The Influence of Taxation System Fairness, Financial Condition and Subjective Beliefs on Tax Compliance by Corporate Taxpayers with Intentions to Behave Obediently as Intervening Variables
Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development
DOI: 10.21070/ijins.v20i.696

The Influence of Taxation System Fairness, Financial Condition and Subjective Beliefs on Tax Compliance by Corporate Taxpayers with Intentions to Behave Obediently as Intervening Variables


Pengaruh Keadilan Sistem Perpajakan, Kondisi Keuangan dan Keyakinan Subjektif Terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan dengan Niat Berperilaku Patuh Sebagai Variabel Intervening

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Fairness of the Taxation System Corporate Tax Compliance Subjective Beliefs Financial Condition Intention to Behave Obediently

Abstract

This study aims to determine the effect of the fairness of the taxation system, financial condition and subjective beliefs on tax compliance by corporate taxpayers with the intention of obedient behavior as an intervening variable. The sampling technique used saturated sampling by distributing questionnaires, so that 38 respondents were obtained. The data analysis technique used is the Outer Model to test the validity and reliability. Next is the Inner Model to test the hypothesis by using the SmartPLS version 3.0 program tool. The results of this study indicate that the fairness of the taxation system has a significant effect on tax compliance by corporate taxpayers while for financial conditions, subjective beliefs and intentions to behave obediently do not have a significant effect, then the fairness of the taxation system, financial condition and subjective beliefs do not significantly affect tax compliance by corporate taxpayers with intention to behave obediently as an intervening variable.

Pendahuluan

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh perseorangan atau badan yang bersifat memaksa dan telah ditetapkan dalam undang-undang, yang dimana tidak dikompensasikan secara langsung, namun akan di pergunakan untuk kepentingan negara guna kesejahteraan rakyat [1] Penjelasan tersebut di dasarkan pada UU Perpajakan nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 1.Dalam pembangunan suatu wilayah, dibutuhkannya pajak sebagai sumber utama pendapatan dari APBN serta APBN. Klarifikasi pajak berdasarkan badan pemungutannya dapat di bedakan menjadi dua bagian, yaitu pajak daerah dan pajak pusat.

Pemerintah daerah terus melakukan pembaharuan dalam sistem juga kebijakannya, yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah dari tahun ke tahun. Pemerintah memberikan kepercayaan penuh terhadap wajib pajak untuk dapat menghitung, memperhitungkan , menyetor serta melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan batas perpajakan atau sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dalam UU [2].

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Pendapatan Usaha Jasa Konstruksi yang bertujuan untuk mempermudah pengenaan pajak penghasilan atas pendapatan perusahaan jasa kontruksi, dan mengurangi beban administrasi, mempermudah, adil, dan dapat meningkatkan perpajakan nasional dalam bentuk pajak, sehingga memungkinkan industri konstruksi Lingkungan bisnis menjadi lebih baik dan menguntungkan [3]. Harapan dan implementasi pemerintah dibidang ini akan bergantung pada kepatuhan pajak dari wajib pajak perusahaan jasa konstruksi. Permasalahan perpajakan akan timbul apabila seorang pengusaha melakukan pelanggaran dalam bidang perpajakan, karena menurut literatur penelitian para peneliti sebelumnya, menyatakan bahwa pelanggaran pajak akan berdampak pada penurunan pendapatan nasional, yang berarti mengurangi pendanaan negara untuk pengeluaran sehari-hari dan juga untuk biaya pengembangan.

Penerimaan perpajakan mencapai Rp 177,96 triliun atau 9,54 persen dari target APBN tahun 2020. Realisasi Penerimaan Pajak itu sendiri, yang utama bersumber dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) / Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Penghasilan Non Migas. Kemudian untuk perkembangan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya dapat mendorong pertumbuhan perpajakan, masing-masingnya berkembang sebesar 95 persen dan 5,67 persen. Peneriman dari PPh 21, PPh 25/29 Badan dan PPh Final, yang menopang perolehan realisasi dari PPh Non Migas. Tetapi yang utama yaitu dari pertumbuhan PPh 25/29 Orang Pribadi (OP) yang tumbuh 18,85 persen dan PPh Final yang tumbuh 10,49 persen [4]

Rincian dari realisasi APBN 2020 sampai dengan 29 Februari 2020 tersebut meliputi :a. Penerimaan Perpajakan mencapai Rp177,96 triliun atau 9,54 persen dari target APBN tahun 2020, meningkat sebesar 0,29 persen (yoy) dibandingkan dengan APBN tahun 2019 sebesar Rp. 177,44 triliunyang telah direalisasi pada periode yang sama. Realisasi penerimaan pajak terdiri dari : ● Dari target APBN tahun 2020 penerimaan pajak yang terealisasi sebesar Rp. 152,92 triliun atau 9,31 persen. Dimana terget tersebut lebih rendah 4,97 persen (yoy) dari tahun 2019 sebesar Rp. 160,91 triliun. ● Dari target APBN tahun 2020 dibidang Kepabean dan Cukai, penerimaan pajak yang terrealisasi mencapai Rp. 25,04 triliun atau 11,22 persen. Dimana taregt tersebut meningkat sebesar 51,52 persen (yoy) dari tahun 2019 atau sejumlah Rp. 16,53 triliun. Sementara itu, sepanjang bulan Januari – Februari 2020 dari perspektif sektoral menyatakan bahwa dari sektor Industri pengolahan, untuk penerimaan pajak sejumlah Rp. 38,81 triliun, yaitu meningkat sejumlah 4,9% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Dan untuk pertama kalinya, sejalan dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) yang mencatat ekspansi (diatas 50) sejak bulanm juni tahun 2019, yakni 51,9 untuk bulan Februari 2020. Namun, untuk beberapa sektor utama lainnya juga mengalami penyusutan seperti sektor Jasa Keuangan & Asuransi (5,3 persen (yoy), Konstruksi & Real Estate (4,5 persen (yoy), Transportasi & Pergudangan (2,7 persen (yoy), Pertambangan (20,8 persen (yoy), serta Perdagangan (2,3 persen (yoy) [1]

Meskipun telah banyak dilakukan beberapa penelitian mengenai kepatuhan perpajakan. Namun dengan kondisi pandemi covid seperti ini, menyebabkan masih terdapat banyak pertanyaan mengenai persepsi juga faktor yang dapat mempengaruhi niat seorang wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya. Khususnya di dalam Asosiasi oleh Wajib Pajak Badan yang sangat berdampak atas kondisi sekarang ini. Oleh karena itu, banyak aspek yang dapat mempengaruhi kepatuhan perpajakan, sehingga perlu dilakukan peninjauan kembali. Karena terdapat beberapa hasil yang berbeda dan objek nyang beragam pula.

Penelitian ini merupakan modifikasi dan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [2] dan [5]. Dan yang menjadi pembeda dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel-variabel yang diteliti dan objek penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan pada UMKM yang terdaftar dalam Dinas Koperasi Surabaya, KPP Madya Kota Pekanbaru dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah Surabaya. Sedangkan penelitian ini dilakukan terhadap Anggota Usaha yang terdaftar dalam Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo. Alasan mengapa dilakukan pada Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo adalah karena adanya dampak ekonomi masyarakat yang semakin menurun, menyebabkan semakin menurun pula pendapatan nasional yang bersumber dari pajak. Karna yang terdampak bukan hanya dari wajib pajak pribadi namun terjadi pula pada wajib pajak badan atau perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang dapat menunjukkan faktor apasaja yang mempengaruhi wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan hal tersebut, telah terjadi adanya research gap yaitu perbedaan hasil penelitian yang beragam menjadikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan perpajakan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut serta untuk teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisi PLS. Dimana PLS itu mempunyai kelebihan yaitu dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki jumlah sampel yang minim, namun menghasilkan data yang lebih akurat. Selain itu, PLS juga mampu mengolah data dalam berbagai aspek secara bersamaan dengan mudah serta sederhana. Kemudian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh masing-masing variabel keadilan sistem perpajakan, kondisi keuangan dan keyakinan subjektif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Selain itu, rumusan masalah berikutnya adalah pengaruh variabel niat berperilaku patuh terhadap masing-masing variabel Independent. Apakah dengan adanya niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening dapat memperlemah dan memperkuat hubungan antar variabel, namun tidak dapat diukur dan diamati. Variabel intervening ini berada di antara variabel Independent dengan variabel dependent sehingga variabel dependent tidak dapat langsung terpengaruh oleh variabel independent.

H1          : Keadilan Sistem Perpajakan terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan

Teori kepatuhan perspektif instrumental adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini, dimana kepentingan wajib pajak itu sendiri dapat mendorong seseorang untuk mematuhi peraturan perpajakannya. Untuk memenuhi kewajiban perpajaknnya, wajib pajak akan termotivasi bilamana keadilan sistem perpajakan diberlakukan secara adil. Penelitian [6] disimpulkan bahwa keadilan sistem perpajakan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan Dalam penelitian [7] menjelaskan bahwa keadilan berhubungan dengan kepatuhan pajak.

H2          : Kondisi Keuangan terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan

Teori kepatuhan perspektif normtif adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini. Melalui legitimasi (normative commitment through legitimaty) yang berarti bahwasanya karena adanya kewenangan penyusun hukum yang memiliki hak untuk memerintah perilaku wajib pajak agar melaporkan pajaknya berdasarkan tarif yang sesuai dengan kondisi keuangan yang sesungguhnya. Penelitian [8] menyimpulkan bahwa kepatuhan perpajakan dapat dipengaruhi oleh kondisi keuangan. Dan dalam penelitian [2] menyimpulkan bahwa bilamana tax professional menganggap bahwa semakin patuh seorang wajib pajak dalam perpajakannya, maka dapat dipastikan bahwa wajib pajak tersebut berada pada kondisi keuangan yang baik.

H3          : Keyakinan Subjektif terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan

Kekuatan pengaruh dari pandangan orang-orang di sekitar nya yang dapat menghasilkan perilaku dari wajib pajak merupakan keyakinan subjektif yang berpengaruh terhadap kepatuhan perpajakan. Kekuatan pribadi seseorang dalam menyikapi orang-orang disekitarnya, bergantung pada perilaku seseorang tersebut. Teori kepatuhan normatif adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini. Yaitu melalui moralitas personal (normative commitment through morality) yang berarti bahwa suatu keharusan untuk seorang wajib pajak dalam mematuhi perpajakannya. Dimana dalam mematuhi peraturan, lingkungan sekitar memiliki peran yang sangat penting. Pada penelitian [9] menyimpulkan bahwa keyakinan subjektif berpengaruh terhadap kepatuhan perpajakan.

H4          : Keadilan Sistem Perpajakan terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan dengan Niat Berperilaku Patuh sebagai variabel intervening.

          Keadilan sistem perpajakan dapat di rasakan wajib pajak bilamana wajib pajak tersebut merasakan imbal balik dari pemenuhan pajak yang dilakukan, penetapan sanksi pajak juga harus dikenakan secara adil dan pendistribusian beban pajak sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat. Dengan begitu akan berdampak baik bagi wajib pajak untuk terdorong dalam berperilaku patuh.

H5          : Kondisi Keuangan terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan dengan Niat Berperilaku Patuh sebagai variabel intervening.

Berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB), Peneliti memasukkan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening dalam menilai pengaruh kondisi keuangan terhadap kepatuhan perpajakan. Wajib pajak meyakini bahwasanya kondisi keuangan yang baik atau buruk dan menghasilkan niat wajib pajak untuk berperilaku patuh atau tidak terhadap peraturan perpajakan. Karna pada dasarnya kondisi keuangan dapat menjadi pendorong atau penghambat niat wajib pajak untuk berperilaku patuh.

H6          : Keyakinan Subjektif terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan dengan Niat Berperilaku Patuh sebagai variabel intervening.

Keyakinan subjektif dapat mempengaruhi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Sesuai dengan referensi yang disampaikan oleh [10] bahwasanya keyakinan subjektif didefinisikan sebagai pengaruh dari orang-orang disekitar. Dalam penelitian Mustikasari dalam Arifiani [2] mengungkapkan bahwasannya keyakinan subjektif, untuk kepatuhan perpajakan melalui niat berperilaku patuh dapat berdampak baik bilamana terdapat pemahaman atau support dari orang sekitar. Dengan begitu, bilamana terdapat tekanan sosial dan pengaruh dari masyarakat di sekeliling dapat membentuk suatu keyakinan subjektif. Dan itu akan mendorong atau memotivasi wajib pajak lain untuk ikut mematuhi kewajiban perpajakannya.

H7          : Niat Berperilaku Patuh terhadap Kepatuhan Perpajakan Oleh Wajib Pajak Badan

Dalam Teori Perilaku Terencana, niat berperilaku patuh atau dengan kata lain intensi dapat timbul karena adanya perilaku yang di tampilkan oleh individu tersebut. Sementara itu, munculnya niat berperilaku patuh selain ditentukan oleh keyakinan subjektif, juga di tentukan oleh kondisi keuangan juga keadilan sistem perpajakan. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi indikator bagi niat yang pada waktunya menentukan apakah perilaku yang di tentukan akan dilakukan atau tidak. Jadi, niat dalam penelitian ini merupakan variabel mediasi atau variabel intervening, yaitu variabel yang memengaruhi hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen, yang menjadikan hubungan tidak langsung. Pernyataan diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [11]

Dari hipotesis yang telah diuraikan diatas, maka kerangka konseptual pada penelitian ini adalah

Figure 1.Skema Kerangka Konseptual

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan menggunakan metode penelitian yang telah disusun sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti agar mendapatkan hasil yang akurat[12].

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo. Yang bertujuan untuk mencari daftar anggota usaha anggota yang terdaftar didalamnya.

C. Definisi Operasional, Identifikasi Variabel dan Indikator Variabel

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis variabel yakni independen yang terdiri dari keadilan sistem perpajakan (x1), kondisi keuangan (x2) dan keyakinan subjektif (x3), serta kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan (y) sebagai variabel dependen dan niat berperilaku patuh (z) isebagai variabel intervening.

D. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah Anggota Usaha yang terdaftar di Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo. Dengan demikian,populasi pada penelitian ini berjumlah 38. Sedangkan untuk sampelnya karena disini peneliti menggunakan teknik sampling jenuh yaitu dengan menjadikan semua anggota populasi sebagai sampel [12]. Maka dari itu sampel penelitian ini adalah seluruh anggota usaha yang terdaftar pada Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo. Dengan demikian, sampel pada penelitian ini berjumlah 38 sampel.

E. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan yaitu data primer. Sumber data primer diperoleh dari daftar anggota usaha yang ada pada Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia Cabang Sidoarjo.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penilitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner yang d.isebarkan kepada sampel. Metode kuesioner merupakan alat pengumpulan data berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden.

G. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan aplikasi Partial Least Square atau sering disebut dengan PLS. Alasan menggunakan PLS karena memiliki kelebihan yaitu penelitian yang dilakukan dalam jumlahsampel yang minim, namun dapat menghasilkan data yang akurat. Selain itu, PLS mampu untuk mengolah data dalam berbagai aspek secara bersamaan dengan mudah dan sederhana. Dalam penelitian ini menggunakan SmartPL versi 3.0

Dengan menggunakan aplikasi PLS ini, dapat dilakukan pengukuran model yaitu dengan Outer Model yang berguna untuk menguji validitas dan reliabilitas data. Melalui uji ini dapat diketahui bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya, serta mengetahui konsistensi jawaban responden pada kuesioner penelitian. Pengukuran ini dilakukan dengan PLS Algorithm. Selanjutnya, Pengukuran inner model (model struktural) digunakan untuk melihat R² untuk membuktikan tingkat determinasi yang semakin baik. Oleh karenanya, analisis variant (R²) atau determinasi yaitu untuk mengetahui besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Struktur model ini dilakukan dengan cara Bootstrapping.[13]

Hasil dan Pembahasan

Analisis Deskriptif

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1. Laki – Laki 31 82 %
2. Perempuan 7 18%
Jumlah 38 100%
Table 1.Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis KelaminData diolah

Dari data diatas dapat dilihat bahwa responden sejumlah 38 orang, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 31 responden atau dengan presentase 82% dan sisanya perempuan sejumlah 7 responden dengan presentase 18%.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase
1. SMA 1 3 %
2. Sarjana (S1) 36 94%
3. Magister (S2) 1 3%
Jumlah 38 100%
Table 2.Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat PendidikanData diolah

Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan terakhir S1 yaitu sebanyak 36 responden dengan presentase 94%, tingkat pendidikan terakhir SMA sejumlah 1 responden dengan presentase 3% dan untuk tingkat pendidikan terakhir S3 sejumlah 1 responden dengan presentase 3%.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Taraf Usia

No. Taraf Usia Jumlah Presentase
1. < 40 3 8 %
2. 41 – 50 14 37%
3. 51 – 60 15 39%
4. >60 6 16
Jumlah 38 100%
Table 3.Karakteristik Responden Berdasarkan Taraf UsiaData diolah

Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 51 – 60 tahun sejumlah 15 responden dengan presentase 39%, untuk usia 41-50 tahun sejumlah 14 responden dengan presentase 37%, taraf usia >60 sejumlah 6 responden dengan presentase 16% dan untuk usia <40 sejumlah 3 responden dengan presentase 8%.

A. Pengukuran Model (Outer Model)

Pengukuran imodel iatau isering idisebut iouter imodel idigunakan iuntuk imenguji ivaliditas idan ireliabilitas idata.

a. Uji Validitas

Menurut [12] validitas adalah kualifikasi ketetapan atas data yang terwujud pada objek penelitian dengan data yang bisa digunakan untuk peneliti. Uji convergent validity dan uji discrimant validity termasuk uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Dimana uji discriminant validity adalah dengan melihat perbandingan korelasi vertikal laten dan akar kuadrat AVE, dan untuk Uji Convergent Validity dapat dilihat dari nilai loading factor untuk setiap indikator kontruks yang diharapkan lebih besar dari 0,7. Selanjutnya adalah, crossloading yang mengharuskan loading faktor diatas 0,5 dan lebih tinggi dibanding kontruksi lainnya.

Hasil Algorithm PLS menghasilkan uji coba dari Outer loading factor (Convergent validity, Discriminant Reliability) tahap awal yang menunjukkan bahwa dari total keseluruhan indikator, yaitu 26 hasil responden hanya 9 (Loading Factor yang > 0,70) yang dinyatakan valid dan selebihnya dikatakan tidak valid, dikarenakan nilai Loading Factor yang dimiliki semua indikator bernilai lebih kecil dari 0,70 (Loading Factor 0,70) terhadap variabel induknya. Maka dari itu, indikator yang dinyatakan tidak valid berjumlah 17 buah tersebut harus di keluarkan atau dihapuskan dari model dan dilakukan kembali pengujian ulang. Sehingga akan mendapatkan hasil yang sesuai pada gambar 3.

Figure 2.Hubungan Variabel Laten dengan IndikatorPLS

Figure 3.Hubungan Variabel Laten dengan Indikator (Sesudah Dilakukan Drow)PLS

Hasil Algorithm dari uji coba Outer Loading Factor yang diantaranya terdiri dari Convergent Validity dan Discriminant Reliability tahap kedua menghasilkan bahwa semua indikator pertanyaan dinyatakan telah memenuhi syarat dari Convergent Validity dan Discriminant Reliability dikarenakan semua indikator memiliki nilai loading factor lebih besar dari 0,70 (Loading Factor > 0,70) terhadap variabel induknya.

Tabel 4. AVE dan kar AVE

Variabel AVE Keterangan
KSP 0,799 Valid
KK 1,000 Valid
KYS 0,799 Valid
KWPB 0,768 Valid
NBP 1,000 Valid
Table 4.AVE dan kar AVEData diolah

Kemudian untuk nilai AVE ( average variance extracted ) mengindikasikan bahwa semua variabel laten telah memenuhi kriteria yang bernilai lebih dari 0,50. Dimana mempunyai arti bahwasanya 50% atau lebih dari varian indikator tersebut cukup mampu untuk di jabarkan dan kesimpulan dari kesesuaian model tersebut dinilai cukup baik, dengan demikian tiap-tiap indikator dapat dipaparkan lebih detail.

KK (X2) KSP (X1) KWPB (Y) KYS (X3) NPB (Z)
KK (X2) 1.000
KSP (X1) 0.432 0.894
KWPB (Y) 0.454 0.943 0.877
KYS (X3) 0.114 0.478 0.483 0.894
NPB (Z) 0.496 0.786 0.799 0.446 1.000
Table 5.Korelasi Variabel LatenData diolah

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk untuk mengukur kestabilan alat ukur dalam mengukur konsistensi responden dalam menjawab setiap elemen pertanyaan dalam kuesioner instrument penelitian. Penelitian reliabilitas ini dilakukan dengan melihat nilai Cronbach alpha harus lebih besar dari 0,6 dan nilai compositreliability harus lebih besar dari 0,7.

Variabel Composite Reliability Cronbachs Alpha Batas Evaluasi
KSP 0,888 0,756 >0,7 Reliabel
KK 1,000 1,000 Reliabel
KYS 0,888 0,750 Reliabel
KWPB 0,907 0,843 Reliabel
NBP 1,000 1,000 Reliabel
Table 6.Cronbach Alpha dan Composite ReliabilityData diolah

Dapat dilihat dari tabel 5 menunjukkan bahwa bahwa nilai composite reliability untuk setiap konstruk lebih besar dari 0,7. Dan untuk nilai Cronbach Alpha setiap kontruks memiliki nilai lebih besar dari 0,6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Suatu variabel laten memiliki reliabilitas yang tinggi apabila nilai composite reliability dan cronbach alpha diatas 0.7.

B. Pengukuran Struktur Model (Inner Model)

a. Analisis Variant (R²) atau Uji Determinasi

Dengan melihat nilai R² untuk membuktikan tingkat determinasi yang semakin baik, merupakan pengukuran inner model yang bisa dilakukan. Untuk mengetahui besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen adalah tujuan dari Analisis variant (R²) atau determinansi. Dengan cara Bootsrapping, maka Struktur model ini dapat dilakukan.

R Square Adjusted
KWPB 0,888
NBP 0,628
Table 7.R SquareData diolah

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai R Square sebesar 0,888 hal ini dapat diartikan bahwa kontribusi variabel Keadilan Sistem Perpajakan (X1), Kondisi Keuangan (X2) dan Keyakinan Subjektif (X3) terhadap variabel Kepatuhan Perpajakan oleh Wajib Pajak Badan (Y) sebesar 0,888 atau 88%. Sedangkan sisanya sebesar 12 % yang didapat dari 100% 0 88% merupakan kontribuasi dari variabel lain diluar penelitian ini. Kemudian untuk variabel Niat Berperilaku Patuh terhadap variabel Kepatuhan Perpajakan oleh Wajib Pajak Badan (Y) seebsar 0,628 atau 63%. Sedangkan sisanya sebesar 37% merupakan kontribusi daria penelitian yang lain selain dari penelitian ini.

Pembahasan

Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (O/STDEV) P Value Sig Hasil
KSP -> KWPB 0,810 0,770 0,159 5,085 0,000 0,05 Sig
KK -> KWPB 0,037 0,039 0,055 0,675 0,098 0,05 Tdk Sig
KYS -> KWPB 0,034 0,043 0,053 0,651 0,516 0,05 Tdk Sig
NBP ->KWPB 0,129 0,161 0,192 0,671 0,503 0,05 Tdk Sig
Table 8. X1 ,X2,X3 dan Z terhadap Y Data diolah

1. Pengaruh keadilan sistem perpajakan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan (H1)

Hasil uji coba statistik untuk hipotesis pertama membuktikan bahwasanya keadilan sistem perpajaka berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Hal tersebut dapat diperjelas pada tabel 4.11 yang memperlihatkan bahwasanya nilai perhitungan T- Tabel sejumlah 5,085 atau lebih besar dari 1,96 dengan tarif signifikan 0,000 atau lebih rendah dari 0,05 juga nilai koefisien sejumlah 0,810. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa H1 diterima, dengan maksud bahwa kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap keadilan sistem perpajakan dengan tarir 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kepatuhan perpajakan dalam pemenuhan kewajibannya akan semakin berkembang bila mana wajib pajak badan beranggapan atau merasa adil dalam sistem perpajakan. Dalam peraturan perpajakan, wajib pajak mengharapkan adanya suatu keseimbangan dan keadilan. Namun, keadilan yang diharapkan dari penetapan peraturan dan kebijakan pajak ialah dari penentuan tarif pajak yang diharuskan sesuai dengan kemampuan wajib pajak serta setiap wajib pajak yang melakukan pelanggaran (berat ataupun ringan) harus diberikan sanksi yang sesuai tanpa ada pengecualian. Dan bilamana, tarif pajak yang ditentukan dirasa memberatkan bagi wajib pajak dan jikalau sanksi pajak tidak diterapkan secara adil atau tidak konsisten maka secara tidak langsung akan meningkatkan perlawanan dalam perpajakan. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh [6] yang menyatakan bahwa keadilan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.

2. Pengaruh kondisi keuangan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan (H2)

Hasil uji coba statistik dari hipotesis kedua membuktikan bahwasanya kondisi keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Hal tersebut dapat di perjelas pada tabel 4.11 yang memperlihatkan mengenai hasil perhitungan dengan nilai T- Tabel sejumlah 0,675 atau lebih kecil dari 1,96 dengan taraf signifikan sejumlah 0,098 atau lebih besar dari 0,05 dan juga nilai koefisien sejumlah 0,037. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa H2 ditolak, yang artinya tidak adanya pengaruh antara kondisi keuangan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.

Dapat di simpulkan bahwa wajib pajak yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan cenderung patuh dalam membayar pajak, karena pendapatan yang dimiliki sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang penting, sehingga dapat memenuhi kewajiban perpajakan yang lain. Wajib pajak yang memiliki tingkat profitabilitas yang rendah cenderung kesulitan dalam membayar pajak, hal ini dikarenakan wajib pajak yang mempunyai kondisi keuangan yang sulit akan terasa tertekan dalam membayar pajak karena pendapatan yang dimiliki sangat terbatas dan hanya mampu memnuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih penting dari pada membayar pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh [14] menyatakan bahwa kondisi keuangan yang tidak berpengaruh ini dikarenakan dari wajib pajak yang setuju akan adanya kondisi arus kas perusahaan yang tidak memuaskan. Sehingga wajib pajak cenderung untuk menghindari pajak dan tidak patuh terhadap peraturan perpajakan.

3. Pengaruh keyakinan subjektif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan (H3)

Hasil uji coba statistik untuk hipotesis ketiga membuktikan bahwasanya keyakinan subjektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Hal tersebut telah ditera pada tabel 4.11 yang memperlihatkan bahwasanya nilai perhitungan untuk variabel ketiga sejumlah 0,651 atau lebih kecil dari 1,96 , nilai tersebut untuk perhitungan T- Tabel. Selanjutnya untuk taraf signifikan sejumlah 0,516 atau lebih tinggi dari 0,05 serta nilai koefisien sejumlah 0,034. Makan dengan ini, dapat ditarik kesimpulan untuk H3 di tolak, artinya keyakinan subjektif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan tidak berpengaruh secara signifikan. Dapat disimpulkan bahwa semakin wajib pajak memiliki keyakinan subjektif yang rendah dari lingkungan maka semakin rendah pula kepatuhan dalam perpajakannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang tidak signifikan menjelaskan bahwasanya kepatuhan seseorang tidaklah semata-mata dipengaruhi oleh keyakinan subjektif dari orang-orang disekelilingnya.

4. Pengaruh niat berperilaku patuh terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan (H7)

Hasil pengujian statistik untuk hipotesis ketujuh menunjukkan bahwasanya niat berperilaku patuh tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Perihal ini, dapat diketahui pada tabel 4.12 yang memperlihatkan hasil perhitungan yang dimulai dengan nilai T- Tabel sejumlah 0,671 atau lebih kecil dari 1,96 dengan taraf signifikan sebesar 0,503 atau lebih tinggi dari 0,05 serta nilai koefisien sebesar 0,129. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa H7 ditolak. Dengan begitu, hipotesisi tersebut tidak sesuai dengan harapan dan juga hasil ini bertolak belakang dengan penelitian [15] yang menyatakan bahwa adanya pengaruh terhadap niat berperilaku patuh pada kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Perkara hal ini, membuktikan bahwa semakin baik niat yang dimiliki individu, maka semakin baik pula perilaku taat dalam perpajakan. Menurut Theory Of Planned Behavior , apabila seseorang memiliki kontrol terhadap perilakunya, maka seseorang tersebut akan bertingkah laku berdasarkan niatnya. Teori ini tidak hanya menekankan pada keyakinan individu itu sendiri, namun juga pada rasionalitas. Yaitu dimana tingkah laku berada dibawah kontrol kesadaran individu tersebut. Karena niat juga dapat memainkan peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yaitu dengan pertimbangan yang diyakini dan diinginkan dihubungkan dengan tindakan tertentu. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan penelitian [11].

Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (O/STDEV) P Value Sig Hasil
KSP ->NBP -> KWPB 0,082 0,113 0,144 0,542 0,567 0,05 Tdk Sig
KK ->NBP -> KWPB 0,027 0,032 0,044 0,598 0,550 0,05 Tdk Sig
KYS ->NBP -> KWPB 0,015 0,016 0,027 0,573 0,588 0,05 Tdk Sig
Table 9.Z dalam X1, X2, X3 terhadap YData diolah

1. Pengaruh keadilan sistem perpajakan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening (H4)

Hasil pengujiam statistik untuk hipotesis keempat membuktikan bahwa keadilan sistem perpajakan tidak berpengaru secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan melalui niat berperilaku patuh. Hal tersebut dapat di ketahui dari susunan tabel 4.12 yang memperlihatkan bahwasanya nilai perhitungan untuk T- Tabel sejumlah 0,542 atau lebih kecil dari 1,96. Dengan taraf signifikan sejumlah 0,567 atau lebih besar dari 0,05 serta nilai koefisien sejumlah 0,082. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya H4 ditolak , yang artinya niat berperilaku patuh belum mampu memediasi keadilan sistem perpajakan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Dengan begitu dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan perpajakan akan meningkat bilamana keadilan sistem perpajakan dalam kondisi yang baik. Begitupun sebaliknya bilamana kepatuhan perpajakan menurun tidak menjamin bahwa keadilan sistem perpajakan dalam keadaan yang kurang baik. Perihal ini berarti ketika keadilan sistem perpajakan dalam kondisi yang baiak atau tidak, masyarakat tetap patuh terhadap kwajiban perpajakannya.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian terdahulu oleh [7] yang menjelaskan bahwa kecenderungan perilaku seseorang dipengaruhi oleh bagaimana keadaan lingkungan sekitar individu. Munculnya pemikiran mengenai pentingnya keadilan sistem perpajakan bagi wajib pajak badan maupun pribadi dan keadilan dalam sistem perpajakannya bisa berjalan dengan adil yang akan mempengaruhi sikap dan niat mereka dalam membayar pajak. Oleh karena nya, keadilan sistem perpajakan yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena ketika seseorang merasa bahwa beban pajak yang dibayarkan selama ini memiliki manfaat yang seimbang dengan apa yang diberikan pemerintah, maka pada periode pajak selanjutnya wajib pajak tersebut akan tetap melaksanakan kewajiban perpajakan nya dan akan meningkatkan kepatuhan pajak tersebut.

Sehingga hasil penelitian ini tidak sejalan dengan konsep dalam penelitian terdahulu. Dan jika di telaah lebih lanjut, alasan yang mungkin dapat menjelaskan perbedaan hasil penelitian tersebut ialah dari ketaatan peraturan perpajakan yang berlaku lebih dapat mempengaruhi kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak jika di bandingkan dengan persepsi mereka terhadap keadilan perpajakan. Dan ditafsirkan bahwasanya adil atau tidaknya sistem perpajakan yang berlaku, wajib pajak tetap bertanggungjawab penuh atas kewajiban perpajakannya, yaitu mulai dari membayar sampai melaporkan pajak terutangnya.

2. Pengaruh kondisi keuangan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilau

Hasil uji coba statistik untuk hipotesis kelima membuktikan bahwa kondisi keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan melalui niat berperilaku patuh. Perihal ini dapat diketahui pada tabel 4.12 yang menjelaskan tentang hasil perhitungan dimana untuk nilai T- Tabel senilai 0,598 atau lebih kecil dari 1,96, dengan taraf signifikan sebesar 0,550 atau lebih besar dari 0,05 dan juga nilai koefisian sejumlah 0,027. Maka dapat di tarik kesimpulan H5 ditolak. Yang artinya kondisi keuangan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan belum cukup mampu dimediasi oleh niat berperilaku patuh. Perihal ini , tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan.

Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dapat memenuhi kewajibannya terhadap pihak intenal maupun eksternal serta kewajiban perpajakan atas laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode merupakan peranan dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Akan tetapi, menurut survei yang dilaksanakan , menggambarkan niat berperilaku patuh tidak memediasi hubungan antara kondisi keuangan dengan kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan. Perihal ini, diperkirakan terdapat faktor lain yang bisa menjembatani untuk mempengaruhi kepatuhan perpajakan bagi wajib pajak badan serta didukung oleh faktor ekternal yang bisa dipengaruhi oleh kondisi keuangan suatu perusahaan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu oleh [8]dan [16] yang menjelaskan bahwa kondisi keuangan berpengaruh sebagai penentu apakah wajib pajak akan membayar pajak atau tidak. Dan dengan penjelasan yang lain menyatakan bahwasanya kondisi keuangan yang baik akan mendorong wajib pajak untuk patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, hal tersebut akan terjadi bilamana tingkat kepatuhan perpajakan dalam kondisi yang tinggi. Situasi ini berlaku sebaliknya pula, bilamana kondisi keuangan suatu perusahaan mengalami penurunan hingga drastis maka perusahaan tersebut akan berusaha menghindar dalam pelaporan maupun pembayaran pajak, sehingga muncul lah perilaku ketidakpatuhan perpajakan. Dan juga perusahaan akan berupaya untuk mempertahankan arus kasnya. Namun, sejauh ini penelitian ini sejalan dengan peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Widi Dwi Ernawati (2017) dalam [17] menyatakan bahwa kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan perpajakan, perihal ini di buktikan dengan faktor-faktor konflik perusahaan dan masalah keuangan dalam suatu perusahaan

3. Pengaruh keyakinan subjektif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening (H6)

Selanjutnya, hasil uji coba statistik untuk hipotesis keenam membuktikan bahwasanya keyakinan subjektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan melalui niat berperilaku patuh. Hal tersebut dapat diketahui melalui tabel 4.12 yang menjelaskan mengeni nilai perhitungan untuk nilai T- Tabel sejumlah 0,573 atau lebih kecil dari 1,96 dengan taraf signifikan sebesar 0,588 atau lebih besar dari 0,05 dan juga untuk nilai koefisien sejumlah 0,015. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya H6 di tolak. Dan artinya niat berperilaku patuh belum cukup mampu untuk memediasi keyakinan subjektif terhadap kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh [9] dan [18] yang mana hasil penelitian ini didukung oleh Theory of Planned Behavior yang dikemukakan oleh [10] yaitu mengenai keyakinan subjektif , yang mana suatu perilaku akan tinggi apabila keyakinan normatif maupun motivasi untuk memenuhi harapan orang-orang disekeliling sama sama memiliki harapan yang tinggi. Namun, bila wajib pajak memiliki keyakinan yang tinggi pada dirinya sendiri, maka niat dan perilaku yang akan timbul tidak akan mudah tergoyahkan oleh keyakinan atau harapan orang lain.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji parsial, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Hipotesis 1 diterima, variabel keadilan sistem perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.
  2. Hipotesis 2 ditolak, variabel kondisi keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.
  3. Hipotesis 3 ditolak, variabel keyakinan subjektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.
  4. Hipotesis 4 ditolak, variabel keadilan sistem perpajakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening
  5. Hipotesis 5 ditolak, variabel kondisi keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening
  6. Hipotesis 6 ditolak, variabel keyakinan subjektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan dengan niat berperilaku patuh sebagai variabel intervening
  7. Hipotesis 7 ditolak, variabel niat berperilaku patuh tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak badan.

References

  1. K. K. R. INDONESIA and D. J. PAJAK, Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya. 2013.
  2. A. N. F. A. Arifiani, “Pengaruh norma subjektif, keadilan sistem perpajakan, dan kondisi keuangan terhadap kepatuhan wp dengan niat sebagai variabel intervening,” J. Ilmu dan Ris. Akunt. / Sekol. Tinggi Ilmu Ekon. Indones. Surabaya, vol. 8, 2019.
  3. J. Purwono, “Determinan Kepatuhan Pajak pada Industri Jasa Konstruksi,” J. Ris. Akunt. dan Perpajak. JRAP / Univ. Mpu Tantular, vol. 2, 2015.
  4. Kementerian, K. R. Indonesia., P. M. Keuangan, and dan W. M. Keuangan., “APBN KITA (Kinerja dan Fakta),” apbn-kita-maret-2020, 2020. file:///F:/SKRIPSI 2020/apbn-kita-maret-2020.pdf.
  5. D. Suhartini, “PENGARUH KEADILAN SISTEM PERPAJAKAN DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DENGAN MOTIVASI,” Fac. Econ. Riau Univ. Pekanbaru, Indones., vol. 2, 2015.
  6. M. A. Syakura and Z. Baridwan, “DETERMINAN PERENCANAAN PAJAK DAN PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN,” J. Akunt. Multiparadigma Univ. Brawijaya, vol. 5, no. 2, pp. 170–344, 2014.
  7. K. M. Dhanayanti and K. A. Suardana, “PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI PENGGELAPAN PAJAK DAN KEADILAN SISTEM PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN PAJAK,” Udayana, E-jurnal Akunt. Univ., vol. 20, no. 2, pp. 1504–1533, 2017, doi: 10.24843/EJA.2017.v20.i02.p23.
  8. E. K. Inayati, “PENGARUH KONDISI KEUANGAN, SANKSI PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK,” J. Ilmu dan Ris. Akunt. /Sekolah Tinggi Ilmu Ekon. Indones. Surabaya, vol. 8, 2019.
  9. A. Auladina, “PENGARUH BEHAVIOR CONTROL PERCEPTION, SUBJECTIVE NORMS, DAN TAX FAIRNESS PERCEPTION TERHADAP TAXPAYERS’ COMPLIANCE DENGAN TAXPAYERS’ INTENTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING,” Jur. Akunt. Fak. Ekon. DAN BISNIS / Univ. Islam NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, 2019.
  10. I. AJZEN, “The Theory of Planned Behavior,” Organ. Behav. Hum. Decis. Process., vol. 211, pp. 179–211, 1991.
  11. I. N. Oktaviani, Rachmawati Meita, “DETERMINAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DENGAN NIAT SEBAGAI PEMEDIASI DARI PERSPEKTIF PLANNED BEHAVIOUR THEORY,” Jur. Akuntansi, Fak. Ekon. dan Bisnis, Univeritas Stikubank, pp. 163–175, 2015.
  12. Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi dan R&D),” in Metodelogi Penelitian, 2017.
  13. Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi dan R&DSugiyono. (2017).,” in Metodelogi Penelitian, 2017.
  14. T. Aryatika, Tasya Devi Mildawati, “PENGARUH KESADARAN, MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI, KONDISI KEUANGAN, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK,” Sekol. Tinggi Ilmu Ekon. Indones. Surabaya, vol. 10, 2021.
  15. M. Wahyuni, N. L. G. E. Sulindawati, and I. N. P. Yasa, “PENGARUH SIKAP DAN NIAT BERPERILAKU PATUH TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI,” e-Journal S1 Ak Univ. Pendidik. Ganesha, vol. 8, 2017.
  16. F. Rabsanjani, “PENGARUH KEWAJIBAN MORAL, PEMERIKSAAN PAJAK, KONDISI KEUANGAN DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN UNTUK USAHA HOTEL,” Fak. Ekon. Akunt. Univ. Islam Indones. YOGYAKARTA, 2018.
  17. A. & E. S. Sri Neva Liza, “PENGARUH PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN TENTANG PERATURAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI PAJAK, KONDISI KEUANGAN DAN EFEKTIVITAS SISTEM PERPAJAKAN TERHADAP KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK BADAN DENGAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Pada KPP Pratama Dum,” Magister Akunt. FEB Univ. Riau, vol. 7, pp. 208–223, 2019.
  18. A. Sani and Azwansyah Habibie, “Pengaruh Moral Wajib Pajak, Sikap Wajib Pajak dan Norma Subjektif terhadap Kepatuhan Pajak melalui Pemahaman Akuntansi,” 2progr. Stud. Akuntansi, STIE Harapan Medan, vol. 5, no. 2, pp. 80–96, 2017.