Innovative Legal Approaches for Contemporary Challenges in Indonesia
Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development
DOI: 10.21070/ijins.v25i4.1241

Innovative Legal Approaches for Contemporary Challenges in Indonesia


Pendekatan Hukum Inovatif untuk Tantangan Kontemporer di Indonesia

Institut Teknologi dan Bisnis Yadika, Pasuruan, Jawa Timur
Indonesia

(*) Corresponding Author

Innovative Law Digital Technology Legal System Justice

Abstract

General Background: Legal development in Indonesia faces multifaceted challenges due to globalization, technological advances, and complex socio-economic dynamics. Specific Background: The conventional legal frameworks struggle to keep pace with rapid societal changes and technological innovations, leading to inefficiencies and inequities in law enforcement and justice accessibility. Knowledge Gap: Existing research lacks comprehensive strategies integrating digital advancements and local wisdom to enhance legal systems' adaptability and effectiveness. Aims: This study aims to identify and assess innovative legal approaches that incorporate digital technology and local cultural insights to enhance the responsiveness and effectiveness of Indonesia's legal system. Results: The findings indicate that leveraging digital technology for public engagement, employing big data and AI for regulatory impact assessments, and integrating local customs into national law can significantly improve legal frameworks. Novelty: This research introduces a model combining technological and traditional approaches, ensuring a balanced evolution of the legal system aligned with Indonesia's unique cultural and societal context. Implications: Implementing these innovative approaches could lead to more equitable justice access, heightened transparency, and enhanced legal adaptability, promoting sustainable development and human rights protection in Indonesia.

Highlights:

  • Digital Engagement: Enhances public participation using digital platforms.
  • Data-Driven Regulation: Utilizes AI and big data for precise law-making.
  • Cultural Harmonization: Integrates local customs into national laws, promoting unity and respect.

Keywords: Innovative Law, Digital Technology, Legal System, Justice

Pendahuluan

Indonesia, sebagai negara hukum yang terus berkembang, menghadapi tantangan yang kompleks dalam upaya membangun sistem hukum yang efektif, adil, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai fase pembangunan hukum, mulai dari upaya dekolonisasi hukum, unifikasi hukum nasional, hingga reformasi hukum pasca era Orde Baru.[1] Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika global yang semakin cepat, pendekatan konvensional dalam pembangunan hukum sering kali tidak mampu mengimbangi kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, urgensi untuk mengadopsi pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia menjadi semakin mendesak. Pendekatan inovatif dapat diartikan sebagai cara baru, kreatif, dan efektif dalam merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi hukum yang tidak hanya berfokus pada aspek normatif, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan teknologi yang memengaruhi efektivitas hukum dalam masyarakat. Inovasi dalam pembangunan hukum bukan berarti mengesampingkan prinsip-prinsip fundamental hukum yang telah mapan, melainkan mencari cara-cara baru untuk mengoptimalkan fungsi hukum sebagai instrumen perubahan sosial dan pembangunan nasional.

Salah satu faktor yang mendorong kebutuhan akan pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia adalah kompleksitas permasalahan hukum yang dihadapi. Mulai dari isu-isu klasik seperti ketidakpastian hukum, tumpang tindih regulasi, dan penegakan hukum yang lemah, hingga tantangan kontemporer seperti kejahatan siber, perlindungan data pribadi, dan regulasi ekonomi digital. Kompleksitas ini menuntut pendekatan yang lebih holistik dan interdisipliner dalam pembangunan hukum, yang tidak hanya melibatkan ahli hukum tetapi juga pakar dari berbagai bidang lain seperti teknologi informasi, ekonomi, sosiologi, dan antropologi.[2] Selain itu, globalisasi dan revolusi digital telah mengubah lanskap hukum secara fundamental. Batas-batas yurisdiksi tradisional menjadi semakin kabur, sementara transaksi dan interaksi lintas batas menjadi hal yang lumrah. Hal ini menimbulkan tantangan baru dalam hal penegakan hukum, harmonisasi regulasi internasional, dan perlindungan hak-hak warga negara dalam ruang digital. Pendekatan inovatif diperlukan untuk merespons dinamika ini, misalnya melalui pengembangan kerangka hukum yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan teknologi.[3]

Aspek lain yang menjadi pertimbangan penting dalam konteks pembangunan hukum di Indonesia adalah keberagaman budaya dan pluralisme hukum yang ada. Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, memiliki kekayaan tradisi hukum adat yang unik. Pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum harus mampu mengakomodasi keberagaman ini tanpa mengorbankan kepastian hukum dan keadilan. Ini bisa melibatkan pengembangan model-model baru dalam harmonisasi hukum adat dengan hukum nasional, atau pendekatan bottom-up dalam pembentukan peraturan daerah yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal.[4] Lebih lanjut, tantangan pembangunan berkelanjutan dan isu-isu lingkungan global juga memerlukan respons inovatif dalam bidang hukum. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menghadapi risiko serius akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Pendekatan inovatif dalam hukum lingkungan, misalnya, bisa melibatkan pengembangan instrumen hukum baru seperti pengadilan khusus lingkungan, mekanisme kompensasi karbon, atau integrasi kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.[5]

Dalam konteks penegakan hukum, inovasi juga sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang telah lama mengakar. Korupsi, ketidakefisienan sistem peradilan, dan rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum merupakan isu-isu yang memerlukan solusi kreatif. Pendekatan inovatif bisa mencakup pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pengembangan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang lebih efisien, atau reformasi sistem pendidikan hukum untuk menghasilkan praktisi hukum yang lebih berkualitas dan berintegritas.[6] Aspek lain yang tidak kalah penting adalah peran masyarakat sipil dan partisipasi publik dalam pembangunan hukum. Pendekatan inovatif harus mampu membuka ruang yang lebih luas bagi keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi dan implementasi hukum.[7] Ini bisa melibatkan pengembangan platform digital untuk konsultasi publik, penguatan peran lembaga-lembaga watchdog, atau inovasi dalam pendidikan hukum publik untuk meningkatkan literasi hukum masyarakat.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan dalam konteks pembangunan hukum di Indonesia adalah kesenjangan akses terhadap keadilan. Meskipun prinsip equality before the law telah dijamin dalam konstitusi, realitasnya masih banyak kelompok masyarakat yang mengalami hambatan dalam mengakses layanan hukum dan keadilan. Pendekatan inovatif diperlukan untuk menjembatani kesenjangan ini, misalnya melalui pengembangan layanan bantuan hukum berbasis teknologi, simplifikasi prosedur hukum untuk kasus-kasus sederhana, atau pengembangan model-model baru dalam penyuluhan hukum yang lebih efektif menjangkau masyarakat marjinal.[8] Selain itu, perkembangan ekonomi digital dan munculnya model bisnis baru juga menuntut respons inovatif dalam pembangunan hukum. Regulasi yang ada seringkali tertinggal dari perkembangan teknologi dan praktik bisnis, menciptakan grey area yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Pendekatan inovatif diperlukan untuk mengembangkan kerangka regulasi yang lebih adaptif dan forward-looking, misalnya melalui penerapan regulatory sandbox untuk inovasi fintech, atau pengembangan prinsip-prinsip hukum yang lebih fleksibel dalam mengatur ekonomi berbagi (sharing economy).[9]

Dalam konteks hubungan internasional dan diplomasi hukum, Indonesia juga perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inovatif. Sebagai negara berkembang dengan pengaruh regional yang signifikan, Indonesia memiliki peluang untuk memainkan peran lebih aktif dalam pembentukan norma-norma hukum internasional. Pendekatan inovatif bisa melibatkan inisiatif-inisiatif baru dalam kerja sama hukum regional, pengembangan model-model baru dalam penyelesaian sengketa internasional, atau pemanfaatan soft law instruments yang lebih fleksibel dalam merespons isu-isu global yang kompleks.[10] Aspek penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah peran teknologi dalam transformasi sistem hukum. Artificial Intelligence (AI), big data analytics, dan blockchain adalah beberapa contoh teknologi yang memiliki potensi besar untuk merevolusi cara hukum dirumuskan, ditegakkan, dan dievaluasi. Pendekatan inovatif diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi ini sambil tetap menjaga prinsip-prinsip fundamental hukum seperti keadilan, kepastian, dan perlindungan hak asasi manusia.[11]

Tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan akan pendekatan inovatif dalam mengatasi backlog kasus dan ineffisiensi sistem peradilan. Penumpukan perkara di pengadilan telah lama menjadi masalah kronis yang menghambat akses masyarakat terhadap keadilan. Inovasi dalam manajemen perkara, pemanfaatan teknologi untuk otomatisasi proses-proses administratif, atau pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa online (online dispute resolution) bisa menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi sistem peradilan.[12]

Lebih lanjut, dalam konteks pembangunan hukum di era post-truth dan informasi yang berlebih, pendekatan inovatif juga diperlukan untuk menjaga integritas sistem hukum dan melindungi masyarakat dari dampak negatif disinformasi. Ini bisa melibatkan pengembangan kerangka hukum baru untuk menangani hoax dan fake news, penguatan literasi digital masyarakat, atau inovasi dalam metode verifikasi fakta dalam proses peradilan.[13] Dengan mempertimbangkan kompleksitas tantangan dan urgensi untuk merespons dinamika global yang semakin cepat, penelitian mengenai pendekatan inovatif terhadap pembangunan hukum di Indonesia menjadi sangat relevan dan penting. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan merumuskan model-model inovatif yang dapat diterapkan dalam konteks Indonesia. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi masukan berharga bagi pembuat kebijakan, praktisi hukum, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya bersama membangun sistem hukum Indonesia yang lebih efektif, adil, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat di era modern.

Dari paparan latar belakang dan isu yang disebutkan di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan Inovatif terhadap Pembangunan Hukum di Indonesia: Seperti Apa?” dengan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pendekatan inovatif yang dapat diterapkan dalam pembangunan hukum di Indonesia?

2. Apa tantangan dan peluang dalam mengimplementasikan pendekatan inovatif tersebut dalam konteks sistem hukum Indonesia?

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang berfokus pada kajian terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Metode ini dipilih karena penelitian bertujuan untuk menganalisis konsep dan pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia, yang memerlukan kajian mendalam terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan konsep-konsep hukum yang relevan. Dalam penelitian ini, dua pendekatan utama akan digunakan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu pembangunan hukum di Indonesia. Ini mencakup kajian terhadap Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, serta peraturan-peraturan lain yang relevan dengan topik penelitian. Pendekatan ini penting untuk memahami kerangka hukum yang ada dan mengidentifikasi celah-celah yang memerlukan inovasi. Sementara itu, pendekatan konseptual digunakan untuk menganalisis dan mengembangkan konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum. Pendekatan ini melibatkan kajian terhadap doktrin-doktrin hukum, teori-teori pembangunan hukum, serta konsep-konsep inovasi dalam konteks hukum.

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan hukum dan sistem hukum nasional. Bahan hukum sekunder mencakup buku-buku teks hukum, jurnal-jurnal ilmiah hukum, hasil-hasil penelitian hukum, dan artikel-artikel yang membahas tentang inovasi dalam pembangunan hukum. Sedangkan bahan hukum tersier meliputi kamus hukum, ensiklopedia hukum, dan sumber-sumber lain yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Peneliti akan mengumpulkan dan mengkaji berbagai literatur, dokumen hukum, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Proses ini melibatkan penelusuran bahan-bahan hukum di perpustakaan, database hukum online, serta sumber-sumber digital lainnya yang kredibel. Selain itu, untuk memperkaya data, peneliti juga dapat melakukan wawancara dengan pakar hukum atau praktisi yang memiliki keahlian dalam bidang pembangunan hukum dan inovasi hukum.

Dalam hal teknik analisis data, penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis. Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis secara sistematis untuk menghasilkan deskripsi yang komprehensif tentang pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia. Proses analisis melibatkan beberapa tahapan, dimulai dari pengorganisasian data, kategorisasi, sintesis, hingga penarikan kesimpulan. Analisis akan dilakukan dengan cara menginterpretasikan bahan-bahan hukum yang ada, mengidentifikasi pola-pola dan tren dalam pembangunan hukum, serta mengeksplorasi potensi penerapan pendekatan inovatif dalam konteks Indonesia. Peneliti akan membandingkan dan mengontraskan berbagai konsep dan teori, menganalisis kekuatan dan kelemahan pendekatan yang ada, serta merumuskan rekomendasi untuk pendekatan inovatif yang mungkin diterapkan. Dalam proses analisis, peneliti juga akan memperhatikan konteks sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia untuk memastikan bahwa pendekatan inovatif yang diusulkan sesuai dan dapat diterapkan dalam realitas Indonesia. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk narasi yang logis dan sistematis, disertai dengan argumen-argumen yang kuat dan didukung oleh bukti-bukti dari bahan hukum yang dikaji.

Hasil dan Pembahasan

A. Bentuk-Bentuk Pendekatan Inovatif y ang d apat Diterapkan d alam Pembangunan Hukum di Indonesia

Pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia dapat mengambil berbagai bentuk yang disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan spesifik negara. Berikut ini adalah beberapa bentuk pendekatan inovatif yang dapat diterapkan:

1. Pendekatan Partisipatif dan Inklusif dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Salah satu bentuk pendekatan inovatif adalah dengan meningkatkan partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan semangat demokrasi dan good governance yang menjadi landasan sistem hukum Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, telah mengakomodasi prinsip partisipasi masyarakat dalam Pasal 96. Namun, pendekatan inovatif dapat lebih jauh mengembangkan mekanisme partisipasi ini. Inovasi dapat dilakukan melalui pengembangan platform digital yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses penyusunan rancangan undang-undang atau peraturan daerah. Platform semacam ini dapat memfasilitasi konsultasi publik yang lebih luas, transparan, dan efisien. Misalnya, dengan mengadopsi sistem crowdsourcing untuk mengumpulkan masukan dan ide dari masyarakat, atau menggunakan teknologi blockchain untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi. Selain itu, pendekatan inklusif juga perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok-kelompok marjinal atau rentan yang sering kali terabaikan dalam proses pembentukan hukum. Ini dapat dilakukan melalui program-program outreach khusus atau melalui kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil yang mewakili kepentingan kelompok-kelompok tersebut.[14]

2. Penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang Komprehensif

Pendekatan inovatif lainnya adalah dengan menerapkan Regulatory Impact Assessment (RIA) secara lebih komprehensif dan sistematis dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. RIA adalah metode analisis yang digunakan untuk menilai dampak potensial dari suatu regulasi sebelum regulasi tersebut ditetapkan.[15] Meskipun konsep RIA telah dikenal dalam sistem hukum Indonesia, sebagaimana tercermin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 tentang Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya, penerapannya masih perlu ditingkatkan. Pendekatan inovatif dapat melibatkan pengembangan model RIA yang lebih komprehensif, yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga dampak sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia. Inovasi dalam penerapan RIA juga dapat melibatkan pemanfaatan teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis dampak regulasi secara lebih akurat dan menyeluruh. Hal ini dapat membantu pembuat kebijakan dalam membuat keputusan yang lebih informed dan evidence-based.[16]

3. Pengembangan Sistem Hukum Adaptif (Adaptive Law System)

Menghadapi perubahan yang cepat di era digital, pendekatan inovatif dapat diarahkan pada pengembangan sistem hukum yang lebih adaptif. Konsep hukum adaptif mengacu pada sistem hukum yang mampu merespons perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi dengan cepat tanpa mengorbankan kepastian hukum.[17] Salah satu bentuk konkret dari pendekatan ini adalah melalui pengembangan "sunset clauses" dalam peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan teknologi atau sektor yang berkembang pesat. Sunset clause adalah ketentuan yang menetapkan bahwa suatu regulasi akan berakhir pada waktu tertentu kecuali diperbaharui secara eksplisit. Ini dapat memastikan bahwa regulasi tetap relevan dan efektif dalam menghadapi perubahan. Selain itu, pendekatan hukum adaptif juga dapat melibatkan pengembangan kerangka regulasi yang lebih fleksibel, seperti penggunaan prinsip-prinsip umum yang dapat diinterpretasikan sesuai konteks, daripada aturan-aturan yang sangat spesifik dan kaku. Hal ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menciptakan regulasi yang lebih fleksibel dan kondusif bagi perkembangan ekonomi.

4. Pemanfaatan Teknologi dalam Penegakan Hukum

Inovasi dalam pembangunan hukum juga mencakup aspek penegakan hukum. Pemanfaatan teknologi dapat menjadi pendekatan inovatif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum. Hal ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan e-government yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Bentuk konkret dari pendekatan ini dapat meliputi pengembangan sistem peradilan elektronik (e-court), yang telah dimulai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Inovasi lebih lanjut dapat mencakup penggunaan AI untuk analisis dokumen hukum, prediksi hasil perkara, atau bahkan dalam proses pengambilan keputusan hukum yang rutin dan berulang. Selain itu, teknologi blockchain juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan integritas dan transparansi dalam sistem peradilan, misalnya dalam pengelolaan bukti digital atau pencatatan proses peradilan.[18]

5. Pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa Berbasis Teknologi

Pendekatan inovatif juga dapat diterapkan dalam pengembangan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memberikan landasan hukum bagi penerapan mekanisme ini. Namun, inovasi lebih lanjut dapat dilakukan melalui pengembangan platform penyelesaian sengketa online (Online Dispute Resolution/ODR). ODR dapat menjadi solusi untuk mengatasi hambatan geografis dan meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan. Platformo ini dapat mengintegrasikan berbagai metode penyelesaian sengketa seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrase dalam satu sistem online yang terintegrasi.[19] Selain itu, penggunaan AI dalam ODR juga dapat membantu dalam proses triase kasus, memberikan rekomendasi penyelesaian berdasarkan preseden, atau bahkan memfasilitasi negosiasi otomatis untuk kasus-kasus sederhana.[20]

6. Pendekatan Berbasis Data dalam Pembuatan Kebijakan Hukum

Inovasi dalam pembangunan hukum juga dapat diwujudkan melalui pendekatan berbasis data (data-driven approach) dalam pembuatan kebijakan hukum. Hal ini sejalan dengan semangat evidence-based policy making yang semakin ditekankan dalam tata kelola pemerintahan modern.[21] Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan big data analytics untuk menganalisis tren sosial, ekonomi, dan hukum yang dapat mempengaruhi efektivitas suatu regulasi. Misalnya, analisis big data dapat digunakan untuk memetakan pola kejahatan, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan hukum, atau mengevaluasi dampak suatu kebijakan hukum terhadap masyarakat.[22] Implementasi pendekatan ini memerlukan pengembangan infrastruktur data yang terintegrasi di seluruh lembaga pemerintah, serta peningkatan kapasitas SDM dalam analisis data. Hal ini sejalan dengan semangat Satu Data Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

7. Pengembangan Laboratorium Hukum dan Regulatory Sandbox

Pendekatan inovatif lainnya adalah melalui pengembangan "laboratorium hukum" atau regulatory sandbox. Konsep ini memungkinkan eksperimentasi terbatas terhadap regulasi baru atau model penegakan hukum dalam lingkungan yang terkontrol sebelum diterapkan secara luas. Regulatory sandbox telah mulai diterapkan di Indonesia, terutama di sektor finansial melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Pendekatan serupa dapat diadopsi untuk sektor-sektor lain, terutama yang berkaitan dengan teknologi baru atau model bisnis inovatif. Laboratorium hukum juga dapat berfungsi sebagai ruang untuk menguji efektivitas regulasi baru, mengidentifikasi potensi dampak yang tidak diinginkan, dan menyempurnakan regulasi sebelum implementasi penuh.[23]

8. Integrasi Kearifan Lokal dalam Pembangunan Hukum

Mengingat keberagaman budaya dan pluralisme hukum di Indonesia, pendekatan inovatif juga dapat diarahkan pada integrasi kearifan lokal dalam pembangunan hukum nasional. Hal ini sejalan dengan semangat pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Pendekatan ini dapat melibatkan pengembangan model-model baru dalam harmonisasi hukum adat dengan hukum nasional, misalnya melalui kodifikasi selektif hukum adat atau pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa yang mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum adat dengan sistem peradilan formal.[24] Inovasi dalam aspek ini juga dapat mencakup pengembangan database digital tentang praktik-praktik hukum adat di berbagai daerah di Indonesia, yang dapat menjadi referensi bagi pembuat kebijakan dan praktisi hukum dalam memahami dan mengintegrasikan kearifan lokal dalam sistem hukum nasional.

9. Pengembangan Pendidikan Hukum Berbasis Kompetensi dan Teknologi

Inovasi dalam pembangunan hukum juga perlu menyentuh aspek pendidikan hukum. Pendekatan inovatif dapat diarahkan pada pengembangan kurikulum pendidikan hukum yang lebih berbasis kompetensi dan terintegrasi dengan perkembangan teknologi.[25] Hal ini dapat melibatkan integrasi mata kuliah seperti legal tech, analisis data hukum, atau manajemen proyek hukum dalam kurikulum fakultas hukum. Selain itu, penggunaan teknologi seperti simulasi virtual atau AI dalam proses pembelajaran hukum juga dapat meningkatkan kesiapan lulusan hukum dalam menghadapi tantangan di era digital. Pendekatan ini sejalan dengan semangat peningkatan kualitas pendidikan tinggi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Kesimpulannya, pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia memerlukan kombinasi antara pemanfaatan teknologi, partisipasi publik yang lebih luas, fleksibilitas regulasi, dan penguatan kapasitas institusi hukum. Implementasi pendekatan-pendekatan ini tentu memerlukan perubahan paradigma dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam sistem hukum Indonesia. Namun, dengan pendekatan yang tepat dan terencana, inovasi dalam pembangunan hukum dapat menjadi kunci untuk menciptakan sistem hukum yang lebih responsif, efektif, dan mampu menghadapi tantangan di era modern.

B. Tantangan d an Peluang d alam Mengimplementasikan Pendekatan Inovatif Tersebut dalam Konteks Sistem Hukum Indonesia

Implementasi pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia menghadapi berbagai tantangan sekaligus membuka peluang yang signifikan. Berikut adalah analisis mendalam mengenai tantangan dan peluang tersebut dalam konteks sistem hukum Indonesia:

Tantangan:

1. Resistensi terhadap Perubahan

Salah satu tantangan utama dalam mengimplementasikan pendekatan inovatif adalah resistensi terhadap perubahan yang sering kali muncul dalam sistem hukum yang telah mapan. Sistem hukum Indonesia, yang memiliki akar sejarah panjang dan dipengaruhi oleh berbagai tradisi hukum, cenderung memiliki inersia yang kuat terhadap perubahan radikal. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang meskipun telah direvisi dengan UU Nomor 15 Tahun 2019, masih cenderung mempertahankan pendekatan konvensional dalam proses legislasi.[26]

2. Kompleksitas Sistem Hukum

Sistem hukum Indonesia yang kompleks, dengan berbagai lapisan peraturan dari tingkat nasional hingga daerah, serta adanya pluralisme hukum yang mengakui keberadaan hukum adat, menciptakan tantangan tersendiri dalam mengimplementasikan pendekatan inovatif secara konsisten dan menyeluruh. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, misalnya, memberikan otonomi kepada daerah untuk membentuk peraturan daerah, yang dapat menimbulkan variasi dalam pendekatan pembangunan hukum di berbagai wilayah.[27]

3. Keterbatasan Sumber Daya

Implementasi pendekatan inovatif seringkali membutuhkan investasi yang signifikan dalam hal sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur hukum. Keterbatasan anggaran, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dapat menjadi hambatan dalam mengadopsi teknologi baru atau melakukan reformasi sistem yang membutuhkan biaya besar.[28]

4. Kesenjangan Digital dan Aksesibilitas

Meskipun inovasi sering kali terkait dengan pemanfaatan teknologi, kesenjangan digital yang masih ada di Indonesia dapat menjadi tantangan serius. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016) berupaya mengatur pemanfaatan teknologi informasi, namun implementasinya masih terhambat oleh infrastruktur yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.[29]

5. Harmonisasi Hukum

Implementasi pendekatan inovatif harus mempertimbangkan kebutuhan harmonisasi dengan sistem hukum yang ada, termasuk kewajiban internasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional mengatur tentang keterikatan Indonesia pada perjanjian internasional, yang dapat membatasi ruang gerak untuk inovasi tertentu jika tidak sejalan dengan komitmen internasional.[30]

6. Keamanan dan Privasi Data

Dengan semakin meningkatnya peran teknologi dalam sistem hukum, isu keamanan dan privasi data menjadi tantangan krusial. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang masih dalam proses legislasi menunjukkan kesadaran akan pentingnya isu ini, namun implementasinya dalam konteks inovasi hukum masih perlu diperhatikan secara seksama.[31]

Peluang:

1. Transformasi Digital

Revolusi industri 4.0 membuka peluang besar untuk transformasi digital dalam sistem hukum Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan landasan hukum untuk berbagai inovasi digital, termasuk pengembangan e-court, e-litigation, dan sistem manajemen kasus berbasis teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi sistem peradilan.[32]

2. Partisipasi Publik yang Lebih Luas

Pendekatan inovatif dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan partisipasi publik dalam proses pembentukan dan evaluasi hukum. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan landasan untuk transparansi dan akses informasi yang dapat didukung oleh platform digital inovatif untuk konsultasi publik dan penyusunan kebijakan partisipatif.[33]

3. Penguatan Penegakan Hukum

Inovasi dalam teknologi forensik, analisis data, dan sistem informasi terintegrasi membuka peluang untuk penguatan penegakan hukum. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001) dapat diperkuat implementasinya melalui penggunaan teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi dan mendeteksi korupsi.[34]

4. Aksesibilitas Keadilan

Pendekatan inovatif dapat meningkatkan aksesibilitas keadilan, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil atau kelompok marginal. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dapat didukung dengan pengembangan aplikasi mobile untuk konsultasi hukum jarak jauh atau sistem AI untuk bantuan hukum dasar.[35]

5. Harmonisasi Hukum Adat dan Nasional

Inovasi dalam pendekatan pembangunan hukum dapat membuka peluang untuk harmonisasi yang lebih baik antara hukum adat dan hukum nasional. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan pengakuan terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat, yang dapat diperkuat melalui pendekatan inovatif dalam kodifikasi dan integrasi hukum adat ke dalam sistem hukum nasional.[36]

6. Pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Inovasi dalam metode alternatif penyelesaian sengketa dapat mengurangi beban pada sistem peradilan formal. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat diperluas cakupannya untuk mengakomodasi bentuk-bentuk baru mediasi online atau arbitrase berbasis AI.[37]

7. Peningkatan Kualitas Regulasi

Pendekatan inovatif dapat meningkatkan kualitas regulasi melalui penggunaan analisis dampak regulasi (RIA) yang lebih canggih dan berbasis data. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat diperkuat dengan adopsi teknologi big data dan AI untuk analisis regulasi yang lebih komprehensif.

8. Kolaborasi Internasional

Inovasi dalam pembangunan hukum membuka peluang untuk kolaborasi internasional yang lebih intensif. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dapat menjadi dasar untuk pengembangan platform kerjasama hukum internasional yang lebih dinamis dan responsif terhadap isu-isu global.[38]

9. Penguatan Perlindungan Hak Asasi Manusia

Pendekatan inovatif dapat memperkuat mekanisme perlindungan hak asasi manusia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dapat diperkuat implementasinya melalui pengembangan sistem pemantauan HAM berbasis teknologi atau platform pelaporan pelanggaran HAM yang lebih aksesibel.[39]

10. Reformasi Pendidikan Hukum

Inovasi dalam pembangunan hukum juga membuka peluang untuk reformasi pendidikan hukum. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dapat menjadi landasan untuk mengintegrasikan pendekatan inovatif dan teknologi dalam kurikulum hukum, mempersiapkan generasi praktisi hukum yang lebih adaptif terhadap perubahan.

Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ini, penting untuk mempertimbangkan beberapa aspek kunci:

a. Pertama, diperlukan pendekatan bertahap dan terencana dalam mengimplementasikan inovasi. Hal ini dapat dimulai dengan proyek percontohan yang terbatas sebelum diterapkan secara luas, memungkinkan evaluasi dan penyesuaian yang diperlukan.

b. Kedua, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan – termasuk pemerintah, akademisi, praktisi hukum, masyarakat sipil, dan sektor teknologi – sangat penting untuk memastikan pendekatan inovatif yang komprehensif dan inklusif.

c. Ketiga, pengembangan kapasitas dan pelatihan berkelanjutan bagi para pelaku hukum adalah kunci untuk mengatasi resistensi dan memastikan adopsi yang efektif dari pendekatan inovatif.

d. Keempat, perlu ada keseimbangan antara inovasi dan perlindungan nilai-nilai fundamental sistem hukum Indonesia, termasuk prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945.

e. Kelima, evaluasi dan penyesuaian berkelanjutan terhadap pendekatan inovatif yang diterapkan sangat penting untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam jangka panjang.

Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang ini, serta mengadopsi pendekatan yang hati-hati dan terencana, implementasi pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia berpotensi untuk secara signifikan meningkatkan efektivitas, aksesibilitas, dan responsivitas sistem hukum terhadap kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.

Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pendekatan inovatif dalam pembangunan hukum di Indonesia dapat mengambil beberapa bentuk, antara lain: pendekatan partisipatif dan inklusif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui platform digital; penerapan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang lebih komprehensif dengan memanfaatkan teknologi big data dan AI; pengembangan sistem hukum adaptif dengan sunset clauses dan kerangka regulasi yang lebih fleksibel; pemanfaatan teknologi dalam penegakan hukum seperti e-court dan blockchain; pengembangan alternatif penyelesaian sengketa berbasis teknologi (ODR); pendekatan berbasis data dalam pembuatan kebijakan hukum; pengembangan laboratorium hukum dan regulatory sandbox; integrasi kearifan lokal dalam pembangunan hukum nasional; serta pengembangan pendidikan hukum berbasis kompetensi dan teknologi. Semua pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih responsif, efektif, dan mampu menghadapi tantangan di era modern.

Implementasi pendekatan inovatif dalam sistem hukum Indonesia menghadapi beberapa tantangan utama, antara lain: resistensi terhadap perubahan dalam sistem hukum yang telah mapan, kompleksitas sistem hukum dengan berbagai lapisan peraturan, keterbatasan sumber daya untuk investasi teknologi dan infrastruktur, kesenjangan digital yang menghambat akses merata, kebutuhan harmonisasi dengan sistem hukum yang ada dan kewajiban internasional, serta isu keamanan dan privasi data. Di sisi lain, terdapat peluang signifikan seperti: transformasi digital yang dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi, peningkatan partisipasi publik dalam proses hukum, penguatan penegakan hukum melalui teknologi, peningkatan aksesibilitas keadilan, harmonisasi yang lebih baik antara hukum adat dan nasional, pengembangan alternatif penyelesaian sengketa, peningkatan kualitas regulasi melalui analisis berbasis data, kolaborasi internasional yang lebih intensif, penguatan perlindungan HAM, serta reformasi pendidikan hukum. Menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ini memerlukan pendekatan bertahap, kolaborasi antar pemangku kepentingan, pengembangan kapasitas berkelanjutan, keseimbangan antara inovasi dan nilai-nilai fundamental, serta evaluasi dan penyesuaian terus-menerus.

References

  1. A. E. A. Barlian and A. D. P. Herista, "Pembangunan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Ideologi Politik Bangsa," J. Lemhannas RI, vol. 9, no. 1, pp. 88–98, Mar. 2021, doi: 10.55960/jlri.v9i1.379.
  2. F. F. Busroh, F. Khairo, and P. D. Zhafirah, "Harmonisasi Regulasi Di Indonesia: Simplikasi Dan Sinkronisasi Untuk Peningkatan Efektivitas Hukum," J. Interpret. Huk., vol. 4, no. 3, 2023, doi: 10.55637/juinhum.5.1.7997.699-711.
  3. Supriyono, "Pengaruh Globalisasi Terhadap Pembangunan Hukum Dan Tantangannya Di Era Revolusi Industri 4.0," J. Huk. Responsif, vol. 7, no. 2, 2019.
  4. E. Endri, "Indonesian Legal Pluralism For State Administrative Judges: Between Challenges and Opportunities," J. Huk. Peratun, vol. 3, no. 1, pp. 19–34, Feb. 2020, doi: 10.25216/peratun.312020.19-34.
  5. D. Kurniawan, W. Hermawan, I. Sunandi, and S. Z. Fadhila, "Pendekatan Hukum Terhadap Isu-Isu Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tantangan Dan Prospek," J. Educ., vol. 3, no. 4, 2021, doi: 10.31004/joe.v3i4.4316.
  6. M. A. Wachid, "Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK," MAKSIGAMA, vol. 9, no. 1, pp. 91–105, Nov. 2015, doi: 10.37303/.v9i1.8.
  7. D. J. Iskandar, "Pentingnya Partisipasi Dan Peranan Kelembagaan Politik Dalam Proses Pembuatan Kebijakan Publik," J. Ilmu Adm. Media Pengemb. Ilmu Dan Prakt. Adm., vol. 14, no. 1, pp. 17–35, Jun. 2017, doi: 10.31113/jia.v14i1.2.
  8. D. Wijayanto, Problematika Hukum Dan Peradilan Di Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2014.
  9. E. A. Wulandari, "Menganalisis Sejarah Perkembangan Perekonomian Digital Di Indonesia," KRINOK J. Pendidik. Sej. Sej. FKIP Univ. Jambi, vol. 3, no. 1, 2023, doi: 10.22437/krinok.v3i1.27465.
  10. A. Pujayanti, "Kerja Sama Selatan-Selatan Dan Manfaatnya Bagi Indonesia," J. Polit. Din. Masal. Polit. Dalam Negeri Dan Hub. Int., vol. 6, no. 1, 2015, doi: 10.22212/jp.v6i1.300.
  11. S. Kumar, W. M. Lim, U. Sivarajah, and J. Kaur, "Artificial Intelligence and Blockchain Integration in Business: Trends from a Bibliometric-Content Analysis," Inf. Syst. Front., Apr. 2022, doi: 10.1007/s10796-022-10279-0.
  12. Widowati, "Hambatan Dalam Implementasi Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan," J. Huk. - Yustitiabelen, vol. 7, no. 1, 2021, doi: 10.36563/yustitiabelen.v7i1.322.
  13. A. Fendri, "Perbaikan Sistem Hukum Dalam Pembangunan Hukum Di Indonesia," J. Ilmu Huk., vol. 1, no. 2, Apr. 2013, doi: 10.30652/jih.v1i02.1157.
  14. R. Suharta, "Pendekatan Inklusif Dan Deliberatif Dalam Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup Dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin," Diklus J. Pendidik. Luar Sekol., vol. 6, no. 11, 2007.
  15. Suska, "Prinsip Regulatory Impact Assessment Dalam Proses Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011," J. Konstitusi, vol. 9, no. 2, 2012.
  16. N. Sghir, A. Adadi, and M. Lahmer, "Recent Advances in Predictive Learning Analytics: A Decade Systematic Review (2012–2022)," Educ. Inf. Technol., vol. 28, no. 7, pp. 8299–8333, Jul. 2023, doi: 10.1007/s10639-022-11536-0.
  17. N. B. A. Wijaya, "Peranan Teori Hukum Pada Peradapan Digital Revolusi Industri 4.0," J. Kewarganegaraan, vol. 7, no. 2, 2023.
  18. M. Bahanan and M. Wahyudi, "Analisis Pengaruh Penggunaan Teknologi Blockchain Dalam Transaksi Keuangan Pada Perbankan Syariah," I'Thisom J. Ekon. Syariah, vol. 2, no. 1, 2023.
  19. K. Mania, "Online Dispute Resolution: The Future of Justice," Int. Comp. Jurisprud., vol. 1, no. 1, pp. 76–86, Nov. 2015, doi: 10.1016/j.icj.2015.10.006.
  20. Pujiono and D. Sulistianingsih, "Penggunaan Online Dispute Resolution (ODR) Pada Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Di Indonesia," Huk. Dan Polit. Dalam Berbagai Perspekt., vol. 1, 2023, doi: 10.15294/hp.v1i1.105.
  21. S. Zamroni, M. Z. Anwar, S. Yulianto, A. Rozaki, and A. C. Edi, "Desa Mengembangkan Penghidupan Berkelanjutan," Yogyakarta: IRE Yogyakarta, 2015.
  22. W. A. Günther, M. H. Rezazade Mehrizi, M. Huysman, and F. Feldberg, "Debating Big Data: A Literature Review on Realizing Value from Big Data," J. Strateg. Inf. Syst., vol. 26, no. 3, pp. 191–209, Sep. 2017, doi: 10.1016/j.jsis.2017.07.003.
  23. K. Skivington et al., "Framework for the Development and Evaluation of Complex Interventions: Gap Analysis, Workshop and Consultation-Informed Update," Health Technol. Assess. (Rockv)., vol. 25, no. 57, pp. 1–132, Sep. 2021, doi: 10.3310/hta25570.
  24. D. Tamarasari, "Pendekatan Hukum Adat Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Pada Daerah Otonom," J. Kriminologi Indones., vol. 2, no. 1, 2002.
  25. D. Ambarwati, U. B. Wibowo, H. Arsyiadanti, and S. Susanti, "Studi Literatur: Peran Inovasi Pendidikan Pada Pembelajaran Berbasis Teknologi Digital," J. Inov. Teknol. Pendidik., vol. 8, no. 2, 2022, doi: 10.21831/jitp.v8i2.43560.
  26. Yazid, "Implementasi System Informasi: Dari Resistensi, Rekayasa Bisnis, Hingga Penciptaan Kemakmuran," J. Siasat Bisnis, vol. 1, no. 6, 2009.
  27. F. P. Disantara, "Konsep Pluralisme Hukum Khas Indonesia Sebagai Strategi Menghadapi Era Modernisasi Hukum," Al-Adalah J. Huk. Dan Polit. Islam, vol. 6, no. 1, pp. 1–36, Jan. 2021, doi: 10.35673/ajmpi.v6i1.1129.
  28. H. Tampubolon, "Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Perannya Dalam Pengembangan Keunggulan Bersaing," Depok: Papas Sinar Sinanti, 2016.
  29. R. Jayanthi and A. Dinaseviani, "Kesenjangan Digital Dan Solusi Yang Diterapkan Di Indonesia Selama Pandemi COVID-19," J. IPTEK-KOM (Jurnal Ilmu Pengetah. Dan Teknol. Komunikasi), vol. 24, no. 2, 2022.
  30. F. Firdaus, "Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional Indonesia," FIAT JUSTISIA Jurnal Ilmu Huk., vol. 8, no. 1, Nov. 2015, doi: 10.25041/fiatjustisia.v8no1.285.
  31. A. Satria, N. P. H. Ulina, P. Safira, and B. Pangestu, "Perspektif Hukum Terhadap Keamanan Data: Tantangan Dan Solusi Di Era Teknologi Informasi," War. Dharmawangsa, vol. 18, no. 1, pp. 177–192, Jan. 2024, doi: 10.46576/wdw.v18i1.4264.
  32. M. R. Suhaidi, N. K. L. Agiastini, N. Dorojati S, and F. Irawan, "Peran Dan Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Terhadap Penerapan Omnibus Law Sebagai Perkembangan Sistem Hukum Di Indonesia," J. Law, Adm. Soc. Sci., vol. 3, no. 1, pp. 14–24, Mar. 2023, doi: 10.54957/jolas.v3i1.358.
  33. A. N. Sasmita and T. Rahaju, "Implementasi Open Parliament Pada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia," Publika, vol. 11, no. 2, pp. 1723–1734, Jan. 2023, doi: 10.26740/publika.v11n2.p1723-1734.
  34. A. N. Rachman, "Urgensi Izin Penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi Perspektif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2021.
  35. V. Hutama and V. V. Sabijanto, "Meningkatkan Kesadaran Hukum Di Kalangan Masyarakat Marginal Melalui Penyuluhan," Multiverse Open Multidiscip. J., vol. 2, no. 2, pp. 212–218, Oct. 2023, doi: 10.57251/multiverse.v2i2.1130.
  36. M. A. Ramadhan and M. A. Syahfrudin, "Implementasi Dan Harmonisasi Norma Hukum Adat Dan Hukum Nasional Di Indonesia," Kult. J. Ilmu Hukum, Sos. Dan Hum., vol. 1, no. 5, 2023, doi: 10.572349/kultura.v1i5.546.
  37. S. Sudjana, "Efektivitas Dan Efisiensi Penyelesaian Sengketa Kekayaan Intelektual Melalui Arbitrase Dan Mediasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999," Ajudikasi J. Ilmu Huk., vol. 2, no. 1, p. 81, Jul. 2018, doi: 10.30656/ajudikasi.v2i1.598.
  38. F. M. Iqbal and I. Irawati, "Hukum Internasional Sebagai Perangkat Politik: Pembuatan Perjanjian Internasional Oleh Pemerintah Daerah Di Indonesia," J. Caraka Prabu, vol. 7, no. 2, pp. 61–84, Dec. 2023, doi: 10.36859/jcp.v7i2.1833.
  39. D. Ginanjar, M. F. Firdausyi, S. Suswandy, and N. T. Andini, "Perlindungan HAM Dalam Era Digital: Tantangan Dan Solusi Hukum," J. Educ., vol. 4, no. 4, 2022.