The Relationship Between Emotional Intelligence and Adversity Quotient in Working Students
Innovation in Social Science
DOI: 10.21070/ijins.v21i.799

The Relationship Between Emotional Intelligence and Adversity Quotient in Working Students


Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Adversity Quotient pada Mahasiswa Pekerja

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Emotional Intelligence Adversity Quotient Student Worker

Abstract

This research is motivated by the phenomenon of the adversity quotient problem in working students which is characterized by a lack of enthusiasm for participating in the lecture process according to the adversity quotient aspect, namely endurance. In this case, the resilience of students to work is not reflected in facing their difficulties. Then often complain in lecture activities, including the aspect of the adversity quotient, namely control. This makes self-control in working students low, where working students cannot carry out their duties as working students. The purpose of this study was to determine the relationship between emotional intelligence and the adversity quotient of working students at the Muhammadiyah University of Sidoarjo. This research is a correlational quantitative research. The sample in this study was 251 students who were taken using the Incidental Sampling technique. The data collection technique used a psychological scale of emotional intelligence and adversity quotient which was arranged on a Likert scale. The data analysis technique for hypothesis testing was carried out with the Pearson Correlaton Product Moment. The results of this study indicate the correlation coefficient (rxy) = 0.411 (significance 0.000 <0.05). This means that there is a positive relationship between emotional intelligence and adversity quotient in student workers. The higher the emotional intelligence, the higher the adversity quotient, and vice versa. The determination test shows the effect of emotional intelligence on the adversity quotient of 16.8%.

Pendahuluan

Pengertian mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan seseorang yang sedang menempuh pendidikan pada suatu Perguruan Tinggi. Untuk tahap perkembangan, mahasiswa digolongkan kedalam masa emerging adulthood yaitu masa dimana mereka sedang dalam masa transisi dari masa remaja menuju kedewasaan. Pada umumnya, masa ini berkisar diantara usia 18 tahun sampai 25 tahun, yang mana pada masa inilah mereka sedang mencari jati diri[1], beberapa mahasiswa juga menjalankan aktivitas bekerja untuk mencoba memulai karirnya serta memenuhi gaya hidupnya. Dua sisi tersebut merupakan tanda bahwa seseorang tersebut ingin menunjukkan akhir masa mudanya dan beralih kemasa dewasa awal untuk mencari kepribadian yang mandiri secara ekonomi serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri[1]. Kemandirian secara ekonomi terlihat dari dimulainya seseorang merambah dunia kerja. Mahasiswa bekerja merupakan seseorang yang sedang menuntut ilmu pada jenjang perguruan tinggi dan juga sedang menjalankan suatu usaha atau sedang berusaha mengerjakan suatu tugas yang diakhiri dengan mendapatkan suatu hasil[2]. Setiap mahasiswa bekerja harus memiliki ketahanan individu untuk menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk berjuang menghadapi kesulitan tersebut. Kemampuan seseorang dalam bertahan untuk mengatasi masalahnya sering disebut dengan istilah adversity quotient.

Adversity quotient adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitannya serta dapat mengolah kesulitan tersebut dengan cara menggunakan kecerdasan yang dimilikinya, sehingga menjadi sebuah tantangan untuk dapat menyelesaikan kesulitannya[3]. Mahasiswa pekerja perlu memiliki adversity quotient agar dapat mengatasi atau menghadapi masalah, hambatan atau kesulitan yang dimilikinya serta dapat mengubahnya menjadi peluang keberhasilaan dan kesuksesan, baik dalam bidang akademik atau pekerjaan. Terdapat penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Syarafina, Nurdibyanandaru & Hendriani. Menunjukkan bahwa seorang mahasiswa pekerja memiliki resiko yang lebih besar mengalami permasalahan adversity quotient. Hal yang sama juga dialami mahasiswa pekerja di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adversity quotient, salah satunya adalah faktor kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan dasar penting untuk menjadikan individu menjadi seseorang yang mampu menghadapi permasalahannya[4]. Oleh karena itu peran kecerdasan emosi sangat penting untuk dapat mengendalikan emosi yang dimilikinya untuk menghadapi masalahnya dengan baik[5].

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan”apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient pada mahasiswa pekerja di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient pada mahasiswa pekerja di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient mahasiswa pekerja. Hipotesis ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi adversity quotient pada mahasiswa pekerja. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional maka semakin rendah adversity quotient mahasiswa pekerja.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif korelasional, yaitu penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih[6]. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada variabel dependen yaitu kecerdasan emosional sedangkan variabel independen yaitu adversity quotient. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 852 mahasiswa pekerja yang ada di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling insidental, sebanyak 251 mahasiswa pekerja yang ada di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Metode pengumpulan data memakai skala kecerdasan emosional dan skala adversity quotient dengan memakai Skala Likert. Skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian disusun berdasarkan aspek kecerdasan emosional yang terdiri dari lima aspek, yaitu : mengenali emosi diri, mengatasi emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain[3]. Sedangkan skala adversity quotient disusun berdasarkan 4 aspek adversity quotient, yaitu, control (kendali), ownership and origin (kepemilikan), reach (jangkauan), endurance (ketahanan)[7]. Pengolahan Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan statistik parametrik, yaitu teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan bantuan program SPSS for windows.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Hasil uji normalitas pada output SPSS uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan :

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kecerdasan Emosional Adversity Quotient
Normal Parametersa,b N 251 251
Mean 2.9316 3.0438
Std. Deviation .27454 .29884
Most Extreme Differences Absolute .109 .076
Positive .063 .064
Negative -.109 -.076
Kolmogorov-Smirnov Z 1.721 1.199
Asymp. Sig. (2-tailed)Test distribution is Normal.Calculated from data. .005 .113
Table 1.Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa nilai sig. Kecerdasan Emosional 0,005 dan Adversity Quotient 0,113, artinya variabel kecerdasan emosional tidak berdistribusi normal, sedangkan variabel Adversity Quotient berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya melakukan uji liniearitas. Hasil uji linearitas pada output SPSS menunjukkan bahwa :

ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Kecerdasan Emosional * Adversity quotient Between Groups (Combined) 6.305 31 .203 3.552 .000
Linearity 3.166 1 3.166 55.293 .000
Deviation from Linearity 3.139 30 .105 1.828 .008
Within Groups 12.538 219 .057
Total 18.843 250
Table 2.Hasil Uji Linearitas

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Linearity 0,000 kurang dari 0,05 sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa antara kecerdasan emosional dan adversity quotient terdapat hubungan yang linier.

Selanjutnya peneliti melakukan pengujian hipotesis menggunakan uji statistik korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan SPSS for windows :

Correlations
Kecerdasan Emosional Adversity quotient
Spearman's rho Kecerdasan EmosionalAdversity quotient Correlation Coefficient 1.000 .411**
Sig. (2-tailed) . .000
N 251 251
Correlation Coefficient .411** 1.000
.000 .
Sig. (2-tailed) N 251 251
Table 3.Uji Hipotesis

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sesuai dengan hasil tabel 3 diperoleh hasil koefisien korelasi (rxy) = 0,411. Hal itu menunjukan bahwa kedua variabel memiliki korelasi yang berhubungan positif dengan keeratan yang kuat dan memiliki nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima yakni terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap adversity quotient, peneliti melakukan uji determinasi

Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
Kecerdasan Emosional * Adversity quotient .411 .168 .578 .335
Table 4.Uji Determinasi

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat di ketahui dari kolom AR2 adalah 0,168. Hal ini berarti bahwa sumbangan efektif variabel X (Kecerdasan Emosional) terhadap variabel Y (Adversity Quotient) adalah sebesar 16,8%.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient. Hal tersebut dapat diketahui dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,411 dengan nilai signifikansi sig 0,000 yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Hipotesis penelitian yang diterima memiliki arti bahwa tinggi rendah kecerdasan emosional juga mempengaruhi tinggi rendahnya adversity quotient mahasiswa pekerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daloos yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aspek kecerdasan emosional yaitu manajemen emosi diri dengan dimensi adversity quotient yaitu reach [8].Selain itu, penelitian yang telah dilakukan oleh Singh dan Sharma menunjukkan koefisien korelasi 0,465 dengan nilai signifikansi 0,000 , berarti ada hubungan antara kecerdasan emosional dan adversity quotient [9]. Hasil penelitian juga dilakukan oleh Amila dan Gulo menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient dengan taraf signifikansi sebesar 0,005[10].

Seseorang dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi adalah orang yang dapat mengenali emosinya. Apabila mahasiswa pekerja tersebut mampu mengenali emosinya dengan baik, maka mahasiswa pekerja tersebut merasa bisa mengendalikan permasalahan yang sedang dihadapi dengan baik. Sehingga mendorong mahasiswa pekerja memiliki adversity quotient yang tinggi terutama pada aspek control (kendali). Selanjutnya yaitu mengelola emosi diri, yakni suatu sikap untuk dapat menghibur diri sendiri, melepaskan rasa takut, perubahan suasana hati dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan keterampilan emosi dasar. Mahasiswa pekerja yang memiliki kecerdasan dalam mengelola emosinya maka akan memiliki adversity quotient yang tinggi, terutama pada aspek reach (jangkauan). Hal tersebut dikarenakan mahasiswa pekerja dapat membedakan masalah yang muncul serta dapat merespon pada situasi tersebut. Selanjutnya yang ketiga yaitu mahasiswa pekerja yang memiliki kecerdasan emosional tinggi karena memiliki motivasi dalam dirinya akan mendorong adversity quotient yang tinggi, terutama pada aspek endurance (ketahanan). Mahasiswa pekerja menganggap bahwa semua keterpurukan yang dialami dalam kehidupannya dapat dilalui dengan cepat. Aspek ketahanan menerangkan tentang suatu masalah tidak akan berlangsung selamanya dan dapat diatasi atas kemauannya atau sebaliknya. Selanjutnya mahasiswa yang bekerja serta memiliki kecerdasan emosional tinggi karena sudah memiliki sikap empati dapat lebih baik mengidentifikasi petunjuk sosial yang tersembunyi tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan orang lain, sehingga adversity quotient tinggi, terutama pada aspek Ownership and origin (Kepemilikan). Mahasiswa pekerja akan lebih peka terhadap masalah yang sedang dihadapi orang lain. Kemudian yang terakhir adalah mahasiswa pekerja yang dapat membina hubungan dengan baik, maka akan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga dapat mendorong adversity quotient yang tinggi, terutama dalam aspek reach (jangkauan). Mahasiswa pekerja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat menjangkau tingkat kesulitan itu, sehingga dapat membedakan masalah yang muncul serta respon yang ditujukan pada situasi tersebut.

Riset ini memiliki keterbatasan yakni sedikitnya jumlah sampel yang dapat mempengaruhi hasil uji statistik. Selain itu adanya keterbatasan variabel independen sebagai penentu variabel dependen. Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu variabel independen, yakni kecerdasan emosional.

Simpulan

Hasil analisis data penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,411 (signifikansi 0,000<0,05). Dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan adversity quotient pada mahasiswa pekerja Selain itu pada hasil uji koefisien determinasi diketahui hasil AR2 sebesar 0,168 yang berarti bahwa variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh sebesar 16,8% terhadap variabel adversity quotient.

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi mahasiswa pekerja untuk selalu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan dalam tugas sehari-hari sebagai mahasiswa sekaligus pekerja. Untuk pengembangan ilmu, diharapkan ada penelitian lain yang sejenis dengan jumlah sampel lebih banyak dan mempertimbangkan penggunaan faktor-faktor lain yang mempengaruhi adversity quotient.

References

  1. Santrock, J. W, Adolesccence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga, 2007.
  2. Dudija, N, “Perbedaan Motivasi Menyelesaikan Skripsi Antara Mahasiswa Yang Bekerja Dengan Mahasiswa Yang Tidak Bekerja,” HUMANITAS: Indonesian Psychological Journal, 8(2), 195–206. https://doi.org/10.26555/HUMANITAS.V8I2.464, 2012.
  3. Stoltz, P. G, Adversity Quotient Megubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
  4. Patton, P, Emotional Intelligence. Alih Bahasa: Zaini Dahlan. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1998.
  5. Salovey, P. & Mayer, J.D, “Emotional intelligence. Imagination, Cognition, and Personality,” 9, 185 -211, 1990.
  6. Azwar, S, Penyusunan Skala Psikologi. Jogjakarta: Pustaka Belajar, 2017.
  7. Goleman, D, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
  8. T. Daloos, “Emotional intelligence and adversity quotient of selected helping professionals”, Unpublished
  9. Master Thesis Department of Psychology Institute of Arts and Sciences Far Eastern University (Manila),
  10. Singh& Sharma, “Affect of Emotional Intelligence on Adversity Quotient of Indian Managers,” Published Online. Waknaghat, Solan, H.P., India: University of Information Technology, 2018.
  11. Amila& Gulo, “Kecerdasan Emosi dan Adversity Quotient Dosen Keperawatan dan Kebidanan,” Jurnal Edukasi. Tulungagung: Universitas Sari Mutiara Indonesia, 2020.