umroh Travel In,” vol. 23, no. 10, p. 4, 2018.
  5. A. Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
  6. A. Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framming, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
  7. M. Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta: Erlangga, 2009.
  8. I. P. Pangestu, “Representasi Anak Muda Dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Iklan Extra Joss Blend Versi Aliando Dan Mizone Versi Bantu Semangat Oke Lagi),” 2018.
  9. N. G. Sibarani, “Komodifikasi Anak Dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Iklan Prudential Di Televisi Versi Mendengarkan Cita-Cita Anak),” p. 103, 2017.
  10. T. Afrianto, “Study Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Youtube Pada Iklan Sasa Santan Edisi Kelezatan Rasa Baru Di Bulan Ramadhan Dalam Budaya Hidup Instan,” p. 78, 2018.