Body Image Overview of Emerging Adult K-Pop Leaders
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v21i.802

Body Image Overview of Emerging Adult K-Pop Leaders


Gambaran Citra Tubuh pada Emerging Adult Penggemar K-Pop

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Body Image K-Pop Fans

Abstract

This study aims to determine the body image of K-Pop fans on Twitter, with descriptive quantitative type of research being used. The research population is K-Pop fans who are in the developmental range of Emerging Adulthood (18 – 25 years), and the samples obtained are used as research subjects (186 individuals), with incidental sampling technique used. The data collection technique uses a Likert-type psychological scale which was compiled by the author herself based on the body image theory proposed by Brown, Cash, & Mikulka, and the reliability of each dimension are: 1) appearance evaluation: 0.872, 2) appearance orientation: 0.802, 3) body area satisfaction: 0.959, 4) overweight preoccupation: 0.573, and 5) self-classified weight: 0.883. The results of data analysis showed that the body image of 29 (15.6%) research subjects was in the low category, 135 (72.6%) were in the medium category, and 22 (11.8%) were in the high category.

Pendahuluan

Manusia mengalami proses perkembangan dimulai sejak dalam kandungan sampai lanjut usia. Masa-masa perkembangan yang terjadi tersebut saling berkaitan. Salah satu masa perkembangan yang dilalui adalah emergingadulthood, dikemukakan pertama kali oleh Jeffrey Jensen Arnett pada tahun 2000. Emerging adulthood disebut sebagai masa transisi dari remaja ke dewasa dengan rentangan umur 18-25 tahun [1]. Masa ini disebut sebagai tahun-tahun yang penuh kesempatan untuk eksplorasi identitas terkait pekerjaan, cinta, dan pandangan akan dunia/ideologi bagi emergingadult––sebutan untuk individu yang berada pada masa emergingadulthood[2].

Eksplorasi identitas yang terjadi di masa ini merupakan lanjutan dari pembentukan identitas yang terjadi di masa remaja. Di era pascaindustri, eksplorasi identitas telah menjadi norma, karena individu mulai memperpanjang gelar pendidikan yang ditempuh (red: gelar sarjana) [3]. Di masa ini emerging adult akan mengalami ketidakstabilan dalam diri, karena berbagai eksplorasi yang dilakukan terkait pekerjaan, cinta, dan pandangan akan dunia atau ideologi [4].

Era digital seperti hari ini mempermudah individu dalam mendapatkan informasi-informasi baru guna menunjang proses eksplorasi identitasnya. Informasi dalam negeri maupun luar negeri dapat sangat cepat dan tidak terbatas untuk diakses hanya dengan jaringan internet. Salah satu informasi yang sampai detik ini berkembang sangat pesat ialah Korean Wave. Korean Wave adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan popularitas budaya pop Korea Selatan, yakni terkait musik (K-Pop), drama (K-drama), film (K-movie), makanan (K-food), dan lain sebagainya [5]. Konten-konten budaya pop Korea Selatan semakin menyebar luas karena adanya media sosial seperti Youtube, Facebook, dan Viki sejak awal 2010-an [6]. K-Pop menjadi budaya pop yang paling berpengaruh dari Korea Selatan di rentang 2011-2016 [6]. K-Pop adalah musik populer yang berasal dari Korea Selatan dengan berbagai macam genre [7]. Menurut laporan tahunan yang dipublikasikan oleh Korea Foundation tentang KoreanWave, penggemar K-Pop sebagian besar tinggal di Benua Asia dengan jumlah fan club (komunitas penggemar) sebanyak 457 dan 70,59 juta anggota [8].

K-Pop terkenal dengan grup penyanyi laki-laki dan perempuan yang berpenampilan menarik atau yang lebih sering dikenal oleh penggemar dengan sebutan idol. Tidak hanya dalam format grup, K-Pop juga dihiasi dengan penyanyi solo ataupun penyanyi dalam format band. Konsumsi media yang sangat tinggi akan informasi yang menayangkan tentang apapun termasuk di dalamnya tentang K-Pop akan mempengaruhi individu dalam berbagai cara, baik itu individu perempuan ataupun laki-laki.

Penggambaran media yang seringkali menampilkan figur ideal perempuan (red; kurus) dan laki-laki (red; berotot) dapat mempengaruhi body image seseorang, seperti halnya artis K-Pop yang digambarkan media sebagai figur yang ideal. Para perempuan digambarkan media dengan tubuh kurus, berkulit mulus dan cerah, sedangkan laki-lakinya digambarkan media memiliki tubuh berotot di beberapa bagian tertentu seperti lengan dan perut [9]. Berdasarkan perspektif budaya-sosial, tiga hal yang berpengaruh besar terhadap munculnya standar ideal akan penampilan di dalam masyarakat adalah media, keluarga, dan teman sebaya [10]. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 165 remaja penggemar K-Pop, body comparison dengan artis K-Pop yang tubuh atau figurnya dianggap ideal memiliki kontribusi yang cukup signifikan sebagai variabel prediktor body dissatisfaction, sebesar 17,4% [11]. Body dissatisfaction adalah ketidakpuasan akan tubuh berdasarkan evaluasi negatif individu akan tubuhnya yang terkait dengan ukuran, bentuk, dan berat badan dan biasanya berhubungan dengan diskrepansi yang terjadi antara evaluasi individu tentang tubuhnya dengan tubuh idealnya (Grogan, 2008). Secara sederhana, bodyimageadalah persepsi, pikiran, dan emosi individu akan tubuhnya [12].

Di salah satu forum diskusi online yakni Reddit, beberapa penggemar K-Pop mengungkap hal-hal apa saja yang pernah dilakukan terkait body image, body size, body type, body ideal, dan sejenisnya selama mereka mengenal K-Pop [13]. Sebagian besar dari mereka mulai lebih sadar akan tubuhnya kemudian melakukan perubahan terkait tubuhnya. Rata-rata penggemar yang mengikuti diskusi tersebut adalah yang beretnis Asian dengan rentang umur 18-30 tahun.

Salah satu hasil penelitian longitudinal ditemukan bahwa ada 3 titik balik yang membuat individu memiliki body image positif di masa-masa emerging adulthood setelah sebelumnya memiliki body image negatif di masa remaja, yakni menemukan situasi sosial saat individu dapat diterima, menemukan suatu aktivitas yang membuat individu merasa berdaya, dan secara aktif menerapkan strategi-strategi untuk meningkatkan bodyimageyang dimiliki ke arah yang lebih positif [14]. Pertama adalah menemukan situasi sosial saat individu dapat diterima, seperti bertemu dengan orang-orang baru–––red: teman, pacar, atau rekan kerja–––yang tidak memberikan ejekan, hinaan, dan celaan tentang penampilan mereka sehingga body image yang dimiliki akan berkembang ke arah yang lebih positif. Kedua, individu dapat menemukan suatu aktivitas yang membuatnya merasa berdaya, seperti aktivitas- aktivitas yang dapat dinikmati dan dilakukan dengan baik. Ketiga, menerapkan strategi-strategi untuk meningkatkan body image yang dimiliki ke arah yang lebih positif, seperti menghindari atau mengabaikan informasi-informasi negatif yang berhubungan dengan penampilan atau bodyimage.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada penggemar K-Pop yang berada di rentang umur 12 – 18 tahun di kota Padang, ditemukan bahwa 108 subjek penelitian memiliki body image dalam kategori tinggi [15]. Ini menunjukkan bahwa pada rentang umur tersebut, remaja penggemar K-Popmemiliki persepsi, perasaan, dan penerimaan yang tinggi terhadap tubuhnya. Namun berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan penulis pada tanggal 12 Agustus 2020 dengan 3 narasumber penggemar K-Pop yang masing-masing memiliki idola yang berbeda dengan rerata usia 20 tahun, ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian milik Husna & Rusli di atas. Ketika ketiga narasumber diberi pertanyaan akan keinginannya untuk mengubah penampilan yang mereka miliki dengan pilihan jawaban iya dan tidak, jawaban ketiga narasumber dengan inisial A, W, dan J adalah mengiyakan. Saat diberi pertanyaan lanjutan mengenai hal yang akan diubah, narasumber berinisial A ingin mencerahkan wajah, tapi bukan memutihkan. Kemudian narasumber berinisial W ingin mengubah cara berpakaian, namun mengatakan tidak senang apabila orang lain memberikan komentar negatif mengenai penampilannya. Dan narasumber berinisial J tidak spesifik mengatakan akan mengubah bagian apa dari wajahnya. Dari hasil survey singkat di atas, ketiga narasumber memiliki kekhawatiran akan penampilannya, dengan menunjukkan kecenderungan untuk mengubah penampilan. Kecenderungan untuk mengubah penampilan adalah salah satu hal yang dapat mempengaruhi body image yang dimiliki.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran bodyimage pada emerging adults penggemar k-pop.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif yang tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi karena tujuannya hanya untuk mendeskripsikan variabel yang hendak diukur tanpa bermaksud membuat generalisasi [16]. Populasi dalam penelitian ini yaitu penggemar K-Pop yang berada di rentang umur emerging adulthood (18 – 25 tahun) yang berjumlah 186 orang. Karena ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif tanpa pengujian hipotesis, maka sampel penelitian digunakan semua dalam proses analisis datanya.

Teknik sampling yang digunakan adalah sampling insidental yang merupakan penentuan sampel berdasarkan kebetulan yakni siapa saja yang ditemui peneliti dapat dijadikan sampel jika karakteristik atau kriterianya cocok sebagai sumber data penelitian [17]. Sampling insidental akan cukup tepat digunakan apabila calon partisipan tersebar dalam berbagai media sosial, karena siapapun yang akan dijumpai di media sosial tersebut mungkin memiliki kriteria yang diharapkan seorang peneliti, kemudian link kuisioner disebarluaskan secara daring (dalam jaringan) di media sosial Twitter. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi berupa skala body image dengan model skala likert yang dibuat oleh peneliti. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS 18.0 forwindowsserta microsoftofficeexcel.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

No Kategori Indeks Massa Tubuh Rentang ∑ subjek %
1 Berat Badan Kurang < 18,5 48 26%
2 Berat Badan Normal 18,5 - 22,9 94 51%
3 Kelebihan Berat Badan 23 - 24, 9 20 11%
4 Obesitas I 25 - 29, 9 16 9%
5 Obesitas II ≥ 30 8 4%
Table 1.Sebaran Data Subjek Penelitian Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh

Penulis dapat menunjukkan indeks massa tubuh dari subjek penelitian seperti dalam tabel di atas dikarenakan para subjek penelitian memnuliskan self-report berat badan dan tinggi badan sebelum melakukan pengerjaan skala. Setelah peneliti mendapatkan data tersebut, dalam proses olah datanya, peneliti memasukkan data berat badan dan tinggi badan ke dalam rumus di bawah ini [18]. Setelah mendapatkan hasil perhitungan indeks massa tubuh, kemudian akan dikategorisasi dengan standar yang telah ada seperti yang telah tertuang dalam tabel di atas [19].

Descriptive Statistic
No Dimensi N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
1 Appearance Evaluation 186 21 53 34,57 5,726
2 Appearance Orientation 186 19 56 38,96 5,120
3 Body Area Satisfaction 186 24 96 61,77 12,746
4 Overweight Preoccupation 186 6 20 11,60 3,021
5 Self-Classified Weight 186 2 10 6,06 1,941
Table 2.Standar Deviasi dan Mean Masing-masing Dimensi

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa pada dimensi AE (Appearance Evaluation) diperoleh nilai mean teoritik (μ) sebesar 34,57 dan standar deviasi (σ) sebesar 5,726. Pada dimensi AO (Appearance Orientation) diperoleh nilai mean teoritik (μ) sebesar 38,96 dan standar deviasi (σ) sebesar 5,120. Lalu pada dimensi BAS (BodyArea Satisfaction) diperoleh nilai mean teoritik (μ) sebesar 61,77 dan standar deviasi (σ) sebesar 12,746. Dan pada dimensi keempat (Overweight Preoccupation) dan kelima (Self-Classified Weight) diperoleh masing-masing nilai mean teoritik (μ) sebesar 11,60 dan 6,06 & standar deviasi (σ) sebesar 3,021 dan 1,941. Tabel 4.6. di bawah ini adalah norma kategorisasi untuk masing-masing sub-skala variabel body image.

Kategorisasi Norma
No Dimensi X < (µ - 1σ) (μ – 1σ) ≤ X < (μ + 1σ) (μ + 1σ) ≤ X
Rendah Sedang Tinggi
1 Appearance Evaluation < 29 29 – 39 ≥ 40
2 Appearance Orientation < 34 34 – 43 ≥ 44
3 Body Area Satisfaction < 49 49 – 74 ≥ 75
4 Overweight Preoccupation < 9 9 – 14 ≥ 15
5 Self-Classified Weight < 4 4 – 7 ≥ 8
Table 3.Kategorisasi Norma Dimensi

Berdasarkan mean dan standar deviasi yang diperoleh dari skor total subjek pada masing-masing dimensi (tabel 3), maka dapat dikategorisasikan ke dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Body Image 186 84 210 152,96 19,359
Valid N (listwise) 186
Table 4.Standar Deviasi dan Mean Body Image

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa pada skala body image yang skor totalnya diperoleh dari skor total masing- masing dimensi, maka dapat dilihat bahwa mean teoritik (μ) yang dimiliki sebesar 152,96 dan standar deviasi (σ) sebesar 19,359.

No Kategorisasi Skor Norma Rentang Skor ∑ Subjek %
1 Rendah X < (µ - 1σ) < 134 29 15,6%
2 Sedang (μ - 1σ) ≤ X < (μ + 1σ) 134 - 171 135 72,6%
3 Tinggi (μ + 1σ) ≤ X ≥ 172 22 11,8%
Table 5.Kategorisasi Norma Body Image Subjek Penelitian

Figure 1.Kategorisasi Norma Body Image Subjek Penelitian

Berdasarkan tabel 5 di atas maupun gambar 1, diketahui bahwa 29 subjek memiliki skor body image dalam kategori rendah (15,6%), 135 subjek dalam kategori sedang (72,6%), dan 22 subjek pada kategori tinggi (11,8%).

Figure 2.Kategorisasi Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar 2 di atas, dapat diketahui bahwa skor body image subjek penelitian berjenis kelamin perempuan yang berada pada ketegori rendah sebanyak 29 (15,6%) individu, pada kategori sedang sebanyak 130 (69,9%) individu, dan pada kategori tinggi terdapat 22 (11,8%) individu. Sedangkan pada subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki terdapat 5 (2,69%) individu yang memiliki skor body image dalam kategori sedang, namun dalam skor dengan kategori rendah dan tinggi tidak ditemukan.

Figure 3.Kategorisasi Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Gambar 3 di atas adalah sebaran skor bodyimageapabila dibandingkan berdasarkan data umur subjek penelitian berdasarkan hasil self-report. Pada umur paling muda yakni 18 tahun, terdapat 4 (2,15%) subjek penelitan memiliki skor dalam kategori rendah, 25 (13,44%) subjek penelitian pada kategori sedang, dan 5 (2,69%) subjek penelitian pada kategori tinggi. Lalu pada umur 19 tahun, terdapat 6 (3,23%) subjek penelitian memiliki skor rendah, 22 (11,83%) subjek penelitian pada kategori sedang, dan 1 (0,54%) subjek penelitian pada kategori tinggi. Selanjutnya pada umur 20 tahun terdapat 10 (5.38%) subjek penelitian memiliki skor body image rendah, 36 (19,35%) subjek penelitian pada kategori skor sedang, dan 6 (3,23%) subjek penelitian pada kategori tinggi. Di umur 21 tahun, terdapat 7 (3,76%) subjek penelitian memiliki skor body image dalam kategori rendah, 28 (15,05%) subjek penelitian berskor body image dalam kategori sedang, dan 3 (1,61%) berskor tinggi. Subjek penelitian yang memiliki skor body image rendah pada umur 22 tahun terdapat 2 (1,08%), 14 (7,53%) berskor sedang, dan 6 (3,23%) berskor tinggi. Pada umur 23, 24, dan 25 tahun tidak ditemukan subjek penelitian yang memiliki skor bodyimage pada kategori rendah.

Figure 4.Kategorisasi Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Durasi Konsumsi Konten K-Pop

Gambar 4 di atas adalah sebaran skor body image apabila dibedakan dari durasi konsumsi konten K-Pop dalam sehari. Dari 186 subjek penelitian, untuk konsumsi konten K-pop kurang dari 1 jam dalam sehari tidak ada yang berskor body image rendah, namun pada kategori sedang terdapat 8 (4,3%) subjek penelitian dan pada kategori skor tinggi terdapat 2 (1,1%) subjek penelitian. Lalu untuk durasi konsumsi 1-2 jam dalam sehari terdapat 7 (3,8%) subjek penelitian memiliki skor rendah, 39 (21%) berskor sedang, dan 9 (4,8%) dalam kategori skor tinggi. Pada kategori durasi konsumsi 2-4 jam terdapat 5 (2,7%) subjek penelitian memiliki skor body image dalam kategori rendah, 56 (30,1%) dalam kategori sedang, dan 9 (4,8%) dalam kategori tinggi. Lain halnya pada subjek penelitian yang mengonsumsi konten K-Pop selama 4-8 jam dalam sehari, terdapat 9 (4,8%) subjek penelitian memiliki skor body image dalam kategori rendah, 21 (11,3%) dalam kategori sedang, dan 2 (1,1%) subjek penelitian dalam kategori tinggi. Lalu untuk kategori durasi konsumsi konten K-Pop yang terakhir adalah yang mengonsumsi lebih dari 8 jam dalam sehari terdapat 8 (4,3%) subjek penelitian memiliki skor body image rendah, 11 (5,9%) dalam kategori sedang, dan tidak ditemukan subjek penelitian yang memiliki skor tinggi pada kategori ini.

Figure 5.Kategorisasi Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Gambar 5 di atas adalah data sebaran kategorisasi skor body image subjek penelitian berdasarkan indeks massa tubuh subjek penelitian. Indeks massa tubuh subjek penelitian diperoleh dari perhitungan dengan rumus yang terdapat pada halaman 39. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa terdapat 3 subjek yang memiliki berat badan kurang yang memiliki skor body image rendah, 35 subjek berkategori sedang, dan 10 subjek dalam kategori tinggi. Pada subjek penelitian yang memiliki berat badan normal, terdapat 7 subjek yang skor body image-nya dalam kategori rendah, 76 subjek dalam kategori sedang, dan 11 subjek dalam kategori tinggi. Untuk subjek penelitian yang indeks massa tubuhnya dalam kategori kelebihan berat badan, terdapat 5 subjek dalam kategori rendah, 14 subjek dalam kategori sedang, dan 1 subjek dalam kategori tinggi skor body image yang dimiliki. Pada kategori indeks massa tubuh obesitas I dan II, tidak ditemukan subjek penelitian yang memiliki skor body image dalam kategori tinggi.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada gambar 1 ditemukan bahwa dari 186 penggemar K-Pop yang sedang berada di masa emerging adulthood, terdapat 29 subjek memiliki skor body image dalam kategori rendah (15,6%), 135 subjek dalam kategori sedang (72,6%), dan 22 subjek pada kategori tinggi (11,8%). Ini berarti kelompok populasi dalam penelitian ini, yaitu emergening adult penggemar K-Pop sebagian besar memiliki skor body image dalam kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki sebagian besar individu penggemar K-Popterhadap tubuhnya cukup baik.

Kategorisasi Norma
No Dimensi Rendah Sedang Tinggi
% % %
1 Appearance Evaluation 31 16,7% 115 61,8% 40 21,5%
2 Appearance Orientation 26 14% 128 68,8% 32 17,2%
3 Body Area Satisfaction 24 12,9% 145 78% 17 9,1%
4 Overweight Preoccupation 31 16,7% 120 64,5% 35 18,8%
5 Self-Classified Weight 19 10,2% 125 67,2% 42 22,6%
Table 6.Kategorisasi Body Image Berdasarkan Dimensi

Tabel 6 di atas menjelaskan sebaran data kategorisasi norma subjek penelitian pada masing-masing dimensi. Pada dimensi appearance evaluation, yang berada pada ketegori rendah sejumlah 31 orang, sedang 115 orang, dan tinggi 40 orang. Untuk dimensi appearance orientation yang memiliki skor dalam kategori rendah sejumlah 26 orang, sedang 128 orang, dan tinggi 32 orang. Dimensi ketiga yaitu body area satisfaction subjek penelitian yang memiliki skor rendah adalah sejumlah 24 orang, sedang 145 orang, dan tinggi 17 orang. Dimensi selanjutnya yaitu dimensi overweightpreoccupation,subjek penelitian yang memiliki skor rendah yakni sejumlah 31 orang, sedang 120 orang, dan tinggi 35 orang. Dimensi kelima yaitu dimensi self-classifiedweight, subjek penelitian yang memiliki skor rendah adalah 19 orang, sedang 125 orang, dan tinggi 42 orang.

Secara lebih dalam diungkap bahwa dari 5 dimensi body image yang diukur, dimensi self-classified weight yang memiliki skor paling tinggi jika dibandingkan dengan dimensi lain (22,6% - lihat tabel 6). Dimensi ini mengacu pada memberi penilaian terhadap berat badan yang dimiliki individu sesuai dengan apa yang dipersepsikan. Jika melihat data yang tersaji dalam tabel 7 di bawah, nampak terlihat bahwa individu yang dimensi self-classifiedweight-nya dalam kategori rendah adalah individu yang indeks massa tubuhnya berada dalam kategori kelebihan berat badan, obesitas I, dan obesitas II. Ini artinya individu tersebut kurang mampu dalam memberi penilaian terhadap berat badannya sesuai dengan apa yang dipersepsikan.

Kategorisasi Skor Dimensi Self-ClassifiedWeight
No Kategori Indeks Massa Tubuh Frekuensi Persentase
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
1 Berat Badan Kurang 0 13 35 0,000% 6,99% 18,82%
2 Berat Badan Normal 1 86 7 0,52% 46,24% 3,76%
3 Kelebihan Berat Badan 3 17 0 1,61% 9,14% 0%
4 Obesitas I 9 7 0 4,82% 3,76% 0%
5 Obesitas II 6 2 0 3,23% 1,08% 0%
Table 7.Kategorisasi Skor Dimensi Self-Classified Weight Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh

Ini tidak selaras dengan apa yang diungkapkan Latner [20], individu yang memiliki berat badan dalam kategori kurang (underweight) yang biasanya memiliki bodyimage kurang baik (lihat juga gambar 5 di atas).

Tertinggi kedua adalah dimensi appearance evaluation. Dimensi ini adalah mengukur sejauh mana kemampuan individu dalam menilai daya tarik terkait keseluruhan penampilannya. Menurut Davison [20] body image individu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka. Kemampuan individu dalam mengukur daya tarik penampilannya sedikit banyak dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya, yang sifatnya dinamis dan bisa

berubah sesuai lingkungan yang dihadapi. Dari interaksi yang terjalin tersebut, individu biasanya akan memiliki sentimen atau opini atau persepsi yang hampir sama dengan mereka terkait bodyimage-nya [10]. Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa 21,5% individu cukup mampu menilai bahwa mereka memiliki daya tarik terkait penampilannya, ini nantinya akan mempengaruhi individu dalam mepersepsikan tubuhnya lebih baik. Selain dapat mempengaruhi body image yang dimiliki, menurut Davison [20] individu yang memiliki daya tarik yang cukup akan dianggap orang lain memiliki kepribadian dan intelegensi yang juga cukup.

Berdasarkan gambar 4 di atas, ditemukan bahwa jumlah subjek penelitian yang memiliki skor body imagedalam kategori rendah lebih banyak dimiliki oleh subjek yang mengonsumsi konten K-Pop selama 4-8 jam dalam sehari, yakni 9 orang (5%), jika dibandingkan dengan subjek yang hanya mengonsumsi konten K-Pop kurang dari 1 jam dalam sehari (0%). Menurut [11], frekuensi atau seringnya melihat penampilan artis K-Pop berkorelasi positif dengan munculnya body comparison, yakni salah satu prediktor munculnya ketidakpuasan akan tubuh oleh individu (body dissatisfaction). Selaras dengan penelitian tersebut, berdasarkan hasil kategorisasi skor dimensi body areasatisfaction dalam penelitian ini, ditemukan bahwa subjek penelitian yang memiliki skor rendah dalam dimensi tersebut adalah subjek yang durasi konsumsi kontennya lebih dari 8 jam dalam sehari (lihat tabel 8). Ini menunjukkan bahwa subjek penelitian cenderung tidak puas dengan bodyimageyang dimiliki apabila terlalu sering ( > 8 jam ) mengonsumsi konten K-Popdalam sehari.

No Durasi Konsumsi Konten K-Pop Skor Dimensi Body Area Satisfaction %
Rendah Sedang Tinggi
1 < 1 jam 0 9 1 10 5%
2 1-2 jam 6 45 4 55 30%
3 2-4 jam 5 54 11 70 38%
4 4-8 jam 4 27 1 32 17%
5 > 8 jam 9 10 0 19 10%
Table 8.Kategorisasi Dimensi BodyAreaSatisfactionBerdasarkan Durasi Konsumsi Konten K-Pop

Body image yang dimiliki individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman mereka, level sosio- ekonomi, dan perbedaan budaya [9]. Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dijadikan partisipan adalah individu yang berumur 18 hingga 25 tahun. Berdasarkan gambar 3 tidak nampak perbedaan yang menonjol terkait body image yang dimiliki jika dilihat berdasarkan umur subjek. Sebagian besar subjek (72,8%) memiliki gambaran yang cukup baik terkait tubuhnya. Namun ditemukan pada subjek yang berumur lebih muda, yakni di umur 18 tahun (4 individu), 19 tahun (6 individu), 20 tahun (10 individu), 21 tahun (7 inidvidu), dan 22 tahun (2 individu), memiliki skor body image dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan individu yang berumur 23, 24, dan 25 tahun. Ini menunjukkan bahwa persepsi, pikiran serta perasaan yang mereka miliki akan tubuhnya kurang baik. Menurut [10], di rentang umur yang lebih muda yakni masa perkembangan remaja, individu banyak mengalami perubahan fisik akibat masa pubertas, inilah yang dapat mempengaruhi bodyimageyang dimiliki, sehingga seringkali individu menganggap bahwa penampilan fisik dan keseluruhannya kurang baik akibat perubahan- perubahan yang terjadi tersebut.

Hal yang perlu digarisbawahi dari penelitian ini adalah hasil penelitian hanya akan dikenakan pada kelompok emergingadultpenggemar K-Popyang dijadikan subjek penelitian. Selanjutnya, meninjau hasil penelitian, demografis subjek penelitian masih terlalu luas, sehinga perlu mempertimbangkan penggunaan metode penelitian dan atau teknik sampling lain bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti atau mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian sosial dengan topik serupa, meningat penggemar K-Popdi Asia, khususnya di Indonesia semakin banyak maka hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan. Selain faktor tersebut, ada faktor level sosio-ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan bodyimage, sedangkan dalam penelitian ini faktor tersebut tidak dijadikan bahan pertimbangan untuk kriteria subjek penelitian.

Simpulan

Body image yang dimiliki oleh emerging adult penggemar K-Pop yang dijadikan subjek penelitian dalam penelitian, yang termasuk dalam kategori rendah adalah sejumlah 29 individu (15,6%), kategori sedang 135 individu (72,6%), dan kategori tinggi adalah 22 individu (11,8%). Ini berarti gambaran (persepsi, pikiran, dan perasaan) individu subjek penelitian akan tubuhnya cukup baik. Lalu jika ditinjau berdasarkan lima dimensi yang dijadikan alat ukur variabel, dapat disimpulkan bahwa dimensi self-classified weight menempati urutan tertinggi dibandingkan keempat dimensi yang lain (23%), diikuti oleh dimensi appearance evaluation (22%), overweight preoccupation(19%), appearance orientation (17%), dan body area satisfaction (9%). Dimensi self-classified weight lebih tinggi dibandingkan dimensi lain ini berarti bahwa individu mampu memberi penilaian terhadap berat badan yang dimiliki sesuai dengan apa yang dipersepsikan, yang nantinya dapat meningkatkan gambaran (persepsi, pikiran, dan perasaan) akan tubuhnya ke arah yang lebih baik.

References

  1. J. W. Santrock, Life-Span development Thirteenth Edition, 13th ed. University of Texas, Dallas: McGraw Hill, 2010.
  2. J. J. Arnett, “Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through the twenties,” Am. Psychol., vol. 55, no. 5, pp. 469–480, 2000.
  3. D. Wood et al., “Emerging Adulthood as a Critical Stage in the Life Course,” in Handbook of Life Course Health Development, N. Halfon, C. B. Forrest, R. M. Lerner, and E. M. Faustman, Eds. Los Angeles: Springer International Publishing, 2017, pp. 1–664.
  4. J. J. Arnett, “Presidential Address: The Emergence of Emerging Adulthood: A Personal History,” Emerg. Adulthood, vol. 2, no. 3, pp. 155–162, 2014.
  5. M. Roll, “Korean Wave (Hallyu) - Rise of Korea’s Cultural Economy & Pop Culture,” MartinRoll, 2020. [Online]. Available: https://martinroll.com/resources/articles/asia/korean-wave-hallyu-the-rise-of-koreas- cultural-economy-pop-culture/.
  6. Y. J. Dal, “The Korean Wave - Georgetown Journal of International Affairs,” Georgetown Journal International Affairs, 2020. [Online]. Available: https://gjia.georgetown.edu/2020/05/26/the-korean-wave/.
  7. G. Santillan, “Kpop: Genre or Brand,” storymaps, 2019. [Online]. Available: https://storymaps.arcgis.com/stories/57fb76cfcdb043069dee884a4df8d51f.
  8. Y. Kwak, “89,000,000 ‘hallyu’ fans worldwide,” koreatimes, 2019. [Online]. Available: https://www.koreatimes.co.kr/www/art/2019/01/732_261877.html.
  9. S. Grogan, Body Image: Understanding body dissatisfaction in men, women and children Third Edition, Third. Routledge, 2017.
  10. T. F. Cash and L. Smolak, Eds., Body Image: A Handbook of Science, Practice, and Prevention (Second Edition), Second. The Guilford Press A Division of Guilford Publications, Inc, 2011.
  11. L. Dwiputeri and V. V. R. Maulina, “Kontribusi Body Comparison Dengan Artis K-Pop Perempuan Terhadap Body Dissatisfaction (Studi pada Remaja Perempuan Indonesia Fans K-Pop),” J. Perkota., vol. 7, no. 1–2, pp. 58–76, 2015.
  12. S. Grogan, Body Image: Understanding Body Dissatisfaction in Men, Women, and Children Second Edition, Second Ed. East Sussex: Routledge, 2008.
  13. SBS PopAsia HQ, “How has K-pop changed your perception on body image and ideal sizes?,” 2017.
  14. K. H. Gattario and A. Frisén, “From negative to positive body image: Men’s and women’s journeys from early adolescence to emerging adulthood,” Body Image, vol. 28, pp. 53–65, 2018.
  15. R. Husna and D. Rusli, “Pengaruh Body Image terhadap Self-Esteem pada Remaja Fans K-Pop,” J. Ris. Psikol., vol. 225, no. 3, pp. 1–11, 2019.
  16. S. Azwar, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
  17. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.
  18. P. Kemenkes, “Bagaimana Cara Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh)?,” 2018. [Online]. Available: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/bagaimana-cara-menghitung-imt-indeks-massa- tubuh. [Accessed: 14-Aug-2022].
  19. P. Kemenkes, “Klasifikasi Obesitas Setelah Pengukuran IMT,” 2018. [Online]. Available: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/klasifikasi-obesitas-setelah-pengukuran-imt. [Accessed: 14-Aug-2022].
  20. T. Cash, Ed., Encyclopedia of Body Image and Human Appearance. Elsevier, 2012.