Analysis of Village Financial Management Implementation in Village Fund Allocation (ADD)
Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development
DOI: 10.21070/ijins.v20i.725

Analysis of Village Financial Management Implementation in Village Fund Allocation (ADD)


Analisis Implementasi Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Alokasi Dana Desa (ADD)

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Village Financial Management Village Fund Allocation Jiken Village Tulangan District

Abstract

This study aims to determine the application of Village Fund Allocation (ADD) management and the obstacles to implementing Village Fund Allocation (ADD) management in Jiken Village, Tulangan District, Sidoarjo Regency and how to overcome them. This research uses a qualitative approach. This research was conducted by using descriptive analysis method. Data collection was carried out by interview, observation, and documentation. The data analysis was carried out in accordance with the theory put forward by Miles and Hubberman. The results showed that: (1) Village financial management, in this case the Village Fund Allocation (ADD) of Jiken Village, Tulangan District, Sidoarjo Regency, there are several things that are not in accordance with Permendagri No.113 of 2014 concerning village financial management; (2) Constraints in implementing the management of ADD Desa Jiken Ke. Reinforcement District. Sidoarjo is a planning synchronization between the village and sub-district levels; and (3) Limited village allocation funds, as well as a lack of socialization. The way to overcome these obstacles is to coordinate so that village and sub-district planning is synchronized, carry out evaluations regarding the effectiveness and efficiency of ADD, and increase socialization to the community by holding open meetings and other meeting activities so that it can be interspersed with socialization about ADD.

Pendahuluan

Otonomi daerah (otoda) memberikan banyak perubahan terkait pengelolaan daerah. Kebijakan otoda memberi hak, kewenangan, dan tugas/kewajiban daerah otonom untuk mengelola serta mengurusi dirinya terkait masalah pemerintahan serta kebutuhan publik daerah berdasarkan peraturan dan undang-undang. Aziz dan Priangani menjelaskan bahwa “Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan daerah diperbesar mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain yang dimaksud yaitu meliputi kebijakan perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional” . Otonomi daerah wajib digunakan secara cerdas oleh pemda baik pemkot atau pemkab untuk memberi bukti terkait kompetensinya dalam menjalankan kewenangan tersebut.

Secara langsung otonomi daerah wajib berhubungan dengan tingkat pemerintahan dilevel terbawah, yakni desa. meski kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada pemkab/pemkot. Sesuai dengan UU NO 6 Tahun 2014, pengertian Desa adalah “kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, “Tugas penataan desa serta pemantauan dan pengawasan pembangunan desa diemban secara bersama-sama oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemkab/pemkot.” Desa mempunyai wewenang untuk mengelola dan mengatur masalah pemerintahan desa berdasarkan peraturan dan undang-undang.

Prinsip otonomi daerah memakai prinsip otonomi yang seluas-luasnya artinya daerah diberi wewenang mengurusi dan mengelola seluruh permasalahan pemerintahan selain yang menjadi wewenang pemerintah pusat yang ditentukan dalam undang-undang otonomi daerah. Proses desentralisasi yang sudah berjalan sudah berkontribusi dalam memberikan kesadaran mengenai urgensi kemandirian daerah yang berlandaskan pada pemberdayaan potensi daerah. Meski waktu ini kebijakan otonomi daerah masih dititikberatkan pada tingkat Kabupaten/Kota, secara prinsip sesungguhnya kemandirian daerah wajib diawali dari tingkat pemerintahan dilevel terbawah, yakni desa.

Eksistensi peraturan perundang-undangan tentang desa selain memberi penguat kedudukan desa selaku pemerintahan masyarakat, bersamaan pula sebagai modal guna mengembangkan lingkungan fisik serta pemberdayaan masyarakat desa. “Dengan kehadiran UU Desa tersebut maka semakin banyak dana dari pemerintah yang akan mengucur ke tingkat desa. Namun kebijakan ini harus diiringi dengan pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel agar dampak kebijakan tersebut dapat tepat sasaran dan dirasakan oleh masyarakat desa. Begitu besarnya dana yang akan didapatkan oleh desa memberikan harapan bagi kemajuan pembangunan di desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, disisi lain juga perlu diiringi dengan aturan teknis yang mengatur pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel .

Pemerintah desa dipercaya akan lebih bisa menempatkan prioritas keinginan masyarakat dibanding dengan pemerintah daerah yang secara signifikan mempunyai ruang lingkup persoalan lebih besar dan sulit. Oleh karena itu, pembangunan desa yang dijalankan wajib berdasarkan permasalahan yang ada, potensi yang dipunyai, keinginan masyarakat dan prioritas pembangunan desa yang sudah ditentukan. Pemerintah selanjutnya menerbitkan “Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa”. Pemda memiliki wewenang yang lebih luas dalam mengatur daerah.

Pengelolaan keuangan desa adalah di antara wujud dari wewenang yang diserahkan kepada pemdes untuk membuat tata kelola pemerintahan yang baik. Berdasarkan UNDP “pemerintahan yang baik memiliki karakteristik akuntabilitas, transparansi, partisipasi, tertib hukum, responsif, konsensus, adil, efisiensi dan efektivitas serta memiliki visi strategis” . Good governance sebagaimana yang dijelaskan Subroto ialah “sebuah kerangka institusional untuk membuat lebih kuat otonomi desa, sebab secara substantif desentralisasi dan otonomi desa bukan hanya soal pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, melainkan sebagai usaha membawa negara lebih dekat dengan masyarakat. Pemerintah lokal tidak akan kuat dan otonomi tidak akan bermakna dan berguna bagi masyarakat lokal apabila tidak didukung dengan transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan responsivitas”.

Pengelolaan keuangan desa dapat didefinisikan sebagai semua aktivitas dalam merencanakan, melaksanakan, menatausahakan, melaporkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa yaitu pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam memberi dukungan dan melaksanakan program-program kerja pemerintah desa (pemdes) yang sudah direncanakan. APBDes yaitu perencanaan keuangan tahunan pemerintah desa. Salah satu elemen yang ada dalam APBDes yaitu Alokasi Dana Desa (ADD).

“Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota setelah dikurangi dana alokasi khusus” . Jumlah ADD minimal 10% dari dana perimbangan sesudah dikurangi dana alokasi khusus. Kepala desa (kades) ialah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemdes dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Kebijakan pemakaian Alokasi Dana Desa yakni untuk biaya melaksanakan pemerintahan, membangun desa, membina masyarakat, dan memberdayakan masyarakat. Penempatan Alokasi Dana Desa kepada tiap desa mempehatikan kebutuhan pendapatan tetap kepala desa dan perangkat desa, total penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, serta tingkat kesulitan geografis desa. Dana desa dapat dimanfaatkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat .

Pengelolaan Alokasi Dana desa tidak bisa dipisah dengan APBDes sebab Alokasi Dana Desa adalah elemen pendapatan desa yakni pendapatan transfer. Pemdes harus sesuai aturan yang ada dalam mengelola Alokasi Dana Desa. Aturan dalam mengelola Alokasi Dana Desa tercantum dalam “Permendagri No.113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa”. Tahapan pengelolaan keuangan desa berdasarkan permendagri No.113 Tahun 2014 yaitu “perencanaan, pelaksanaan, penatusahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.”

Desa Jiken adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Tulangan yang masuk dalam wilayah administrasi Pemkab Sidoarjo. Dalam hal mengelola keuangan desa, Pemerintah desa Jiken masih mempunyai beberapa kendala atau hambatan. Hambatan yang dihadapi Pemerintah desa Jiken yaitu masih rendahnya kepedulian beberapa masyarakat dalam proses rencana pembangunan desa dan masih terbatasnya kompetensi perangkat desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa.

Peran perangkat desa wajib memahami peraturan, undang-undang dan aturan lain terkait proses mengelola keuangan desa, serta mempunyai kompetensi serta integritas dalam menjalankan tata kelola keuangan desa. Kompetensi dan integritas aparat desa sangat diperlukan dalam hal pengelolaan dana desa sebab risiko dari pengelolaan dana sangat tinggi. Pengelolaan dana desa rentan terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu dengan topik Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yakni:

  1. Diansari, yang menyatakan bahwa “terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat pengelolaan program Alokai Dana Desa diantaranya terbatasnya kemampuan aparatur pemerintah desa dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD), Lemahnya kinerja pengelolaan keuangan desa dan lemahnya pengawasan BPD dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah desa” .
  2. Jopang, Utha, Harianto, menyatakan bahwa ”Anggaran desa selama kurung waktu 4 (empat) tahun telah memberikan kontribusi kepada desa dan masyarakat di Kabupaten Pulau Wowoni. Kegiatan Anggaran Dana Desa 2015-2017 tahun, terutama melalui desa Perisai interior, dianggap sangat berkontribusi bagi masyarakat, terutama kaum miskin dan perempuan. Program bedah rumah dan Bisnis Produktif adalah program unggulan masyarakat di seluruh desa Kabupaten Pulau Wowoni” .
  3. Ruru, Kalangi, dan Budiarso menyatakan bahwa “Pemerintah desa telah menerapkan dengan benar standar program Alokasi Dana Desa berdasarkan peraturan Minahasa Utara No. 22, 2016” .
  4. Tikollah dan Ngampo menyatakan bahwa “pengelolaan Alokasi Dana Desa yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban dengan 63 indikator di Kecamatan Mare Kabupaten Bone telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa” .
  5. Meutia dan Liliana menyatakan bahwa aspek pengelolaan keuangan sudah berdasarkan yang diatur dalam Permendagri No. 113/2014 dan mentaati prinsip dasar pengelolaan keuangan. Pelaporan dan pertanggungjawaban masih jadi permasalahan bagi beberapa desa. Belum seluruh desa yang diteliti mempunyai SDM yang memahami bidang pelaporan dan pertanggungjawaban. Berkaitan dengan komposisi belanja desa, seluruh desa belum memenuhi aturan 70:30. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan dalam implementasi pembangunan di pedesaan .

Sesuai dengan persoalan yang telah diungkapkan di atas, peneliti memiliki ketertarikan untuk mengkaji topik “Analisis Implementasi Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo”. Peneliti hendak menganalisis pengelolaan keuangan desa Jiken apakah sudah sejalan dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, hambatan pengelolaan Alokasi Dana Desa dan cara mengatasinya. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan Alokasi Dana Desa desa Jiken Kecamatan Tulangan tahun anggaran 2019. Pemilihan periode 2019 bertujuan untuk bisa mendapatkan informasi dan data yang up to date”.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk penerapan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di desa Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dan mengetahui kendala penerapan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan cara mengatasinya di Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik permasalahan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah informan yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti yaitu tentang Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa di Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo. Subjek penelitian yang dimaksud terdiri dari: 1) Kepala Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo; 2) Sekretaris Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo; 3) Kepala Urusan Perencanaan Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo; dan 4) Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Data penelitian ini berasal dari laporan tentang perencanaan keuangan, laporan pelaksanaan keuangan serta laporan tentang pengelolaan APBDes di tahun 2017, selain itu juga berasal dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan fokus penelitian yaitu peran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di lingkup perencanaan APBDes, upaya penguatan kelembagaan serta upaya dalam meningkatkan infrastruktur desa di Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo. Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber dan metode. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data selama di lapangan menurut Miles dan Huberman yang terdiri dari empat tahapan, yaitu : 1) data collection (pengumpulan data); 2) data reduction (reduksi data); 3) data display (penyajian data); dan 4) conclusion (kesimpulan) .

Hasil dan Pembahasan

Penerapan pengelolaan ADD di Desa Jiken Kec. Tulangan Kab. Sidoarjo

Tahap p erencanaan p engelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Perencanaan adalah proses menentukan tujuan yang ingin dicapai di masa depan dan menentukan tujuan dan tahapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini menjadi penting sebab perencanaan merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu kegiatan . Dalam rencana keuangan pedesaan, rencana bertahap strategis perlu dikembangkan. Perencanaan pembangunan pedesaan dilakukan dengan melibatkan masyarakat pedesaan dalam kajian perencanaan pembangunan pedesaan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) serta Rencana Pembangunan Desa tahunan ataupun yang dikenal dengan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) semuanya memuat perencanaan yang terdokumentasi dan pembangunan desa.

Perencanaan pengelolaan Keuangan Desa (PPKD) yang mencakup ADD di Desa Jiken, mengikutsertakan warga desa secara keseluruhan lewat melalui pertemuan rapat yang diselenggarakan di level Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Pertemuan rapat tersebut sering disebut rembug warga. Topik atau aspek yang dibicarakan pada pertemuan rembug warga mencakup persoalan di level wilayah RT dan RW. Permasalhan tersebut antara lain saluran air yang terhambat karena adanya gorong-gorong yang rusak di wilayah RT. Dalam proses perencanaan warga terlebat dalam memberikan usulan terkait jalan keluar atas permasalahan tersbut. Kemudian, masukan dan jalan keluar tersebut diajukan oleh wakil RT/RW ke level Musrengbangdes.

Musrenbangdes di Desa Jiken pesertanya terbatas untuk para aparat desa dan pihak-pihak tertentu yang mendapatkan undangan musrengbangdes. Sementara itu, untuk warga umum tidak disediakan undangan. Akibat dari undangan yang tidak ada untuk masyarakat umum membuat warga tidak mengetahui program-program yang akan dijalankan oleh pemdes di tahun yang akan berjalan yang dibiaya dari ADD. Kondisi tersebut berdampak pada mindset warga yang hanya memahami desa memperoleh dana, tanpa tahu sumber dana dan kemanfaatan dana tersebut.

Tahun 2019 perencanaan pemakaian ADD di Desa Jiken masih berfokus pada pembangunan infrastruktur, misalnya untuk pavingisasi dan saluran air, terkait aktivitas dalam memberdayakan masyarakat belum terlihat di dalam RPD ADD Desa Jiken di tahun 2019. Perhatian utama pemdes yang masih pada fase pembangunan, yang belum memfokuskan pada upaya mendorong pemberdayaan warga pada fase perencanaan menimbulkan aktivitas memberdayakan warga di Desa Jiken belum menunjukkan output yang nyata.

Pemberdayaan warga pada fase perencanaan, selama ini bisa dinilai dari dua perspektif yaitu, pertama, pemdes dalam fase perencanaan pengelolaan keuangan pemberdayaan warga dengan mempersuasi warga untuk berdialog mengenai aktivitas dalam memberdayakan warga untuk memunculkan potensi yang ada. Kedua adalah perencanaan pengelolaan ADD di Desa Jiken yang belum terorganisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, Desa Jiken mengelola keuangan desa yang diawali dengan tahap perencanaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Permendagri 113/2014, bahwa “setiap pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan dari kegiatan yang terdiri dari perencanaan”. Desa Jiken memperkirakan pendapatan dan belanja untuk periode yang akan datang meskipun perencanaan tersebut belum dilakukan secara maksimal.

Pelaksanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Dalam melaksanakan manajemen keuangan desa, ada sejumlah prinsip umum yang wajib dipatuhi yaitu meliputi penerimaan maupun pengeluaran, salah satunya bahwa semua penerimaan maupun pengeluaran desa dijalankan lewat Rekening Kas Desa. Pencairan dana dalam Rekening Kas Desa harus ada tanda tangan kades dan bendahara desa. Aturan itu sesuai dengan Permendagri No.113 Tahun 2014. Sujarweni menjelaskan bahwa pelaksanaan anggaran desa yang sudah ditetapkan sebelumnya timbul transaksi penerimaan dan pengeluaran desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Jika desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, maka pengaturannya ditetapkan oleh Pemkab/Pemkot. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Kades Jiken sudan mengarahkan tiap pelaksanaan pengelolaan ADD secara baik. Pengarahan dijalankan terhadap warga terkait pelaksanaan ADD lewat RT/RW dan forum-forum yang dihadiri warga secara langsung. Kades memberi pengetahuan mengenai pembangunan yang akan dijalankan. Akan tetapi pengarahan yang disampaikan masih belum bisa dinyatakan tepat, karena masih ada warga umum yang tidak mengetahui mengenai pengelolaan keuangan desa utamanya ADD. Warga yang sebagian besar bukan aparat desa masih belum memahami terkait keuangan desa serta pembangunan yang akan dijalankan oleh pemdes. Warga hanya mengetahui saat pelaksanaan dan mendukung dengan memberikan bantuan tenaga bila dibutuhkan tanpa memahami dari mana sumber dana tersebut. Kondisi tersebut terjadi selain karena pengarahan kades yang kurang efektif, juga dari segi wawasan warga yang kurang, sehingga dalam hal memahami terkait keuangan desa terbatas.

Selain mempergunakan metode pengarahan secara langsung, Kades Jiken juga berupaya mendapatkan simpati dari warga supaya warga tertarik untuk perduli kepada pembangunan dan pengelolaan keuangan desa. Usaha yang sudah dijalankan selama ini ialah dengan memberikan contoh atau teladan yang baik kepada warga.

Pemdes berharap dalam pengarahan kepada warga lewat menarik simpati warga bisa menimbulkan ketertarikan warga agar perduli kepada pengelolaan Keuangan Desa, dengan demikian pengelolaan keuangan desa utamanya ADD bisa dilaksanakan dengan baik dan sesuai target tujuan.

Pengarahan kepada warga Desa Jiken selama ini masih dalam wujud mempersuasi atau menarik simpati warga, sementara itu, pengarahan guna memberdayakan warga masih terbatas pemberdayaan secara fisik contohnya lewat kerja bersama-sama membangun jalan. Pengarahan yang dijalankan belum sampai pada upaya pemberdayaan potensi SDA dan potensi lainnya yang ada pada warga.

Berdasarkan penjelasan di atas, telah melaksanakan pengelolaan ADD. Di mana hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Permendagri 113/2014 menentukan bahwa setiap pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan dari kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan” Desa Jiken telah melaksanakan poin-poin perencanaan yang sudah disusun secara matang sebelumnya pada tahap perencanaan serta terperinci.

Penatausahaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Penatausahaan keuangan desa merupakan semua aktivitas atau kegiatan keuangan yang khususnya dilaksankan oleh bendahara desa. Bendahara desa meski menctat seluruh transaksi yang terjadi, baik dalam penerimaan dan pengeluaran. Bendahara desa mencatat secara sistematis dan kronologis atas transaksi-transaksi yang ada. Sebagaimana Sujarweni yang menyatakan bahwa kades dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa . Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kades. Bendahara desa adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kades untuk menerima, menyimpan, menyetor, menatausahakan, membayar, dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDes

Kegiatan penatausahaan ADD di Desa Jiken selama ini untuk mengikutsertakan warga untuk bekerja bersama-sama masih terbuka. Tidak terdapat pembatasan dari Pemdes Desa Jiken berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan ADD. Pemdes Jiken sejauh ini sangat mendukung warga ikut serta dalam penatausahaan ADD. Penatausahaan Pemdes dalam pemberdayaan warga untuk berperan serta mendukung pelaksanaan ADD dalam bentuk menghimbau warga lewat RT atau RW agar tertib dokumentasi, bukti, dan laporan.

Penatausahaan dalam cakupan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) masih banyak kekurangannya. Keakurannya antara lain dalam hal komunikasi antar aparat desa terkait dokumentasi pengelolaan ADD atau Keuangan Desa. Hal tersebut menyebabkan dokumen yang diperlukan kurang lengkap atau kurang memenuhi persyaratan. Kasus tersebut antara lain koordinasi Dokumen RPD ADD 2019, yang semestinya dokumen tersebut tersampaikan dengan baik kepada semua aparat desa yang berkepentingan akan tetapi kenyataannya dokumen RPD ADD 2019 belum tersebar secara semestinya. Bendahara Desa sebagai pemangku keuangan desa yang mestinya memegang RPD ADD sebagai dasar atau pedoman pendapatan dan pengeluaran dana, namun justru belum menerima dokumen itu. Kenyataannya dokumen itu, ada di Sekdes yang bertindak sebagai koordinator pengelolaan ADD. Semestinya untuk memudahkan pengelolaan ADD, pembagian/penyebaran RPD mesti diketahui oleh semua bagian PTPKD dan TPK. Komunikasi yang kurang antar aparat desa membuat kegiatan LPJ yang mengalami terkendala. Adapun yang membuat laporan RPD adalah Kades.

Kegiatan penataushaan memerlukan koordinasi yang bagus antar masing-masing anggota di dalam. Pemberdayaan warga pada fase penatausahaan pengelolaan ADD masih dalam bentuk voluntir dan terbuka untuk warga yang bersedia berperan aktif. Sementara itu dalam tingkat pengkoordinasian pengelolaan ADD di lingkup perangkat desa pengelola sendiri masih ada hambatan komunikasi dan koordinasi sehingga berefek pada terkendalanya aktivitas Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) penggunaan ADD.

Proses penatausahaan tidak hanya dipandang dari antar pengorganisasian antar perangkat desa tetapi juga dipandang dari pengorganisasian antar pemerintah dengan warga. Selama ini penatausahaan telah berjalan baik. Penatausahaan tersebut dijalankan lewat koordinasi dengan RT/RW yang merupakan kepanjangan tangan dari pemda. Hal tersebut disebabkan RT/RW secara hierarki sendiri merupakan pembantu tugas dari pelayanan kepada warga yang menjadi tanggung jawab pemda. Sehingga dalam tahap penatausahaan ini peran RT/RW menjadi vital sebagai penjembatan atau kepanjangan tangan dari pemerintah dalam pemberdayaan warga.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dilakukan Desa Jiken setelah pelaksanaan pengelolaan ADD adalah penatausahaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Permendagri 113/2014 menentukan bahwa “setiap pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan dari kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, …”

Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD)

Kades dalam menjalankan tugasnya, wenangannya, hanyak, serta kewajibannya terkait hal pengelolaan keuangan desa, mempunyai tugas untuk membuat laporan. Laporan itu dilakukan secara rutin tiap semester dan tahun yang diserahkan kepada Bupati/Walikota. pelaporan semester awal yaitu pelaporan realisasi APBDes. Laporan realisasi semester awal(1) diserahkan selambat-lambatnya pada juli tahun berjalan. pelaporan semester akhir tahun diserahkan selambat-lambatnya pada akhir januari pada tahun selanjutnya .

Tahap pelaporan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Jiken selama ini sudah memberi ruang bagi warga untuk dapat memberikan kritik atau keluhan. Dalam hal pengawasan terhadap laporan ADD selama ini telah dijalankan oleh pihak Inspektorat, dinas pemerintahan masyarakat desa, kecamatan, badan perencanaan pembangunan kabupaten, dan sekretariat daerah lewat pengawasan dan pengevaluasian secara langsung ke lapangan. Pengawasan dan pengevaluasian (mones) dari dinas bersangkutan dijalankan dengan rutin. Supervisi dilaksanakan dinas terkait dengan menggunakan dua aspek yaitu fakta atau bukti fisik di lapangan serta pelaporan. Cross check laporan sendiri semestinya dinas terkait dalam mengecek telah dibuat mudah oleh adanya aplikasi Siekudes. Selama ini dinas terkait telah memahami pemakaian aplikasi siekudes itu.

Kendala yang timbul dalam fase pelaporan, di samping minimnya koordinasi antara aparat pengelola dalam mendistribusikan RPD, dikarenakan pula tidak mudahnya pengumpulan bukti pendukung pelaporan. Bukti pendukung seperti beberapa foto aktivitas yang mesti disertakan menjadi hambatan sebab kurangnya koordinasi dalam mengumpulkan.

Terkait dengan aspek pelaporan pemakaian ADD selama ini warga belum banyak diikutsertakan, warga masih kurang memahami terkait laporan ADD dan Keuangan Desa yang lain. Kondisi itu dapat terjadi dikarenakan laporan ADD masih tertutup, kurang keterbukaan. Laporan seperti berbentuk spanduk, baner dan infografis yang dapat menambah wawasan warga belum dipasang secara layak. Di samping itu, informasi pelaporan pemakaian keuangan desa sebatas diserahkan kepada aparat. Sementara itu, warga biasa sekedar memperoleh laporan dari RT/RW saat diberikan. Apaabila tidak diberikan, maka warga tidak peduli dengan masalah pelaporan keuangan.

Pemberdayaan masyarakat desa Jiken dalam tahap supervisi atau pengawasan pengelolaan ADD kenyataannya bisa dipandang dari dua perspektif yang tidak sama. Di satu segi publik atau warga diberdayakan agar aktif melakukan pengawasan dan diberi kebebasan dalam mengkomplain atau memberikan keluhan. Akan tetapi disisi lain supervisi dari aspek pelaporan pemakaian ADD, warga masih kesukaran akses, sebab informasi dalam bentuk baner dan infografis yang belum dipasang, informasi laporan pemakaian ADD serta keuangan desa yang lain hanya diserahkan lewat RT dan RW, tidak terdapat laporan langsung pada warga. Metode pengawasan yang dilakukan masyarakat yaitu dengan berpartisipasi aktif dalam musyawarah desa dan melaporkan langsung tindakan penyalahgunaan dana yang terjadi.

Merujuk pada uraian tentang pelaporan ADD, bisa dipahami bahwa Desa Jiken telah menjalankan pelaporan ADD. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Permendagri 113/2014 menentukan bahwa setiap pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan dari kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, …”

Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD)

Dalam proses penyampaian laporan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD), Kades yang bersangkutan dituntut untuk menyampaikan laporan tepat waktu. Apabila laporan tersebut tidak tepat waktu atau terlambat dilaporkan maka Bupati berhak untuk menunda pencairan dana untuk tahap selanjutnya dan pengurangan dana yang bersumber dari APBD Kabupaten untuk tahun berikutnya sesuai dengan penelian Tim pengendali Kabupaten dan tim fasilitasi Kecamatan yang di bentuk dengan Keputusan Bupati .

Pertanggungjawaban dalam pengelolaan ADD dijalankan pula lewat pelaporan pengelolaan yang mesti terbuka, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Notodisoerjo mengartikan transparansi merupakan sikap terbuka dari seluruh tindakan dan kebijakan yang ditempuh pemerintah . Transparansi memiliki prinsip membentuk kepercayaan antara pemerintah dan warga masyarakat tentang kemudahan mendapatkan data dan informasi. Terkait dengan pengawasan pengelolaan ADD, lebih fokus pada transparansi dari pemerintah dalam memberi data dan informasi pada warga masyarakat lewat laporan pemakaian ADD. Kemudian, berhubungan dengan laporan menurut Mardiasmo tidak bisa pula dilepaskan dari akuntabilitas (pertanggungjawaban terhadap masyarakat) yang berarti kompetensi atau kecakapan untuk memberikan tanggungjawab kepada publik atas seluruh tindakan dan kebijakan yang sudah dilakukan .

Salah satu bentuk dari pertanggungjawaban ialah pelaporan. Pelaporan ADD mesti dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan supaya mampu mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan ADD. Dengan demikian, hal yang menjadi perhatian pada proses pengelolaan ADD di Desa Jiken yaitu keikutsertaan secara aktif warga desa dalam mengawasi ADD, keterbukaan laporan (transparan), laporan dapat dipercaya (kredibel) dan laporan dapat dipertangggungjawabkan (akuntabel), yang selanjutnya dihubungkan dengan proses memberdayakan masyarakat.

Selama ini, pada fase pertanggungjawaban akan pentingnya pertanggungjawaban secara formal memang tidak pernah dikawal langsung oleh masyarakat. Masyarakat mewakilkan kepada BPD untuk mengawal pertanggungawaban pemdes. Masyarakat tetap melakukan pengawasan terhadap pertanggungjawaban pemdes, walaupun belum ada upaya untuk melakukan sosialisasi pada warga tentang perlu dan pentingnya pengawasan ADD secara aktif oleh masyarakat.

Merujuk pada paparan tentang aspek pertanggungjawaban, bisa dipahami bahwa Desa Jiken juga melakukan pertanggungjawaban ADD setelah dilakukan pelaporan ADD. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Permendagri 113/2014 menentukan bahwa “setiap pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan dari kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.”

Kendala Penerapan Pengelolaan ADD dan Cara Mengatasinya di Desa Jiken Ke. Tulangan Kab. Sidoarjo

Penyinkronan antara Perencanaan di Tingkat Desa Dan Kecamatan Penyelenggaraan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Jiken Kec. Tulangan Kab. Sidoarjo masih rendah. Adanya ketidaksesuaian antara perencanaan desa dengan kecamatan, menimbulkan kesulitan bagi desa dalam meraih tujuan sesuai dengan yang diinginkan. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta masih adanya jalan-jalan di Desa Jiken yang rusak disebabkan oleh belum bisa dibiayai oleh ADD yang terhambat oleh keputusan di level kecamatan yang tidak selaras dengan di level desa. Sebagai upaya untuk mengatasinya melalui peningkatan koordinasi agar dalam perencanaan antara pihak desa dengan kecamatan sinkron dalam mengambil kebijakan.

Selain sinkroninasi, ADD di Desa Jiken masih kurang memadai sebagai penopang operasional administrasi pemerintah. Meski terbatasnya ADD merupakan pendapat dari perangkat desa, tetas harus menjadi perhatian semua pihak. Hal tersebut karena dana desa merupakan sumber dana yang penting bagi penyelenggaraan pembangunan desa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk melakukan evaluasi ulang tentang pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di desa Jiken ini. Tujuannya adalah supaya seluruh dana yang didapatkan bisa diatur dan dimanage secara akuntabel dan kredibel.

Kendala atau hambatan lain adalah sosialisasinya masih minimnya terkait Alokasi Dana Desa (ADD) kepada warga. Masih banyak warga yang tidak mengetahui tentang Alokasi Dana Desa (ADD). Masyarakat belum memahami arti penting ADD, baik besaran dananya maupun rencana dan realisasi penggunaannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam mneyosoalisasikan kepada warga tentang ADD masih sangat kurang.

Kondisi tersebut akan menjadikan pengertian masyarakat terhadap ADD sangat minim pula, hal ini tentu akan berdampak kepada susahnya dalam mempersuasi masyarakat dalam berkontribusi dan berperan serta dalam penyelenggaraan ADD ataupun dalam mengawasinya selama berlangsungnya pelaksanaan. Minimnya pengertian masyarakat kepada ADD maka masyarakat akan menjadi sukar pula dalam mengerti tugas dan berpartisipasi serta pada penyelenggaraan alokasi dana desa. Kondisi tersebut membuat rendah dalam pemberdayaannya yang mengikutsertakan warga.

Oleh karena itu, perlu peningkatan sosialisasi melalui beberapa kegiatan masyarakat seperti rapat terbuka dan kegiatan lainnya. Harapannya masyarakat dapat mengetahui dan memahami ADD sehingga masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi.

Simpulan

Mengacu pada paparan hasil kajian serta pembahasan yang sudah diuraikan, bisa ditarik kesimpulan : (1) Pengelolaan keuangan desa, terkait Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo masih ada beberapa aspek yang belum selaras dengan Permendagri No.113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. Pada fase perencanaan, secara prosedural telah selaras dengan aturan yang ada, akan tetapi terkait masalah waktu, belum mampu memenuhi target sebagaimana yang ada dalam peraturan. Pada fase pelaksanaan, secara prosedural telah memenuhi aturan walaupun masih dinyatakan terlambat dalam proses pencairan dana. Seharusnya pencairan dana tahap 1, sudah terealisasi pada awal tahun namun faktanya baru teralisasi pada bulan Juni Tahun 2019. Pada proses penatusahaan bisa dinyatakan telah memenuhi peraturan. Fase pelaporan bisa dinyatakan telah memenuhi aspek ketepatan waktu dan selaras dengan aturan yang ditetapkan. Pada fase pertanggungjawaban bisa dinyatakan telah memenuhi aturan walaupun sumber daya dalam pengelolaan keuangan Desa Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo merupakan perangkat baru. Kondisi itu bukan merupakan hambatan sebab Pemdes Jiken Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo sudah menjalankan diklat sistem keuangan desa dalam rangka meningkatkan kompetensi perangkat desa dalam pengelolaan keuangan desa. (2) Kendala dalam penerapan pengelolaan ADD Desa Jiken Kec. Tulangan Kab. Sidoarjo adalah sinkronisasi perencanaan antara tingkat desa dan kecamatan, terbatasnya dana alokasi desa, serta kurangnya sosialisasi. Cara mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan koordinasi agar perencanaan desa dan kecamatan sinkron, melakukan evaluasi terkait efektivitas dan efisiensi ADD, serta meningkatkan sosialisasi ke masyarakat dengan cara mengadakan rapat terbuka dan kegiatan pertemuan lainnya agar dapat diselingi dengan sosialisasi mengenai ADD.

References

  1. Y. M. A. Aziz dan A. Priangani, Titik Balik Demokrasi dan Otonomi Pikiran-Pikiran Krisis di Saat Krisis, Yogyakarta: Pustaka Raja, 2002.
  2. A. Halim dan M. S. Kusufi, Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat, 2013.
  3. M. Labolo dan T. Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep, dan Isu Strategis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015.
  4. A. Subro, “Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana di Desa-Desa dalam Wilayah Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008,” Tesis, Program Studi Magister Sains Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
  5. Departemen Keuangan, “Juklak Bimkonkeudesa,” Departemen Keuangan, 2018. [Online]. Available: http://www.bpkp.depkeu.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf. [Diakses 1 February 2020].
  6. Tim Visi Yustisia, Pedoman Resmi Petunjuk Pelaksanaan Dana Desa, Jakarta Selatan: Visimedia, 2016.
  7. R. A. Diansari, “Analisa Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Kasus Seluruh Desa di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung Tahun 2013,” Seminar Nasional Universitas PGRI Yogyakarta, 2015.
  8. Jopang, A. Utha dan E. Harianto, “Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Bidang Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Konawe,” Publivuho, Faculty of Social and Political Sciences Halu Oleo University, vol. I, no. 2, 2018.
  9. N. Ruru, L. Kalangi dan N. S. Budiarso, “Analisis Penerapan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Upaya Meningkatkan Pembangnan Desa (Studi Kasus pada Desa Suwaan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara),” Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, vol. XII, no. 1, pp. 83-90, 2017.
  10. M. R. Tikollah dan M. Y. A. Ngampo, “Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Mare Kabupaten Bone,” JEKPEND: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, vol. I, no. 1, pp. 87-96, 2018.
  11. I. Meutia dan Liliana, “Pengelolaan Keuangan Dana Desa,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL, vol. VIII, no. 2, pp. 336-352, 2016.
  12. S. Hermawan dan Amirullah, Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif, Malang: Media Nusa Creative, 2016.
  13. A. S. S. Hutami, “Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Abbatireng Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo,” Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, vol. X, no. 1, pp. 10-19, 2017.
  14. V. W. Sujarweni, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Pustaka Press, 2015.
  15. A. Hamzah, Tata Kelola Pemerintahan Desa: Menuju Desa Mandiri, Sejahtera dan Partisipatoris, Surabaya: Pustaka, 2015.
  16. A. Rosidi dan R. Fajriani, “Reiventing Goverment Demokrasi dan Reformasi Pelayanan Publik,” Andi, Yogyakarta, 2013.