Overview of the Incidence of Dysmenorrhea in Terms of Anemia in Adolescents in the Village
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v10i.497

Overview of the Incidence of Dysmenorrhea in Terms of Anemia in Adolescents in the Village


Gambaran Kejadian Dismenorea Ditinjau Dari Anemia Pada Remaja di Desa

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

dismenorea anemia remaja

Abstract

The incidence of dysmenorrhea at Fikes Umsida in 2018 reached 85% according to the results of research conducted by Idatul Awaliyah. Dysmenorrhea is pain during menstruation, usually with cramping and centered in the lower abdomen. Dysmenorrhea is caused by many factors, one of which is anemia. The purpose of this study was to describe the incidence of dysmenorrhea in terms of anemia in adolescent girls. This research is a descriptive research with a cross sectional approach. The population is 10 young women in Waru Village who meet the research criteria. The variables in this study were the incidence of dysmenorrhea and anemia. Collecting data on the incidence of dysmenorrhea using a questionnaire and data on Hb levels by means of examination using an Hb Stick. The results showed that half (50%) of adolescent girls had moderate dysmenorrhea and were not anemic, and half (50%) had severe dysmenorrhea and were not anemic, while most (75%) female adolescents had moderate dysmenorrhea with anemia and a small portion (25%) had moderate dysmenorrhea with anemia. ) had severe dysmenorrhea with anemia. So it can be concluded that the incidence of dysmenorrhea with moderate and severe degrees who are not anemic is the same. While the incidence of dysmenorrhea with moderate degree of anemia is more than the incidence of dysmenorrhea with severe degree of anemia.

Pendahuluan

Menstruasi biasanya identik dengan yang namanya nyeri haid (dismenorea), dimana saat terjadi nyeri haid terkadang wanita mengalami gangguan fisik serta emosi menjelang masa menstruasi atau yang biasa kita kenal dengan PMS [1]. Dampak yang terjadi jika dismenorea tidak ditangani maka patologi (kelainan atau gangguan) yang mendasari dapat memicu kenaikan angka kematian, termasuk kemandulan .Selain itu konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan dapat memainkan peranan serta menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing[2].

Kejadian dismenorea dapat terjadi karena peningkatan kadar prostaglandin dalam darah mengakibatkan rangsangan dan penurunan aliran darah ke miometrium yang menyebabkan peningkatan kontraksi pada uterus dan terdapat penurunan aliran darah menuju uterus dan terjadi hipoksia. Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat. Penurunan kadar oksigen terjadi karena kadar hemoglobin berkurang dan penurunan aliran darah maka mengakibatkan penurunan ambang rasa nyeri pada saraf aferen nervus pelvicus. Artinya, semakin rendah kadar hemoglobin pada remaja putri maka semakin mudah mengalami dismenorea [3].

Hemoglobin dalam sel darah berfungsi untuk mengikat oksigen (O2). Semakin banyak oksigen yang diikat dan dibawa ke dalam sel darah merah, pasokan oksigen ke berbagai tempat di seluruh tubuh akan tercapai sehingga mengurangi risiko terjadinya iskemia. Nilai normal kadar hemoglobin seorang perempuan adalah 12−16gr/dl. Apabila kadar hemoglobin kurang dari 12 gram %, maka disebut dengan anemia. Anemia terbagi menjadi 3, anemia ringan (kadar hemoglobin 10 gram %), anemia sedang apabila kadar hemoglobin 7−9 gram% dan anemia berat apabila kadar hemoglobin kurang dari 6 gram %. Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh [4].

Bagi remaja yang memiliki aktifitas tinggi maka anemia dapat mempengaruhi masa haid remaja misalnya dismenorea [5]. Pada wanita dengan anemia defisiensi zat besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala – gejala pada waktu haid, tetapi sebagian merasa berat di panggul atau merasa nyeri / dismenorea [6].

Dari hasil penelitian oleh Safitri tahun 2015 di Sma Muhammadiyah 3 Surakarta membuktikan bahwa salah satu faktor dari dismenorea adalah kadar hemoglobin yang menunjukkan adanya pengaruh terhadap tingkat dismenorea dengan presentasi responden yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari normal serta mengalami dismenorea sebesar 53,5% dan yang memiliki kadar hemoglobin normal mengalami dismenorea sebesar 46,5% kemudian dibuktikan dengan hasil uji statistik non parametrik nilai p= 0,000 dan nilai r=0.426 [7]. Pernyataan tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Yuniyanti (2017)[8] pada Remaja Putri DIII Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh terhadap tingkat dismenorea dengan presentasi banyaknya yang anemia dan dismenorea sedang dan berat sebesar 43,9% , lalu yang anemia dan dismenorea ringan sebesar (36,6%) dan yang anemia tetapi tidak dismenorea sebesar (19,5%) kemudian dibuktikan hasil statistik p-value 0,013[8].

Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami nyeri menstruasi. Persentasi angka kejadian nyeri menstruasi di Indonesia sekitar 55% dan prevalensi dismenorea berkisar 45-90% di kalangan perempuan usia reproduktif. Hasil penelitian dari Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia menunjukkan angka kejadian dismenorea terdiri dari 72,89% dismenorea primer dan 27,11%dismenorea sekunder [9].

Hasil penelitian Idatul Awaliyah tahun 2018 di Fikes Umsida menunjukkan sebesar 85% mahasiswi mengalami dismenorea sedangkan menurut teori Proverawati menunjukkan sebesar 55% perempuan mengalami dismenorea. Dapat disimpulkan kejadian dismenorea yang masih tinggi pada remaja di Fikes Umsida dibandingkan dengan teori. Maka perlu dikaji gambaran kejadian dismenorea ditinjau dari anemia pada remaja pada lokasi yang berbeda.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka rumusan maka dapat dirumuskan 3 masalah yaitu adalah Bagaimana gambaran kejadian dismenorea pada remaja putri di desa Waru? Kedua, bagaimana gambarananemia pada remaja putri di desa Waru? Dan terakhir bagaimana gambaran kejadian dismenorea ditinjau dari anemia pada remaja putri di desa Waru?

Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan secara obyektif[10]. Pada penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kejadian dismenore ditinjau dari anemia pada remaja putri di desa Waru. Penelitian ini termasuk dalam studi Cross Sectional yang merupakan penelitian dengan pengukuran variabel – variabelnya dilakukan hanya satu kali saja pada satu saat. Cross Sectional adalah studi yang mempelajari beberapa variabel pengamatan dalam satu waktu secara sekaligus[11]. Dalam penelitian cross sectional ini data diambil pada waktu bersamaan, berupa remaja diminta untuk mengisi lembar kuisioner berisikan tentang pertanyaan seputar dismenorea serta dilakukan pengecekan kadar hemoglobin.

Pada penelitian ini populasinya adalah remaja putri yang bersedia di desa Waru. Jumlah populasi 10 remaja putri dan seluruh populasi dijadikan responden, dengan kriteria sebagai berikut : Remaja putri yang sudah menstruasi dan Remaja putri yang berusia 12 – 18 tahun. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner tertutup dan pengukuran Hb Stick. Kuesioner tertutup adalah suatu pengumpulan data terhadap suatu masalah dengan cara memberikan suatu daftar pertanyaan yang disajikan secara tertulis dimana responden memilih jawaban yang tersedia sesuai dengan yang diketahui dan dialami mengenai dismenorea. Dan yang terakhir, pengumpulan data juga dilakukan menggunakan alat ukur Hb Stick untuk mengukur Hb dari responden untuk memastikan apakah termasuk ke dalam salah satu klasifikasi anemia.

Penelitian menggunakan data primer, setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan tabulasi silang, kemudian dilakukan analisa data. Setelah data yang diperoleh terkumpul, perlu dilakukan pengecekan ulang terhadap identitas dan data responden. Hasil analisa data menggunakan pendekatan deskriptifmaka rumusan yang digunakan dalam menganalisa data guna untuk mengetahui presentase setiap variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :

Rumusan : (P=x100%)

Tempat penelitian dilakukan di desa Waru di Rt 03 / Rw 05, Sidoarjo dan waktu penelitian dikerjakan pada bulan Maret 2020 - November 2020. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal minggu keempat bulan Juli 2020.

Hasil Dan Pembahasan

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 29 Juli 2020 dengan banyaknya jumlah sampel 10 responden. Data yang digunakan adalah data primer dengan memberikan lembar kuisioner yang diisi oleh responden. Sebelum itu responden diberikan lembar permintaan dan persetujuan menjadi responden yang diambil secara langsung di desa Waru. Kemudian responden diberikan lembar kuisioner untuk diisi sesuai dengan yang dirasakan oleh responden dan peneliti melakukan pengecekan kadar hb responden menggunakan alat hb stik untuk mengetahui kadar hb yang dimiliki oleh responden. Pada hasil penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian, jadi dalam sub bab hasil penelitian ini akan dikelompokkan data yang terdiri atas data umum dan data khusus yang sudah didapat di desa Waru, Sidoarjo mengenai gambaran kejadian dismenorea ditinjau dari anemia pada remaja putri.

1.1 Data Umum

Usia Remaja Frekuensi Persentase
12 Tahun 0 0
13 Tahun 0 0
14 Tahun 0 0
15 Tahun 1 10
Table 1.Distribusi frekuensi Responden berdasarkan usia remaja pada remaja putri di desa Waru
Usia Remaja Frekuensi Persentase
16 Tahun 1 10
17 Tahun 1 10
18 Tahun 7 70
Total 10 100%
Table 2.Distribusi frekuensi Responden berdasarkan usia remaja pada remaja putri di desa Waru (Lanjutan)

Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebagian besar (70%) usia remaja putri adalah 18 tahun sedangkan sebagian kecil (10%) usia remaja putri adalah 15 tahun, 16 tahun, dan 17 tahun.

Kejadian Dismenorea Frekuensi Persentase
Dismenorea 10 100
Tidak Dismenorea 0 0
Total 10 100%
Table 3.Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Kejadian dismenorea pada remaja putri di desa Waru

Berdasarkan tabel 1.3 menunjukkan bahwa keseluruhan (100%) remaja putri mengalami dismenorea.

Derajat Dismenorea Frekuensi Persentase
Dismenorea Ringan 0 0
Dismenorea sedang 6 60
Dismenorea Berat 4 40
Total 10 100%
Table 4.Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Derajat dismenorea pada remaja putri di desa Waru

Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) remaja putri mengalami dismenorea sedang sedangkan hampir setengahnya (40%) remaja putri mengalami dismenorea bera.

Kadar Hemoglobin Frekuensi Persentase
Tidak Anemia ≥12gr% 6 60
Anemia <12gr% 4 40
Total 10 100%
Table 5.Distribusi frekuensi Responden berdasarkan anemia pada remaja putri di desa Waru

Berdasarkan tabel 1.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) remaja putri mengalami tidak anemia sedangkan hampir setengahnya (40%) remaja putri mengalami anemia.

Anemia Kejadian Dismenorea Total (%)
Tidak Dismenorea Ringan Dismenorea Sedang Berat
Tidak Anemia 0 0 3 (50%) 3 (50%) 6(100%)
Anemia 0 0 3 (75%) 1 (25%) 4(100%)
Total 0 0 6 (60%) 4 (40%) 10 (100%)
Table 6.Tabulasi Silang Kejadian Dismenorea Ditinjau dari anemia pada remaja putri di desa waru

Berdasarkan tabel 1.3 diperoleh hasil pada tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) remaja putri mengalami dismenorea sedang dengan Anemia dan sebagian kecil (25%) mengalami dismenorea berat dengan Anemia. Sedangkan setengahnya (50%) remaja putri mengalami dismenorea sedang dengan Tidak Anemia dan setengahnya (50%) mengalami dismenorea berat dengan Tidak Anemia.

Dari tabel 1.3 menunjukkan bahwa seluruhnya (100%) remaja putri mengalami dismenorea. Hasil tersebut menunjukkan bahwa banyak remaja yang mengalami kejadian dismenorea. Banyaknya remaja yang mengalami dismenorea dikarenakan umumnya remaja mengalami dismenorea beberapa bulan setelah menstruasi pertamanya (menarche) dan sebagian besar responden berusia 18 tahun. Umumnya, remaja akan mengalami menarche adalah pada usia 12 sampai dengan 16 tahun[12]. Pada dismenorea primer biasanya dimulai 1-3 tahun setelah menarche[13]. Responden mengatakan memiliki riwayat dismenorea yaitu nyeri saat haid yang terjadi sebelum, selama, dan setelah mesntruasi dengan nyeri bersifat mulai dari hilang-timbul sampai terus-menerus.

Dalam penelitian ini terfokus pada riwayat dari kejadian dismenorea yang pernah dialami oleh responden yaitu riwayat keluhan nyeri yang dirasakan remaja pada saat menstruasi yang mengacu pada dismenorea dan keseluruhan dari responden mengalami dismenorea dengan tingkatan skala dismenorea adalah sedang hingga berat. Dismenore merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan terjadinya menstruasi dimana dapat mengganggu kehidupan. Pada dismenore primer biasanya terjadi nyeri haid tanpa kelainan ginokologi atau tanpa keadaan patologi. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dismenore akibat dari menstruasi, salah satunya adalah kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak hal diantaranya gizi yang kurang, penyakit kronis yang menyertai, dan kurang beraktivitas serta pola hidup tidak sehat.

Dari tabel 1.4 menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) remaja putri mengalami dismenorea sedang. Sedangkan sebagian kecil (40%) remaja putri mengalami dismenorea berat. Pada pengukuran intensitas nyeri berdasarkan riwayat dismenorea yg telah dialami ditemukan mayoritas remaja putri mengalami dismenorea disetiap menstruasinya dengan hasil yang didapat memerlukan penanganan yang benar karena tingginya angka remaja yang mengalami dismenorea sedang hingga berat.

Dari tabel 1.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) remaja putri mengalami tidak anemia, Sedangkan sebagian kecil (40%) remaja putri mengalami anemia. Situasi ini merupakan sebuah hal yang perlu ditangani melihat sebagian kecil dari jumlah remaja putri yang mengalami anemia namun angka tersebut tidak dapat dianggap remeh karena anemiamemiliki dampak yang tinggi terhadap remaja. Dari tabel 1.5 menunjukkan bahwa setengah dari remaja putri yang mengalami dismenorea sedang dan tidak anemia, dan setengahnya remaja putri yang mengalami dismenorea berat dan tidak anemia sedangkan sebagian besar remaja putri yang mengalami dismenorea sedang dengan anemia dan sebagian kecil yang mengalami dismenorea berat dengan anemia. Berdasarkan tabel 1.6 dapat dilihat terdapat gambaran yang signifikan antara kadar hemoglobin dengan kejadian dismenorea pada remaja putri berarti remaja putri dengan kadar hb <12gr/dl (anemia) mempunyai peluang untuk mengalami dismenorea dibandingkan remaja putri dengan kadar hb ≥ 12 gr/dl (tidak anemia).

Maka dapat disimpulkan hasil dari remaja putri yang mengalami dismenorea dan anemia lebih sedikit daripada remaja putri yang mengalami dismenorea dan tidak anemia. Sehingga seseorang yang mengalami dismenorea belum tentu mengalami anemia, namun perlu ditekankan bahwa anemia merupakan salah satu faktor terjadinya dismenorea. Oleh karena itu diharapkan kepada remaja putri untuk lebih memperhatikan nilai gizi yang dikonsumsi agar dapat menghasilkan nilai kadar hemoglobin yang normal. Dengan kadar hemoglobin yang normal diharapkan kejadian dismenorea dapat dihindari sehingga tidak mengganggu remaja putri dalam beraktivitas sehingga bisa berpoduktivitas dengan baik dan meraih prestasi dalam belajar.

Kesimpulan

Remaja putri yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia 18 tahun. Dan seluruh remaja putri mengalami dismenorea. Kadar hemoglobin responden dalam penelitian ini sebagian besar remaja putri tidak mengalami anemia dan sebagian kecil remaja putri mengalami anemia. Frekuensi kejadian dismenorea pada remaja putri dengan derajat sedang dan berat yang tidak mengalami anemia sama banyaknya. Sedangkan frekuensi kejadian dismenorea pada remaja dengan derajat sedang yang mengalami anemia lebih banyak daripada frekuensi kejadian dismenorea pada remaja putri dengan derajat berat yang mengalami anemia.

Bagi remaja putri diharapkan untuk memperbaiki konsumsi makanan agar dapat mencegah terjadinya anemia dan dismenorea dapat lebih aktif dalam mencari informasi terkait masalah-masalah kesehatan reproduksi wanita dan pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang dismenorea dan anemia. Bagi petugas pelayanan kesehatan diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan KIE baik kepala keluarga maupun remaja mengenai masalah-masalah kesehatan reproduksi wanita dalam hal ini terfokus pada dismenorea dan anemia. Bagi peneliti yang selanjutnya diharapkan untuk dapat mengganti variabel yang lain dan berhubungan dengan kejadian dismenorea pada remaja.

References