Midwifery Care for Postpartum Mothers with Discomfort of Abdominal Pain (Afterpain) in the Maternity Home
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v10i.504

Midwifery Care for Postpartum Mothers with Discomfort of Abdominal Pain (Afterpain) in the Maternity Home


Asuhan Kebidanan pada Ibu Postpartum dengan Ketidaknyamanan Nyeri Perut (Afterpain) di Rumah Bersalin

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Asuhan Kebidanan Ibu Postpartum Afterpain

Abstract

Abdominal pain (afterpain) is pain that occurs after childbirth that lasts 2-3 days caused by contraction and relaxation of the uterus sequentially and continuously. Usually most often occurs in multiparous mothers and breastfeeding mothers. If not noticed will have a negative impact on the mother and baby. The purpose of this midwifery care is to find out midwifery care for postpartum mothers with abdominal discomfort (afterpain) at the maternity home and the Tanggulangin Sidoarjo mother clinic. The method implemented is using a descriptive method whose main purpose is to describe a situation objectively by using SOAP approach and documentation. Results and discussion found no gaps between theory and real cases. The conclusion is obtained by carrying out midwifery care independently and in collaboration with early resolution, there are no complications in the postpartum period, healthy mothers and babies and babies receive exclusive breastfeeding.

Pendahuluan

Masa puerperium merupakan periode yang berlangsung sejak setelah melahirkan hingga kembalinya organ - organ reproduksi ibu seperti sebelum hamil. Umumnya terjadi kurang lebih 6 minggu (42 hari). Pada masa ini ibu hendak menghadapi perubahan baik secara fisik maupun mental, sehingga ibu akan menghadapi kondisi yang cukup serius untuk memulihan keadaan fisik dan mentalnya [1]. Menurut [2] angka kematian ibu (AKI) yang berlangsung setelah persalinan adalah kurang lebih 60% sedangkan angka kematian ibu (AKI) yang berlangsung 24 jam pertama setelah melahirkan adalah kurang lebih 50%, sebagian besar hal tersebut dipicu oleh terjadinya komplikasi pada masa postpartum. Oleh sebab itu, pekerjaan dan tugas seorang bidan adalah untuk memberikan asuhan maternitas pada ibu pasca melahirkan dengan memperhatikan dan mencegah angka terjadinya kematian pada ibu. Adapun keluhan yang sering dialami ibu pada masa postpartum adalah nyeri perut (afterpain), kaki bengkak, pembesaran pada payudara (bengkak), keringat yang berlebihan, haemoroid, konstipasi, dan nyeri luka jahitan (perinium) [1].

Salah satu ketidaknyamanan yang dialami oleh ibu pada masa postpartum yaitu nyeri perut (afterpain) yang terjadi setelah melahirkan merupakan nyeri yang berlangsung selama 2 – 3 hari akibat kontraksi dan relaksasi rahim secara berurutan dan terus – menerus. Biasanya nyeri perut ini akan lebih banyak terjadi pada ibu multipara dan ibu yang menyusui dibandingkan pada ibu primipara, karena ibu primipara otot uterusnya masih kuat serta berkontraksi terus tanpa ada relaksasi yang sebentar – sebentar. Nyeri perut ini juga akan semakin terasa pada saat bayi sedang menyusu, karena pada saat itu isapan bayi akan merangsang hipofisis posterior untuk memproduksi hormon oksitosin, lalu akan dilepaskan sehingga memicu pengeluaran ASI serta menyebabkan kontraksi [3]. Situasi tersebut bisa berdampak buruk pada ibu dan bayi apabila tidak diperhatikan, karena hal tersebut akan membuat ibu tidak melakukan pemberian ASI terhadap bayinya dan akan menggantinya pada pemberian PASI.

Hasil penelitian [4] didapatkan data dari 20 responden ada sekitar 90% (18 responden) mengalami nyeri sedang dan sekitar 10% (2 responden) mengalami nyeri hebat. Selain itu, dari hasil penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa sebagian besar ibu postpartum mengalami ketidaknyamanan nyeri perut setelah melahirkan, terutama pada ibu multipara karena pada saat itu otot uterus akan mengalami penurunan secara bersamaan sehingga menimbulkan relaksasi yang sebentar – sebentar [3].

Tersedianya informasi mengenai keluhan-keluhan fisiologis dan permasalahannya selama masa postpartum, khususnya nyeri setelah melahirkan merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan pelayanan kesehatan bagi ibu nifas. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui asuhan kebidanan pada ibu postpartum dengan ketidaknyamanan nyeri perut (afterpain) di rumah bersalin dan klinik bunda tanggulangin sidoarjo.

Metode Penelitian

Studi kasus mengenai asuhan kebidanan pada ibu postpartum dengan ketidaknyamanan nyeri perut (afterpain), dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang tujuan utamanya adalah untuk membuat gambaran mengenai suatu keadaan secara obyektif. Laporan kasus yang dilakukan penulis yaitu mengenai asuhan kebidanan pada ibu postpartum dengan ketidaknyamanan nyeri perut (afterpain) mulai dari pengkajian hingga evaluasi. Subyek dalam asuhan yang dilakukan pada tanggal 09 Januari 2020 yaitu Ny. C, usia 34 tahun dengan masa nifas hari pertama 2 jam postpartum di rumah bersalin dan klinik bunda tanggulangin sidoarjo pada tanggal 09 Januari 2020. Pengumpulan data dengan cara anamnesa, pemeriksaan, analisa data, serta pendokumentasian dengan menyamakan antara data yang diperoleh dengan teori yang ada.

Hasil dan Pembahasan

Studi kasus ini dilakukan di RB dan Klinik Bunda Tanggulangin pada tanggal 09 Januari 2020 :

Data Subyektif

Ibu mengatakan saat ini nifas hari pertama 2 jam postpartum mengeluh terasa nyeri pada perut bagian bawah sejak setelah melahirkan, hilang timbul, nyerinya sedang dan akan semakin terasa pada saat menyusui bayinya sehingga ibu merasa tidak nyaman, upaya yang sudah dilakukan ibu adalah minum obat dan nyerinya sedikit berkurang. Riwayat kehamilan yang ke 3 dengan usia kehamilan 40 minggu, dengan riwayat keluhan mual, muntah, sakit kepala, nyeri punggung; antenatal care sebanyak 8 kali yaitu 2x pada trimester I, 4x pada trimester II, dan 2x pada trimester III; riwayat penyakit yang pernah diderita sebelum dan selama ini tidak ada. Riwayat persalinan pada tanggal 09 Januari 2020 dan bayi lahir pukul 19.55 WIB; persalinan normal dengan cara spontan ditolong oleh bidan; tidak ada kelainan dan penyulit selama proses persalinan. Saat ini ibu sudah bisa miring kanan – kiri, duduk, berdiri, dan berjalan sudah tidak pusing; ibu sudah makan 1 porsi nasi habis dengan komposisi nasi putih + sayuran + lauk pauk serta sudah minum air putih 2 gelas; ibu sudah bisa BAK 1x di kamar mandi berwarna kuning jernih dan tidak nyeri serta ibu belum BAB, BAB terakhir 1 hari sebelum persalinan; ibu belum tidur dan hanya beristirahat saja setelah persalinan; ibu belum mandi, hanya diseka dan mengganti pakaian; serta ASI ibu belum keluar lancar namun ibu tetap menyusui bayinya.

Dari hasil pengkajian data subyektif yang ditemui, ibu mengeluh nyeri perut sejak setelah melahirkan pada waktu nifas 2 jam postpartum. Hal ini sesuai dengan teori menurut [5] bahwa pada masa postpartum terjadi perubahan fisiologis pada uterus yang berangsur- angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil, pada hari pertama masa nifas berat uterus sekitar 750 gram, akhir satu minggu pertama menjadi 500 gram, akhir minggu kedua menjadi 350 gram, hingga pada akhir masa nifas (6 minggu) berat uterus akan kembali pada keadaan sebelum hamil yaitu sebesar 50-60 gram. Proses involusi tersebut akan menimbulkan kontraksi yang meningkat secara bertahap sejak setelah kelahiran bayi, sehingga menyebabkan nyeri pada perut yang dapat mengganggu kenyamanan ibu.

keluhan nyeri perut (afterpain) yang dialami ibu merupakan hal yang fisiologis karena terjadinya proses involusi uterus yang terjadi secara berangsur – angsur untuk mengambalikan bentuk rahim ibu sehingga menimbulkan kontraksi pada rahim ibu dan menyebabkan terjadi nyeri pada perut sejak setelah melahirkan dan biasanya lebih banyak terjadi pada ibu multipara dan menyusui yang berlangsung selama 2 – 3 hari saat periode postpartum. Penyebab nyeri lebih sering terjadi pada ibu multipara adalah akibat otot uterus yang mengalami penurunan secara bersamaan sehingga menimbulkan relaksasi yang sebentar – sebentar. Berbeda dengan ibu primipara yang otot uterusnya masih kuat serta berkontraksi terus tanpa ada relaksasi yang sebentar – sebentar. Sedangkan pada ibu yang menyusui, nyeri perutnya akan semakin terasa apabila ibu menyusui bayinya karena pada saat itu isapan bayi akan merangsang hipofisis posterior untuk memproduksi hormon oksitosin, lalu akan dilepaskan sehingga memicu pengeluaran ASI dan menyebabkan kontraksi pada rahim ibu [3].

Lalu pada hasil pengkajian juga ditemukan bahwa ibu mengatakan bahwa ASI nya masih keluar sedikit namun ibu masih tetap menyusui bayinya. Hal ini sesuai dengan teori menurut [6] bahwa ASI akan keluar lancar sekitar hari ke 3 – 4 setelah lahirnya bayi dan kolostrum akan berubah menjadi ASI matur sekitar 15 hari sesudah lahirnya bayi. Jadi dalam kasus yang ibu hadapi saat ini merupakan hal yang biasa meskipun ibu sudah menyusui bayinya namun ASI nya belum keluar lancar.

Data Obyektif

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,6 °C, nadi 86 x/menit, pernafasan 20 x/menit; pada pemeriksaan khusus didapatkan kepala tidak pusing, muka tidak pucat dan tidak oedem, konjungtiva merah muda, sclera putih, tidak terdapat oedem pada palpebra, payudara bersih, ASI sudah keluar, putting susu menonjol, konsistensi payudara kenyal, tidak ada benjolan pada payudara, tidak ada nyeri epigastrium, perut tidak kembung, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi keras, terdapat diastasis recti lebih dari 2 jari, terdapat pengeluaran lochea rubra berwarna merah kecoklatan sebanyak setengah pembalut, luka perineum derajat 1 pada kulit perineum dan tidak dilakukan penjahitan karena tidak ada perdarahan aktif, kandung kemih kosong, tidak ada oedem pada ekstremitas atas dan bawah serta akral hangat.

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada data obyektif, keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, tanda – tanda vital dalam batas normal, dan pemeriksaan fisik khusus dalam batas normal, TFU normal, serta lochea normal. Hal ini sesuai dengan teori menurut [5] bahwa TFU mulai dari plasenta lahir sampai sebelum satu minggu adalah 2 jari dibawah pusat., menurut [7] bahwa lochea rubra adalah lochea yang terjadi pada hari ke 1 – 3 masa nifas dengan darah yang berwarna merah kecoklatan. Jadi kondisi yang ibu hadapi saat ini merupakan hal yang fisiologis, sehingga tidak ada perlu dilakukan penanganan khusus pada ibu.

Analisis

Analisis yang didapatkan dari semua yang telah terkumpul adalah P30003 nifas normal hari pertama 2 jam postpartum, kondisi umum ibu baik dengan keluhan nyeri perut (afterpain).

Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan yang sudah dilakukan, analisis (diagnosa) yang didapatkan adalah sesuai dengan yang dialami ibu yaitu P30003 nifas normal hari pertama 2 jam postpartum, kondisi umum ibu baik dengan keluhan nyeri perut (afterpain). Hal ini sesuai dengan teori menurut [8] bahwa seorang bidan harus bisa mengenali diagnosa atau masalah berdasarkan pemahaman yang benar terhadap data – data yang didapatkan pada saat pengkajian dan pemeriksaan pada ibu nifas untuk bisa merumuskan diagnosa atau masalah yang jelas. Rumusan diagnosa dan masalah yang mungkin ditemukan pada ibu pasca melahirkan sama – sama digunakan karena masalah tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai keputusan, namun pada saat yang sama juga tetap memerlukan penanganan. Dalam kasus yang dialami ibu saat ini tidak didapatkan temuan masalah yang membahayakan ibu, tetapi terdapat keluhan yang merupakan keluhan yang normal terjadi pada ibu postpartum.

Penatalaksanaan

Evaluasi : Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini

Evaluasi : Ibu mengerti mengenai penyebab dan cara mengurangi nyeri perut

Evaluasi : Ibu mengerti dan mau melakukannya

Evaluasi : sudah terlaksana dan hasilnya dalam batas normal

Evaluasi : Ibu mengerti tentang tanda bahaya masa nifas dan bayi baru lahir, serta jika ibu dan bayi mengalami salah satu dari tanda bahaya tersebut ibu akan segera memanggil bidan

Evaluasi : Ibu mau melakukan dan baru saja ibu sudah memberikan ASI kepada bayinya

Evaluasi : Ibu mengerti dan mau melakukannya

Evaluasi : Ibu mengerti dan mau melakukannya

  1. Menjelaskan kepada ibu mengenai kondisinya saat ini dalam keadaan baik, ibu memasuki masa nifas hari pertama 2 jam postpartum dengan keluhan nyeri perut (afterpain)
  2. Menjelaskan kepada ibu mengenai keluhan nyeri perut (afterpain) yang dirasakan ibu merupakan hal yang normal. Serta menjelaskan penyebab dan cara mengatasinya
  3. Memberitahu ibu untuk tidak menahan kencing, karena dapat mempengaruhi kontraksi rahim sehingga rahim tidak berkontraksi dengan baik. Serta mengajarkan cara masase uterus yang baik dan benar
  4. Mengobservasi keadaan ibu meliputi TTV, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, lochea dan perdarahan
  5. Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas dan bayi baru lahir
  6. Memberikan dukungan kepada ibu untuk selalu menyusui bayinya secara eksklusif
  7. Menjelaskan dan menganjurkan kepada ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama masa nifas
  8. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat/tidur untuk memulihkan keadaannya
  9. Menganjurkan ibu untuk tetap meminum obat constan (asam mefenamat 500mg) dan amoxicilin 500mg 3x1 yang diminum secara rutin setiap hari

Evaluasi : Ibu mengerti dan mau meminumnya secara rutin setiap hari

Untuk melakukan penatalaksanaan pada kajian 1 ini, penulis memberikan informasi serta pendidikan kesehatan kepada ibu mengenai hasil pemeriksaan ibu saat ini dalam keadaan baik dengan keluhan nyeri perut (afterpain) yang dialami ibu merupakan hal yang normal, menjelaskan kepada ibu mengenai penyebab nyeri perut (afterpain) yang dialaminya saat ini adalah akibat kontraksi pada rahim untuk mengembalikan bentuk rahim seperti sebelum hamil secara berangsur – angsur dan ketika ibu menyusui akan terasa semakin sakit itu disebabkan oleh isapan bayi yang merangsang hipofisis posterior untuk memproduksi hormon oksitosin, lalu akan dilepaskan sehingga memicu pengeluaran ASI dan menyebabkan kontraksi pada rahim ibu [3]. Untuk cara mengatasi nyeri perut yang ibu rasakan adalah dengan memastikan keadaan rahim ibu tetap berkontraksi dengan baik, mengosongkan kandung kemih ketika penuh, mengajari ibu teknik relaksasi dengan cara duduk lalu mengambil nafas panjang dan dihembuskan secara perlahan – lahan, serta memberikan obat constan (asam mefenamat 500 mg) kepada ibu [7]. Setelah dijelaskan ibu bisa mengulangi kembali penjelasan yang sudah diberikan.

Memberitahu ibu untuk tidak menahan kencing karena dapat mempengaruhi kontraksi rahim sehingga rahin tidak berkontraksi dengan baik sehingga menyebabkan relaksasi dan kontraksi rahim menjadi lebih nyeri [7]. Apabila kontraksinya lembek maka harus dilakukan masase (pijatan ringan) pada rahim ibu sebanyak 15 kali dalam 15 detik, untuk itu penulis mengajari ibu cara membedakan kontraksi yang lemah dan keras serta cara melakukan masase uterus yang baik dan benar sampai kontraksi rahim ibu keras (dalam keadaan yang baik) [1]. Setelah dijelaskan dan diajari, ibu sudah bisa melakukan dan mau melakukannya ketika kandung kemih terasa kosong atau kontraksinya lemah.

Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda – tanda bahaya pada masa nifas dan bayi baru lahir yaitu jika pada ibu postpartum apabila terjadi perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir, bengkak pada wajah, tangan dan kaki atau sakit kepala dan mengalami kejang, demam lebih dari 2 hari, payudara bengkak dan merah yang disertai rasa sakit, serta ibu terlihat sedih, murung, dan menangis tanpa sebab (depresi). Sedangkan pada bayi baru lahir apabila terjadi tidak mau menyusu, kejang, lemah, sesak nafas, merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan, berbau dan bernanah, demam, mata bernanah, diare lebih dari 3 kali sehari, kulit dan mata bayi terlihat kuning, serta tinja bayi berarna pucat. Jika ibu atau bayi mengalami tanda bahaya tersebut, maka harus segera menghubungi bidan untuk pemeriksaan lebih lanjut [9]. Setelah dijelaskan ibu mau untuk segera menghubungi bidan apabila ibu atau bayi mengalami salah satu tanda bahaya tersebut.

Memberikan dukungan kepada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayi yaitu pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0 – 6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai pada usia 2 tahun. Selain itu ASI mempunyai manfaat yang besar yang baik untu ibu dan bayi [10]. Setelah diberikan penjelasan oleh penulis, ibu mau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya selama 6 bulan.

Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya selama masa nifas yaitu ibu nifas dianjurkan untuk makan 4-5x sehari dengan memakan makanan yang mengandung karbohidrat (nasi, kentang, beras merah, dll), protein hewani (daging merah, ayam, ikan, telur, dll), protein nabati (tahu, tempe, kacang merah, kacang hijau, dll), sayur – sayuran dan buah – buahan. Serta ibu dianjurkan untuk minum ±8 gelas air putih sehari [11]. Setelah ibu diberikan penjelasan oleh penulis, ibu mau melakukannya.

Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat/tidur selama masa nifas yaitu istirahat/tidur siang ± 1-2 jam untuk memenuhi tidur malam yang kurang dan tidur malam ± 7-8 jam untuk memulihkan kelelahannya setelah melahirkan serta apabila bayi tidur, ibu juga ikut tidur karena pada malam hari bayi akan sering rewel [1]. Setelah ibu diberikan penjelasan oleh penulis, ibu mau melakukannya.

Menganjurkan ibu untuk meminum obat yang sudah diberikan secara rutin setiap hari agar kondisi ibu bisa segera kembali dan membaik. Setelah ibu diberikan penjelasan oleh penulis, ibu mau meminumnya secara rutin setiap hari.

Kesimpulan

Dari data yang telah dikumpulkan didapatkan kesimpulan Ny.C usia 34 tahun P30003 nifas normal hari pertama 2 jam postpartum, kondisi umum ibu baik dengan keluhan nyeri perut (afterpain).

References

  1. R. dkk Pitriani, Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal. Yogyakarta: Deepublish, 2014.
  2. Sunarsih, Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika, 2011.
  3. H. Varney, Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, 2007.
  4. W. Amalia and N. D. Jayanti, “PENGELUARAN HORMON ENDORPHINE ALAMI DENGAN METODE TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) UNTUK MENGENDALIKANINTENSITAS AFTERPAIN PADA IBU NIFAS,” J. Ilm. Kesehat. Media Husada, 2015, doi: 10.33475/jikmh.v3i2.157.
  5. Tonasih dkk, Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: K-Media, 2019.
  6. Bahiyatun, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC, 2009.
  7. S. dkk Rini, Panduan Asuhan Nifas & Evidence Based Practice. Yogyakarta: Deepublish, 2017.
  8. I. Jayanti, Evidance Based Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish, 2019.
  9. K. K. R. dan D. J. K. Masyarakat, Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementrian kesehatan RI, 2017.
  10. W. S. Ilmiah, Buku Ajar Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Nuha Medika, 2015.
  11. H. P. Wahyuningsih, Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, 2018.