Differences in DNA Purity Test Using UV-Vis Spectrophotometer and Nanodrop Spectrophotometer in Type 2 Diabetes Mellitus Patients
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v15i.553

Differences in DNA Purity Test Using UV-Vis Spectrophotometer and Nanodrop Spectrophotometer in Type 2 Diabetes Mellitus Patients


Perbedaan Uji Kemurnian DNA Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer Nanodrop pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Uji Kualitas DNA Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer Nanodrop

Abstract

DNA quality test is one of the basic techniques in Molecular Biology which aims to determine the presence or absence of protein and RNA contamination. DNA quantity test can be done using a spectrophotometer. Spectrophotometer is a tool used to measure the concentration of a compound based on its ability to absorb light. The purpose of this study was to determine differences in DNA purity as measured by UV-Vis Spectrophotometer and Nanodrop Spectrophotometer. The method used in this research is descriptive exploratory with purposive sampling technique. The number of samples used is 15 samples. The results of this study are that there are differences in the concentration and purity of DNA from quantitative tests with UV-Vis spectrophotometers and Nanodrops obtained based on statistical tests using the T Dependent Test. The result of this research is that in measuring DNA purity there is a difference in DNA purity because the results of Sig (2-Tailed) use 0.001 or below 0.05 (Ha is accepted). And based on statistical tests on DNA concentration measurements, it is known that there are differences in DNA concentrations.

Pendahuluan

Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal sebagai DNA adalah sejenis asam nukleat, yang merupakan molekul biologis utama yang menyusun setiap organisme. Di dalam sel, DNA biasanya terletak di dalam inti sel. Tetapi mitokondria juga mengandung DNA, sehingga disebut DNA mitokondria[1]. Secara garis besar, peran DNA dalam sel adalah sebagai materi genetik. Dengan kata lain, DNA menyimpan cetak biru semua aktivitas sel. Ini umumnya berlaku untuk setiap organisme. Keberadaan DNA pada organisme dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dengan elektroforesis gel agarosa dan secara kuantitatif dengan spektrofotometri. Pengujian DNA kuantitatif adalah analisis untuk mengetahui kandungan/kuantitas DNA yang terkandung dalam zat yang diketahui memiliki DNA plasmid dalam larutan sampel atau komponen zat melalui pengujian kualitatif[2].

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang terjadi karena pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin. Aretaeus merupakan orang pertama yang memberi nama penyakit Diabetes Melitus (DM) pada tahun 200 sesudah Masehi[3]. Diabetes Melitus berarti mengalir terus menerus sedangkan mellitus adalah manis yang berarti penderita DM selalu minum dan sering buang air seni yang mengandung gula. Penyakit ini terjadi akibat gangguan dari proses metabolism gula darah didalam tubuh[4].

Deteksi DNA kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri. Ada beberapa metode yaitu, spektrofotometri sinar tampak (visible light), spektrofotometri ultraviolet (sinar ultraviolet), spektrofotometri ultraviolet-tampak (ultraviolet-visible light) dan spektrofotometri inframerah. Dalam penelitian ini, akan dilakukan perbedaan uji kuantitatif dna menggunakan spektrofotometer uv-vis dan spektrofotometer nano drop pada passien dm type 2. Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuannya dalam menyerap cahaya atau cahaya. Alatnya terdiri dari spektrofotometer. Spektrofotometer menghasilkan cahaya dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diserap[5].

Spektrofotometer UV-Vis (cahaya tampak ultraviolet) merupakan salah satu instrumen yang umum digunakan untuk menganalisis senyawa. Alasan mengapa spektrofotometer banyak digunakan adalah karena dapat menganalisis berbagai senyawa dibandingkan dengan berbagai metode analisis, dan praktis dalam preparasi sampel[6].

Spektrofotometer Nanodrop adalah alat yang memiliki prinsip dengan menghitung perbedaan penyerapan cahaya UV dimana pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm sedangkan kontaminan berupa protein dan fenol akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang 280 nm. Kemurnian DNA dapat diukur dengan rasio absorbansi terhadap panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, kemurnian DNA yang baik adalah 1,8-2,0.

Berdasarkan penelitian Hikmatyar et al., (2015) menggunakan spektrofotometer nanodrop didapati nilai rata-rata kemurnian DNA adalah 1,89 dan pada penelitian Hairudin (2013) didapati kemurnian DNA dengan angka rata-rata 1,96. Sedangkan pada penelitian Amin (2020) dengan spektrofotometer uv-vis didapati nilai kemurnian DNA dengan rata-rata 1,52 dan pada penelitian Iknan (2020) didapati kemurnian DNA di angka 1,28 yang menunjukkan adanya kontaminasi protein sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemurnian DNA yang diukur dengan spektrofotometer uv-vis dan spektrofotometer nanodrop. Nilai kemurnian yang berkualitas baik akan memiliki rasio A260/A280 dari 1,7-2,0[7]. Berdasarkan penelitian Andriany et al., 2020 rasio absorbansi perlakuan A memiliki kemurnian berkualitas baik dengan nilai 2,0 sebanyak 2 sampel (A1 dan A3). Penelitian Mustafa et al., 2020 Absorbansi (R) A260/A280 dari hasil pengukuran kemurnian DNA diperoleh berkisar 1,78–2,29 dengan kemurnian ratarata 1,9. Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui peneliti ingin meneliti tentang perbedaan kemurnian DNA dengan metode Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop.

Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini, jenis metode yang digunakan adalah Deskriptif Eksploratif untuk mengetahui Perbedaan Uji Kuantitatif DNA Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis Dan Spektrofotometer Nano Drop Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Poulasi pada penelitian kali ini adalah penderita Diabetes Melitus type 2. Sampel yang akan digunakan sebesar 15 sampel darah dari pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Metode pada penelitian ini memiliki kriteria inklusi, dimana sampel yang telah didiagnosa positif Diabetes Melitus tipe 2 oleh dokter. Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisa data statistik deskriptif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan memberikan quisioner.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kode etik untuk penanganan sampel darah manusia pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Pertimbangan etika penelitian ini didapatkan dengan pengajuan Ethical Clearance ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Setelah melakukan pengajuan Ethical Clearance penelitian ini mendapatkan sertifikat dengan nomor 353/HRECC.FODM/VII/2021.

Pasien yang akan dijadikan subjek penelitian ini yaitu pasien yang memiliki kadar Gula Darah Acak atau Gula Darah 2 Jam PP diatas 200 mg/dl. Gula Darah Puasa lebih dari 126 mg/dl. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekular Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo kampus IV Jl. Raya Rame Pilang No. 4, Wonoayu dan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian dilakukan dari bulan Februari hingga bulan Mei 2021.

Pengambilan sampel whole blood dari pasien penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang diambil sebanyak 3 cc dalam tabung ETDA dan disimpan pada suhu 4ºC kurang dari 24 jam setelah pengambilan sampel. Isolasi DNA dari sampel darah (whole blood) menggunakan Geneaid isolation kit.

DNA dilakukan pengukuran secara kualitatif dengan alat elektroforesis mengunakkan gel agarose konsentrasi 2% dengan volume sebanyak 60 ml. DNA kemudian dilakukan pengukuran secara kuantitatif dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrofotometri Nanodrop. Kemudian dengan menggunakan software khusus pada komputer dapat diketahui hasil kemurnian DNA pada beberapa panjang gelombang.

  1. Tahapan Penelitian
    1. Tahap Persiapan
    2. Tahap Pengujian
    3. Tahap Analisa

Analisa hasil kemurnian DNA yang diuji dengan Spektrofotometer UV-Vis yang dilakukan di Laboratorium Biologi Molekular Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan dengan Spektrofotometer Nanodrop yang dilakukan di Universitas Brawijaya Malang menggunakan Uji T dependent dengan software SPSS.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini mengunakan metode uji Dependent T Test. Dengan menggunakan sampel whole blood dari passien terdiagnosa Diabetes Mellitus tipe 2 yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil dari uji kuantitatif dna menggunakan spektrofotometer uv-vis dan spektrofotometer nanodrop. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil Uji Perbedaan Konsentrasi DNA Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop

Gambar 1. Perbedaan Kemurnian DNA

Hasil isolasi DNA dikatakan murni apabila rasio absorbansinya berada pada 1,8 – 2,0. Nilai kemurnian DNA dihitung dengan cara nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi pada panjang gelombang 280 nm. Dari data diatas diketahui rata-rata kemurnian DNA dengan spektrofotometer uv-vis ada pada angka 1,583 dan pada spektrofotometer nanodrop 1,835. Dalam hal ini, nilai kemurnian DNA pada spektrofotometer uv-vis dibawah normal dan pada spektrofotometer nanodrop DNA dikatakan murni. Apabila DNA terkontaminasi protein dan polisakarida, nilai absorbansinya kurang dari 1,8 dan apabila DNA terkontaminasi RNA maka nilai absorbansinya lebih dari 2,0 [8]

Dari hasil rata-rata ini, dapat diketahui bahwa hasil kemurnian DNA yang diuji dengan Spektrofotometer UV-Vis terkontaminasi protein karena berada dibawah 1,8. Sedangkan kemurnian DNA yang diuji dengan Spektrofotometer Nanodrop dapat dikatakan murni dan tidak terkontaminasi karena berada pada range 1,8 – 2,0.

Kemurnian DNA yang rendah pada pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis dapat disebabkan karena sampel yang digunakan saat pengukuran kurang homogen karena prinsip dasar spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna [9]. Rendahnya kemurnian DNA juga dapat disebabkan karena penggunaan kuvet yang tidak jernih sehingga mempengaruhi absorbansi sinar UV pada Spektrofotometer. Kuvet harus terbuat dari bahan yang tidak dapat menyerap radiasi, terutama pada bagian yang dilewatkan sinar UV. Kuvet umumnya terbuat dari kaca yang tembus sinar namun terdapat juga kuvet yang terbuat dari plastik. Kuvet yang digunakan pada penelitian ini dalah plastik. Kuvet yang terbuat dari kaca lebih baik untuk digunakan pada Spektrofotometer UV-Vis karena kuvet yang terbuat dari bahan kaca silikat dapat menyerap sinar ultraviolet [10].

Gambar 2. Perbedaan Konsentrasi DNA

DNA berkualitas baik memiliki kemurnian antara 1,8 – 2,0 dan konsentrasi diatas 100 ng/µl berdasarkan pengukuran dengan spektrofotometer [11]. Hasil uji konsentrasi DNA dengan Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer Nanodrop memiliki perbedaan yang cukup jauh. Konsentrasi DNA yang diuji dengan Spektrofotometer UV-Vis rata-rata sebesar 257,0932 ng/µl. Konsentrasi DNA hasil isolasi dapat dipengaruhi oleh kecepatan ekstraksi. Faktor ini berpengaruh karena pada tahap pelisisan sel dan presipitasi pengambilan supernatant harus dilakukan satu persatu dengan teliti, sehingga terdapat beberapa sampel yang mengalami pengendapan DNA [12]. Sedangkan konsentrasi DNA rata-rata yang diuji dengan Spektrofotometer Nanodrop sebesar 60,304 ng/µl. Rendahnya konsentrasi yang diperoleh dari pengujian dengan Spektrofotometer Nanodrop dapat disebabkan karena spesifisitas alat tersebut tidak terlalu tinggi, karena pada panjang gelombang 260 nm tidak hanya double strain DNA (dsDNA) yang dapat menyerap Panjang gelombang 260 nm namun juga jenis asam nukleat lain seperti single strain DNA (ssDNA) dan RNA. Dari hasil rata-rata ini, dapat diketahui bahwa konsentrasi DNA yang diuji dengan Spektrofotometer UV-Vis lebih besar dari konsentrasi DNA yang diuji dengan Spektrofotometer Nanodrop.

Konfirmasi Perbedaan Analisa Kualitas DNA Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop Menggunakan Elektroforesis

Spektrofotometer adalah metode untuk mengukur jumlah zat kimia yang diukur dengan mengukur jumlah cahaya yang diserap oleh larutan sampel. Cahaya yang lewat disebut juga berkas cahaya. Cahaya ini melewati pada panjang gelombang tertentu (λ). Spektrofotometer menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat yang mengukur intensitas cahaya yang diserap. Spektrofotometri adalah metode analisis kuantitatif yang banyak digunakan dalam bidang kimia, fisika, biokimia, teknik material, teknik kimia, dan klinis.

Menurut Adriany dkk 2020, Setelah pemisahan DNA, sampel darah kemudian digunakan untuk mengukur kemurnian dan konsentrasi DNA menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kemurnian DNA dapat dilihat dari rasio A260/280.

NO. Kode Sampel UV-VIS Nanodrop
Konsentrasi Kemurnian Konsentrasi Kemurnian
1. S1 281,983 1,51 69,14 1,82
2. S2 259,278 1,61 111,21 1,8
3. S3 280,838 1,34 15 1,26
4. S4 251,407 1,52 13,92 2,5
5. S5 302,685 1,66 124,92 1,91
6. F3 200,92 1,63 37,45 1,82
7. F5 322,22 1,7 75,63 1,99
8. F7 312,79 1,59 222,46 1,93
9. 10Q 279,303 1,5 28,26 2,11
10. 12Q 190,33 1,54 7,16 2,28
11. 13Q 173,006 1,64 20,06 1,8
12. 8A 289,74 1,65 18,04 2,12
13. I2 214,44 1,56 36,64 2,07
14. E1 256,568 1,5 60,31 1,89
15. 2(4) 240,89 1,64 64,36 1,94
Table 1.Hasil Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop
Kriteria Hasil Rata-rata Nilai Standart P Value
Spektrofotometer Uv-Vis Spektrofotometer Nanodrop
Kemurnian 1,583 1,835 1,8 – 2,0 0.001
Konsentrasi 257,0932 60,304 >100 ng/µL 0.000
Table 2.Hasil Rata-rata Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop

Dari tabel 1 diketahui hasil uji Spektrofotometer UV-VIS memiliki rata-rata konsentrasi 257,0932 dengan kemurnian 1.583. Lalu untuk Spektrofotometer Nanodrop dapat diketahui konsentrasi yang dihasilkan dari 15 sampel diatas adalah 60,304 dengan tingkat kemurnian 1,835. Berdasarkan tabel 2 didapati pada uji spektrofsotometer UV-VIS tidak terdapat sampel yang memiliki kadar konsentrasi dibawah angka normal namun keseluruhan sampel memiliki kadar kemurnian dibawah angka normal. Hal ini disebabkan karna kontaminasi protein pada proses isolasi DNA dan faktor material kuvet yang terbuat dari plastik juga dapat mempengaruhi pendaran cahaya saat masuk menembus sampel didalamnya. Sedangkan beberapa sampel yang memiliki konsentrasi sangat rendah diantaranya pada uji Spektrofotometer Nanodrop yaitu sampel dengan kode S3, S4, F3, 10Q, 12Q, 13Q, 8A, dan I2. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil Spektrofotometer Nanodrop diantaranya adalah proses pemipetan atau transfer sampel isolasi dari minitube ke pcrtube sebelum dilakukan pemeriksaan Spektrofotometer Nanodrop. Faktor selanjutnya yaitu tingkat spesifisitas Spektrofotometer Nanodrop yang tidak terlalu tinggi karena pada Panjang gelombang 260 nm bukan hanya double strain DNA (dsDNA) yang dapat menyerap Panjang gelombang 260 nm namun juga jenis asam nukleat lain seperti single strain DNA (ssDNA) dan RNA. Oleh karena itu digunakan hukum Lambert-Beer dengan faktor konversi 50 khusus untuk mengukur dsDNA sehingga yang terukur hanya dsDNA.

Berdasarkan data yang diperoleh, untuk mengetahui perbedaan kemurnian DNA pada sampel pasien penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan menggunakan Spektrofotometer UV Double Beam dan Spektrofotometer Nano drop maka dilakukan uji statistik Dependent T Test.

Uji statistik pada data kemurnian, diketahui bahwa terdapat perbedaan kemurnian DNA karna hasil Sig (2-Tailed) menunjukkan 0,001 atau dibawah 0,05 yang berarti Ha diterima atau terdapat perbedaan kemurnian DNA hasil pengukuan dengan Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop.

Pada uji statistik dengan data konsentrasi, diketahui bahwa konsentrasi DNA dari dua metode (Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop) terdapat perbedaan hasil konsentrasi DNA karena hasil Sign (2-Tailed) menunjukkan 0,000 atau dibawah 0,05 yang berarti Ha diterima.

Dari uji SPSS kemurnian DNA dengan metode Spektrofotometer UV-VIS dan Nanodrop menunjukkan bahwa dari 15 sampel terdapat perbedaan karena nilai kemurnian adalah 0,001 atau < 0,5 yang berarti berbeda. Hasil pengukuran kadar kemurnian DNA pada metode Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Nanodrop.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa uji kuantitatif DNA terdapat perbedaan hasil konsentrasi dan kemurnian menggunakan Spektrofotometer UV-VIS serta Nanodrop. Pada metode spektrofotometer uv-vis didapati hasil kemurnian dengan nilai rata-rata 1,583 dengan konsentrasi 257. Sedangkan pada metode spektrofotometer nanodrop didapati hasil 1,835 dengan konsentrasi 60,304. Pada hasil uji statistik T Dependent menunjukkan konsentrasi (sig. 0.000) dan kemurnian (sig. 0.001) yang berarti dapat diambil kesimpulan bahwa dari kedua uji tersebut memiliki perbedaan hasil konsentrasi dan kemurnian DNA.

References

  1. Harahap, A. S. (2017). Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Beberapa Populasi Pohon Kapur Sumatera. Journal of Animal Science and Argonomy Panca Budi, 2(2), 1 – 6. http://jurnal.pancabudi.ac.id/index.php/jasapadi/article/view/96/80
  2. Sinaga, E. (2010). Biologi Molekuler Ekspresi Gen. Fakultas Biologi Universitas Nasional. Diakses dari http://repository.unas.ac.id/1546/1/Lamp.%20A33-Diktat-Biomol-Regulasi%20Ekspresi%20gen.pdf
  3. Warono, D. & Syamsudin. (2013). Unjuk Kerja Spektrofotometer untuk Analisa Zat Aktif Ketoprotein. Konversi, 2(2), 57 – 65.
  4. Tasma, I. M., Satyawan, D., & Rijzaani, H. (2016). Pembentukan Pustaka Genom, Resekuensing, dan Identifikasi SNP Berdasarkan Sekuen Genom Total Genotipe Kedelai Indonesia. Jurnal AgroBiogen, 11(1), 7. https://doi.org/10.21082/jbio.v11n1.2015.p7-16
  5. Perwitasari, D. A., Faridah, I. N., Dania, H., Irham, L. M., Salsabila, F. V., & Maliza, R. (2020). Genotype of Potassium Inwardly Rectifying Channel, Subfamily J, Member 11 (KCNJ 11) Gene and Glycaemia Control in Diabetic Patients: A Narrative Review. Systematic Reviews in Pharmacy, 11(9), 627–631. https://doi.org/10.31838/srp.2020.9.92
  6. Mimbacas, A., García, L., Zorrilla, P., Acosta, M., Airaudo, C., Ferrero, R., Pena, A., Simonelli, B., Soto, E., Vitarella, G., Fernandez, J., & Javiel, G. (2009). Genotype and phenotype correlations in diabetic patients in Uruguay. Genetics and Molecular Research, 8(4), 1352–1358.
  7. Koopaee, H. K., & Koshkoiyeh, A. E. (2014). SNPs genotyping technologies and their applications in farm animals breeding Programs: Review. Brazilian Archives of Biology and Technology, 57(1), 87–95. https://doi.org/10.1590/S1516-89132014000100013
  8. J. R. Beveridge and E. M. Riseman, "How easy is matching 2D line models using local search?" IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol. 19, pp. 564-579, June 1997.
  9. Dorado, G., Besnard, G., Unver, T., & Hernández, P. (2019). Polymerase Chain Reaction (PCR). Encyclopedia of Biomedical Engineering, 1–3(6), 473–492. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-3.08997-2 L. Liu and H. Miao, "A specification based approach to testing polymorphic attributes," in Formal Methods and Software Engineering: Proc.of the 6th Int. Conf. on Formal Engineering Methods, ICFEM 2004, Seattle, WA, USA, November 8-12, 2004, J. Davies, W. Schulte, M. Barnett, Eds. Berlin: Springer, 2004. pp. 306-19.
  10. J. Lach, "SBFS: Steganography based file system," in Proc. of the 2008 1st Int. Conf. on Information Technology, IT 2008, 19-21 May 2008, Gdansk, Poland [Online]. Available: IEEE Xplore, http://www.ieee.org. [Accessed: 10 Sept. 2010].
  11. Aminah, A., Ramadini, R., & Naid, T. (2019). Analisis Cemaran DNA Tikus pada Bakso Daging Sapi yang Beredar di Makassar dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal), 5(1), 93–100. https://doi.org/10.22487/j24428744.2019.v5.i1.12036
  12. Abrar, S., Muhammad, K., Zaman, H., Khan, S., Nouroz, F., & Bibi, N. (2017). Molecular genetic analysis of Type II diabetes associated m.3243A>G mitochondrial DNA mutation in a Pakistani family. Egyptian Journal of Medical Human Genetics, 18(3), 305–308. https://doi.org/10.1016/j.ejmhg.2016.12.001