Ethnography of Communication in Improving Social Interaction of Children with Special Needs
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v21i.816

Ethnography of Communication in Improving Social Interaction of Children with Special Needs


Etnografi Komunikasi dalam Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Autistic Teachers and Students Communication Situation Communication Actions Communication Events Ethnography of Communication

Abstract

The purpose of this study is to describe communicative events, communicative actions, communicative situations between teachers and students with autism in interacting with the school environment at SLB Aisyiah Krian. The research method used in this research is using qualitative research with an ethnographic communication study approach. The results of the study explain that the Ethnography of Communication in Improving Social Interaction of Children with Special Needs "Teachers and Students with Autism SLB Aisyiah Krian" is to show that in the ethnography of communication communication activities are part of the activities of autistic students while learning at school, which can be seen from several components, namely communicative events seen through the word SPEAKING, communicative actions that are identical to the use of non-verbal communication, and communicative situations, namely the location will be considered the same when autistic students interact with the teacher even though the location changes

Pendahuluan

Komunikasi adalah peran utama yang menjadi sebuah kebutuhan dasar bagi setiap kehidupan manusia. Komunikasi tersebut sebagai jembatan untuk membangun adanya interaksi sosial.[1] Adanya interaksi sosial maka perilaku akan memberikan dorongan orang untuk berkomunikasi baik antar individu atau kelompok. Hal terpentig yang menjadi pertimbangan adanya aktivitas komunikasi yaitu munculnya interaksi sosial, hal tersebut menjadi awal dari tumbuhnya komunikasi dengan lawan bicara.[2]

Anak autis dengan kata lain disabilitas adalah hambatan perkembangan komunikasi yang dialami anak autis baik dalam komunikasi verbal atau komunikasi non verbal, hal tersebut dimuat dalam Individuals With Disabilities Education Act yaitu Undang-undang Pendidikan Individu Penyandang Disabilitas pada tahun 1975. Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Widodo Judarwanto, selaku Pediatrician Clinical and Editor In Chief menduga bahwa perkembangan anak berkebutuhan khusus Indonesia pada tahun 2010 mencapai 112 jiwa penyandang autism, perkembangan tersebut meningkat sejak di kelahiran tahun 2000 yang mencapai hingga 1:1.000 kelahiran yang mengalami penyandang autisme hingga mencapai 1,68:1.000, dan di tahun 2015 terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autis atau 134.000 penyandang spectrum autism di Indonesia hal itu dikarenakan penyandang autis terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Sebagian besar gangguan yang dialami anak autis adalah ada pada komunikasi yang akan berdampak pada tumbuh kembang anak hingga dewasa, hal tersebut bisa dilihat dari keterlambatan komunikasi dan interkasi sosial anak.

Menurut pendapat dari Leo Kanner (2004:12) mengatakan bahwa kebanyakan orang tua dan guru beranggapan anak yang kurang bisa berkomunikasi dengan lingkungannya diidentikan sebagai anak autis, namun sebenarnya tidak sedikit anak tidak bisa berinteraksi dengan lingkungannya yang disebabkan oleh masalah yang bersifat psikologis, dan tidak hanya itu saja menurut Kanner anak autis juga memiliki tingkatan kecerdasan tersendiri (IQ)[3]. Dan saat anak sudah mulai menolak sentuhan lingkungannya, disitulah anak mulai menarik diri dari lingkungan pada umumnya, karena dengan lemahnya tumbuh kembang saat dewasa sehingga anak autis belum bisa menerima komunikasi dengan lebih intens.[4] Pada tahun 1944 muncul adanya Syndrome Asperger yang ditemukan oleh Johan Fridrich Karl Asperger menyebutkan sebagai Autistic Psychopathy dan menyimpulkan bahwa setiapanak yang memiliki gejala autis mempunyai bakat khusus atau tingkat kecerdasan tersendiri.[5]

Dari temuan pada aktivitas komunikasi yang ada di SLB Aisyiah Krian menjadi bahan pertimbangan yaitu anak berkebutuhan khusus atau siswa autis memiliki keterbatasan bahasa atau komunikasi, hal tersebut menyebabkan terhambatnya perkembangan disetiap pertumbuhan siswa sehingga siswa autis akan merasa kesulitan dalam memahmi realitas dan mengorganisasikan pengalaman mereka. Etnografi Komunikasi mampu menjelaskan lebih detail mengenai adanya sistem kebahasaan sendiri, dimana anak penyandang autis memiliki aturan-aturan berbahasa yang berbeda dari orang normal pada umumnya, yang tidak lain adalah penyandang autis lebih cenderung menggunakan komunikasi non verbal dibandingkan dengan penggunaan komunikasi verbal. Keunikan yang terjadi pada anak autis adalah bahwa kebanyakan yang mengalami gangguan autis kebanyakan terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Penelitian dengan menggunakan studi Etnografi komunikasi mampu menjelaskan lebih detail mengenai adanya sistem kebahasaan sendiri, dimana anak penyandang autis memiliki aturan berbahasa yang berbeda dari anak normal pada umumnya, yang tidak lain bahwa penyandang autis lebih cenderung menggunakan komunikasi non verbal dibandingkan dengan komunikasi verbal.[6] Dan keunikan yang terjadi pada penyandang autis adalah kebanyakan yang mengalami gangguan autis sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, hal tersebut bisa dilihat dari temuan Stephen W. Scherer yaitu CNV (Wide Copy Number Variations) menjelaskan bahwa anak laki-laki hanya memiliki 1 kromosom X dan Y dari ayah dan ibu, jika anak laki-laki kehilangan rangkaian DNA dari kromosom X maka akan sangat beresiko memiliki gangguan autism bahkan sangat rentan terjadinya cacat.berbeda dengan anak perempuan yang memiliki kromosom ganda. Studi etnografi komunikasi yang bisa menjelaskan secara lebih detail mengenai hubungan peristiwa yang dibangun oleh beberapa komponen seperti yang disebutkan Hymes, pada aktivitas komunikasi memiliki unit deskrit yakni Peristiwa komunikatif, tindakan komunikatif, dan situasi komunikatif. Peristiwa komunikatif merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif, sebuah peristiwa yang didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Dan yang dimaksud oleh Dell Hymess menyebutnya sebagai nemonic. Yang diakronimkan dalam kata SPEAKING, yang meliputi : setting, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan komunikasi yaitu fungsi interaksi tunggal seperti, perintah, perilaku non verbal, pernyataan, permohonan. Situasi komunikatif merupakan konteks terjadinya komunikasi, dimana situasi yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi dan unit dasar untuk tujuan deskriptif.[7]

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi etnografi komunikasi, yaitu bagaimana komunikasi bisa dipahami, budaya dan bahasa yang saling berkaitan agar memberikan ciri khas dari perilaku komunikasi. Dalam Etnografi komunikasi berakar pada istilah interaksi sosial dan bahasa. Hal tersebut menjelaskan bahwa etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari interaksi tiga keterampilan yang dimiliki disetiap individu sebagai makhluk sosial.[8] Dan bisa ditarik kesimpulan bahwa peniliti tidak menilai benar atau salahnya pada sebuah kasus yang diteliti, melainkan hanya mengungkapkan secara alami kejadian atau kasus yang ada pada anak berkebutuhsn khusus di SLB Aisyiah Krian.

Subjek dan Objek Penelitian

Pada penelitian ini peserta didik di Sekolah Luar Biasa Aisyiah Krian Sidoarjo sebagai subjek dalam penelitian dini, dengan jumlah satu kelas 10 peserta didik yaitu 6 siswa laki-laki dan 4 perempuan. Adanya subjek ini bertujuan untuk mencari sumber informasi data yang tidak lain adalah mencari sumber data untuk mengupas masalah yang diteliti. Dan objek dari penelitian ini yaitu aktivitas komunikasi Guru dan ABK di SLB Aisyiah Krian, yang berfokus pada peristiwa komunikasi, tindakan komunikasi, dan situasi komunikasi.[9]

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini terdapat dua jenis adalah data sekunder dan data utama atau primer. Yaitu data primer Adalah data yang sudah diperoleh dari informan ataupun obyek penelitian dengan melalui wawancara lapangan yang dilakukan peneliti kepada subjek penelitian, yaitu anak autis dan guru. Selain itu data primer juga bisa didapat melalui catatan pada saat observasi pada objek penelitian. Data sekunder yaitu untuk membantu dalam memperjelas data utama yaitu data yang berupa dokumen atau arsip data lainnya. Data yang digunakan untuk membantu memperjelas data utama yang berupa arsip atau dokumen lainnya. Dokumen yang relevan dengan permasalahan penelitian, dan dari data sekunder ini didapatkan melalui kajian pustaka dari skripsi ataupun jurnal mengenai ABK.

Teknik Pengumpulan Data

Etnografi komunikasi pada penelitian ini adalah sebuah penelitian yang mencakup dari seluruh aspek teknik pengumpulan yang telah digunakan yaitu : Pertama, Observasi yang dilakukan yang bertujuan mengamati aktivitas komunikasi saat pembelajaran disekolah anak berkebutuhan khusus di SLB Aisyiah Krian ketika berinteraksi dengan gurunya dan mengamati atau mencatat apa yang menjadi kendala selama pembalajaran sekolah. Kedua, Wawancara, dilakukan terhadap guru dan kepala sekolah sebagai tambahan informasi dan peneliti dapat memperoleh data baik secara lisan ataupu secara tertulis, tentang bagaimana guru dan anak kebutuhan khusus saat melakukan pembelajaran sekolah. Ketiga, dokumentasi sebagai sumber data pendukung yang bertujuan untuk memperoleh kelengkapan data seperti dokumen yang sudah ada bisa digunakan untuk melengkapi data yang dicari peneliti selama melakukan penelitian di Sekolah Luar Biasa di Aisyiah Krian.

Teknik Analisis Data

Data yang telah dianalisis yang sudah diperoleh dari data yang ditulis oleh peneliti sebagaimana apa yang ada di lapangan. Dan pada umumnya proses dalam menganalisis etnografi komunikasi yang terdapat sumber data yang berjalan melalui pengumpulan data secara bersamaan, awalnya catatan sumber data yang sudah terkumpul selama di lapangan setelah peneliti mengobservasi, dan peneliti sekaligus menganalisis data selama di lapangan. Ada beberapa teknik dalam menganalisis data selama penelitian di lapangan yaitu : Pertama, Reduksi data yakni sebuah hal yang menjadi tahapan awal untuk menganalisis data, hal tersebut bisa dikatakan sebagai merangkum data yang sudah diperoleh. Dengan tujuan agar bisa memudahkan dalam pemahaman perolehan data, sehingga peneliti akan mengetahui data mana yang relevan atau tidak relevan. Oleh karena itu, dalam penelitian etnografi peneliti bisa meneliti kembali untuk melengkapi analisis dari data yang kurang sempurna dan mengumpulkan data. Kedua, Penyajian data yaitu perlu adanya penyajian data yang bisa dilakukan seperti bagan, kategori, dan uraian singkat, dengan tujuan agar bisa memudahkan peniliti dalam memahami dan menganalisis kejadian yang terjadi di lapangan dan perencanaan selanjutnya melakukan perencanaan langkah berikutnya berdasarkan yang sudah dipahami sebelumnya. Ketiga, peneliti akan menarik kesimpulan dari data yang sudah diperoleh selama melakukan penelitian. Yang nantinya memberikan kesimpulan bahwa adanya gambaran yang diperoleh selama penelitian yang awalnya masih ada keraguan dan setelah adanya penelitian akan lebih jelas dan bisa berupa hubungan interaktif, dan teori atau hipotesis.

Hasil dan Pembahasan

Dalam penelitian ini peneliti menjadikan guru dan siswa autis sebagai objek penelitian, dimana aktivitas komunikasi itu akan berlangsung saat pembelajaran di sekolahnya.[10] Peristiwa komunikasi dapat terjadi pada beberapa proses komunikasi yang telah terjadi.Dari peristiwa komunikatif yang ada guru dan siswa autis Slb Aisyiah krian yang dapat dilihat dari beberapa variable yaitu di ambil dari kata SPEAKING, sebagai berikut : Situasi, yang ditunjukkan melalui setting (latar) dan scene (pemandangan atau layar). Latar yang merujuk pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa komunikasi serta menggambarkan suasana terjadinya sebuah dialog seperti latar bisa digambarkan melalui sebuah deskripsi waktu, suasana, dan tempat. Partisipan, sebagai pihak yang terlibat dalam komunikasi, misalnya Guru dan anak Autis dengan kata lain partisipan adalah pihak yang secara langsung atau tidak langsung berkait dengan peristiwa komunikasi. Ends (tujuan), yang merupakan outcomes (luaran) dari komunikasi bisa dilihat dari sudut pandang budaya, Sebuah kegiatan yang memiliki tujuan dari pihak yang berkomunikasi, baik bersifat individual maupun kolektif. Act sequence(urutan tindakan) yaitu guru memberikan instruksi atau mempraktekkan gerakan dan anak autis dianjurkan untuk mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru seperti pengenalan dengan menujukkan sebuah benda dan menyebutkan nama benda tersebut. Key(nada), guru memberikan nada dan ekspresi dengan rasa semangat dan ceria saat pembelajaran agar siswa ikut semangat dalam belajarnya. Instrumentalities(alat atau media), Seperti bahasa isyarat ataupun gerakan tubuh saat pembelajaran hal tersebut menjadi alat belajar siswa autis. Norm(aturan bahasa atau ketentuan), siswa autis dianjurkan untuk mendengarkan arahan gurunya yang tidak lain guru harus mampu menarik perhatian siswa autis agar siswa tersebut bisa berfokus pada pembelajaran berlangsung. Genres(jenis tuturan), guru mengajukan pertanyaan sambil berhadapan dengan anak dan anak menjawab sesuai dengan kemampuannya, dan guru mengoreksi saat anak menjawab tidak sesuai dengan jawaban seharusnya.

Tindakan komunikasi adalah bagian dari peristiwa komunikatif. Proses komunikasi tidak selalu disampaikan dengan komunikasi verbal, namun komunikasi dapat disampaikan dengan menggunakan komunikasi non verbal. Seperti yang telah disampaikan oleh kepala sekolah Siti Nur Faizah, S.Pd bahwa “Meskipun pencapaian di setiap anak diatas berbeda-beda namun pada pembelajaran yang diajarkan guru cukup baik seperti pembelajaran yang diajarkan guru mengenai pengenalan mata uang mulai dari 50.000 hingga uang terkecil 1.000 rupiah anak autis cukup mampu dalam mengikuti pembelajaran tersebut, dikarenakan menurut pandangan anak autis uang adalah sebuah hal yang menarik bagi mereka sehingga dari uang tersebut mampu menarik perhatian anak untuk bertanya. Dengan kata lain anak tersebut terkadang kurang mampu dalam menghitung kembalian uang tersebut.”.

Situasi komunikasi tersebut adalah saat siswa Autis berinteraksi dengan lawan bicaranya di lingkungan sekolahnya masih tetap sama meskipun lokasinya berubah misalnya saat anak autis di dalam kelas ketika sedang melakukan pembelajaran dengan gurunya, bermain dengan temannya dan situasi tersebut akan sama atau bertahan apabila mereka berada di tempat atau lokasi yang berbeda seperti di lapangan, kelas, atau lingkungan sekolah lainnya. Dan hasil pencapaian siswa autis dalam proses belajar di Slb Aisyiah Krian. Adapun tahapan dalam pengembangan komunikasi pada peningkatan kemampuan anak autis untuk mengoptimalkan fungsi dapat dilihat dari fungsi decoding dan encoding sebagai berikut :[11]

Decoding atau reseptif

Pada tahap kemampuan bahasa difokuskan untuk mengoptimalkan fungsi pendengaran, penglihatan, dan perabaan dengan melalui program :

sebagian besar indra pendengaran anak autis itu lemah sehingga membuat anak tersebut kehilangan kemampuan untuk mengindera sebuah benda tanpa harus melihat bentuk fisiknya. Hal tersebut menyebabkan anak autis mengalami disfungsi pada system motoric halus di tubuhnya dan sensitive rasa. Adapun program untuk menunjang program hasil pengembangan yaitu.

Tujuan Materi Strategi Pembelajaran
Optimalisasi melalui stimulus pada fungsi pendengaran Mengoptimalkan stimulus indera pendengaran anak melalui guru atau benda Dengan membisikkan sesuatu ke telinga anak. Mulai dari kalimat sederhana sampai di kalimat yang kompleks.Memulai dengan suara perlahan atau lembut hingga dengan nada suara cukup keras.
Bermain dengan suara Anak diajak bermain dengan suara yang berbeda seperti siulan dengan nada tinggi atau rendah dan bisa melalui tepukkan tangan.Guru memperhatikan setiap respon yang diberikan anak terhadap bunyi atau suara.
Merespon terhadap bunyi atau suara dalam aktivitas bermain Bernyanyi bersama dalam permainan. Anak diajak bermain dalam satu permainan sambil mendengarkan music dan diulang beberapa kali hingga anak merasa senang.
Table 1. Program Komunikasi Bidang Sensor Pendengaran

Figure 1.Program Komunikasi Bidang Sensor Pendengaran

Dengan adanya kontak mata anak autis tidak akan merasa kesulitan untuk memfokuskan diri dalam mengamati benda. Karena pada umumnya hambatan utama yang dialami anak autis adalah kesulitan pada kontak mata yang masih kurang memfokuskan pandangannya untuk membedakan benda yang memiliki persamaan.

Tujuan Materi Strategi Pembelajaran
Melakukan kontak mata melalui bantuan media dalam aktivitas bermain Bermain ciluk-ba Anak diajak bermain ciluk-ba dengan cara menutup dan membuka kedua mata dengan telapak tangan secara berulang.
Mampu bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan benda Bercermin Anak diajak melihat wajah dan dirinya dalam cermin untuk beberapa saat sesuai dengan mood anak tersebut.
Membedakan intensitas cahaya Anak diperlihatkan perbedaan antara cahaya gelap dan terang dalam ruangan untuk membedakan intesitas cahaya antara malam dan siang
Table 2. Program Peningkatan Sensor Penglihatan

Figure 2. Program Peningkatan Sensor Penglihatan

Program dengan tujuan untuk meningkatkan kepekaan anak autis terhadap stimulus yang diberikan pada anak autis, sehingga anak akan memiliki kepekaan untuk memberikan pertahan diri dari hal yang tidak diingankan.

Tujuan Materi Strategi Pembelajaran
Memiliki sensitivatas terhadap sentuhan dan rasa sakit secara wajar Sensitivitas terhadap tepukan Guru memberikan tepukan pada bagian tubuh anak misalnya menepuk tangan mulai dari pelan hingga agak keras.Tepukkan dilakukan dengan ritme, lambat-cepat.
Dapat merespon sentuhan benda tumpul dari jarak tertentu Bereaksi pada sentuhan bola dari kejauhan melalui aktivitas bermain. Guru melempar bola pada bagian tubuh anak.
Table 3. Program Peningkatan Kemampuan Perabaan Dan Perasaan

Figure 3. Program Peningkatan Kemampuan Perabaan Dan Perasaan

Program peningkatan kemampuan komunikasi dikembangkan sebagai program lanjutan dari program komunikasi decoding. Berkembangnya bahasa perlu adanya memerlukan fungsi ekspresif dan reseptif, kemampuan anak merupakan fungsi ekspresif untuk mengutarakan apa yang dipikirkan anak tersebut baik dari komunikasi nonverbal, gerakan tubuh, komunikasi ekspresi wajah, dan penggunaan kata saat berkomunikasi. Dan alangkah baiknya guru melakukan program yan dikembangkan dalam empat tahapan yaitu :

Tahap Tujuan Materi Strategi Pembelajaran
I Mampu melakukan gerakan organ bicara dengan wajarMengucapkan vocal dan suku kata serta memaknai maksud dari bunyi ujaran yang diucapkan Motoric oral Senam mulut seperti meniup yang dimulai dengan meniup kapas atau tisu
II Melakukan gerakan lengandan tangan dalam aktivitas komunikasi Latihan gerakan lengan dan tangan dalam aktivitas komunikasi Guru membimbingan anak untuk menyatakan tidak untuk menolak dengan gerakan tangan
III Mampu mengekpresikan wajah dalam berbagai situasi baik senang, sedih, marah Ekspresi wajah Guru membimbing anak untuk mengekspresikan wajah sesuai dengan stimulus seperti bercerita yang lucu.
IV Mampu merespon melalui gerakan kaki, berdiri, jalan, melompat, atau duduk tenang. Melatih gerakan kaki sesuai perintah. Guru menyodorkan bola dan meminta anak untuk menendang.Anak dibimbing untuk melompat bila ada bahaya yang harus dihindari.
Table 4.

Pengembangan keterampilan dasar komunikasi sebagai tahapan lanjutan setelah anak memiliki kemampuan decoding dan encoding. Keterampilan dasar komunikasi dikembangakan dengan program sebagai berikut.

Tujuan Materi Strategi Pembelajaran Aktivitas
Mampu melakukan kontak mata saat berkomunikasiMemahami perintah sederhana Kontak mata saat diperintahkan atau instruksi. Melakukan kontak mata saat guru memberikan instruksi “lihat”Melakukan kontak mata saat dipanggil nama.Melakukan kontak mata saat melakukan percakapam dengan guru. Guru memanggil nama anak dan memperhatikan respon anak saat guru memberikan perintah,
Perintah satu kata (tahap 1) Memberikan perintah satu kata yang diberikan guru, seperti :Duduk BerdiriLompat Guru memberikan perintah satu kata pada anak tersebut, mulai dari jarak dekat ke yang jauh.
Perintah dua kata (tahap 2) Guru melakukan perintah dua kata pada anak, seperti :Ambil bolaSimpan bukuPegang kepalaTutup pintu Guru memberikan perintah satu kata pada anak tersebut, mulai dari jarak dekat ke yang jauh.
Mampu meniru gerakan motoric dan melabel kepemilikian. Imitasi gerakan motoric Guru memberikan perinta pada anak untuk melakukan imitasi gerakan motoric daerah wajah, seperti :Tersenyum MeringisMembuka mulut Guru mendemonstrasikan motoric wajah dihadapan anak, kemudian melakukan gerakan secara berulang dan bersama anak sambil bercermin.
Imitasi suara dan kata Anak diarahkan untuk meniru kata “mama”, “papa”. Yang diajarkan per kata. Guru menyebutkan kata sambil berhadapan dengan anak, dan kemudian anak dibimbing untuk menirukan apa yang diucapkan gurunya.
Table 5. Program Pengembangan Keterampilan Dasar Komunikasi

Figure 4. Program Pengembangan Keterampilan Dasar Komunikasi

Pengembangan pengetahuan ditujukan pada anak autis seperti pelatihan materi yang diajarkan pada anak. Oleh karena itu, pengetahuan yang dimiliki anak mulai dari kalimat sederhana kedalam bahasa Indonesia, dan pengucapan bunyi ujaran. Dimana pengetahuan komunikasi anak harus ditunjang dengan kemampuan mengendalikan, meningkatkan dan memperbaiki mutu bicara, memilih, mengelompokkan kata dan kalimat secara tepat, dan kemampuan mengevaluasi bicara berdasarkan pengamatan visual, auditori, dan kinestetis.

No Tujuan Materi Strategi Pembelajaran Aktivitas
1. Mampu mengucapkan vocal dan konsonan dengan baik dan wajar. Pengucapan vocal dan konsonan Siswa ditunjukkan huruf vocal A, I, U, E, OSiswa ditunjukkan huruf konsonan seperti : B, C, D, K, T Pembelajaran dilakukan saat bermain, dan yang harus diperhatikan guru harus selalu berhadapan dengan anak.
2. Mampu menggunkan kata dan kalimat sederhana dalam percakapan. Meniru kalimat yang terdiri dari 2-3 kata. Meniru kata dalam kalimat sederhana yang diucapkan guru, misalnya “mana bola?”, “mana mama?”Meniru 2-3 kata dalam kalimat yang menyatakan keinginannya, misalnya : “ade mau makan?”, “ade mau sekolah ?”. dll Pembelajaran yang dilakukan dalam percakapan sederhana dengan melalui bermain peran.
3. Mengendalikan dan meningkatkan mutu bicara dalam situasi tertentu Menyampaikan informasi sosial Anak belajar mengemukakan identitas diri, seperti :Nama saya...Rumah saya di…..Nama mama saya….Nama papa saya….Kalimat dikembangkan sesuai dengan minat dan kemampuan serta kemajuan yang dicapai anak. Anak dilatih mengucapkan kalimat yang berhubungan langsung dengan dirinya sendiri. Dan guru harus menjaga stabilitas emosi anak saat berbicara.
4. Memilih mengelompokkan kata pada objek berdasaekan fungsinya Melabel objek berdasarkan fungsinya Anak dibimbing untuk melengkapi kalimat sederhana dengan kata yang menunjukkan objek, seperti :Kalau minum pakai…(cangkir/gelas)Kalau makan pakai… (sendok)Membersihkan mulut dengan (tisu/sapu tangan) Kata dan objek disesuaikan dengan situasi dimana aktivitas belajar dilakukan
5. Mengevaluasi bicara berdasarkan pengamatan visual, auditori dan kinestetis Menjawab pertanyaan tentang pengetahuan umum Anak dibimbing untuk menjawab pertanyaan yang sifatnya umum dan bersumber dari lingkungan sekitar, misalnya :Bagaimana suara anjing ? (guk-guk)Apa yang berbunyi guk-guk? (anjing)Masuk rumah harus lewat..? (pintu)Kalimat dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan dan minat anak.
Table 6. Program Pengembangan Pengetahuan Komunikasi

Gambar 5. Program Pengembangan Pengetahuan Komunikasi

Figure 5.

Pengembangan sikap dalam komunikasi memiliki peran penting yang menjadi salah satu tujuan penting untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis, dimana anak diarahkan untuk memiliki kemampuan dalam berprilaku secara wajar saat berkomunikasi. Pengembangan sikap tersebut lebih mengutamakan kemampuan anak dalam berinteraksi secara sosial dengan teman dan lingkungan sekitarnya.

No Tujuan Materi Strategi Pembelajaran
1. mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam berbagai situasi Menunggu giliran anak diarahkan antri dalam barisan untuk menunggu giliran masuk kelas.
2. Mampu berkomunikasi dengan orang lain Merespon ajakan dari teman Salah satu teman diminta untuk mengajak anak bermain dan guru membantu anak menanggapi ajakan tersebut.
3. Mampu mengendalikan emosi saat berkomunikasi Mengajak teman untuk bermain Anak diminta untuk mengajak temannya untuk bermain bersama
4. Mampu melakukan kontak mata lebih lama dengan lawan bicara Mengomentari teman saat bermain Anak diminta menjelaskan suatu kejadian saat bermain dengan teman lainnya. Dan guru menjaga agar anak tidak lepas kontak dengan temannya.
Table 7. Program Pengembangan Sikap dalam Komunikasi
No Nama Murid Guru Pencapaian Target Belajar
1. M. Shandy Witama Ainun Najah Mampu merespon guru dan hanya bisa bisa pada satu titik focus yang dia sukaiMampu mengikuti pembelajaran dan terkadang kurang bisa focus saat berinteraksi
2. M. Faizal Adi Ainun Najah Kurang mampu melakukan interaksi dengan guru dan lingkungan sekitarnya.Kurang mampu merespon apa yang di ajarkan guru.
3. Rahma Nur Indah Ainun Najah Mampu memberikan respon saat pembelajaran berlangsung.Kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
4. Jasmine Ariana Agustin Memiliki respon cepat tanggap saat pembelajara berlangsungKurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnyaHyperaktif
5. Aulia Ayu Ariana Agustin Mampu memberikan respon cepat tanggap saat pembelajaran berlangsungMemiliki daya ingat yang kuatMampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya meskipun komunikasi tidak lancar
6. Cindy Permata Sari Ariana Agustin Kurang mampu berbaur dengan lingkungan sekitarnyaMampu mengikuti apa yang diperintahkan guru saat pembelajaran
7. Muhammad Farhan Rahma Anisa Mampu memberikan respon dan bisa mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunyaKurang mampu berinteraksi dengan lawan bicara
8. Muhammad Ali Ramadhan Rahma Anisa Mampu mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunyaKurang mampu mengimbangi komunikasiKurang mampu berbaur dengan lingkungannya
9. Risky Adi Prasetya Rahma Anisa Komunikasi belum cukup baikKurang mampu mengikuti apa yang diperintahkan guruKurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnyaHypoaktif
10. Dwi Anjas Rahma Anisa Memiliki respon yang cukup baik saat pembelajaran berlangsungHyperaktifKomunikasi masih terbata-bata.
Table 8. Hasil Pencapaian Pembelajaran dalam Pros es Belajar di SLB Aisyiah Krian

Dari ketiga komponen tersebut bisa dilihat bahwa Aktivitas Komunikasi Guru dan anak Autis SLB Aisyiah menjelaskan bahwa setiap pembelajaran di sekolahnya, bermain dengan temannya, ataupun melakukan kegiatan diluar kelas,hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku komunikasi anak Autis. Dari hasil yang telah diamati dengan melalui Situasi Komunikatif, Peristiwa Komunikatif, dan Tindakan Komunikatif, penggunaan dalam komunikasi sebagai aktivitas rutin dan khusus mulai dari proses interaksi yang menjadi sebuah kebiasaan anak Autis ketika berinteraksi dengan Guru ataupun dengan teman-temannya, mampu mempengaruhi kemajuan perkembangan komunikasi anak Autis kedepannya.

Simpulan

Peristiwa Komunikasi Guru dan anak Autis SLB Aisyiah saat berinterkasi dengan lingkungan sekolah terdapat beberapa variable yang perlu diketahui dan diuraikan yaitu arti dari SPEAKING dimana didalamnya terdapat : setting/scene, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan Komunikasi yang terjadi antara Guru dan anak Autis saat pembelajaran secara umum mereka cenderung menggunakan komunikasi non verbal dibandingkan dengan komunikasi verbal saat berkomunikasi, hal tersebut disebabkan oleh anak yang memiliki gangguan perkembangan yang khas mencakup persepsi, linguistic, kognitif, komunikasi dari yang ringan sampai yang berat, memiliki kehidupan di dunianya sendiri, ditandai dengan ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal dengan lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa hal tersebut menimbulkan sebuah aktivitas yang khas dimana hal itu terdapat peristiwa khas komunikasi yang nantinya melibatkan tindak-tindak komunikasi dan dalam konteks tertentu juga. Dari kekhasan tersebut disebabkan adanya pengaruh dari aspek sosiokultural partisipan komunikasi. Situasi Komunikasi yang dilihat dari aktivitas anak autis dengan lawan bicaranya yaitu guru bahwa situasi komunikasi bisa tetap sama meskipun lokasinya berbeda atau berubah, misalnya saat siswa autis sedang melaksanakan pembelajaran ataupun anak tersebut sedang bermain dengan teman sebayanya, situasi tersebut akan terlihat sama ataupun bertahan apabila mereka sedang berada di tempat yang berbeda.

References

  1. R.A, Hudson. (1985). Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press.
  2. Syahrial Syarbani & Fatkhuri, teori sosiologi,2016
  3. S. j, Baran. (2002). Introduction to Mass Communication, Media Literasi and Culture. Second Edition. Boston: McGraw Hill Higher Education.
  4. Handoyo. (2004). Autisma Petunjuk Praktis dan Pedoman materi mengajar Anak Normal, Autis dan Prilaku lain. Jakarta. Bina Ilmu Populer)
  5. Deden Koswara, pendidikan anak berkebutuhan khusus Autis, 2013:05
  6. ] Dadang S. Anshori (2017). Etnografi Komunikasi : Perspektif Bahasa.
  7. Johan Fridrich Karl Asperger, Autistic Psychopathy (AP), 1944
  8. R, Wardhaugh. (2002). An Introduction to Sociolinguistics. Fourth Edition. United Kingdom: Blackwell Publishing.
  9. R, Fasold. (1990:62). The Sosiolinguistics of Language. Cambride: Basil Blackwell Inc. The Study Of The Organitation Of Speaking As An Activity in Human Society.
  10. Rahayu Ginintasasi, S. M. (2016). Program bimbingan dan konseling kolaboratif dalam autis.
  11. Kh, Anwar. (1995). Beberapa Aspek Sosio-Kultural Masalah Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.