The Relationship of Differential Counting with the Erythrocyte Sedimentation Rate in Patients with Typhoid Fever
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v12i.518

The Relationship of Differential Counting with the Erythrocyte Sedimentation Rate in Patients with Typhoid Fever


Hubungan Differential Counting Dengan Laju Endap Darah Pada Penderita Demam Tifoid

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Demam Tifoid Uji Widal Differential counting LED

Abstract

Typhoid fever is an acute systemic disease of the digestive system, and is still a global health problem faced by the international community. The incidence of typhoid fever always increases by around 500-100,000 people every year, with a mortality rate of around 0.6-5%. The purpose of this study was to determine the relationship between Differential Counting and ESR in patients with typhoid fever. The research design used is an experimental laboratory. The study sample was based on typhoid fever patients with a Widal titer 1/160 at the RSUD. R.A Basoeni Mojokerto. Differential counting examination using the automatic method with a Hematology analyzer and LED examination using the modified Westergreen method. The results showed that there was a decrease in the number of lymphocytes (60%), an increase in the number of monoit cells by 50%, and an increase in the erythrocyte sedimentation rate (53%). Based on the results of the correlation test analysis, it was found that there was no significant relationship between Differential counting and the erythrocyte sedimentation rate in patients with typhoid fever (p > 0.05).

Pendahuluan

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut pada sistem pencernaan, dan masihomenjadiomasalah kesehatan global yang dihadapi masyarakat internasional. Penyakit demam tifoid banyak dijumpai di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam thypoidiyaitu personal hygiene, kualitas sumberoair bersih yang tidak memadai, kontaminasi makanan dan minuman, jamban keluargacyang tidak memenuhi syarat, pemberian imunisasi,osanitasi lingkungan yang kurang bersihodan kumuh [1]. Demam tifoid merupakan salah satu penyakitqyang mudah menular dan dapat menyerang semua usia mulai anak-anak sampai orangadewasa di Indonesia banyak dijumpai dalamokeadaan endemik [2].

Berdasarkan statusokesehatan Indonesia tahun 2009, kasus demam tifoid menempatiaurutan ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, terhitung sebesaro1,25%. Dengan tingkat penyebaran sekitar 80.850 penduduk dan angka kematian sekitar 1.013 penduduk. Tingkat penyebaran demam tifoid berbeda-beda di setiap wilayah. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kejadian demam tifoid masihatinggi, sehingga perlu dilakukan diagnosa yang tepatodengan melihat manifestasi klinis pasien yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium [3].

Manifestasizklinis dari demam tifoidosangat beragam, dan tidak semua orang. Gejala berupazsakit kepala, demamptinggi, diare, menggigil, suhu tubuhotinggi, hepatosplenomegali, atau kehilanganokesadaran ringan [3].

Tesolaboratoriumoyangobiasaodigunakanguntuko mendiagnosiso demam tifoid adalah serologi widal. Pengujianptersebut digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang spesifik terhadap komponen antigen Sallmonellatiphy. Karena waktu pemeriksaanvcukup efektif dan biayanya murah, maka pemeriksaandpun sering dilakukan [4].

Pemeriksaan yang mungkin dilakukan pada dugaan infeksi diantaranya adalah pemeriksaans Differential Counting dan Laju Endap Darah (LED). Hitung jenis sel leukosit (Diferential Counting) merupakan hitung jenis leukosit tes laboratorium medis yang memberikan informasi tentang jenis dan jumlah sel darah putih dalam darah seseorang. perhitunganojenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Jenis leukosit yang dihitung adalahoneutrofil, eosinofil, basofil,omonosit dan limfosit. Hasilopemeriksaan ini dapatomenggambarkanosecara spesifikokejadian dan proses penyakit dalam tubuh terutama pada saat terjadinya infeksi [5]. Pada kasus demam tifoid, masuknya Salmonella typhi ke dalamptubuhoakan menyebabkan jumlah sel darah putih meningkat. Dimana sel darah putih berperan dalam menghancurkan bakteri yang menginfeksiltubuh. Peningkatan sel darah putih berkaitan dengan fungsi sel leukosit sebagai respon terhadap kekebalan tubuh pada saat terjadinya inflamasi serta adanya indikasi inflamasi sel darah merah yang menyebabkan pengendapanolaju endapodarahodapat melaju lebih cepat karena bertambahnya jumlah sel darah yang mengakibatkan volume plasma menjadi lebih tinggi [6].

Laju endap darah jugaodilakukan sebagaiopemeriksaanlperadangan non spesifik dengan melihatpkecepatan darah dalam membentuk endapan selama interval waktuqtertentu. Pemeriksaan LED dan Differential Counting sering dilakukanvkarena pemeriksaan ini termasuk pemraheriksaanmrutin bila terjadi suatu infeksi, sehingga kedua pemeriksaan tersebut memiliki hubungan dalam pemeriksaan penyebaran infeksi [7]. Peningkatan laju endap darah terjadi karena kadar fibrinogen dan globulin meningkat akibat infeksi akut maupun infeksi sistemis. Peningkatan kadar laju endap darah disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya usia, kehamilan, wanita,oabnormalitas eritrositoserta peningkatan fibrinogen (infeksi,oinflamasi danokeganasan). Pemeriksaan0yang sering dilakukan untuk mengetahui besarnyaorespon fase akutodan aktifitasopenyakit inflamasi disebutosebagai laju endapodarah [6].

Terjadinya Inflamasi disebabkan oleh adanya reaksiodari jaringanoterhadap adanya suatu iritan. Iritan tersebut dapat berupa toksin yang dihasilkan oleh mikroba atau bagian dari sel mikroba. Inflamasioberawal dari adanya kerusakan jaringan yang subletal dan dapat diakhiri dengan penyembuhan. Reaksi inflamasi akut ditandai dengan keluarnya leukosit dari sirkulasi perifer ke ruangoekstraseluler dan terjadi aktivasi sel-sel radang lainnya sel polimorfonuklear dan mononuklear. Sel tersebut berfungsi dalam proses fagositosis agen penyebab inflamasi dan dalam proses tersebut akan dihasilkan radikal bebas [8].

Pada penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisaomenunjukkan bahwa ditemukan hubungan yang signifikan antaraojumlah leukosit (p=0,004) terhadap tingkatidemam padaopasien anak dengan demam tifoid [9]. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang signifikanjantara persentase limfosit (p= 0,277) terhadap tingkat demam pada pasien anak dengan demam tifoid. Penelitian lainnya menunjukkan adanya hubunganpsangat kuat dan signifikan antara kadar C-ReactiveoProtein dan laju endapodarah padaopasienpwidalppositif [10]. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan Differetial counting dengan laju endap darah pada penderita demam tifoid.

Metode Penelitian

Peneliti telah melakukan uji kelayakan etik ke komisi etik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya dengan nomor sertifikat 192/HRECC.FODM/IV/2021. Penelitian dilakukan di laboratorium RSUD R. A Basoeni Mojokerto pada bulan April 2021. Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan metode eksperimental laboratorik. Penelitian ini menggunakan 30 sampel darah pasien yang terkena demam tifoid di RSUD R. A Basoeni Mojokerto, yang diambil melalui teknik pengumpulan data secara Cross sectional dengan kriteria, yaitu: pasien demam tifoid dengan hasil pemeriksaan widal titer ≥ 1/160. Pemeriksaan Differential counting menggunakan metode otomatis dengan Hematology Analyzer (Nihon Kohden MEK – 7300 K). Pemeriksaan Laju Endap Darah dilakukan dengan menggunakan metode Westergreen modifikasi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji korelasi dengan SPSS versi 16.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1 pembacaan hitung differential counting dan laju endap darah diperoleh hasil bahwa pasien demam tifoid yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada pasien perempuan. Dimana terdiri dari 18 orang pasien laki-laki (60%), dan 12 orang pasien perempuan (40%). Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa pada pemeriksaan Differential counting sel neutrofil dalam batas normal sebanyak 24 orang (80%), dan terdapat peningkatan sel neutrofil sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan pada sel limfosit di peroleh hasil terdapat penurunan sebanyak 18 orang (60%), 9 orang (30%) dalam batas normal dan 3 orang (10%) terjadi peningkatan. Pada sel monosit menunjukkan hasil 15 orang (50%) dalam batas normal dan terjadi peningkatan sel monosit sebanyak 15 orang (50%). Sel eosinofil menunjukkan hasil 27 orang (90%) dalam batas normal dan 3 orang (10%) terjadi peningkatan. Pada sel basofil menunjukkan hasil 30 orang (100%) pasien demam tifoid dalam batas normal. Pada pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) didapatkan hasil 14 orang (47%) nilai laju endap darah masih dalam batas normal dan 16 orang (53%) menunjukkan peningkatan nilai laju endap darah.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Demam Tifoid

VariabelKategori Jumlah (n) Persentase(%)

Jenis kelaminLaki-laki 1860%

Perempuan 1240%

Differential Counting

NeutrofilRendah 00%

Normal (28-78%) 2480%

Tinggi 620%

LimfositRendah 1860%

Normal (17-57%) 930%

Tinggi 310%

MonositRendah00%

Normal (0-10%)1550%

Tinggi 1550%

EosinofilRendah 00%

Normal (0-10%) 2790%

Tinggi 310%

BasofilRendah 00%

Normal (0-2%) 30100%

Tinggi 00%

LEDNormal

(P = 0-20 mm/jam)1447%

(L = 0-15 mm/jam)

Tinggi1653%

Berdasarkan tabel 2 hasil uji normalitas pada pemeriksaan jumlah sel neutrofil menunjukkan nilai signifikansi (p= 0,001) sedangkan limfosit, eosinofil, basofil menunjukkan nilai signifikansi ( p= 0,000) dan LED menunjukkan nilai signifikansi (p= 0,004) sehingga data di atas tidak terdistribusi normal sedangkan pada pemeriksaan jumlah sel monosit menunjukkan nilai yang signifikansi (p= 0,059) sehingga data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji korelasi.

Tabel 2 Rerata ± Standar Deviasi (SD) Jumlah Differential counting dan Laju Endap Darah

VariabelRata-rata ± SD

Neutrofil67,6± 14,05

Limfosit16,63 ± 12,48

Monosit11,06 ± 4,94

Eosinofil3,60 ± 4,07

Basofil1,13 ± 0,34

LED17± 12

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan hasil tidak adanya hubungan antara LED dengan Differential conting dengan nilai signifikan (p > 0,05). Maka dapat diartikan differential counting secara keseluruhan tidak mempengaruhi jumlah laju endap darah. Hal ini menyatakan H1 ditolak dan H0 diterima yang menyatakan tidak ada hubungan antara differential counting dengan laju endap darah pada penderita demam tifoid.

Tabel 3. Analisis Korelasi Differential Counting dengan Laju Endap Darah

Parameters r p

Neutrofil (%) 0,1480,436

Limfosit (%) -0,0520,784

Monosit (%) 0,0600,752

Eosinofil (%) 0,0620,746

Basofil (%) -0,3350,071

Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang diseababkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Penyebab yang sering terjadi yaitu faktor kebersihan. Seperti halnya ketika makan di luar apalagi di tempat-tempat umum biasanya terdapat lalat yang beterbangan dimana-mana bahkan hinggap di makanan. Lalat-lalat tersebut dapat menularkan Salmonella thyphi dari lalat yang sebelumnya hinggap di feses atau muntah penderita demam tifoid kemudian hinggap di makanan yang akan dikonsumsi [11]. Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang tidak diobati sehingga memungkinkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus ataupun infeksi fecal seperti visceral abses [12].

Adanya Infeksi bakteri akut akan menyebabkan terjadinya leukositosis yang disertai dengan demam. Sedangkan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri penyebab demam tifoid akan didapatkan hasil leukopenia dan demam yang disebabkan oleh peran endotoksin dari lipopolisakarida yang berada pada permukaan bakteri Salmonella typhi. Endotoksin dari Salmonella menyebabkan peningkatan suhu progresif dengan cara merangsang pelepasan zat pirogen dari sel-sel makrofag dan sel leukosit serta dapat mensupresi sumsum tulang untuk menghasilkan leukosit sehingga terjadi leukopenia [9].

Dari penelitian yang dilakukan di laboratorium RSUD RA. Basoeni Mojokerto hasil yang diperoleh pada pasien laki-laki sebesar (60%) dan pada pasien perempuan sebesar (40%). Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Ulfa & Handayani (2018) Bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian demam tifoid dengan nilai signifikansi (p=1,00) [13].

Pada pemeriksaan differential counting jumlah sel rata-rata normal namun pada sel limfosit didapatkan hasil rata-rata 60% limfopenia hasil ini sejalan dengan penelitian Anusuya (2015) dimana ditemukan adanya jumlah limfosit yang lebih rendah pada pasien demam tifoid [14]. Dan terjadi peningkatan pada sel monosit sebesar 50%. Serta juga terjadi peningkatan pada pemeriksaan laju endap darah pada sampel pasien demam tifoid. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2017) dimana didapatkan hasil adanya peningkatan laju endap darah pada demam tifoid [10].

Hasil penelitian ini dinyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara laju endap darah (LED) dengan Differential. Pada penelitian Renowati dan Soleha (2019) diperoleh hasil p = 0,006 dimana terdapat hubungan bermakna antara uji widal dengan hitung leukosit pada suspek demam tifoid [15]. Tidak adanya hubungan antara pemeriksaan differential counting dan laju endap darah pada pasien demam tifoid disebabkan karena pada beberapa pasien suspek demam tifoid menunjukkan hasil pemeriksaan yang berbeda-beda. Semakin tinggi titer widal semakin rendah hasil pemeriksaan namun ada beberapa pasien demam tifoid dengan titer tinggi namun hasil pemeriksaan pada differential counting dan laju endap darah didapatkan hasil pemeriksaan normal dan hasil pemeriksaan tinggi. Hal ini terjadi karena perbedaan respon imun pasien dan tingkat resistensi terhadap bakteri tersebut. Serta adanya infeksi lain yang disebabkan bukan karena demam tifoid.

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara LED dengan Differential counting dengan nilai signifikan (p > 0,05).

References

  1. Depkes RI, 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman pengendalian demam tifoid. Jakarta. Departeman Kesehatan Republik Indonesia
  2. Suraya, C., & Atikasari. (2019). Hubungan personal hygiene dan sumber air bersih dengan kejadian demam typhoid pada anak. Jurnal Aisyiyah Medika, 4(3), 327-329. Retrieved from https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/JAM/article /view/205
  3. Kemenkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Retrived from https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file =download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2009.pdf
  4. Murzalina, C. (2019). Pemeriksaan laboratorium untuk penunjang diagnostik demam tifoid. Jurnal Kesehatan Cehadum, 1(3), 61-68. Retrieved from http://jkc.puskadokesa.com /jkc/article/view/42
  5. Reza, M., & Rinawati, D. (2016). Gambaran Hitung Jumlah dan Jenis Leukosit pada Eks Penderita Kusta di RSK Sitanala Tangerang Tahun 2015. Jurnal Medikes, 3 (1), 99-105. Retrived from https://jurnal.poltekkesbanten.ac.id/ Medikes/article/download/156/135
  6. Bili., & Robert, F. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit dengan nilai Laju Endap Darah pada pasien Tuberkulosis BTA positif. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang. Retrieved from http://repository. unimus.ac.id/1906/1/manuscript%20
  7. Rukmana., & Malinda, S. M. (2015). Hubungan nilai Laju Endap Darah Dengan C-Reactive Protein Pada Tersangka Tuberkulosis Paru. Skripsi. Politeknik Kesehatan Bandung, Bandung. Retrieved from http://repository.poltekkes bdg.info/items/show/514
  8. Faridah, R. (2003). Reaksi Radang. Jurnal Kedokteran Gigi, 10 (edisi khusus), 468-472. Retrieved from http://www.jdentistry.ui.ac.id/index.php/JDI/article /download/ 467/359
  9. Khairunnisa, S., Hidayat, E, M., & Herardi, R. (2020). Hubungan Jumlah Leukosit dan Persentase Limfosit terhadap Tingkat Demam pada Pasien Anak dengan Demam Tifoid di RSUD Budhi Asih Tahun 2018 – Oktober 2019. Prosiding Seminar Nasional Riset Kedokteran (Sensorik). Retrieved from https://conference.upnvj.ac.id /index.php/sensorik/article/view/434/196
  10. Sari, C, Y., Santosa, B., & Prastiyanto, M, E. (2017). Hubungan Kadar C-Reactive Protein Dengan Laju Endap Darah Pada Pasien Widal Positif. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang. Retrieved from http:// repository.unimus.ac.id/1207/
  11. Seran, E, R., Palandeng, H., & Kallo, V, D. (2015). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. Ejournal Keperawatan, 3 (2), 1-8. Retrieved from http://jurnal.unpad. ac.id/farmaka /article/download/17445/pdf
  12. Naveed, A., & Ahmed, Z. (2016). Treatment of Typhoid Fever in Children: Comparison of Efficacy of Ciprofloxacin with Ceftriaxone. European Scientific Journal, 12 (6), 346-355. Retrieved from https://eujournal. org/index.php/esj/article/view/7069/6830
  13. Ulfa, F., & Handayani, O. W. K. (2018). Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten. HIGEIA JOURNAL, 2 (2), 228. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia
  14. Anusuya, B., & Sumarthi, S. (2015). Hematological Alterations Due to Typhoid Fever in Mayiladuthurai Sample Collection. Int J Res Pharmacol Pharmacother, 4 (2), 210-216. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC7256300/
  15. Renowati, R., & Soleha, M. S. (2019). Hubungan Uji Diagnostik Widal Salmonella typhi Dengan Hitung Leukosit Pada Suspek Demam Tifoid. Jurnal Stikes Perintis Padang, 2(1), 123-128. Retrieved from https://jurnal. stikesperintis.ac.id/ index.php/PSKP/article