Inhibitory Test of Turmeric Juice and Young Coconut Water Against Clostridium Perfringens Bakteri Bacteria
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v12i.519

Inhibitory Test of Turmeric Juice and Young Coconut Water Against Clostridium Perfringens Bakteri Bacteria


Uji Daya Hambat Air Perasan Kunyit dan Air Kelapa Muda Terhadap Bakteri Clostridium Perfringens

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Antibakteri Kunyit Kelapa Muda Clostridium Perfringens

Abstract

Medicinal plants are plants that contain ingredients that can be used for treatment and the active ingredients can be used as synthetic medicinal ingredients. One of the medicinal plants that is often used is turmeric (Curcuma longa). In addition, there is young coconut (Cocos nucifera) which is a plant native to the tropics, has water on the inside of young coconuts and can be consumed without going through processing. This study aims to determine the potential of the combination of turmeric juice with young coconut water in inhibiting Clostridium perfringens bacteria. This study used 5 concentrations, namely 25%, 50%, 75% and 100% and the combination of turmeric juice with young coconut water, namely 25%: 75%, 50%: 50% and 75%: 25%. The concentration of 100% extract of turmeric juice and young coconut water was the best concentration to form an inhibitory zone against the bacterium Clostridium perfringens of 32.66 mm and 14 mm.

Inhibitory Test of Turmeric Juice and Coconut Water Against Clostridium perfringens Bacteria

Uji Daya Hambat Air Perasan Kunyit Dan Air Kelapa Muda Terhadap Bakteri Clostridium perfringens

Eki Puji Absari1), Chylen Setiyo Rini*2)

1,2) Program Studi Teknologi Laboratorium Medis, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia

* Email Penulis Korespondensi: chylensetiyorini@umsida.ac.id

Abstract. Medicinal plants are plants that contain ingredients that can be used for treatment and the active ingredients can be used as synthetic medicinal ingredients. One of the medicinal plants that is often used is turmeric (Curcuma longa). In addition, there is young coconut (Cocos nucifera) which is a plant native to the tropics, has water on the inside of young coconuts and can be consumed without going through processing. This study aims to determine the potential of the combination of turmeric juice with young coconut water in inhibiting Clostridium perfringens bacteria. This study used 5 concentrations, namely 25%, 50%, 75% and 100% and the combination of turmeric juice with young coconut water, namely 25%: 75%, 50%: 50% and 75%: 25%. The concentration of 100% extract of turmeric juice and young coconut water was the best concentration to form inhibition zones against Clostridium perfringens bacteria of 32.66 mm and 14 mm, respectively.

Keywords Antibacterial; Turmeric; C oconut; Clostridium perfringens

Abstrak. Tanaman obat merupakan tanaman yang mengandung bahan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan adalah kunyit (Curcuma longa). Selain itu ada kelapa muda (Cocos nucifera) yang merupakan tumbuhan asli daerah tropis, memiliki air pada bagian dalam buah kelapa muda dan dapat dikonsumsi tanpa melalui pengolahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi kombinasi air perasan kunyit dengan air kelapa muda dalam menghambat bakteri Clostridium perfringens. Penelitian ini menggunakan 5 konsentrasi yakni 25%, 50%, 75% dan 100% serta adanya kombinasi antara air perasan kunyit dengan air kelapa muda yakni 25% : 75%, 50% : 50% dan 75% : 25%. Konsentrasi 100% ekstrak air perasan kunyit dan air kelapa muda merupakan konsentrasi yang paling baik membentuk zona hambat terhadap bakteri Clostridium perfringens sebesar 32,66 mm dan 14 mm.

Kata KunciAntibakteri; Kunyit; Kelapa muda; Clostridium perfringens

Pendahuluan

Makanan mempunyai peran penting dalam penyebaran berbagai macam penyakit. Sumber pencemaran penyebab keracunan makanan dapat berupa bakteri, virus dan parasit. Kasus keracunan makanan akibat bakteri jumlahnya hanya 30% [1]. Meskipun presentasenya kecil tetapi dari beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa kejadian luar biasa dan angka kematian yang disebabkan oleh keracunan makanan dari cemaran bakteri yang paling tinggi [2].

Tahun 2016 KLB keracunan makanan terjadi di 43 desa/kelurahan di Jawa Timur sedangkan pada tahun 2017 kejadian luar biasa keracunan makanan menyerang 682 desa/kelurahan di Jawa Timur [3].Menurut Amalia keracunan makanan biasanya disebabkan karena tidak baiknya pengelolahan makanan yang dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia biologi dan faktor perilaku (kebersihan seseorang yang mengelolah makanan) [4]. Salah satu bakteri yang menyebabkan keracunan makanan yaitu Clostridium perfringens. Clostridium perfringens ditemukan pada sampel daging sapi yang digiling sebesar 50% dan terdapat pada karkas atau jeroan sapi 29%, jeroan babi ditemukan 66% dan 85 % pada jeroan domba [5].

Antibiotika merupakan golongan senyawa alami yang memiliki kemampuan untuk menekan dan juga menghentikan proses biokimiawi di dalam suatu organisme khususnya pada proses infeksi bakteri [6]. Penggunaan obat yang secara tidak rasioanal akan akan menyebabkan mikroba patogen menjadi resisten dan jika adanya mikroba resisten akan menyebabkan kegagalan pengobatan penyakit infeksi [7]. Oleh sebab itu, memerlukan alternatif dalam mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan bahan-bahan aktif antimikroba dari tanaman obat [6].

Tanaman obat merupakan tanaman yang mengandung bahan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat indonesia adalah kunyit (Curcuma Longa) terutama pada bagian rimpangnya. Kunyit mengandung bahan senyawa aktif yaitu kurkumin yang dapat berperan sebagai antioksidan, antitumor dan antibakteri [8]. Selain itu ada kelapa yang merupakan tumbuhan asli daerah tropis. Tumbuhan ini memiliki daging pada buah yang dapat langsung dikonsumsi selain buah yang dapat langsung dikonsumsi ada juga air kelapa muda yang dapat dikonsumsi tanpa melalui pengolahan. Kelapa muda memiliki kandungan zat kimia yang berupa enzim berfungsi sebagai mengurai sifat racun. Komposisi kandungan zat kimia air kelapa antara lain ada vitamin C, protein, lemak dan kalsium. Mineral yang terkandung pada air kelapa adalah zat besi dan fosfor serta mengandung gula yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa.

Pada penelitian sebelumnya kunyit digunakan untuk uji sensitivitas terhadap bakteri pencemar susu yang menyebabkan foodborne disease atau keracunan makanan dengan menggunakan teknik difusi disk dengan didapatkan hasil pada konsentrasi 25% berukuran 14 mm, zona hambat pada konsentrasi 50% berukuran 18 mm dan zona hambat pada 100% berukuran 20 mm yang artinya bahwa terdapat sensitivitas kunyit terhadap bakteri pencemar susu penyebab foodborne disease[9]. Dan pada penelitian air kelapa muda yang sebelumnya juga digunakan sebagai antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli penyebab diare yang didapatkan hasil bahwa kelapa muda yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dibandingkan air kelapa yang lain. Pada air kelapa muda zona hambat yang didapat sekitar 11,6 mm sedangkan pada air kelapa tua sekitar 7,8 mm [10].

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dilaboratorium Bakteriologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2021. Alat yang digunakan yaitu autoklaf, ose, aluminium foil, bunsen, pipet tetes, beaker gelas, neraca analitik, blender, pipet maat, batang pengaduk, petridish, corong, rak tabung, erlenmeyer, spatula, inkubator, spidol permanen, kaki tiga dan kasa, kertas saring, tissue, kertas pH, tabung reaksi, kertas saring. Bahan yang digunakan yaitu kunyit dan air kelapa muda dari pasar Krian Sidoarjo, aquades steril, alkohol 70%, kapas lemak, spirtus, media BAP, media mueller hinton, standart mc. Farland, biakan murni Clostridium perfringens.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan konsentrasi yang digunakan adalah 25%, 50%, 75%, 100% dan jumlah pengulangan 3 kali. Dilakukan pencucian dengan air mengalir kemudian kunyit dikupas dan dipotong kecil-kecil. Setelah itu ditimbang sebanyak 1 kg kemudian dibilas dengan aquades lalu dihaluskan dengan cara diblender. Setelah itu disaring dikertas saring dan diletakkan di beaker glass steril untuk pembuatan konsentrasi. Dilakukan sama seperti air perasan kunyit menyiapkan beberapa buah kelapa muda lalu membelah dan mengambil air yang ada di dalam buah kelapa muda kemudian di masukkan ke dalam beaker glass steril. Biakan murni Clostridium perfringens di inokulasi pada media BAP selama 72 jam pada suhu 37oC.

Setelah itu bakteri di inokulasi menggunakan ose ke dalam PZ steril sampai didapatkan kekeruhan setara dengan standart Mc farland 0,5, kemudian swab steril yang berisi bakteri diinokulasikan dan diratakan pada media MHA (Muller Hinton Agar), kertas cakram yang berisi air perasan kunyit dan air kelapa muda juga kombinasi keduanya diletakkan diatas media MHA lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Pengamatan dan pengukuran berdasarkan terbentuknya zona bening disekitar kertas cakram menggunakan jangka sorong, luas diameter diukur dengan rumus:

(Dv - Dc) + (Dh - Dc)

2

Keterangan:

Dv: diameter vertikal

Dh: diameter horizontal

Dc: diameter cakram

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel kunyit dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% berbeda dengan sampel air kelapa muda dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Pada konsentrasi 25% sampel kunyit memiliki rata-rata 25,5 mm sedangkan sampel air kelapa muda memiliki rata-rata 11,33 mm, pada konsentrasi 50% kunyit sebesar 24,83 mm sedangkan air kelapa muda sebesar 11 mm, pada konsentrasi 75% kunyit sebesar 27,83 mm sedangkan air kelapa muda sebesar 10,33 mm dan pada konsentrasi 100% kunyit sebesar 32,66 mm sedangkan air kelapa muda sebesar 14 mm. Daya hambat ekstrak kunyit lebih tinggi dibandingkan air kelapa muda. Hal ini disebabkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kunyit lebih banyak yakni mengandung senyawa alkaloid, saponin, steroid, triterpenoid, fenolik dan tanin. Dibandingkan air kelapa muda yang hanya mengandung senyawa steroid, triterpenoid dan tanin. Menurut Agustina beberapa senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin dan tanin mempunyai aktivitas antibakteri. Masing-masing senyawa menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara kerja yang berbeda [11]. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh metabolit sekunder secara umum melalui penghambatan pembentukan senyawa penyusun dinding bakteri yang akan merusak permeabilitas membran sel bakteri [12].

Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan akan menyebabkan kematian pada sel bakteri tersebut [13]. Saponin yang terkandung dalam kunyit dapat digunakan sebagai antibakteri, interaksi saponin dengan dinding sel akan menyebabkan rusaknya dinding dan membran sel sehingga akhirnya bakteri lisis hal ini dikarenakan zat aktif permukaan saponin mirip dengan deterjen dimana tegangan permukaan dinding sel pada bakteri diturunkan dan permeabilitas membran bakteri dirusak. Kelangsungan hidup bakteri akan terganggu akibat rusaknya membran sel [14]. Senyawa tanin berfungsi sebagai pertahanan diri dari serangan bakteri, virus dan fungi. Tanin juga memiliki peran penting dalam dunia kesehatan yaitu sebagai antibiotik. Prinsip kerja tanin sebagai antibiotik adalah dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh patogen atau dengan mengganggu proses metabolisme patogen tersebut [11].

Sampel Konsentrasi P1 (mm) P2 (mm) P3 (mm) Rata-Rata
Kunyit 25% 24 31,5 21 25,5
50% 31,5 26,5 16,5 24,83
75% 26 31,5 26 27,83
100% 31 33 34 32,66
Air Kelapa Muda 25% 1 6,5 26,5 11,33
50% 2 2 29 11
75% 2 4 25 10,33
100% 4 4 34 14
Kontrol + 49
Kontrol - 0
Table 1.Diameter Daerah Hambat Air Perasan Kunyit Dan Air Kelapa Muda Terhadap Bakteri Clostridium perfringens

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi kombinasi 75% air perasan kunyit : 25% air kelapa muda memiliki hasil sebesar 5,33 mm yang berbeda nyata dengan konsentrasi kombinasi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2 dan 4.3 ekstrak tunggal dan kombinasi (air perasan kunyit dengan air kelapa muda) dapat menghambat aktifitas bakteri Clostridium perfringens.

Konsentrasi 25% pada ekstrak air perasan kunyit dan air kelapa muda sudah berpengaruh dalam menghambat bakteri Clostridium perfringens. Pada konsentrasi 100% zona hambat yang terbentuk lebih besar dibandingkan dengan beberapa konsentrasi lainnya. Sedangkan konsentrasi kombinasi yang paling berpengaruh terhadap daya hambat bakteri Clostridium perfringens yaitu pada konsentrasi 75% air perasan kunyit : 25% air kelapa muda yang menghasilkan daya hambat paling besar dibandingkan konsentrasi kombinasi lainnya. Namun daya hambat yang dihasilkan pada ekstrak kombinasi lebih rendah dibandingkan daya hambat pada ekstrak tunggal saja (Tabel 1). Dapat diartikan bahwa kombinasi ektrak kunyit dengan air kelapa muda merupakan kombinasi antagonis karena daya hambat yang dihasilkan saling melemahkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Sabah bahwa kombinasi rempah-rempah dan natrium laktat yang digunakan untuk mengendalikan bakteri Clostridium perfringens selama prosedur pendinginan yang diperpanjang memiliki sifat kombinasi antagonis [15].

Sampel Konsentrasi P1 (mm) P2 (mm) P3 (mm) Rata-rata
Kunyit : Air Kelapa muda 25% : 75% 2 2 2 2
50% : 50% 2 3 4 3
75% : 25% 4 4 8 5,33
Table 2.Diameter Daerah Hambat Kombinasi Air Perasan Kunyit Dan Air Kelapa Muda Terhadap Bakteri Clostridium perfringens

Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji analisis data. Data pengkuran diameter zona hambat kemudian diuji secara statistik yakni uji One Way ANOVA (Analisis of Varian) dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,191 (ekstrak kunyit); 0,003 (air kelapa muda); dan 0,006 (ekstrak kombinasi) yang berarti untuk ekstrak kunyit data terdistribusi normal, sedangkan untuk air kelapa muda dan ekstrak kombinasi data tidak terdistribusi normal karena nilai sign <0,05. Mengingat data yang tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji perbandingan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Uji ini dipilih karena sebagai alternatif ketika salah satu atau seluruh data tidak terdistribusi normal. Uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikan 0,000 (p<0,05) yang memiliki arti bahwa terdapat pengaruh daya hambat air perasan kunyit dan air kelapa muda terhadap bakteri Clostridium perfringens.

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh daya hambat air perasan kunyit dan air kelapa muda terhadap bakteri Clostridium perfringens. Daya hambat terbaik yaitu pada konsentrasi 100% air perasan kunyit sebesar 32,66 mm dan air kelapa muda sebesar 14 mm. Aktivitas antibakteri pada kombinasi 75% air perasan kunyit : 25% air kelapa muda lebih efektif menghambat pertumbuhan Clostridium perfringens diperoleh hasil daya hambat sebesar 5,33 mm. Sampel kombinasi (air perasan kunyit dan air kelapa muda) memiliki aktivitas yang antagonis.

References

  1. Abebe, E., Gugsa, G., & Ahmed, M. (2020). Review on major food-borne zoonotic bacterial pathogens. Journal of Tropical Medicine, 2020. DOI: 10.1155/2020/4674235
  2. Adila, R., & Agustien, A. (2013). Uji antimikroba curcuma spp. terhadap pertumbuhan candida albicans, staphylococcus aureus dan escherichia coli. Jurnal Biologi UNAND, 2(1). DOI: 10.25077/jbioua.2.1.%25p.2013
  3. Agustina, S., Ruslan, R., & Wiraningtyas, A. (2016). Skrining fitokimia tanaman obat di kabupaten Bima. CAKRA KIMIA (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 4(1), 71-76. Retrieved from: https://ocs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/21426
  4. Amalia, A., Sari, I., & Nursanty, R. (2018). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Prosiding Biotik, 4(1). Retrieved from: http://103.107.187.25/index.php/PBiotik/article/view/2160
  5. Kusbiantoro, D. (2018). Pemanfaatan kandungan metabolit sekunder pada tanaman kunyit dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat. Kultivasi, 17(1), 544-549. DOI 10.24198/kultivasi.v17i1.15669
  6. Mardiana, A. D. (2015). Potensi Filtrat Daun Sansevieria trifasciata terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. LenteraBio: Berkala Ilmiah Biologi, 4(1). Retrieved from: https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/lenterabio/article/view/10882
  7. Mulyanto, A., Mujahid, I., & Khasanah, T. U. (2018). Kemampuan Air Kelapa Muda Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Escherichia coli Penyebab Diare. BIO-SITE Biologi dan Sains Terapan, 4(1), 18-24. Retrieved from https://online-journal.unja.ac.id/BST/article/view/4963/8849
  8. Nobiola, R. K., Triwahyuni, T., Triswanti, N., & Warganegara, E. (2020). Uji Sensitivitas Kunyit Kuning dan Kunyit Putih Terhadap Bakteri Pencemar Susu. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(4), 263-269. DOI: 10.37148/arteri.v1i4.73
  9. Nurmawati, S., Prodjosoewojo, S., Chairunnisa, N. H., Djauhari, H., & Alisjahbana, B. (2019). Faktor Risiko Penyebab Foodborne Disease pada Siswa SD. Jurnal Sistem Kesehatan, 4(4). Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/view/22990/11156
  10. Riyanto, A., & Abdillah, A. D. (2012). Faktor yang memengaruhi kandungan E. coli makanan jajanan SD di wilayah cimahi selatan. Majalah Kedokteran Bandung, 44(2), 77-82. DOI: 10.15395/mkb.v44n2.127
  11. Sabah, J. R., Juneja, V. K., & Fung, D. Y. C. (2004). Effect of spices and organic acids on the growth of Clostridium perfringens during cooling of cooked ground beef. Journal of food protection, 67(9), 1840-1847. DOI: 10.4315/0362-028x-67.9.1840
  12. Sari, K. (2015). Kandungan senyawa kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah alpukat (Persea americana P. Mill) terhadap bakteri Vibrio alginolyticus. Jurnal Kajian Veteriner, 3(2), 203-211. DOI: 10.35508/jkv.v3i2.1043
  13. Timur, D.J (2018) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2017
  14. Utami, E. R. (2011). Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. Sainstis. DOI: 10.18860/sains.v0i0.1861
  15. Zaika, L. L. (2003). Influence of NaCl content and cooling rate on outgrowth of Clostridium perfringens spores in cooked ham and beef. Journal of food protection, 66(9), 1599-1603. DOI: 10.4315/0362-028X-66.9.1599