Innovation in Strategies for Faculty Development and Career Advancement
Innovation in Education
DOI: 10.21070/ijins.v26i1.1319

Innovation in Strategies for Faculty Development and Career Advancement


Inovasi Strategi Pembinaan dan Pengembangan Karir Dosen

Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Universitas Negeri Surabaya
Indonesia
Universitas Negeri Surabaya
Indonesia

(*) Corresponding Author

functional position of lecturers SISTER reward and punishment evaluation higher education

Abstract

The Minister of Education, Culture, Research, and Technology's Decree Number 384/P/2024 serves as a strategic foundation in the management of functional lecturer positions to support the tridharma of higher education. This policy responds to the need for aligning national regulations by utilizing technology, such as the Integrated Resource Information System (SISTER), to ensure transparency and accountability. Through an ontological, epistemological, and axiological philosophical approach, this policy emphasizes the importance of the presence of lecturers as agents of change, the validity of data-based assessments, and their benefits for institutions and society. Innovative strategies such as competency needs mapping, mentoring, and reward and punishment techniques are integrated to enhance the performance and professionalism of lecturers. With the five-stage Rogers adoption evaluation framework, this policy is designed to ensure adaptive and evidence-based implementation. Overall, this policy provides a new direction in the transformation of higher education in Indonesia, supports the sustainable development of lecturers, and holistically improves the quality of the academic ecosystem.

Highlights:

  • Emphasizes data-driven assessments to ensure transparency and accountability.
  • Integrates competency mapping, mentoring, and rewards to boost professionalism.
  • Adopts a five-stage framework for evidence-based and adaptive implementation.

Keywords:  functional position of lecturers; SISTER; reward and punishment; evaluation; higher education

Pendahuluan

Pendidikan tinggi memiliki beberapa elemen penting diantaranya adalah dosen [1], [2]. Dosen dalam pendidikan tinggi yang memegang peran strategis dalam mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan mengintegrasikannya dengan teknologi. Peran dosen tidak hanya dituntut untuk mendidik namun juga sebagai peneliti dan agen perubahan yang mempunyai kewajiban untuk melakukan dorongan inovasi di lingkungan akademik . Pengembangan dan pembinaan karir diperlukan untuk menjamin kesejahteraan dosen dan kejelasan terkait jenjang karir yang akan ditempuh oleh dosen [3], [4]. Pengembangan dan pembinaan dosen diatur melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah nasional agar dapat menyeluruh dan mengikat. Kebijakan yang terstruktur dan berorientasi pada peningkatan kinerja menjadi esensial untuk mendorong dosen mencapai potensi maksimalnya. Dalam hal ini, pemerintah melalui Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 memberikan landasan regulasi yang mengatur jabatan fungsional dosen. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan yang adil terhadap pencapaian dosen, tetapi juga memastikan pengelolaan jabatan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berbasis kinerja, sehingga mampu mendukung profesionalisme dosen dalam menjalankan fungsi tridharma perguruan tinggi secara optimal. Untuk mengelola data dan informasi terkait aktivitas fungsi tri dharma perguruan tinggi bagi dosen, maka dirancanglah suatu sistem yang dikenal dengan istilah SISTER (Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi) yang telah diterapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (KEMDIKBUDRISTEK) Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perguruan Tinggi Pendidikan dan Kebudayaan NOMOR 12/E/KPT/2021[5].

Selaras dengan Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023, Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan TeknologiNomor 384/P/2024 memberikan pedoman teknis yang lebih rinci mengenai pelaksanaan layanan pembinaan dan pengembangan karir dosen. Kebijakan ini dirancang untuk mendukung pengelolaan jabatan fungsional dosen secara efektif dengan memastikan bahwa proses pembinaan melibatkan tahapan pemutakhiran data, penilaian kinerja, dan mekanisme kenaikan jabatan yang sesuai dengan capaian kerja dosen. Melalui pedoman ini, perguruan tinggi diharapkan mampu menyusun strategi pembinaan yang berbasis data dan terintegrasi, sehingga setiap tahapan pembinaan dapat berjalan secara transparan, efisien, dan akuntabel. Untuk itu, implementasi kebijakan ini memerlukan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan dosen dalam merumuskan langkah-langkah konkrit yang mendukung pengembangan karir dosen secara berkelanjutan. Dalam pengembangan karir dosen secara berkelanjutan, sistem SISTER (Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi) ini dosen tidak hanya dapat memenuhi kewajiban mereka dalam melaporkan BKD, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas kinerja akademik mereka [6]. SISTER memberikan hak akses control penuh kepada dosen Indonesia atas data mereka masing-masing, dimana dosen dapat mengubah dan memperbarui data mereka sesuai dengan data terbaru dengan mudah, dengan tujuan untuk dapat meningkatkan kualitas data dalam rangka pembuatan kebijakan pengembangan SDM yang tajam dan relevan. Melalui SISTER, setiap dosen dapat membangun portofolio yang mengkompilasikan seluruh aktivitas tridarma yang pernah dilakukannya. Melalui SISTER juga, portofolio tersebut dipakai untuk proses-proses pengembangan karir dosen. Data yang ada di portofolio dapat diklaim dalam proses penilaian angka kredit, sertifikasi dosen dan proses lainnya. Kemudian asesor atau reviewer melakukan penilaian aktivitas dan produk yang telah diklaim tersebut. Integrasi antara SISTER dengan Pangkalan Data Dikti akan mengurangi beban dosen dalam pengisian portofolio. Semua aktivitas pengajaran tidak perlu diisikan ulang di SISTER. Data yang diisikan oleh dosen ke dalam SISTER dapat divalidasi oleh kepegawaian PT, pimpinan PT, pimpinan Kopertis, dan Kemenristekdikti. Setelah divalidasi, data-data di dalam SISTER memutakhirkan database PD-Dikti. SISTER direncanakan sebagai one-stop-service yang melayani seluruh rangkaian portofolio, pemutakhiran data dosen, dan proses-proses terkait karir dosen. Pada akhirnya diharapkan pendokumentasian aktivitas tridarma dan peningkatan karir dosen dapat berjalan lebih mudah, lebih efisien dan lebih memberikan kepastian informasi dengan menggunakan SISTER [7]. Tentu, tak lepas dengan pembinaan karir dosen secara teknis yang berkelanjutan dalam rangka memastikan dosen dapat menggunakan Aplikasi SISTER dengan baik

Di sisi lain, transformasi pendidikan tinggi yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan globalisasi menghadirkan tantangan baru dalam pembinaan karir dosen. Perguruan tinggi dituntut untuk mengadopsi teknologi pendidikan yang mampu mempercepat transfer pengetahuan dan meningkatkan efisiensi proses pembelajaran [8]. Hal ini menuntut dosen untuk tidak hanya memiliki kompetensi pedagogik yang baik, tetapi juga keterampilan digital dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan. Namun, berdasarkan beberapa laporan, rendahnya literasi digital di kalangan dosen masih menjadi kendala dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam praktik pengajaran [9], [10], [11]. Selain itu, keterbatasan infrastruktur di sejumlah perguruan tinggi, terutama swasta, menjadi hambatan signifikan dalam pelaksanaan program pembinaan berbasis teknologi. Dengan kondisi ini, pengembangan karir dosen memerlukan pendekatan inovatif yang tidak hanya fokus pada peningkatan kompetensi individu, tetapi juga pada penguatan sistem pendukung di tingkat institusi. Tak hanya penguatan sistem pendukung, namun juga membutuhkan suatu strategi. Strategi yang dimaksud adalah "reward dan punishment" sebagai bagian dari kebijakan untuk meningkatkan kinerja karir dosen. Pengelolaan SDM yang baik memastikan bahwa setiap karyawan, mulai dari dosen hingga staf administratif, berfungsi pada tingkat optimal mereka, yang pada gilirannya meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa dan efisiensi operasional universitas. Contoh implementasi menurut [12] dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Untuk menjaga keberlanjutan dan keunggulan kompetitif, Universitas Airlangga juga perlu memastikan bahwa program reward dan punishment dijalankan secara transparan dan adil. Transparansi dalam proses ini akan membangun kepercayaan di antara karyawan dan memastikan bahwa mereka merasa dihargai atas kontribusinya atau diberi kesempatan untuk memperbaiki kinerja mereka jika diperlukan. Transparansi dalam manajemen kinerja tidak hanya meningkatkan motivasi karyawan tetapi juga memperkuat budaya organisasi yang positif dan kolaboratif. Dengan sistem yang adil dan transparan, Universitas Airlangga dapat memastikan bahwa setiap karyawan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal terhadap tujuan institusi. Selain itu, Universitas Airlangga harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk mendukung sistem penilaian kinerja dan pengelolaan sumber daya manusia yang lebih efektif. Perangkat lunak manajemen kinerja yang canggih memungkinkan universitas mengumpulkan data kinerja secara real-time, menganalisisnya dengan lebih akurat, dan memberikan umpan balik yang lebih cepat kepada karyawan. Menurut [13] evaluasi atau audit kinerja dilingkungan Unisma “45” Bekasi dilakukan sebanyak dua periode dalam setahun, yaitu periode ganjil (Oktober – Maret) dan periode genap (April – September) yang dilaksanakan pada akhir setiap semester. Audit kinerja merupakan salah satu alat evaluasi dasar untuk menilai mutu kinerja pegawai (dosen) baik secara personal, struktural, fungsional dan administratif yang ditetapkan berdasarkan SK Rektor No. 002/PER.PEG.UNISMA/RT/IV/2013. Hasil penilaian kinerja yang didasarkan pada kompetensi dan kualifikasi dosen tersebut menjadi dasar bagi lembaga untuk memberikan penghargaan (reward) kepada dosen yaitu berupa; Promosi Golongan Kepegawaian Unisma, Promosi Jabatan Struktural dan Fungsional, rekomendasi untuk pemberian beasiswa studi lanjut, ibadah haji/umroh serta pemberian piagam dan sertifikat penghargaan oleh pihak lembaga. Selain penghargaan, dosen juga dikenakan sanksi (punishment) apabila hasil penilaian kinerjanya tidak mencapai nilai yang telah ditargetkan. Bentuk sanksi adalah berupa teguran dan penundaan promosi golongan pegawai dan pangkat fungsional akademik.

Kebijakan pembinaan karir dosen juga tidak lepas dari tantangan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sektor industri sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan karir dosen secara berkelanjutan [14]. Namun, tingkat kolaborasi ini seringkali terbatas oleh kurangnya komunikasi yang efektif dan perbedaan prioritas di antara stakeholder. Perguruan tinggi sering menghadapi kesenjangan antara kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan kebutuhan aktual di lapangan, yang menghambat pelaksanaan program pembinaan secara optimal. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan berbasis ekosistem yang mengintegrasikan semua aktor kunci dalam pelaksanaan kebijakan. Model ini memungkinkan perguruan tinggi untuk menjembatani kebutuhan lokal dengan standar kebijakan nasional melalui inovasi strategis. Inovasi strategis tersebut mengadopsi menurut Rogers dapat dibagi menjadi lima tahapan: 1) Pengetahuan (Knowledge), 2) Persuasi (Persuasion), 3) Keputusan (Decision), 4) Implementasi (Implementation) dan 5) Konfirmasi (Confirmation)[15]. Menurut Rogers, implementasi kebijakan karir dosen melalui sistem SISTER akan didasarkan pada pendekatan bertahap untuk adopsi inovasi. Langkah pertama, pengetahuan, akan difokuskan pada sosialisasi melalui berbagai media dan pendidikan untuk memperkenalkan sistem ini kepada mahasiswa dan institusi pendidikan tinggi. Pada tahap persuasi, individu dan institusi akan memberikan informasi mengenai manfaat dan relevansi dari sistem SISTER dengan menyoroti potensi peningkatan penggunaan data karir dosen. Tahap pengambilan keputusan akan melibatkan evaluasi oleh institusi untuk melihat apakah sistem SISTER memenuhi kebutuhan mereka berdasarkan informasi dan pengalaman awal yang mereka miliki. Pada tahap implementasi, sistem akan mulai diimplementasikan secara operasional di beberapa lembaga percontohan untuk menilai efektivitas dan mengidentifikasi masalah yang muncul. Umpan balik dari tahap ini akan digunakan untuk menyesuaikan dan meningkatkan kinerja sistem. Pada tahap Konfirmasi, keberhasilan implementasi akan dinilai secara menyeluruh dengan menggunakan analisis data, umpan balik dosen, dan indikator kinerja utama. Tahap ini memungkinkan adaptasi untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan dan karakteristik di berbagai perguruan tinggi, memastikan bahwa SISTER dapat diimplementasikan secara efektif dan konsisten.

Peluang untuk meningkatkan pembinaan karir dosen juga muncul dari meningkatnya perhatian terhadap budaya inovasi di lingkungan akademik. Pengembangan budaya inovasi merupakan kunci untuk mendorong kreativitas dan adaptasi dalam menghadapi perubahan [16], [17], [18]. Dalam konteks pendidikan tinggi, budaya ini dapat diwujudkan melalui program insentif yang mendorong dosen untuk berkontribusi dalam penelitian, inovasi pembelajaran, dan pengabdian masyarakat. Keberadaan komunitas inovasi di tingkat institusi juga dapat menjadi sarana efektif untuk berbagi praktik terbaik dan memperkuat kolaborasi antar dosen. Namun, pengembangan budaya inovasi memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk dukungan finansial dan kebijakan yang mendukung keberlanjutan program. Dengan latar belakang ini, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembinaan dan pengembangan karir dosen yang tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 384/P/2024. Penelitian ini juga berupaya merancang strategi inovasi yang relevan untuk mendukung implementasi kebijakan, dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang yang ada. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat dihasilkan kerangka kerja yang aplikatif untuk meningkatkan kualitas dosen dan pendidikan tinggi di Indonesia secara berkelanjutan.

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian literatur (library research) untuk menganalisis kebijakan pembinaan dan pengembangan karir dosen berdasarkan dokumen kebijakan, literatur ilmiah, dan laporan relevan. Data sekunder yang digunakan mencakup sumber primer seperti Permendikbudristek Nomor 384/P/2024 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Layanan Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karier Dosen, Permen PAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta sumber sekunder berupa artikel jurnal, laporan kebijakan, dan buku terkait.

Untuk menganalisis kebijakan pembinaan dan pengembangan karir dosen, pendekatan kajian literatur ini memberikan landasan teoritis yang kuat. Penelitian ini memastikan bahwa analisis didasarkan pada data yang benar dan relevan dengan menggunakan data utama dari dokumen kebijakan resmi. Selain itu, metode ini memungkinkan untuk menemukan praktik terbaik dari literatur yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan karir dosen. Diharapkan bahwa hasil analisis ini akan membantu pembuat kebijakan dan lembaga pendidikan tinggi dalam mengembangkan strategi yang lebih fokus dan berkelanjutan.

Selain itu, pendekatan kajian literatur ini memberikan fleksibilitas dalam mengevaluasi berbagai perspektif dan hasil dari berbagai sumber yang relevan. Penelitian ini melakukan analisis mendalam terhadap literatur ilmiah dan dokumen kebijakan untuk menemukan masalah dalam pembinaan dan pengembangan karir dosen serta peluang untuk mengoptimalkan kebijakan saat ini. Akibatnya, metode ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang konteks dan pelaksanaan kebijakan, tetapi juga membuat rekomendasi strategis yang berbasis bukti untuk membantu pertumbuhan karir dosen.

Hasil dan Pembahasan

A. Analisis Filosofis terhadap Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Profesi Dosen

Naskah Perubahan kebijakan mengenai jabatan fungsional di Indonesia sebagaimana diatur dalam Permenpan-RB Nomor 1 Tahun 2023, menciptakan sebuah keharusan bagi instansi terutama perguruan tinggi untuk menyelaraskan regulasi terkait dengan jabatan fungsional dosen. Regulasi ini memiliki tujuan untuk mendukung pembinaan dan pengembangan karir dosen secara lebih sistematis dan terstandar secara nasional. Mendukung pengaturan teknis dari implementasi Permenpan-RB Nomor 1 Tahun 2023, Kementerian terkait mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 384/P/2024 yang memberikan panduan teknis dan jadwal pelaksanaan secara lengkap. Pengelolaan jabatan fungsional dosen yang sesuai dengan kebijakan ini diharapkan dapat berdampak langsung pada kualitas tridarma perguruan tinggi. Semaikin tinggi jabatan fungsional dosen ini menunjukkan tingkat kualifikasi sesorang, baik dari aspek prestasi ataupun prestisenya. Implementasinya, Studi tentang [19] kinerja dosen ini berfokus pada beberapa aspek kunci, termasuk diversifikasi pekerjaan, inovasi dalam metode pembelajaran, keterlibatan masyarakat, dan digitalisasi melalui platform seperti SISTER. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif, transparan, dan aktif untuk studi dosen.

Selain itu, kebijakan ini meningkatkan kemampuan dosen melalui program pelatihan berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan akademik dan profesional. Program ini mencakup pengembangan keterampilan dalam bidang penelitian, publikasi ilmiah, dan pengabdian masyarakat terhadap tantangan global. Dengan penerapan kebijakan ini, diharapkan kolaborasi antar perguruan tinggi akan meningkat. Selain itu, hal ini memberi dosen peluang untuk berpartisipasi dalam jejaring profesional yang lebih luas, konferensi internasional, dan program pertukaran akademik untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman mereka.

Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 384/P/2024 membahas berbagai aspek mulai dari pembinaan dan pengembangan profesi dosen, termasuk prosedur pemutakhiran data, penilaian kinerja, dan proses kenaikan jabatan akademik. Hal ini sejalan dengan konsep peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dosen yang menjadi pilar utama dalam mengembangkan pendidikan tinggi berkualitas di Indonesia. Peraturan-peraturan ini dibuat dengan beberapa alasan diantaranya :

  1. Urgensi Penyelarasan Kebijakan: Penelitian menyebutkan bahwa pengelolaan jabatan fungsional yang adaptif terhadap perubahan kebijakan nasional mampu meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja dosen [20]. Dalam konteks ini, kekosongan regulasi dapat menghambat pengelolaan karier dosen yang optimal.
  2. Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi: Studi menunjukkan bahwa dosen yang memiliki jalur karier yang jelas dan terstruktur menunjukkan performa akademik yang lebih baik, termasuk dalam pengajaran dan penelitian [21]. Regulasi ini memberikan panduan rinci untuk pengelolaan karier dosen yang berbasis angka kredit, sehingga mendorong kualitas tridarma perguruan tinggi.
  3. Kebutuhan Integrasi Data: Data Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) menunjukkan bahwa hingga tahun 2023, hanya 75% dosen yang telah memperbarui data kinerja dan portofolio mereka secara lengkap. Hal ini menjadi tantangan besar bagi proses penilaian kinerja berbasis digital yang menjadi dasar aturan baru. Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan strategis untuk meningkatkan partisipasi dosen dalam pengumpulan data di Sistem Informasi Terintegrasi (SISTER) meliputi pelatihan rutin, dukungan insentif, dan integrasi data ke dalam penilaian kinerja individu, menyediakan solusi teknologi yang mudah digunakan juga dapat membantu mengatasi tantangan dalam pengumpulan data.
  4. Kontribusi pada Reformasi Birokrasi: Penyelarasan jabatan fungsional dosen juga mendukung reformasi birokrasi dalam pendidikan tinggi. Peraturan ini memastikan bahwa pengelolaan jabatan akademik dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sebagaimana disarankan oleh Kementerian PAN-RB dalam laporan tahunannya (PAN-RB, 2023).

B. Analisis Filosofis terhadap Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Profesi Dosen

Bab Kebijakan terkait pembinaan dan pengembangan profesi dosen merupakan landasan penting dalam menciptakan struktur pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di pendidikan tinggi yang berkualitas. Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 384/P/2024 hadir sebagai respons terhadap kebutuhan hukum untuk mengatur mekanisme pembinaan dan pengembangan karier dosen. Kebijakan ini tidak hanya mengisi kekosongan hukum, tetapi juga mencerminkan upaya untuk menjadikan profesi dosen sebagai pilar strategis dalam peningkatan mutu tridarma perguruan tinggi. Analisis kebijakan ini dapat diperluas melalui tiga perspektif filsafat utama: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Perspektif Ontologi

Ontologi membahas hakikat keberadaan suatu fenomena, termasuk jabatan fungsional dosen dalam ekosistem pendidikan tinggi. Kebijakan ini mendefinisikan ulang keberadaan jabatan dosen tidak hanya sebagai posisi administratif, tetapi sebagai manifestasi profesionalisme dan kontribusi akademik. Sebagai bagian dari identitas akademik yang lebih mendalam, jabatan fungsional dosen mencakup peran mereka sebagai penggerak utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter siswa. Kebijakan ini menegaskan bahwa jabatan dosen merupakan pengakuan atas keahlian dan dedikasi mereka dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam kasus ini, peran dosen menunjukkan tanggung jawab intelektual dan moral untuk membawa perubahan melalui kontribusi ilmiah dan sosial. Oleh karena itu, kebijakan ini mengakui pentingnya peran guru dalam menciptakan kualitas pendidikan tinggi yang berkelanjutan dan relevan dengan perkembangan zaman. Pemahaman yang lebih baik tentang pekerjaan dosen dapat diperoleh melalui perspektif ontologi ini. Perspektif ini tidak hanya berfokus pada pengajaran tetapi juga pada penciptaan pengetahuan dan inovasi.

2. Keberadaan Jabatan Fungsional

Jabatan fungsional dosen merefleksikan kapasitas profesional yang diukur berdasarkan kinerja tridarma perguruan tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian). Kualitas pengajaran, jumlah dan kualitas penelitian, serta keterlibatan dalam pengabdian kepada masyarakat adalah dasar penilaian kinerja jabatan fungsional ini. Akibatnya, kebijakan yang mengatur jabatan fungsional dosen bertujuan untuk memberikan landasan yang adil, terorganisir, dan terukur untuk pembinaan karier dosen. Dengan cara ini, diharapkan ada keseimbangan antara penghargaan terhadap kinerja dan kesempatan untuk terus berkembang, sehingga kontribusi dosen dapat dioptimalkan untuk kemajuan pendidikan tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa jabatan fungsional yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan motivasi kerja dosen, terutama dalam menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas [22]. Regulasi ini bertujuan untuk menciptakan landasan yang adil dan sistematis dalam pembinaan jabatan.

3. Hakikat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja berbasis angka kredit (AK) mencerminkan sistem meritokrasi yang mengutamakan kompetensi dan kontribusi nyata dosen. Mekanisme berbasis merit mampu meningkatkan kepercayaan dosen terhadap sistem pengelolaan karier mereka [23]. Dengan menggunakan sistem angka kredit yang terorganisir untuk mengukur kinerja dosen, penilaian menjadi lebih jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Mekanisme penilaian berbasis kinerja ini memastikan penilaian kinerja yang lebih adil dan mendorong dosen untuk terus meningkatkan kualitas diri mereka untuk mencapai target yang lebih tinggi, sekaligus meningkatkan kepercayaan dosen terhadap sistem pengelolaan karier mereka. Akibatnya, sistem ini menciptakan lingkungan akademik yang lebih kompetitif dan berfokus pada hasil yang nyata.

C. Perspektif Epistemologi

Epistemologi membahas bagaimana pengetahuan tentang pengelolaan karier dosen dihasilkan, diverifikasi, dan diterapkan. Pengetahuan tentang jabatan fungsional dosen dihasilkan melalui mekanisme berbasis data yang terintegrasi. Dalam kebijakan ini, pendekatan berbasis bukti digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data kinerja dosen secara terstruktur dan terintegrasi. Proses ini mencakup pemetaan kompetensi dosen, penilaian kinerja yang objektif, dan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan atas pencapaian tujuan. Selanjutnya, data yang dikumpulkan diverifikasi melalui proses validasi yang jelas untuk memastikan bahwa informasi tersebut akurat dan relevan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya bergantung pada intuisi atau asumsi semata, tetapi juga berdasarkan informasi yang valid dan terukur. Aplikasi pengetahuan ini memastikan pengelolaan karier dosen dilakukan secara profesional dan berbasis hasil, yang pada gilirannya akan menghasilkan kualitas pendidikan tinggi yang lebih baik.

1. Dasar Pengetahuan Penilaian Kinerja

Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) menjadi alat utama dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data kinerja dosen. Pengetahuan yang dihasilkan dari data ini memastikan bahwa penilaian dilakukan berdasarkan fakta yang objektif, bukan subjektivitas. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan data terintegrasi dalam pengelolaan SDM dapat meningkatkan akurasi dan validitas keputusan [24]. Perguruan tinggi dapat mengakses data kinerja dosen secara real-time yang mencakup berbagai elemen seperti pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan memanfaatkan platform ini. Data yang terintegrasi ini tidak hanya memberikan gambaran lengkap tentang kinerja dosen, tetapi juga memungkinkan evaluasi yang lebih objektif dan berbasis pencapaian. Akibatnya, penilaian kinerja dosen dapat dilakukan dengan lebih adil, jelas, dan sesuai dengan standar. SISTER menghasilkan data yang akurat, menjadikan sistem ini sebagai sumber pengetahuan yang kuat untuk mengelola karier dosen dan membuat keputusan strategis di perguruan tinggi.

2. Validitas dan Reliabilitas Penilaian

Kebijakan ini juga menjamin validitas (kesesuaian data dengan realitas) dan reliabilitas (konsistensi penilaian). Penggunaan asesor nasional yang terstandar dan berbasis kompetensi menjadi salah satu cara untuk memastikan proses ini berjalan dengan baik. Dalam kebijakan ini, validitas dan kredibilitas penilaian sangat penting untuk memastikan bahwa penilaian kinerja dosen benar-benar mencerminkan kemampuan dan kontribusinya. Dengan demikian, objektivitas dan kualitas evaluasi akan ditingkatkan melalui penggunaan asesor nasional yang diakui dan berpengalaman di bidangnya. Proses penilaian yang dilakukan oleh asesor ini tidak hanya bergantung pada penilaian subjektif, tetapi juga didasarkan pada data yang akurat dan teknik evaluasi yang telah terbukti efektif. Selain itu, penilaian yang konsisten dari waktu ke waktu akan dimungkinkan melalui penerapan sistem yang terintegrasi dan terbuka. Ini akan memberikan gambaran yang jelas tentang perkembangan karier dosen. Kebijakan ini diharapkan dapat menyediakan lingkungan yang adil dan profesional bagi dosen untuk berkembang dalam karier mereka berkat jaminan validitas dan kredibilitasnya.

D. Perspektif Aksiologi

Aksiologi membahas manfaat dan nilai yang dihasilkan dari kebijakan. Kebijakan ini dirancang untuk memberikan dampak positif tidak hanya kepada dosen, tetapi juga pada institusi pendidikan tinggi dan masyarakat. Kebijakan pengelolaan jabatan fungsional dosen, menurut aksiologi, memiliki manfaat strategis untuk meningkatkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kebijakan ini meningkatkan kinerja dosen dan meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara keseluruhan. Kebijakan ini dapat menghasilkan atmosfer akademik yang lebih produktif dan inovatif, yang akan menghasilkan lulusan yang lebih mahir dan siap menghadapi tantangan di seluruh dunia. Peningkatan kualitas penelitian dan pengabdian masyarakat juga akan berdampak pada kemajuan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Oleh karena itu, kebijakan ini meningkatkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan masyarakat dan negara selain memberikan manfaat langsung kepada dosen.

Manfaat bagi Dosen: Kebijakan ini memberikan jalur karier yang jelas dan transparan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi dosen untuk menghasilkan karya ilmiah dan berkontribusi pada pengabdian masyarakat. Pengembangan karier yang jelas dapat meningkatkan produktivitas akademik hingga kualitas pengajaran dan pembelajaran [25]. Selain itu, kebijakan ini memberi dosen peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pengakuan atas prestasi akademik mereka di tingkat institusi dan nasional. Mereka juga lebih aktif mengikuti pelatihan, sertifikasi, dan peningkatan kompetensi lainnya sesuai standar nasional dan internasional. Oleh karena itu, kebijakan ini menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan kerja sama antardisiplin ilmu.

Manfaat bagi Pendidikan Tinggi: Dengan pengelolaan SDM yang lebih baik, kebijakan ini mendukung institusi pendidikan tinggi dalam mencapai visi menjadi pusat unggulan di bidang pendidikan dan penelitian. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa pengelolaan jabatan akademik yang efektif mampu meningkatkan reputasi institusi. Kebijakan ini juga memungkinkan perguruan tinggi untuk bekerja sama dengan mitra internasional, yang meningkatkan cakupan penelitian dan inovasi. Institusi pendidikan tinggi dapat lebih kompetitif dalam menghasilkan lulusan yang unggul dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja karena pengelolaan yang terstruktur memastikan bahwa tenaga pengajar berkualitas tinggi dapat memenuhi standar global.

Manfaat bagi Masyarakat: Melalui peningkatan kualitas dosen, masyarakat mendapatkan lulusan yang lebih kompeten dan penelitian yang relevan dengan kebutuhan sosial. Kontribusi dosen dalam menyelesaikan masalah masyarakat melalui pengabdian juga menjadi nilai tambah dari kebijakan ini. Selain itu, kebijakan ini meningkatkan peran perguruan tinggi sebagai penggerak perubahan sosial karena mereka memiliki kemampuan untuk menemukan solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi masyarakat. Selain itu, dosen yang lebih mahir dan berpengalaman memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, membangun program pelatihan bagi masyarakat, dan berkontribusi langsung pada pengembangan wilayah. Oleh karena itu, kebijakan ini mendorong hubungan yang lebih erat antara perguruan tinggi dan masyarakat, yang akan berkontribusi satu sama lain dan menguntungkan keduanya.

E. Inovasi Strategi Perguruan Tinggi dalam Pembinaan dan Pengembangan Karir Dosen untuk Menyelaraskan Permendikbudristek Nomor 384/P/2024

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, dosen sebagai komponen utama dalam ekosistem akademik memegang peran strategis. Pengembangan karir dosen menjadi aspek penting yang harus dikelola secara terencana dan berkesinambungan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi-pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Permendikbudristek Nomor 384/P/2024 memberikan kerangka kerja teknis yang dapat menjadi pedoman dalam pengelolaan karir dosen agar sejalan dengan target institusi dan kebutuhan individu.Melalui kebijakan ini, perguruan tinggi diharapkan mampu merancang strategi pengembangan karir yang tidak hanya meningkatkan kompetensi dosen secara individu, tetapi juga memperkuat ekosistem akademik secara keseluruhan. Pendekatan-pendekatan seperti pemetaan kebutuhan dan kompetensi, sistem mentoring, serta pengelolaan jabatan fungsional berbasis reward dan punishment, menjadi kunci dalam mencapai tujuan tersebut visualisasi pendekatan diatas dapat dilihat pada gambar 1.

Figure 1.Pengembangan karir dosen

1. Pengelolaan Jabatan Fungsional dengan Teknik Reward dan Punishment

Permendikbudristek Nomor 384/P/2024 memberikan pedoman teknis yang jelas untuk mendukung pembinaan dan pengembangan karir dosen. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan dosen dapat menjalankan fungsi tridharma perguruan tinggi secara optimal, yaitu dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Strategi perguruan tinggi harus dirancang secara komprehensif agar dapat mengakomodasi kebutuhan individu dosen, sekaligus mendukung pencapaian indikator kinerja utama (IKU) institusi. Teknik penghargaan dan hukuman menjadi bagian penting dari manajemen jabatan fungsional dosen dalam hal ini. Diharapkan bahwa pengaturan yang adil dan transparan untuk dosen yang tidak memenuhi standar kinerja akan meningkatkan kualitas pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi. Di sisi lain, penghargaan untuk dosen yang berhasil mencapai target kinerja dan menunjukkan dedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan lingkungan akademik. Oleh karena itu, pengelolaan jabatan fungsional yang baik dapat membantu pertumbuhan dosen dan kemajuan institusi secara keseluruhan.

Pengembangan karir dosen tidak hanya sekadar meningkatkan kompetensi individu, tetapi juga berkontribusi pada penguatan ekosistem akademik secara keseluruhan. Oleh karena itu, strategi pembinaan harus berbasis pada pemetaan kebutuhan, pengelolaan berbasis kompetensi, serta evaluasi yang berkelanjutan. Evaluasi yang berkelanjutan menjadi kunci dalam mengukur keberhasilan dari strategi pembinaan yang diterapkan, serta untuk menyesuaikan langkah-langkah pembinaan sesuai dengan perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Dengan demikian, pengembangan karir dosen tidak hanya berdampak pada kualitas individu, tetapi juga pada kemajuan institusi yang lebih luas. Sinergi antara kebutuhan dosen dan perkembangan institusi akan menciptakan ekosistem akademik yang dinamis dan inovatif.

Agar dosen merasa dihargai berdasarkan pencapaian mereka, sistem evaluasi yang transparan dan objektif diperlukan untuk mengelola jabatan fungsional mereka. Sistem ini dapat dilengkapi dengan indikator kinerja yang mudah dipahami dan dapat diukur. Ini akan memungkinkan setiap guru untuk memahami harapan dan tujuan yang harus dicapai. Dosen akan termotivasi untuk berinovasi dalam pengajaran dan penelitian jika mereka menerima penghargaan, seperti penghormatan, insentif keuangan, atau peluang pengembangan karir. Sebaliknya, hukuman yang adil untuk guru yang tidak memenuhi standar dapat mendorong mereka untuk berkomitmen untuk meningkatkan kinerja akademik. Oleh karena itu, pengelolaan jabatan fungsional yang didasarkan pada prinsip keadilan dan pengakuan akan meningkatkan kualitas akademik dan menciptakan lingkungan kerja yang positif dan berkelanjutan.

2. Strategi Pemetaan Kebutuhan dan Kompetensi Dosen

Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan kebutuhan dosen. Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi area pengembangan, baik dalam kompetensi pedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Data ini dapat diperoleh melalui evaluasi kinerja, survei kebutuhan, dan analisis portofolio dosen. Pemetaan kebutuhan dosen juga harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi di dunia pendidikan tinggi, seperti kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi di pasar kerja. Hal ini memastikan bahwa keahlian dosen tidak hanya relevan dengan situasi saat ini tetapi juga memiliki kemampuan untuk menangani tantangan yang akan datang. Untuk menentukan kebutuhan yang lebih luas, lebih baik bekerja sama dengan pemangku kepentingan seperti mitra industri, mahasiswa, dan alumni. Institusi harus memastikan bahwa hasil pemetaan ini secara berkelanjutan dimasukkan ke dalam rencana strategis mereka untuk pengembangan sumber daya manusia.

Pemetaan ini juga berfungsi untuk menyesuaikan program pembinaan dengan tuntutan regulasi yang ditetapkan dalam Permendikbudristek Nomor 384/P/2024. Pemetaan yang tepat dapat memberikan gambaran mendalam mengenai kebutuhan individu dosen dan mempermudah institusi dalam merancang program pembinaan yang relevan. Selain itu, pemetaan yang akurat tentang kebutuhan dosen memungkinkan lembaga untuk berkonsentrasi pada penyediaan pelatihan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang tersebut. Program pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dosen di berbagai bidang, seperti pengembangan pedagogik, penelitian, atau pengabdian masyarakat, dengan adanya pemetaan yang mendalam. Ini juga memberi dosen peluang untuk meningkatkan kompetensi mereka sendiri untuk memenuhi tuntutan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sumber daya yang dialokasikan untuk pengembangan dosen dapat dialokasikan dengan lebih efisien dengan menggunakan pemetaan ini. Pendidikan di tingkat perguruan tinggi secara keseluruhan akan ditingkatkan melalui program pembinaan yang terarah dan relevan.

Dengan memahami secara akurat kebutuhan dan kompetensi dosen, perguruan tinggi dapat merancang modul pelatihan yang lebih tepat sasaran dan dapat diterapkan secara langsung dalam kegiatan akademik dan non-akademik. Ini juga dapat meningkatkan kolaborasi antar departemen di perguruan tinggi. Pemetaan ini juga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kekuatan dan kelemahan dosen, sehingga pengembangan karir dapat difokuskan pada area yang paling perlu diperbaiki. Selain itu, proses ini memberi perguruan tinggi kesempatan untuk melakukan inovasi dalam metode pembelajaran yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan global. Perguruan tinggi dapat meningkatkan kualitas pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat serta menjamin bahwa dosen siap menghadapi tantangan di masa depan.

3. Implementasi Sistem Mentoring

Mentoring merupakan salah satu strategi yang efektif dalam mendukung pengembangan karir dosen. Dalam sistem ini, dosen senior berperan sebagai pembimbing bagi dosen junior untuk mempercepat transfer pengetahuan dan keterampilan. Mentoring yang terstruktur dapat meningkatkan kualitas kinerja dosen, terutama dalam publikasi akademik dan pengelolaan pembelajaran. Guru dan dosen yang terus-menerus meningkatkan kompetensi mereka dapat memberikan pengajaran yang lebih baik dan relevan. Mereka juga dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam membimbing dan membantu mahasiswa dalam pencapaian mereka. Dengan demikian, pengembangan karir pegawai di lembaga pendidikan adalah investasi jangka panjang dalam masa depan pendidikan [26].

Perguruan tinggi dapat merancang program mentoring yang mencakup bimbingan dalam penyusunan portofolio kinerja, strategi pengajaran inovatif, dan pengelolaan penelitian berbasis kolaborasi. pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan kontinu untuk dosen dan staf administrasi dalam menggunakan teknologi pendidikan baru dan mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran juga krusial. Dengan menerapkan solusi-solusi ini, kampus dapat mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan peran mereka dalam pengembangan karir. Langkah-langkah ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi secara keseluruhan tetapi juga meningkatkan daya saing mahasiswa dalam pasar kerja global yang semakin kompleks. Melalui kolaborasi yang kuat, kurikulum yang fleksibel, dan investasi dalam infrastruktur serta sumber daya manusia, kampus dapat memainkan peran yang lebih efektif dalam membentuk masa depan karir generasi muda Indonesia [27].

Pelatihan dosen senior dalam keterampilan komunikasi dan kepemimpinan dapat meningkatkan program mentoring. Dosen senior yang terlatih akan lebih mampu membantu dosen junior dalam pengelolaan karier dan teknis akademik. Program mentoring yang sukses juga dapat mendorong dosen junior untuk lebih percaya diri dalam melakukan inovasi dalam pengajaran. Dosen junior akan memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman nyata melalui mentoring, yang dapat membantu mereka menghindari kesalahan yang sering terjadi dalam perjalanan karier akademik mereka. Oleh karena itu, sistem mentoring yang kuat membantu dosen secara pribadi dan meningkatkan pendidikan dan penelitian perguruan tinggi secara keseluruhan.

4. Pengelolaan Jabatan Fungsional dengan Teknik Reward dan Punishment

Kenaikan jabatan fungsional merupakan elemen penting dalam pengembangan karier dosen yang perlu dikelola dengan pendekatan strategis. Salah satu strategi yang relevan adalah penerapan teknik reward dan punishment. Teknik ini bertujuan untuk menciptakan insentif positif bagi dosen yang mencapai target kinerja, sekaligus memberikan konsekuensi yang jelas bagi mereka yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan. Tak hanya itu, dengan memberikan insentif finansial berdasarkan kinerja, diharapkan para pendidik (dosen dan guru) akan lebih termotivasi untuk meningkatkan cara mereka mengajar dan berkontribusi pada pembelajaran mahasiswa [28]. Dalam konteks ini, reward diberikan melalui penghargaan berupa kenaikan jabatan yang sejalan dengan kontribusi dosen dalam tridarma perguruan tinggi, seperti pengajaran berkualitas, publikasi ilmiah terindeks, dan pengabdian kepada masyarakat. Sebaliknya, punishment diterapkan bagi dosen yang tidak memenuhi indikator kinerja utama (IKU), misalnya melalui penundaan kenaikan jabatan atau pembatasan akses terhadap fasilitas pengembangan karier.

Permendikbudristek nomor 384/P/2024 memberikan panduan teknis untuk memastikan bahwa sistem reward dan punishment dapat diterapkan secara transparan, adil, dan berbasis data. Melalui Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER), perguruan tinggi dapat memantau progres kinerja dosen secara real-time, sehingga penilaian terhadap pencapaian target kinerja dapat dilakukan secara objektif. Dengan demikian, dosen yang memenuhi atau melampaui target diberikan penghargaan sesuai kontribusinya, sementara mereka yang belum memenuhi standar diberikan pendampingan dan sanksi yang proporsional. Pendekatan reward dan punishment ini mendukung tujuan kebijakan nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Teknik ini tidak hanya meningkatkan motivasi dosen tetapi juga mendorong perguruan tinggi untuk membangun budaya kerja yang produktif dan kompetitif, sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diamanatkan dalam regulasi tersebut.

Dosen memiliki kesempatan untuk terus belajar dan berkembang melalui pelatihan berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan akademik dan profesional mereka. Sistem pembayaran dan hukuman mendorong dosen untuk mencapai target kinerja yang lebih tinggi, meningkatkan daya saing perguruan tinggi di tingkat nasional dan internasional. Metode ini mendorong budaya kerja yang lebih disipliner, di mana setiap dosen memiliki tanggung jawab yang jelas untuk mencapai tujuan institusi. Teknik ini memungkinkan perguruan tinggi untuk melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, sehingga kebijakan dapat disesuaikan dengan perubahan industri dan zaman. Secara keseluruhan, sistem penghargaan dan hukuman ini berfokus pada individu tetapi juga meningkatkan kinerja kolektif, mendorong kemajuan pendidikan tinggi.

F. Evaluasi dan Monitoring dalam Program Pembinaan Dosen Berdasarkan Teori Lima Tahap Adopsi Rogers

Evaluasi dan monitoring merupakan elemen kunci dalam memastikan efektivitas program pembinaan dosen, terutama dalam kaitannya dengan kenaikan jabatan fungsional. Perguruan tinggi perlu melaksanakan evaluasi berbasis data untuk mengukur dampak program terhadap pencapaian individu dosen dan institusi secara keseluruhan. Umpan balik dari dosen harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam menyesuaikan program pembinaan agar lebih relevan dengan kebutuhan masa depan. Monitoring yang terintegrasi dengan teknologi dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam mengevaluasi kinerja dosen, sekaligus memastikan bahwa program pembinaan berjalan sesuai target. Dalam konteks ini, teori lima tahap adopsi inovasi dapat dijadikan kerangka dalam mengintegrasikan evaluasi dan monitoring dengan proses pengelolaan program pembinaan dosen [29]:

1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)

Tahapan pertama proses inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana inovasi tersebut. Menyadari dalam hal ini bukan memahami melainkan membuka diri untuk mengetahui inovasi. Menyadari atau membuka diri terhadap inovasi tentu dilakukan secara aktif [30]. Pada tahap ini, dosen dijelaskan dalam hal tujuan, manfaat, dan metode evaluasi yang akan digunakan dalam program tersebut. Teknologi seperti Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) memainkan peran penting dalam menyediakan informasi tentang indikator utama kinerja kerja (IKU) dan mekanisme penghargaan serta hukuman. Misalnya, universitas dapat menggunakan platform SISTER untuk menyediakan modul pembelajaran daring yang mencakup informasi tentang indikator utama kinerja kerja (IKU) dan bagaimana indikator ini berkontribusi pada pengembangan karir medis. Studi ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua peserta memahami tujuan program dan bersemangat untuk berpartisipasi.

2. Tahap Persuasi (Persuasion)

Pada tahap bujukan ini yang lebih banyak berperan adalah keaktifan mental, dalam hal ini seseorang akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ni, berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah, peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi [30]. Monitoring digunakan untuk memberikan data waktu nyata tentang kinerja dosen, yang mungkin mempengaruhi kepercayaan mereka terhadap program tersebut. Transparansi dalam evaluasi proses kerja dan penggunaan teknologi untuk mendukungnya berfungsi sebagai strategi untuk meningkatkan kepercayaan terhadap program yang dimaksud. Sebagai contoh, evaluasi menyeluruh terhadap kebiasaan kerja individu dapat membantu mereka melihat bagaimana mereka berkembang. Melalui transparansi ini, tinggi dapat membangun kepercayaan dalam program tersebut, misalnya, dengan menunjukkan manfaat dari peningkatan produktivitas, seperti kenaikan jabatan atau harga khusus.

3. Tahap Keputusan (Decision)

Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarahkan untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi tersebut. Seringkali terjadi seseorang menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu atau mencoba sebagian kecil lebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan [30]. Berdasarkan hasil monitoring, dosen dapat memberikan komitmen untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada tahap ini, bimbingan tinggi dapat memberikan perspektif unik untuk membantu pasien memahami dan mengimplementasikan rencana strategis guna meningkatkan kinerjanya. Misalnya, seorang dokter yang tidak dapat memenuhi persyaratan untuk kenaikan jabatan mungkin dapat mencapai tujuan spesifik, seperti meningkatkan penyebaran pengetahuan. Ini menggambarkan bagaimana hasil pemantauan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang relevan dan membimbing pembuatan keputusan strategis.Implementasi (Tahap Implementasi).

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Pada tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentunya mengikuti hasil keputusan inovasi, tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal, sesudah memutuskan menerima inovasi tersebut namun tidak diikuti implementasinya. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapannya tidak tersedia. Tahap implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bergantung pada keadaan inovasi. Suatu tanda bahwa tahap implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi sudah melembaga dan menjadi hal-hal yang bersifat rutin atau merupakan hal yang baru lagi [30]. Evaluasi berbasis data membantu tinggi mengawasi pelaksanaan program yang konsisten. Integrasi pemantauan memungkinkan institusi untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan intervensi lebih luas, baik dalam bentuk penghargaan maupun hukuman. Misalnya, jika seorang siswa kesulitan menjelaskan pertanyaan penelitian mereka, seorang guru tinggi dapat menyediakan program studi atau proyek penelitian kolaboratif dengan rekan sejawat. Pendekatan ini memastikan bahwa program tersebut efektif dan menghasilkan hasil yang diharapkan.

5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)

Pada tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya dan orang tersebut dapat menarik kesimpulan kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas. Selama dalam konfirmasi, seseorang berusaha menghindari terjadi disonansi, paling tidak berusaha menguranginya. Terjadinya perubahan tingkah laku antara lain disebabkan terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang tersebut merasa tidak enak. Jika merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha menghilangkannya atau menguranginya dengan cara mengubah pengetahuan, sikap atau perbuatannya [30]. Sebuah evaluasi akhir dilakukan untuk memastikan bahwa program telah membantu pasien dan institusi secara positif. Pada titik ini, dosen balik dan hasil evaluasi digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan program dari waktu ke waktu untuk lebih memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya, hasil evaluasi dapat menunjukkan bahwa mahasiswa lebih produktif dalam publikasi jurnal atau kelas. Hasil dari evaluasi ini kemudian digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi kinerja program dari waktu ke waktu. Bimbingan tinggi juga dapat menunjukkan kerja sama tim dengan menilai peserta yang berhasil, mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam program.

Figure 2.Tahapan adopsi inovasi dalam kebijakan dosen

Dengan pendekatan berbasis teori Rogers ynag digambarkan pada gambar 2, perguruan tinggi dapat meningkatkan efektivitas program pembinaan dosen melalui proses evaluasi dan monitoring yang terintegrasi. Selain membantu dalam pencapaian target program, pendekatan ini juga mendukung pengembangan budaya kerja yang produktif dan berbasis data di lingkungan pendidikan tinggi. Umpan balik dosen dapat dimasukkan secara sistematis ke dalam proses perumusan dan penyesuaian kebijakan untuk memastikan bahwa kebijakan tetap relevan dan fleksibel. Ini dapat dicapai melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (FGD), atau survei berkala yang memungkinkan dosen untuk mengungkapkan kebutuhan, kesulitan, dan rekomendasi mereka secara langsung. Selanjutnya, data dipelajari untuk menemukan tren dan kebutuhan khusus. Ini membantu perguruan tinggi membuat kebijakan yang lebih responsif dan berbasis bukti. Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan tidak hanya membantu mencapai tujuan institusi tetapi juga meningkatkan kinerja dan kepuasan dosen, yang merupakan komponen penting dari pendidikan tinggi.

Kesimpulan

Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 384/P/2024 merupakan fondasi penting dalam upaya sistematis meningkatkan profesionalisme dosen sebagai pilar utama pendidikan tinggi di Indonesia. Kebijakan ini menjawab kebutuhan untuk menyelaraskan pengelolaan jabatan fungsional dosen dengan standar nasional melalui pendekatan berbasis data dan teknologi, seperti penggunaan SISTER, yang memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas. Melalui integrasi strategi seperti pemetaan kebutuhan kompetensi, mentoring yang terstruktur, serta penerapan teknik reward dan punishment, kebijakan ini tidak hanya menciptakan mekanisme pengembangan karier yang adil tetapi juga mendorong peningkatan kinerja akademik dosen secara signifikan. Dalam perspektif filsafat, kebijakan ini mencerminkan pengakuan terhadap keberadaan dosen sebagai agen perubahan (ontologi), pentingnya penilaian berbasis bukti yang valid dan reliabel (epistemologi), serta dampak positif terhadap individu, institusi, dan masyarakat luas (aksiologi). Dengan menerapkan teori lima tahap adopsi Rogers sebagai kerangka evaluasi dan monitoring, kebijakan ini mampu memberikan arah yang terukur dan adaptif untuk menjawab tantangan pendidikan tinggi di era modern. Oleh karena itu, kebijakan ini tidak hanya relevan secara praktis tetapi juga signifikan secara ilmiah dalam mendukung transformasi pendidikan tinggi yang berkelanjutan.

References

  1. S. Eniyati dan R. C. N. Santi, “Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Prestasi Dosen Berdasarkan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat,” J. Teknol. Inf. Din., vol. XV, no. 2, hlm. 136–142, 2010.
  2. T. Sudrajat, “Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Dosen Dan Profesionalitas Birokrasi Perguruan Tinggi Swasta,” J. Ilmu Adm., vol. 11, no. 2, hlm. 310–323, 2014.
  3. N. Nahariah, “Strategi Pengembangan Dosen STAI Al Furqan Makassar Kaitanya dengan Profil Dosen yang Produktif,” J. Al-Qiyam, vol. 2, no. 2, hlm. 214–220, 2021, doi: 10.33648/alqiyam.v2i2.202.
  4. A. Afriyanti, “Strategi Pembinaan Karier Dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut Surabaya,” J. Inspirasi Manaj. Pendidik., vol. 10, no. 01, hlm. 109–126, 2022.
  5. D. O. Ratmana, M. Syaifur Rohman, F. Firdausillah, dan G. Wilujeng Saraswati, “PERANCANGAN APLIKASI PERHITUNGAN BEBAN KERJA DOSEN TERINTEGRASI DENGAN PENDEKATAN WATERFALL,” J. Teknoif Tek. Inform. Inst. Teknol. Padang, vol. 12, no. 2, hlm. 139–148, Okt 2024, doi: 10.21063/jtif.2024.V12.2.139-148.
  6. A. Ahmad dkk., “Bimbingan Teknis Pengisian Beban Kinerja Dosen (BKD) Melalui Aplikasi SISTER di Lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pelita Nusantara Tahun 2024,” J. Pengabdi. Masy. Bangsa, vol. 2, no. 8, hlm. 3147–3155, Okt 2024, doi: 10.59837/jpmba.v2i8.1414.
  7. H. Zainal dkk., “Bimbingan Teknis Pengisian BKD bagi Dosen Tetap Non Serdos Melalui Aplikasi Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) Tahun 2022,” J. Perad. Masy., vol. 3, no. 2, hlm. 89–94, Mar 2023, doi: 10.55182/jpm.v3i2.264.
  8. M. I. F. Fauzi dan S. Maryam, “Peran Sistem Informasi Manajemen dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Pendidikan di Era Digital,” Mutiara J. Penelit. Dan Karya Ilm., vol. 2, no. 6, hlm. 12–21, 2024.
  9. M. M. Solihin, “Literasi Digital Dosen di Masa Pandemi COVID-19 The Digital Literacy of Lecturers during the COVID-19 Pandemic,” J. Pekommas, vol. 7, no. 2, hlm. 109–122, 2022.
  10. A. Z. Baroroh, D. A. Kusumastuti, dan R. Kamal, “Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran,” Perspekt. J. Pendidik. Dan Ilmu Bhs., vol. 2, no. 4, hlm. 269–286, 2024.
  11. A. P. Rahayu, H. K. Nisak, A. Wahib, dan A. Besari, “Inovasi Metode Pembelajaran Kolaboratif di Era digital : Studi Kasus Perguruan Tinggi Swasta Magetan,” Edu Cendikia J. Ilm. Kependidikan, vol. 4, no. 2, hlm. 368–379, 2024, doi: 10.47709/educendikia.v4i02.
  12. M. A. Brilliantsyah, N. Afza, P. Widyowati, R. Yuliawan, dan A. Amaliyah, “Implementasi Reward dan Punishment dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan,” IKRA-ITH Hum. J. Sos. Dan Hum., vol. 8, no. 3, hlm. 210–216, Okt 2024, doi: 10.37817/ikraith-humaniora.v8i3.4198.
  13. R. Intan, “Sistem Penghargaan Sebagai Solusi Peningkatan Kinerja Dosen,” J. AKP, vol. 7, no. 1, hlm. 47–57, 2017.
  14. S. Sagala, J. Kristiana, N. A. Alfiah, L. Kartika, F. Ekonomi, dan I. P. Bogor, “ANALYZING THE INFLUENCE OF ENVIRONMENTAL KNOWLEDGE IN GEN Z ON INTEREST IN WORKING IN THE GREEN JOBS SECTOR THROUGH THE CHI-SQUARE TEST ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN LINGKUNGAN PADA GEN Z TERHADAP MINAT BEKERJA DI SEKTOR GREEN JOBS MELALUI UJI CHI - SQUAR,” COSTINGJournal Econ. Bus. Account., vol. 7, no. 6, hlm. 6949–6958, 2024.
  15. J. S. Al-Amri, R. Rusdin, dan H. Hamka, “Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Kurikulum Merdeka Belajar di SDIT Ibnul Mubarok Palu,” J. Integrasi Manaj. Pendidik., vol. 3, no. 2, hlm. 22–26, 2024.
  16. S. Bessant dan J. Tidd, Innovation and Intrepreneurship. West Sussex: John Wiley & Son, 2011.
  17. E. Susilowati, H. N. Rezika, M. I. Rifaldo, dan M. P. Azzahra, “STRATEGI MANAJEMEN INOVASI DAN KREATIFITAS DALAM PENGEMBANGAN BISNIS KEDAI KOPI IMAH UING ( IU ),” Digibe Digit. Bus. Entrep. J., vol. 2, no. 1, hlm. 17–26, 2024.
  18. H. Riofita, Arimbi, M. G. Rifky, L. R. Salamah, R. Asrita, dan S. Nurzanah, “Perubahan strategi pemasaran dalam menghadapi tantangan pasar konsumen di era digital,” J. Ekon. Manaj. Dan Bisnis, vol. 1, no. 3, hlm. 21–26, 2024.
  19. A. Suheri, “SISTEM MONITORING KINEJA DOSEN DALAM KEGIATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI ( STUDI KASUS STMIK CILEGON ),” Media J. Inform., vol. 9, no. 1, hlm. 37–48, 2017.
  20. M. F. Nashiruddin, S. Nur, dan D. Satriyo, “Kesiapan Dosen dalam Menghadapi Perubahan,” J. Psikol., vol. 1, no. 3, hlm. 1–10, 2024.
  21. Y. Oemar, “Pengaruh Faktor Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pembelajaran Dosen Fakultas Ekonomi,” J. Apl. Manaj., vol. 7, no. 3, hlm. 581–588, 2009.
  22. N. Kurniawati, C. Husadha, dan T. Yoganingsih, “Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja Terhadap Kinerja Dosen ( Studi Kasus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ),” Trending J. Ekon. Akunt. Dan Manaj., vol. 2, no. 4, hlm. 106–119, 2024.
  23. H. Nurnadhifa dan L. Syahrina, “Implementasi Sistem Merit dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan Republik Indonesia,” Widya Manaj., vol. 3, no. 2, hlm. 138–149, 2021.
  24. E. Savitri dan I. Sartika, “Pengaruh Transformasi Digital dan Sistem Informasi Terintegrasi Terhadap Laporan Kinerja di Kementerian Pertahanan,” Arus J. Sos. Dan Hum. AJSH, vol. 4, no. 3, hlm. 1804–1811, 2024.
  25. I. Asmadi, E. D. Setyaningsih, dan Zahra, “Strategi Pengembangan Karir Dosen Sebagai Upaya dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi,” dalam NCBMA 2024 (Universitas Pelita Harapan, Indonesia), 2024, hlm. 709–716. doi: 10.54371/jiip.v7i5.4167.
  26. K. Khairunnisa, A. Wahyudin, dan A. Zohriah, “Analisis Pengembangan Karir Pegawai Pada Lembaga Pendidikan,” El-Idare J. Manaj. Pendidik. Islam, vol. 9, no. 2, hlm. 87–95, Nov 2023, doi: 10.19109/elidare.v9i2.19964.
  27. Jayaun, “Peran Kampus Dalam Pengembangan Karir Dan Kewirausahaan,” J. Ilm. Ekon. Manaj. Bisnis, vol. 5, no. 2, hlm. 21–28, Jul 2024, doi: 10.60023/sa967850.
  28. M. Amaliya, N. Magfiroh, M. S. Ghifari, dan S. Trihantoyo, “Sistem Remunerasi dalam Meningkatkan Kinerja Pendidik di SMPN 39 Surabaya,” J. Pendidik. Transform. JPT, vol. 03, no. 02, hlm. 1–15, 2024.
  29. E. M. Rogers, DIFFUSION OF INNOVATIONS, 5 ed. New York: The Free Press, 2003.
  30. R. Ananda dan Amiruddin, INOVASI PENDIDIKAN: Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan. CV. Widya Puspita, 2017.