Confidence in Social Relationships of Roleplay Users in the Sidoarjo Roleplay Community
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v21i.806

Confidence in Social Relationships of Roleplay Users in the Sidoarjo Roleplay Community


Kepercayaan Diri Berelasi Sosial Pengguna Roleplay di Komunitas Roleplay Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Self Confidence Relationships Roleplay K-Pop

Abstract

Humans are social creatures so humans must have relationships. To have relationships, individuals must have self-confidence. Self-confidence is a belief in one's own abilities that can make individuals confident and responsible in their actions. This research is motivated by kpop roleplay users who have differences in showing confidence in relationships on social media. The purpose of this study is to reveal the description of aspects and factors of self-confidence in relationships. this research uses a qualitative type with a phenomenological approach. data collection method used is interviews. The results of this study indicate that the three users were able to show their confidence. Factors that influence the formation of self-confidence are physical appearance, self-concept and relationships with peers.

Pendahuluan

Teknologi informasi telah berkembang sangat cepat salah satunya munculnya internet yang membuat cara berkomunikasi menjadi lebih simple dan instan, Sehingga banyak informasi yang sangat mudah tersebar serta masuknya budaya luar seperti Western, Japan Pop dan Korean Pop. Beberapa tahun belakangan ini budaya Korea tengah menjamur di masyarakat. Budaya Korea yang tersebar di Indonesia meliputi K-Drama, K-Pop, K-Fashion, K-Food. Dengan adanya bantuan jejaring sosial media maka lebih mudah K-Pop tersebar dan pada akhirnya akan muncul banyak penggemar K-pop. Penggemar ini akan membuat sebuah komunitas karena ketertarikan yang sama, Biasanya para penggemar menggunakan jejaring sosial untuk bertukar pesan agar mendapat informasi mengenai idolanya. Dengan adanya internet informasi semakin mudah tersebar. Beberapa penggemar yang bersatu biasanya membuat grup untuk berbagi informasi atau hanya sekedar bercakap. Peran penggemar ditampilkan dalam hal yang berbeda, salah satunya Roleplay.

Roleplay adalah permainan di mana pemain memainkan peran karakter imajiner / nyata dan bekerja sama untuk menyusun sebuah cerita. Pemain memilih tindakan karakter yang mereka mainkan berdasarkan karakteristik peran yang dipilih. Roleplay adalah permainan di mana pemain memainkan peran karakter imajiner / nyata dan bekerja sama untuk menyusun sebuah cerita. Pemain memilih tindakan karakter yang mereka mainkan berdasarkan karakteristik peran yang dipilih. Keberhasilan tindakan ini tergantung pada sistem aturan yang ditetapkan. Selama aturan dipatuhi, pemain dapat berimprovisasi untuk menentukan arah dan hasil akhir permainan. [1]. Pengguna roleplay melakukan banyak aktivitas seperti mengikuti event, games, Free call group dan video call group maka akan dibutuhkan kepercayaan diri agar dapat berelasi dengan pengguna roleplay lainnya. Banyak pengguna roleplay yang mengartikan roleplay hanya sebuah permainan peran yang dilakukan di dunia maya dengan sepenuh hati tanpa menodai nama baik artis yang diperankan. Mereka juga saling berkomunikasi antar roleplayersyang memainkan peran artis lainnya.[2] Para penggemar melakukan imitasi seperti mengikuti username, postingan terbaru yang baru saja di update oleh idolanya, selain itu mereka melakukan interaksi dengan orang lain memakai figur dirinya ataupun figur orang lain dan menciptakan cerita yang diinginkan oleh mereka sendiri.

Dalam grup roleplay terjadi interaksi antara pengguna satu dengan lainnya sehingga memunculkan kedekatan. Kedekatan yang dimunculkan pada relasi pertemanan antar roleplayer seringkali menimbulkan keterbukaan diri. Keterbukaan diri adalah pengungkapan tentang diri yang biasanya tidak diketahui oleh orang lain melibatkan informasi yang kita komunikasikan secara bebas kepada orang lain. [3]. Keterbukaan diri bisa membantu seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain, membuat hubungan lebih akrab serta meningkatkan kepercayaaan diri. [4].

Kepercayaan diri adalah perasaan serta keyakinan atas kemampuan yang dimiliki untuk mendapat kesuksesan usaha sendiri dan mengembangkan evaluasi positif terhadap diri dan sekitarnya, sehingga seseorang dapat tampil percaya diri dan menghadapi segala sesuatu dengan tenang[5]. Kepercayaan diri merupakan kemampuan membuat penilaian pada kemampuan diri, menentukan tindakan untuk mencapai tujuan, dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil [6]. Kepercayaan diri merupakan kemampuan membuat penilaian pada kemampuan diri, menentukan tindakan untuk mencapai tujuan, dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil [6]. Menurut baharudin Kepercayaan diri merupakan sebuah keyakinan seseorang terhadap diri dan kemampuan dirinya sendiri. Dengan adanya keyakinan ini,seseorang akan mampu mengambil sebuah keputusan dalam melakukan sesuatu dengan rasa tanggung jawab. [7]

Menurut Lauster percaya diri merupakan suatu sikap berkeyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam bertindak tidak memiliki kecemasan, bebas dalam melakukan sesuatu sesuai pada keinginan, bertanggung jawab atas perbuatannya, sopan saat bersosialisasi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengethui kekurangan dan kelebihan diri.[8] Seseorang yang memiliki kepercayaan diri memiliki 5 aspek yaitu yakin atas kemampuan diri, memiliki rasa optimis, berpikiran objektif, bertanggung jawab, serta memiliki pemikiran rasional.[9] Sedangkan faktor kepercayaan diri menurut Santrock yaitu berdasarkan penamplan fisik, konsep diri, hubungan dengan teman sebya serta hubungan dengan orang tua.[9]

Berdasarkan pemaparan diatas, Kepercayaan diri menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia karena dengan adanya Kepercayaan diri dapat menjadi keyakinan dan kesadaran dalam diri seseorang atas kemampuan, keyakinan dan kemandirian dalam diri seseorang dalam mengenal dirinya serta membuat inovasi berkelanjutan. Sohoputri, dalam penelitiannya memiliki hasil bahwa pengguna internet dalam bersosial media di instagram memiliki keragaman dalam menunjukkan kepercayaan diri di Instagram. Sohoputri Juga mengidentifikasi kepercayaan diri yang tampak yaitu perilaku memosting konten agar dikenal dan dihargai orang lain. [10]

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan pengguna roleplay, ditemukan keragaman kepercayaan diri seperti pada kepercayaan diri dalam komunikasi dapat merasa lebih dihargai, mendapat kebebasan beperdapat. Belum ada penelitian terkait kalangan yang banyak bermain roleplay, karena laman media sosial Line dan Telegram tidak mewajibkan calon penggunanya mencantumkan usia dalam proses pembuatan akun layaknya media sosial yang lain. Namun, dari hasil wawancara dan angket yang telah disebarkan, kebanyakan pengguna roleplayer berada dalam rentang usia 18-30 tahun, yang artinya berada dalam kategori dewasa awal. Santrock menyatakan bahwa masa dewasa awal mencakup transisi individu baik secara fisik maupun secara peran sosial. Di usia ini, individu melalui proses untuk memulai cara hidup yang baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya. [11]

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis Fenomenologi. Penelitian fenomenologi ialah suatu penelitian guna mengungkap suatu kesamaan arti yang dijadikan esensi dari suatu fenomena ataupun konsep secara individual dan sadar apa yang telah dialami oleh sekumpulan orang pada kehidupannya. [12]. Pada prinsipnya, fenomenologi berusaha untuk mengupas tindakan sosial manusia yang diperoleh dari pengalaman subjektifnya. [13]. Objek penelitian yang dipilih adalah 3 orang pengguna roleplay yang berdomisili di area kota Sidoarjo. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian menggunakan teknik wawancara . Teknik wawancara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tanya jawab secara terbuka. Teknik wawancara tersebut dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada subjek penelitian. Selanjutnya, setelah data terkumpul dilakukan analisis menggunakan tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.[14] Analisis data tersebut digunakan untuk mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain. [14]

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian, bab ini menyajikan hasil penelitian tentang gambaran kepercayaan diri melalui aspek kepercayaan diri serta faktor yang mempengaruhi timbulnya kepercayaan diri saat bermain roleplay. Dengan objek penelitian 3 orang pengguna roleplay di komunitas roleplay Sidoarjo. Aspek Kepercayaan diri ada 5 yaitu (1) yakin atas kemampuan diri (2) rasa optimis (3) bersikap objektif (4) bertanggung jawab.

1) Keyakinan Akan Kemampuan Diri

Keyakinan kemampuan diri merupakan kemampuan pribadi yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan diri dimana individu yang bersangkutan tidak terlalu cerdas dalam bertindak, tidak tergantung dengan orang lain dan mengenal kemampuannya sendiri, bersungguh-sungguh atas apa yang dilakukannya. Serta memiliki pemikiran positif terhadap dirinya sendiri bahwa ia benar-benar memahami apa yang dilakukannya. Pada hasil penelitian terdapat Adanya keyakinan atas kemampuan diri dari masing-masing subjek, subjek memiliki pemahaman mengenai keyakinan dirinya. Subjek AA merasa mampu mengembangkan ide, Subjek NA merasa mampu berelasi hanya saja terlalu fokus pada peran yang dimainkan, sedangkan subjek ET merupakan orang yang pemalu namun ia berusaha berkomunikasi dengan pengguna lain.

2) Rasa Optimis

Sikap positif seseorang yang selalu memiliki rasa percaya diri. visi yang baik untuk mengatur segala sesuatu tentang dirinya, harapannya. Seseorang yang optimis dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri sendiri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan dan tidak bergantung pada orang lain serta mampu untuk meyakini tindakan yang diambil. Berdasarkan hasil wawancara Masing-masing subjek memiliki rasa optimis. Pada subjek AA merasa yakin akan kemampuan dalam berinteraksi sehingga dapat relasi baru, subjek NA merasa optimis dibalik karakter yang dimainkan sedangkan pada ET ia merasa mendapat kebebasan dengan bermain roleplay.

3) Pemikiran Obyektif

Mereka yang dengan percaya diri melihat menerima masalah atau hal-hal menurut kebenaran yang seharusnya, bukan menurut kebenaran pribadi. Seseorang yang objektif memandang dan menilai dirinya sendiri secara positif, mengenal kelebihan dan kekurangannya, serta mempunyai alasan dan pemikiran yang jelas dari tindakan yang dilakukan dan hasil apa yang bisa didapatkan. Semua subjek memiliki pemikiran objektif mengenai hal yang dilakukan di dunia roleplay memiliki sebab akibat.

4) Bertanggung Jawab

Seseorang dapat menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan serta pilihan keputusan yang diambilnya. Berdasarkan hasil wawancara, ketiga subjek memiliki rasa tanggung jawab dalam membagi waktu antara dunia asli dan dunia roleplay.

5) Pemikiran Rasional

Analisis terhadap suatu masalah, suatu peristiwa, suatu peristiwa dengan menggunakan pikiran yang diterima akal dan sesuai dengan kenyataan. rasional berhubungan dengan cara individu berinteraksi sosial yaitu bagaimana individu dalam berhubungan dengan lingkungannya dan mengenal sikap individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, bertoleransi dan dapat menerima serta menghargai orang lain. Berdasasarkan hasil wawancara Subjek memiliki pemikiran rasional yang berbeda-beda. Bagi AA, ia merasa memiliki kepercayaan diri yang minim di dunia asli sehingga ia akhirnya lebih menunjukkan di dunia roleplay. Subjek NA, merasa relasi di roleplay sangat penting karena dapat dibutuhkan saat kesusahan. Sedangakan pada subjek ET ia lebih banyak melakukan komunikasi via telepon grup. namun jika tidak ada maka ia akan melakukan terlebih dahulu dengan komunikasi via roomchat.

Sedangkan pada faktor kepercayaan diri ada 4 yaitu (1) penampilan fisik (2) konsep diri (3) hubungan dengan orang tua (4) hubungan dengan teman sebaya [9]

1) Penampilan Fisik

Penampilan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri seorang remaja

2) Konsep Diri

Ada hubungan yang kuat antara penampilan dan harga diri secara umum tidak hanya pada masa remaja tetapi sepanjang hidup, dari masa bayi hingga usia paruh baya.

3) Hubungan Dengan Orang Tua

Hubungan orang tua dengan rasa percaya diri anak meliputi, ekspresi kasih sayang, Perhatian pada konflik anak, keharmonisan rumah, kegiatan dengan keluarga, kesediaan menolong anak, Menetapkan peraturan yang jelas dan adil, Mematuhi aturan tersebut, memberi kebebasan pada anak di imbangi dengan batasan yang sesuai.

4) Hubungan Dengan Teman Sebaya

Penilaian teman sebaya memiliki derajat yang tinggi pada anak-anak yang lebih tua dan remaja. Meskipun dukungan orang tua penting. Dukungan teman sebaya merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan dukungan orangtua di masa remaja akhir.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti pada pengguna roleplay di komunitas roleplay sidoarjo ditemukan adanya keragamaan kepercayaan diri Aspek pertama yaitu Keyakinan atas kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya. Aspek keyakinan atas kemampuan diri dapat terwujud apabila individu memiliki pemahaman tentang dirinya sendiri sebagai dasar untuk memahami kemampuan dirinya.[15].

Hal ini muncul pada subjek AA, NA dan ET. Pada subjek AA, Ia merasa mampu dalam mengekspresikan diri karena merasa minimnya persaingan di dunia roleplay. Baginya dengan bermain roleplay dirinya mampu berinteraksi dengan orang lain, mendapatkan ilmu baru, mengembangkan minat bakat. Pada subjek NA, Ia merasa mampu berkomunikasi lebih baik karena mendapatkan teman se-frekuensi. Disisi lain ia merasa rasa percaya dirinya timbul apabila peran yang dimainkan mendapatkankan pujian dari orang lain. Sedangkan pada subjek ET, Ia merani mengajak komunikasi pengguna lain terlebih dahulu melalui telepon, video call ataupun ketikan pada room chat, namun saat bertemu secara asli subjek ET merasa malu-malu.

Aspek kedua yaitu rasa optimis. yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan. Aspek rasa optimis dapat terwujud apabila subjek memiliki pandangan positif mengenai dirinya dan keinginannya [15]

Hal ini muncul pada subjek AA, NA dan ET. Pada subjek AA, Ia memiliki keyakinan positif mengenai komunikasi dengan pengguna lain. Menurutnya, dengan adanya interaksi komunikasi ia bisa mendapatkan relasi baru dan hal positif lainnya, sedangkan pada subjek NA, ia merasa optimis apabila fisik, personality karakter yang ia perankan mendapatkan respon baik seperti pujian dari orang lain. Sedangkan paa subjek ET, ia merasa optimis apabila berada di dunia roleplay karena ia merasa lebih bebas namun subjek ET akan tetap mengimbangi dengan attitude yang baik.

Aspek yang ketiga pemikiran objektif. Disaat individu memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi. [15] Pada subjek AA, Ia memiliki pemikiran objektif mengenai kepercayaan dirinya. Karena baginya, dengan berkomunikasi dan aktif di kegiatan event roleplay, ia akan mendapatkan kepercayaan diri. Hampir sama dengan AA, subjek NA merasa memiliki kepercayaan diri ditimbulkan dari mengikuti event dan berkomunikasi dengan pengguna lain. Sedangkan pada subjek ET, ia memiliki pemikiran objektif mengenai intensitas bermain roleplay yang sudah lama dan ia merasa tidak bisa lepas lagi dari dunia roleplay, sehingga ia sudah termasuk dalam pengguna yang kecanduan.

Aspek yang ke-empat yaitu rasa tanggung jawab. yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Dalam memunculkan aspek ini individu haruus mengetahui resiko dalam segala sesuatu yang dijalankan [15]. Subjek AA, NA dan ET memiliki kesamaan dalam bertanggung jawab yaitu bertanggung jawab dalam waktu bermain roleplay. Mereka akan bermain roleplay apabila tugas, pekerjaan di dunia asli telah terselesaikan.

Aspek yang terakhir yaitu pemikiran rasional yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Pada Subjek AA ia merasa memiliki kepercayaan diri di dunia asli sehingga dengan bermain roleplay ia dapat menunjukkan sisi ia yang lain yang tidak bisa dia tunjukan di dunia asli. Dengan bermain roleplay ia juga mampu berkomunikasi dengan banyak orang. Sedangkan bagi subjek NA, dengan bermain roleplay ia mampu bersosialisasi lebih dengan orang-orang, dan dari sosialisasi dengan orang-orang ia akan mendapat relasi yang akan menolongnya saat kesusahan. Dan untuk subjek ET, Ia melakukan permainan roleplay dengan berkomunikasi via telepon atau video call dalam grup, namun seringkali saat tidak ada komunikasi dalam grup ia melakukan cara lain yaitu dengan cara melakukan sapaan melalui ketikan.

Terciptanya kepercayaan diri pada pengguna roleplayer dari faktor-faktor yang mendukung, faktor-faktor tersebut adalah penampilan fisik, konsep diri, hubungan dengan orang tua dan hubungan dengan teman sebaya. Santrock (2003). Namun, pada hasil penelitian hanya ditemukan 3 faktor yang berpengaruh pada subjek yaitu faktor penampilan fisik, konsep diri dan hubungan dengan teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian, faktor penampilan fisik ditemukan pada subjek NA, Ia merasa bangga dan percaya diri apabila karakter yang dimainkan mendapatkan pujian dari pengguna roleplay lain. Namun faktor penampilan fisik tidak ditemukan pada subjek AA dan ET

Faktor yang kedua yaitu konsep diri, berdasarkan hasil wawancara, ditemukan adanya perbedaan antara subjek AA,NA, dan ET. Pada subjek AA, ia memiliki konsep diri berupa keyakinan dirinya atas kemampuan berinteraksi dengan orang lain sehingga dari interaksi tersebut subjek mendapatkan relasi serta hal positif dalam hidupnya. Ia juga merasa mampu mengembangkan bakat di dunia roleplay karena saingan yang sedikit. Pada subjek NA, Ia memiliki pemahaman diri mengenai keberaniannya dalam berpendapat atau bersuara sehingga ia tidak perlu terlalu menjaga image. dan pada subjek ET ia memiliki konsep diri mengenai dirinya yang menjadi pemalu dan canggung saat bertemu pengguna roleplay lain secara langsung.

Faktor yang ketiga yang ditemukan pada penelitian ini adalah faktor hubungan dengan teman sebaya, faktor hubungan dengan teman sebaya tidak ditemukan pada subjek AA dan ET, namun di temukan pada subjek NA. bagi NA kepercayaan diri timbul akibat interaksi dengan teman yang sefrekuensi, baginya ia mendapat temen yang satu frekuensi lebih banyak ditemukan pada dunia roleplay daripada dunia aslinya.

Simpulan

Pengguna roleplay memiliki gambaran kepercayaan diri dalam berelasi yang baik saat bermain roleplay hal ini didasarkan pada aspek-aspek kepercayaan diri. Ketiga subjek memiliki keyakinan atas kemampuan diri dalam berkomunikasi dengan pengguna lain, serta mengekspresikan ide-ide saat bermain roleplay. Ketiga subjek juga menunjukkan rasa optimis dengan merasa bangga karena dapat berinteraksi, mendapat pujian, serta merasa mendapat kebebasan. Subjek juga memiliki pemikiran objektif mengenai perilaku yang mereka tunjukan di roleplay memiliki dampak untuk kehidupannya. Ketiga subjek juga memiliki rasa tanggung jawab untuk membagi waktu antara dunia roleplay dan dunia asli. Serta ketiga subjek memiliki pemikiran rasional mengenai sebab akibat saat melakukan kegiatan bermain roleplay.

Faktor-faktor yang memengaruhi kepercayaan diri ketiga subjek adalah konsep diri, sedangkan pada pada faktor penampilan fisik dan hubungan dengan teman sebaya hanya terdapat pada satu subjek.

References

  1. H. P. Achsa dan M. A. Affandi, “Representasi Diri Dan Identitas Virtual Pelaku Roleplay Dalam Dunia Maya (‘Permainan Peran’ Hallyu Star Idol K-Pop dengan Media Twitter),” Pradigma Sosiol. Univ. Negeri Surabaya, vol. 3, no. 3, hal. 1–12, 2015.
  2. D. N. Ghassani dan R. Rinawati, “Konsep Diri Korean Role Play ( Studi Fenomenologi pada Korean Role Player dalam Dunia Virtual Role Play World di Media Sosial Twitter ),” Manaj. Komun., vol. 3, no. 2, hal. 392–402, 2017.
  3. E. Prihantoro, K. Paula, dan N. Rasyid, “Self Disclosure Generasi Milenial melalui Second Account Instagram Edy,” vol. 18, no. 3, hal. 312–323, 2020.
  4. D. Septiani, P. N. Azzahra, S. N. Wulandari, dan A. R. Manuardi, “Self Disclosure Dalam Komunikasi Interpersonal: Kesetiaan, Cinta, Dan Kasih Sayang,” FOKUS (Kajian Bimbing. Konseling dalam Pendidikan), vol. 2, no. 6, hal. 265, 2019, doi: 10.22460/fokus.v2i6.4128.
  5. E. Fitri, N. Zola, dan I. Ifdil, “Profil kepercayaan diri remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi,” JPPI (Jurnal Penelit. Pendidik. Indones., vol. 4, no. 1, hal. 1, 2018, doi: 10.29210/02017182.
  6. R. Safika dan M. C. W. Trihastuti, “Faktor-Faktor Kepercayaan Diri Dua Siswa Kelas VII SMP KATOLIK RICCI II BINTARO,” Psiko Edukasi, vol. 18, no. 1, hal. 57–72, 2020.
  7. A. Kuncoro dan F. Erlangga, “Kepercayaan Diri Siswa dan Pengaruhnya Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris,” vol. 882, hal. 294–305, 2021.
  8. S. Amri, “Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Sma Negeri 6 Kota Bengkulu,” J. Pendidik. Mat. Raflesia, vol. 3, no. 2, hal. 156–168, 2018.
  9. S. R. N. Hidayati dan S. I. Savira, “Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri Dengan Intensitas Penggunaan Media Sosial Sebagai Moderator Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Surabaya,” Character J. Penelit. Psikol., vol. 8, no. 03, hal. 1–11, 2021, [Daring]. Tersedia pada: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/41122.
  10. R. A. Sohoputri, “Profil kepercayaan diri pengguna instagram,” 2019.
  11. A. F. Putri, “Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya,” SCHOULID Indones. J. Sch. Couns., vol. 3, no. 2, hal. 35, 2018, doi: 10.23916/08430011.
  12. R. Ruslaini, T. Sugiharti, D. H. Hermanu, W. Wulandari, dan S. Harahap, “Studi Fenomenologi Pola Asuh Anak oleh Wanita Indonesia dalam Perkawinan Campur di Eropa dan Kanada,” Perspektif, vol. 10, no. 2, hal. 656–663, 2021, doi: 10.31289/perspektif.v10i2.5003.
  13. T. Nur, A. Noviar, K. Zakiah, dan E. Setiawan, “Komunikasi Spiritual Wanita Karir di Lingkungan Rumah Sakit Kota Bandung,” vol. 5, hal. 185–204, 2021, doi: 10.15575/cjik.14912.
  14. H. Ahyar et al., Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, no. March. 2020.
  15. C. Riyanti dan R. S. Darwis, “Meningkatkan Kepercayaan Diri Pada Remaja Dengan Metode Cognitive Restructuring,” Pros. Penelit. dan Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 7, no. 3, hal. 569, 2021, doi: 10.24198/jppm.v7i3.32150.